cover
Contact Name
Muhammad Solihin
Contact Email
jurnaltriaspolitika2017@gmail.com
Phone
+6282133515052
Journal Mail Official
jurnaltriaspolitika2017@gmail.com
Editorial Address
https://www.journal.unrika.ac.id/index.php/jurnaltriaspolitika/about/editorialTeam
Location
Kota batam,
Kepulauan riau
INDONESIA
Jurnal Trias Politika
ISSN : 25977431     EISSN : 25977423     DOI : 10.33373
Core Subject : Social,
JURNAL TRIAS POLITIKA adalah jurnal ilmiah berkala yang diterbitkan oleh Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau Kepulauan dua kali setahun pada bulan April dan Oktober yang fokus pada isu-isu strategis dan dinamika pemerintahan dan politik. Redaksi menerima naska artikel laporan penelitian, artikel lepas, dan resensi buku yang sesuai dengan visi Jurnal. Naskah yang dikirim terdiri dari 15 samapi 25 halaman kwarto (A4) dengan spasi ganda. Naska dilengkapi dengan biodata penulis.
Articles 196 Documents
Pengaruh Kebijakan Kawasan Perdagangan Bebas Terhadap Perkembangan Daerah di Kota Batam Periode Tahun 2010-2014 Nur Kholidah Berlian; Linayati Lestari; Rahmayandi Mulda
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 2, No 1 (2018): April 2018, Jurnal Trias Politika
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (229.697 KB) | DOI: 10.33373/jtp.v2i1.1237

Abstract

Penelitian ini mengkaji dan menjawab permasalahan mengenai pengaruh kebijakan kawasan perdagangan bebas terhadap perkembangan daerah di kota Batam periode tahun 2010-2014. Tujuan dan manfaat dari penelitian yaitu, mengetahui pengaruh kebijakan kawasan perdagangan bebas terhadap perkembangan daerah di kota Batam periode tahun 2010-2014 untuk pengembangan ilmu pengetahuan pada kajian analisis penerapan suatu kebijakan. Metode penelitian ini yaitu menggunakan metode campuran untuk menghasilkan data yang bersifat statistik dan deskriptif. pengumpulan data diperoleh dari hasil observasi, angket, dokumentasi  dan wawancara serta teknik analisis data yang digunakan yaitu metode skala likert.  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kebijakan kawasan perdagangan bebas terhadap perkembangan daerah di kota Batam periode tahun 2010-2014 yang membawa kearah perkembangan yang lebih baik.
KOORDINASI DINAS PERHUBUNGAN DAN KEPOLISIAN DALAM MENINGKATKAN KETERTIBAN BERLALU LINTAS DI KOTA MAKASSAR Ahmad Harakan
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 3, No 1 (2019): April 2019, Jurnal Trias Politika
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (627.777 KB) | DOI: 10.33373/jtp.v3i1.2406

