Dewanto Sukistono
Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Published : 11 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Revitalisasi Wayang Golek Menak Yogyakarta dalam Dimensi Seni Pertunjukan dan Pariwisata Sukistono, Dewanto
PANGGUNG Vol 27, No 2 (2017): The Revitalization of Tradition, Ritual and Tourism Arts
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v27i2.255

Abstract

ABSTRACT This research aims to revive the wayang golek Menak Yogyakarta by revitalizing and creating innovations in the form and structure of its performance. The current development shows that tourism industry can be a primary driver for such revitalization and innovation, when relevant concepts and theories are applied correctly. Revitalization and innovation are complex, that a SWOT analysis is necessary. To prevent tourism industry from devaluing and evacuating the essence of the performance, the design concept should adheres to Wimsatt’s aesthetic diagram. Hence, a performance in touristic setting, or a tourist art as J. Maquet called, does not only serve to commercialize it, but also enrich its development in Indonesia.Keywords: revitalitations, wayang golek Menak, Yogyakarta, performance art, tourism.ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk menghidupkan kembali wayang golek Menak Yogyakarta, dengan cara melakukan revitalisasi dan inovasi bentuk dan struktur pertunjukannya. Berdasarkan fenomena perkembangan sosial budaya masyarakat, peluang industri pariwisata merupakan strategi primer yang sangat relevan, dengan penerapan konsep dan teori yang tepat. Revitalisasi dan inovasi merupakan persoalan yang kompleks, oleh karena itu supaya langkah-langkah strategisnya berjalan dengan baik, konsep analisisnya meminjam konsep analisis SWOT. Untuk menjaga agar industri pariwisata tidak memerosotkan nilai dan esensi pertunjukan, maka konsep perancangannya berpegang teguh pada diagram estetis Wimsatt. Berpijak pada diagram Wimsatt, keberadaan seni pertunjukan untuk pariwisata atau tourist art seperti disebutkan oleh J. Maquet tidak lagi semata-mata mengomersialisasikan seni pertunjukan, tetapi akan memperkaya perkembangan seni pertunjukan di Indonesia.Kata kunci: Revitalisasi, wayang golek Menak, Yogyakarta, seni pertunjukan, pariwisata. 
Tatahan dan Sunggingan Wayang Golek Menak Yogyakarta Dewanto Sukistono; Timbul Haryono; R.M. Soedarsono; Soetarno -
Resital: Jurnal Seni Pertunjukan (Journal of Performing Arts) Vol 10, No 2 (2009): Desember 2009
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/resital.v10i2.485

Abstract

The Sculpture and Painting of Yogyakarta Wooden Puppet. The wayang golek Menak is one of the threedimensionalpuppet performance in Indonesia. The ‘Menak’ word indicate that the story was taken from the ‘SeratMenak’, that’s different version with wayang golek Purwa wich taken from ‘Mahabarata’ or ‘Ramayana’ story, thatwas popular in West Jawa. In Yogyakarta, wayang golek Menak was popularized by Ki Widiprayitna about 1950.Based on differences in the source story, then of course there are also differences in the form of puppets, included inthe carving and coloration techniques, in Javanesee language is called ‘tatahan’ and ‘sunggingan’. This article intendsto reveal the concept of carving and coloration, especially the style of Ki Widiprayitna.
Wayang Boneka Untuk Anak Dewanto Sukistono
Lakon Jurnal Pengkajian & Penciptaan Wayang Vol 5, No 1 (2008)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2803.896 KB) | DOI: 10.33153/lakon.v5i1.739

Abstract

Planning of wayang boneka for children is supposed to be used as a developing media for behavior and basic ability shaping for play group children. This puppet can be extended personally as a game and in a group as a performance. It is defferent from other puppet performance. In wayang boneka performance, children act as the puppet, the dubber even the musician. The performance form can make them work cooperatively, self confidence, disciplined, responsible, and appraise each other.Keyword : wayang boneka, game, performance,play group children
Analisis Proses Rekaman Musik dengan Metode Digital di Cover Studio Herlina Kusumaningrum; Dewanto Sukistono
Journal of Music Science, Technology, and Industry Vol. 3 No. 2 (2020)
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (259.568 KB) | DOI: 10.31091/jomsti.v3i2.1159