Abstract

Artikel ini membahas tentang pelaksanaan proses koordinasi Dinas Perhubungan dan Kepolisian dalam meningkatkan ketertiban berlalu lintas Kota Makassar. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif sedangkan tipe penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Data dikumpulkan dari hasil wawancara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses komunikasi dilakukan sacara langsung ketika petugas Dinas Perhubungan telah ada dilapangan proses komunikasi dilakukan dengan teknologi informasi dengan menggunakan HT yang dapat membuat komunikasi menjadi satu arah sehingga mengurangi terjadinya perdebatan. Pada indikator kompentensi partisipan menunjukkan kompetensi teknis yang dibutuhkan pada pegawai Dinas Perhubungan seperti kondisi ban kendaraan, lampu dan posisi roda, memahami tentang trayek kendaraan perkotaan sedangkan kompentensi yang dimiliki Satlantas Polrestabes yaitu pemahaman aturan hukum dan juga tata laksana penindakan. Pada indikator kesepatakan dan komitmen Dinas Perhubungan terbatasi kewenangannya hanya pada pemeriksaan teknis kondisi kendaraan tetapi untuk penindakan kepolisian yang memiliki kewenangan sehingga koordinasi penting dilakukan. Penetapan kesepakatan tentang koordinasi dilakukan pada saat ada kegiatan memerlukan keterlibatan sejumlah pihak maka akan dibuat surat secara formal dan berdasakan aturan yang berlaku. Insentif koordinasi menunjukkan bahwa pelaksanaan tugas yang telah dikoordinasikan apabila terjadi pelanggaran maka tidak ada sanksi khusus yang disepakati hanya pertanggungjawabannya kembali pada instansi masing-masing. Pada indikator feedback hal yang menjadi yaitu proses komunikasi persuasif yang terkadang lama sehingga waktu pelaksanaan operasi lalu lintas juga ikut bertambah.
Epistemologi Keilmuan Integratif-Interkonektif M. Amin Abdullah dan Resolusi Konflik Dendi Sutarto
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Trias Politika
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (224.405 KB) | DOI: 10.33373/jtp.v1i2.1064

Abstract

Abstract The interconnectivity paradigm, axiologically, wants to offer a new, more open, dialogue and dialogue view of the world of human beings and scientists, able to open dialogue and cooperation, be transparent, accountable to the public and forward-looking. While ontologically, the relationship between the various disciplines of science becomes more open and dialogue of scholarship derived from the texts (Hadlarah al-Nash), and the factual-historical-empirical scholarly culture, social sciences and the natural sciences (Hadlarah al-Ilm ) as well as ethical-philosophical science culture (Hadlarah al-Falsafah). This paper argues that the thought of M. Amin Abdullah contributed greatly to scholarship related to contemporary humanisties approaches, such as hermeneutics, contemporary linguistics, the natural sciences, by revealing the scientific treasures of Bayani, Burhani and Irfani in the Islamic cultural tradition. Both traditions are attempted to compare in matrices and then deliver on a choice of scientific formats that are integrative and interconnective and able to disperse the tensions of religious social conflict in multicultural societies. Keywords: M. Amin Abdullah, integrative-interconetive science, conflict resolution, epistimologi  Abstrak Paradigma interkoneksitas, secara aksiologi, ingin menawarkan pandangan dunia (word view) manusia beragama dan ilmuan yang baru, yang lebih terbuka, mampu membuka dialog dan kerjasama, transparan, dapat dipertanggungjawabkan secara publik dan berpandangan ke depan. Sedangkan secara ontologis, hubungan antara berbagai disiplin keilmuan menjadi semakin terbuka dan mendialogkan keilmuan bersumber pada teks-teks (Hadlarah al-Nash), dan budaya keilmuan faktual-historis-empiris yakni ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu kealaman (Hadlarah al-Ilm) serta budaya keilmuan etis-fiosofis (Hadlarah al-Falsafah). Tulisan ini berpendapat bahwa pemikiran M. Amin Abdullah berkontribusi besar bagi keilmuan terkait pendekatan humanisties-kontemporer, seperti hermeneutik, linguistis kontemporer, ilmu-ilmu kealaman, dengan mengungkap kembali kekuatan khazanah  keilmuan Bayani, Burhani dan Irfani dalam tradisi budaya Islam. Kedua tradisi tersebut dicoba dibandingkan dalam matrik dan kemudian mengantarkan pada suatu pilihan format keilmuan yang bersifat integratif dan interkonektif dan mampu meredahkan ketegangan konflik sosial keagamaan dalam masyarakat multikulturalisme. Keywords: M. Amin Abdullah, integratif-interkonetif keilmuan, resolusi konflik,epistimologi                 
DINASTI POLITIK DALAM PEMERINTAHAN LOKAL STUDI KASUS DINASTI KOTA BANTEN Winda Roselina Effendi
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 2, No 2 (2018): Oktober 2018, Jurnal Trias Politika
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (698.274 KB) | DOI: 10.33373/jtp.v2i2.1471

Abstract

  Abstract Political dynasties can be understood as a political strategy to maintain power by passing down the power that has been held by others who are still among relatives. First, the stagnation of the cadre of political parties in capturing qualified regional head candidates, thus creating political pragmatism by encouraging relatives the regional head's family to become a public official. Second, the context of the community that maintains the status quo conditions in the region that want the regional head to rule by encouraging the family or people close to the regional head to replace detention. Political dynasty is a negative excess of regional autonomy that makes hijacked democracy by the circulation of genealogical core relations, based on kinship relations and outside of genealogical lines that have an interest in perpetuating family power. In practice, the actualization of political dynasties is carried out with several perspectives, namely neopatrimonialism, political clan, and political predators.  The development of political dynasty at the local level can also be interpreted as a form of local 'Cendanaisasi'. The term cendanaisasi refers to the Cendana Family during the 32 years of President Soeharto's leadership which was very powerful in Indonesia's political economy. All key government posts are controlled by children, sons-in-law, nephews, and other relatives, so that this power becomes lasting for three decades of government. This pattern is actually being developed and exemplified by local elite families that the local democratic process can be traced by placing relatives in regional strategic positions. Keywords: Local Politics, Dynasty, Regional Government  Abstrak Dinasti politik dapat dipahami sebagai strategi politik untuk tetap menjaga kekuasaan dengan cara mewariskan kekuasaan yang telah digenggam kepada orang lain yang masih merupakan kalangan sanak keluarga, Pertama, macetnya kaderisasi partai politik dalam menjaring calon kepala daerah yang berkualitas, sehingga menciptakan pragmatisme politik dengan mendorong kalangan sanak keluarga kepala daerah untuk menjadi pejabat publik. Kedua, konteks masyarakat yang menjaga adanya kondisi status quo di daerahnya yang menginginkan kepala daerah untuk berkuasa dengan cara mendorong kalangan keluarga atau orang dekat kepala daerah menggantikan petahanan. Dinasti Politik merupakan ekses negatif dari otonomi daerah yang menjadikan demokrasi terbajak (hijacked democracy) oleh sirkulasi hubungan inti genealogis, berdasarkan relasi kekeluargaan maupun di luar garis genealogis yang memiliki kepentingan terhadap pelanggengan kekuasaan family. Dalam prakteknya sendiri aktualisasi dinasti politik dilakukan dengan beberapa sudut pandang yaitu neopatrimonialisme, klan politik, dan predator politik. Berkembangnya dinasti politik di tingkat lokal juga bisa ditafsirkan sebagai bentuk ‘Cendanaisasi’ lokal. Istilah cendanaisasi merujuk pada Keluarga Cendana semasa 32 tahun kepemimpinan Presiden Soeharto yang sangat berkuasa dalam ekonomi-politik Indonesia. Semua pos-pos kunci pemerintahan dikuasai anak, menantu, kemenakan, maupun kerabat lainnya, sehingga kekuasaan tersebut menjadi langgeng selama tiga dekade pemerintahan. Pola itulah yang sebenarnya sedang berkembang dan dicontoh oleh para keluarga elit lokal bahwa proses demokrasi lokal bisa ditelikung dengan menempatkan kerabat dalam posisi strategis daerah. Kata Kunci: Politik local, Dinasti, Pemerintahan daerah
PERANAN WARGA TIONGHOASEBAGAI ANGGOTA LEGISLATIFDI KOTA BATAM TAHUN 1999-2009 Fitri Yanti; Nunung Krisnawati
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 1, No 1 (2017): JURNAL TRIAS POLITIKA Edisi April
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (463.694 KB) | DOI: 10.33373/jtp.v1i1.719