Abstract

Purpose: This study aims to describe the analysis of the process of recording music with digital methods in Cover Studio. Research methods: As stated in the title of this article, the method used in this research is a digital one. The recording is taken in Cover Studio, in Yogyakarta, Indonesia. Results and discussion: The recording process at Cover Studio consisted of the preplanning or preparation stages, data collection or tracking, mixing and mastering. Implication: Most of the recording work is done digitally such as making data keyboards using a midi controller with VST JJP Strings and Key and Xpand! 2, miking instruments or musical instruments using VST, drums using VST Addictive Drums 2.
Revitalisasi Wayang Golek Menak Yogyakarta dalam Dimensi Seni Pertunjukan dan Pariwisata Dewanto Sukistono
PANGGUNG Vol 27, No 2 (2017): The Revitalization of Tradition, Ritual and Tourism Arts
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (731.221 KB) | DOI: 10.26742/panggung.v27i2.255

Abstract

ABSTRACT This research aims to revive the wayang golek Menak Yogyakarta by revitalizing and creating innovations in the form and structure of its performance. The current development shows that tourism industry can be a primary driver for such revitalization and innovation, when relevant concepts and theories are applied correctly. Revitalization and innovation are complex, that a SWOT analysis is necessary. To prevent tourism industry from devaluing and evacuating the essence of the performance, the design concept should adheres to Wimsatt’s aesthetic diagram. Hence, a performance in touristic setting, or a tourist art as J. Maquet called, does not only serve to commercialize it, but also enrich its development in Indonesia.Keywords: revitalitations, wayang golek Menak, Yogyakarta, performance art, tourism.ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk menghidupkan kembali wayang golek Menak Yogyakarta, dengan cara melakukan revitalisasi dan inovasi bentuk dan struktur pertunjukannya. Berdasarkan fenomena perkembangan sosial budaya masyarakat, peluang industri pariwisata merupakan strategi primer yang sangat relevan, dengan penerapan konsep dan teori yang tepat. Revitalisasi dan inovasi merupakan persoalan yang kompleks, oleh karena itu supaya langkah-langkah strategisnya berjalan dengan baik, konsep analisisnya meminjam konsep analisis SWOT. Untuk menjaga agar industri pariwisata tidak memerosotkan nilai dan esensi pertunjukan, maka konsep perancangannya berpegang teguh pada diagram estetis Wimsatt. Berpijak pada diagram Wimsatt, keberadaan seni pertunjukan untuk pariwisata atau tourist art seperti disebutkan oleh J. Maquet tidak lagi semata-mata mengomersialisasikan seni pertunjukan, tetapi akan memperkaya perkembangan seni pertunjukan di Indonesia.Kata kunci: Revitalisasi, wayang golek Menak, Yogyakarta, seni pertunjukan, pariwisata. 
Pakeliran Wayang Babad Lakon Harya Penangsang: dari Kethoprak ke Pakeliran Lilik Agung; Dewanto Sukistono; Retno Dwi Intarti
Wayang Nusantara: Journal of Puppetry Vol 5, No 1 (2021): Maret 2021
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/wayang.v5i1.4815

Abstract

AbstractThe work of wayang babad performance Harya Penangsang is aimed at presenting the story of Harya Penangsang which originally came from the kethoprak performance into the wayang babad performance. In addition to the transformation from kethoprak to wayang babad performance, this work aims to present the work of Harya Penangsang figures. The concept transformation of Sapardi Djoko Damono is used as a frame of mind. The development of this work began by observing and analyzing the performance of the wayang performance about Harya Penangsang that had been staged by several dalang. In addition, it also tracks the character of Harya Penangsang through kethoprak stories and in some serat babad. Next is a draft storyline, which includes events and settings. From this, the character plans the characterization, theme, and trust and visualization of the characters.AbstrakKarya pakeliran wayang babad lakon Harya Penangsang ini bertujuan menghadirkan kisah Harya Penangsang yang semula berasal dari pertunjukan kethoprak ke dalam pertunjukan wayang babad. Selain transformasi dari kethoprak ke pakeliran wayang babad, karya ini bertujuan menyajikan garap tokoh Harya Penangsang. Konsep alih wahana Sapardi Djoko Damono digunakan sebagai kerangka pikir. Penggarapan karya ini dimulai dengan mengamati dan menganalisis pergelaran lakon wayang babad lakon Harya Penangsang yang pernah dipentaskan oleh beberapa dalang. Selain itu juga melacak karakter Harya Penangsang melalui kisah-kisah kethoprak dan dalam beberapa serat babad. Selanjutnya dibuat draft alur cerita, yang mencakup peristiwa dan setting. Dari sini, pengkarya merencanakan penokohan, tema, dan amanah serta visualisasi tokoh-tokohnya.
Konsep Kempel dalam Keprakan dan Dhodhogan pada Pergelaran Wayang Golek Menak Gaya Yogyakarta Sukistono, Dewanto
Resital: Jurnal Seni Pertunjukan Vol 23, No 3 (2022): Desember 2022
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/resital.v23i3.7154