Abstract

The background of this thesis is an increasing number of legislators Batam from Chinese citizens, at the 1999 elections, there were two people who passed to the DPRD Kota Batam, in the elections of 2004 increased to four Chinese citizens who become legislators Batam. It is not independent of their role during the sitting in the legislature as a representative of the people. This study aims to clarify the role of Chinese citizens who sat as a legislative member in Batam 1999-2009This research is a qualitative research, the historical method with the approach of political science. Steps historical research include: first heuristic, there are two sources of data are primary data and secondary data, primary data in this study is a member of the legislative representatives of the Chinese community, Chinese people, community leaders and members of the Commission, the secondary data taken from any books , newspapers and other documents, the authors do critique source consisting of external criticism and internal criticism, the three researchers to interpret, fourth historiography.The results in this study explained that the role of the Chinese community as a member of the legislature in Batam years 1999-2009, the first legislative function is set statutorily in the form of local regulations (Perda), the second control function or supervise the activities of local government in implementing legislation has been agreed , of these control functions legislators have the right to ask questions, interpellation, questionnaires and motions, the three other functions related to the budget or APBD that has been agreed with the local governments when the plenary session.  Keywords: legislative member, chinese societyLatar belakang penelitian ini adalah terjadinya peningkatan jumlah anggota DPRD Kota Batam dari warga Tionghoa, dimana pada pemilu tahun 1999 terdapat dua orang yang lolos menjadi anggota DPRD Kota Batam dan  pada pemilu tahun 2004 mengalami peningkatan menjadi empat orang. Hal ini tentunya tidak terlepas dari peran mereka selama duduk di legislatif sebagai wakil rakyat. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan peran warga Tionghoa yang duduk menjadi anggota legislatif di Kota Batam tahun 1999-2009.Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif historis dengan pendekatan ilmu politik.Adapunlangkah-langkah penelitian historis meliputi: pertama heuristik, di dalamnya terdapat dua sumber data yaitu data primer dan data sekunder, data primer dalam penelitian ini adalah anggota legislatif dari perwakilan masyarakat Tionghoa, masyarakat keturunan Tionghoa, tokoh masyarakat dan anggota KPU, data sekunder diambil dari buku-buku, koran dan dokumen lainnya.Kedua, kritik sumber yang terdiri dari kritik ekstern dan kritik intern.Ketiga, interpretasi dan keempat, historiografi.Hasil dalam penelitian ini menjelaskan bahwa peranan warga Tionghoa sebagai anggota legislatif di Kota Batam tahun 1999-2009,  pertama fungsi legislasi yaitu mengatur undang-undang dalam bentuk peraturan daerah (Perda), kedua fungsi kontrol atau mengawasi kegiatan pemerintah daerah dalam menjalankan Perda yang telah disepakati, dari fungsi kontrol ini anggota DPRD memiliki hak untuk bertanya, interpelasi, angket dan mosi, ketiga fungsi lainnya yang berkaitan dengan anggaran atau APBD yang telah disepakati bersama pemerintah daerah saat sidang paripurna. Bermainnya peran-peran  tersebut dengan baik, semakin menambah nilai kepercayaan warga Tionghoa  memilih dari kalangan mereka untuk pemilu selanjutnya. Kata Kunci: anggota legislatif, masyarakat tionghoa, kota batam  
Politik dan Birokrasi Pemerintahan Rika Ramadhanti
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 2, No 1 (2018): April 2018, Jurnal Trias Politika
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (122.535 KB) | DOI: 10.33373/jtp.v2i1.1242