Abstract

ABSTRACT The Concept of Kempel in Keprakan and Dhodhogan in Yogyakarta-style Menak Wooden Puppet Show. KKeprakan and dhodhogan are two of the accompaniments in Menak wooden puppet show in Yogyakarta. The term keprakan is derived from the essential word ‘keprak’ which refers to the principle of form, material, variety, and technique of creating sounds from the iron plates pounded by using cempala made from iron or wood. The term dhodhogan is taken from the root ‘dhog’ which refers to the sound produced by iron or wood that is pounded on kothak. The term kempel has meaning as ‘whole’ and ‘blend into one’. Further, in the context of keprakan, its meanings is that the sound created is harmonically integrated with the movement of the puppet and the motif of kendhangan. This study aims to disclose the pattern of keprakan and dhodhogan to produce a sense of kempel in supporting the aesthetic expression of puppet characters and the scenes’ ambiences. The author collected the data through direct participation, in-depth interviews, and observations of recordings of Menak puppet show in which Sukarno as the puppeteer. The data analysis was conducted to draw a conclusion as a result of an investigation of the relationship among the pattern of both keprakan and dhodhogan; the movement diversity of puppet characters; and the motif of kendhangan. According to the results, it can be stated that the design of keprakan and dhodhogan in Menak wooden puppet show in Yogyakarta consists of two styles – the one is free style and the other is bound style. The sense of kempel lies in the accuracy of keprakan and dhodhogan diverse sound combinations in relation to the movement varieties of puppet figures incorporated with the motif of kendhangan.ABSTRAK Keprakan dan dhodhogan adalah salah satu bagian dari iringan pergelaran wayang golek Menak gaya Yogyakarta. Istilah keprakan dari kata dasar keprak menunjuk pada persoalan bentuk, bahan, ragam, serta teknik menghasilkan bunyi dari lempengan besi yang dipukul menggunakan cempala berbahan besi maupun kayu. Istilah dhodhogan diambil dari kata dasar dhog yang menunjuk pada bunyi yang dihasilkan cempala besi atau kayu yang dipukul pada kothak. Kosa kata kempel mempunyai makna utuh dan melebur menjadi satu, dalam konteks keprakan maknanya bahwa bunyi yang dihasilkan menyatu dengan gerak wayang dan motif kendhangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap pola keprakan dan dhodhogan untuk menghasilkan rasa kempel dalam mendukung ekspresi estetis tokoh wayang maupun suasana adegan. Data diperoleh melalui partisipasi terlibat, wawancara mendalam, serta pengamatan terhadap rekaman pergelaran wayang golek Menak dengan dalang Ki Sukarno. Analisis dilakukan untuk mendapatkan simpulan berdasarkan telaah terhadap relasi antara pola keprakan dan dhodhogan dengan ragam gerak tokoh wayang serta motif atau pola kendhangan. Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa pola keprakan dan dhodhogan dalam pergelaran wayang golek Menak gaya Yogyakarta terdiri dari dua ragam, yaitu ragam bebas dan ragam berpola. Rasa kempel terletak pada ketepatan dalam memadukan ragam bunyi keprakan dan dhodhogan sesuai dengan ragam gerak tokoh wayang yang menyatu dengan motif kendhangan.
Pengaruh Karawitan terhadap Totalitas Ekspresi Dalang dalam Pertunjukan Wayang Golek Menak Yogyakarta Sukistono, Dewanto
Resital: Jurnal Seni Pertunjukan Vol 15, No 2 (2014): Desember 2014
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/resital.v15i2.852

Abstract

Tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan pengaruh karawitan sebagai salah satu pendukung utama pergelaran wayang dengan kualitas ekspresi dalang wayang golek Menak Yogyakarta. Keberadaan wayang golek Menak di Yogyakarta diawali pada tahun 1950-an yang dipopulerkan oleh Ki Widiprayitna, satu-satunya dalang wayang golek Menak pada waktu itu. Kesederhanaan gaya pedesaan Ki Widiprayitna dalam setiap pergelaran tidak mengurangi keberhasilannya dalam memainkan boneka wayang tiga dimensi tersebut, hingga ia mendapat julukan dhalang nuksmèng wayang. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilannya adalah kesatuan rasa antara gerak wayang dengan karawitan sebagai salah satu pendukung utama pertunjukan. The Influence of Karawitan towards the Expression Totality of Puppeteer in the Performances of Wayang Golek Menak Yogyakarta. This paper is intended to explain the effect of the karawitan as one of a principal supporter of wayang performance to the quality of the puppeteer expression towards wayang golek Menak Yogyakarta. The existence of wayang golek Menak Yogyakarta has been started in the early 1950’s and was popularized by Ki Widiprayitna, the only puppeteer wayang golek Menak at that time. The simplicity of rustic styles of Ki Widiprayitna in every performances does not diminish his success in playing the three-dimensional puppets, until finally he gets the nickname of dhalang nuksmèng wayang. One of the factors that may influence his success is the unity of sense between the puppet motions with the karawitan as one of the principal supporters of performances.
Revitalisasi Wayang Golek Menak Yogyakarta dalam Dimensi Seni Pertunjukan dan Pariwisata Dewanto Sukistono
PANGGUNG Vol 27 No 2 (2017): The Revitalization of Tradition, Ritual and Tourism Arts
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v27i2.255

Abstract

ABSTRACT This research aims to revive the wayang golek Menak Yogyakarta by revitalizing and creating innovations in the form and structure of its performance. The current development shows that tourism industry can be a primary driver for such revitalization and innovation, when relevant concepts and theories are applied correctly. Revitalization and innovation are complex, that a SWOT analysis is necessary. To prevent tourism industry from devaluing and evacuating the essence of the performance, the design concept should adheres to Wimsatt’s aesthetic diagram. Hence, a performance in touristic setting, or a tourist art as J. Maquet called, does not only serve to commercialize it, but also enrich its development in Indonesia.Keywords: revitalitations, wayang golek Menak, Yogyakarta, performance art, tourism.ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk menghidupkan kembali wayang golek Menak Yogyakarta, dengan cara melakukan revitalisasi dan inovasi bentuk dan struktur pertunjukannya. Berdasarkan fenomena perkembangan sosial budaya masyarakat, peluang industri pariwisata merupakan strategi primer yang sangat relevan, dengan penerapan konsep dan teori yang tepat. Revitalisasi dan inovasi merupakan persoalan yang kompleks, oleh karena itu supaya langkah-langkah strategisnya berjalan dengan baik, konsep analisisnya meminjam konsep analisis SWOT. Untuk menjaga agar industri pariwisata tidak memerosotkan nilai dan esensi pertunjukan, maka konsep perancangannya berpegang teguh pada diagram estetis Wimsatt. Berpijak pada diagram Wimsatt, keberadaan seni pertunjukan untuk pariwisata atau tourist art seperti disebutkan oleh J. Maquet tidak lagi semata-mata mengomersialisasikan seni pertunjukan, tetapi akan memperkaya perkembangan seni pertunjukan di Indonesia.Kata kunci: Revitalisasi, wayang golek Menak, Yogyakarta, seni pertunjukan, pariwisata. 
Penciptaan Wayang Beber Kontemporer Sang Jendral dan Relevansinya Bagi Pendidikan Karakter Sahid, Nur; Sukistono, Dewanto; Arisona, Nanang; Lephen, Purwanto; Farid Sathotho, Surya; Wibono, J. Catur
PANGGUNG Vol 35 No 1 (2025): Wacana Seni dalam Identitas, Simbol, Pendidikan Karakter, Moral Spiritual dan Pr
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v35i1.3753

Abstract

Generasi sekarang kurang mengenal nama pahlawan, kecuali sebagai nama  universitas, jalan, bandara. Mereka lebih mengenal film animasi, drama Korea.  Untuk itu,  peneliti tertarik mengalihwahanakan perjuangan  Jendral Sudirman yang  religius dan  patriotik ke format wayang beber kontemporer. Tujuannya adalah menciptakan wayang beber kontemporer bersumber dari perjuangan Sudirman,  memperkenalkan  pendidikan karakter dari perjuangan Sudirman, dan  menciptakan video pembelajaran bagi siswa kelas VI  SD.  SD.   Penelitian ini menggunakan teori alih wahana. Metode penciptaan menggunakan metode kreativitas  dari Graham Wallas yang mencakup preparation, incubation, illumination, verification.  Hasil penelitian ini berupa pertunjukan (video) paduan wayang beber dengan  monolog, yakni durasi 30 menit, menggunakan Bahasa Indonesia, mengandung nilai nilai pendidikan karakter, tata cahaya dan panggung dibuat menarik, ilustrasi musik  modern dan menggunakan sound effect, narator seorang aktor teater, lukisan wayang  beber berwarna terdiri tiga gulungan, dan tiap gulungan berisi enam adegan.  Penelitian ini berkontribusi dalam menghasilkan model  mengalihwahanakan peristiwa sejarah ke  wayang beber kontemporer.