Abstract

Politik dan Birokrasi pemerintahan adalah dua hal yang tidak bisah dipisahkan tetapi merupakan dua hal yang berbeda, meskipun kehadiran politik dalam birokrasi pemerintahan tidak bisa dihindari. Begitu juga sebaliknya didalam birokrasi pemerintahan tidak hanya didominasi oleh birokrat saja, tetapi juga diberika ruang bagi institusi politik. Max Weber berpendapat bahwa birokrasi itu dibentuk independen dari kekuatan politik. Ia berada diluar atau diatas aktor-aktor politik yang saling berkompetisi satu sama lain. Birokrasi diposisikan sebagai kekuatan yang netral dengan artian birokrasi bukan dalam hal lebih condong mau menjalankan kebijakan atau perintah dari kekuatan yang sedang memerintah, sedangkan kepada kekuatan politik lainnya tidak mau. Akan tetapi birokrasi diutamakan kepada kepentingan negara dan rakyat secara keseluruhan sehingga siapapun kekuatan politik yang memerintah birokrat dan birokrasi memberikan pelayanan terbaik kepadanya.
PEMERINTAH DAN PERANANNYA DALAM PELAYANAN PENGURUSAN KARTU TANDA PENDUDUK (KTP) DI KECAMATAN LUBUK BAJA KOTA BATAM Meri Enita Puspitasar Sari
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 1, No 1 (2017): JURNAL TRIAS POLITIKA Edisi April
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (129.564 KB) | DOI: 10.33373/jtp.v1i1.1069

Abstract

Abstract This study is intended to see how the government service in the management of identity card (KTP) either from the apparatus or from its role. Identity Card (KTP) is one of the mandatory identity that must be owned by every citizen of Indonesia and has been regulated by the rules in effect so that in the implementation of society must get good service. A policy will be successfully implemented if the government apparatus in running it in the community in accordance with the role and rules that apply and the community must also accept and support the policy so that there is a good interaction. Lubuk Baja sub-district has performed its role and provide maximum services, but there are still obstacles in terms of human resources, access and facilities. The importance of increasing human resources by providing training and training for the socialization, implemtation and evaluation of the policy can work well, the government should also provide easy access for the community and the addition of facilities that support the role and services to run well. Keywords: government, role, public service  AbstrakStudi ini bertujuan untuk melihat bagaimana pelayanan pemrintah dalam pengurusan kartu tanda penduduk (KTP) baik itu dari aparaturnya ataupun dari peranannya. Kartu Tanda Penduduk (KTP) merupakan salah satu identitas wajib yang harus dimiliki setiap warga Negara Indonesia dan sudah diatur oleh aturan-aturan yang berlaku sehingga dalam pelaksanaannya masyarakat harus mendapatkan pelayanan yang baik. Suatu kebijakan akan berhasil dilaksanakan apabila aparatur-aparatur pemerintah dalam menjalankannya dimasyarakat sesuai dengan peranan dan aturan yang berlaku dan masyarakat juga harus menerima dan mendukung kebijakan tersebut sehingga terjadi interaksi yang baik. Kecamatan Lubuk Baja sudah menjalankan peranannya dan memberikan pelayanan yang maksimal, hanya saja masih terdapat kendala dari segi sumber daya manusia, akses dan fasilitas-fasilitas. Pentingnya peningkatan sumber daya manusia missal dengan memberikan pelatihan dan diklat agar dalam tahap sosialisasi, implemtasi dan evaluasi kebijakan dapat berjalan dengan baik, pemerintah juga harus memeberikan kemudahan akses bagi masyarakat dan penambahan-penambahan fasilitas yang mendukung peranan dan pelayanan agar berjalan dengan baik. Kata Kunci : pemerintah, peranan, pelayanan publik
PERAN PEMERINTAH MELALUI DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUMBAWA BARAT DALAM MENYOSIALISASIKAN BAHAYA MERKURI BAGI KESEHATAN DI KECAMATAN BRANG REA Yusmawati Yusmawati; Restiawan Permana
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 3, No 2 (2019): Oktober 2019, Jurnal Trias Politika
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (890.922 KB) | DOI: 10.33373/jtp.v3i2.2074

Abstract

Banyaknya penambang emas rakyat tanpa izin (ilegal) terjadi di Kabupaten Sumbawa Barat khususnya di Kecamatan Brang Rea. Hal ini mengakibatkan air sungai tercemar zat merkuri oleh limbah pertambangan tersebut. Pencemaran ini tentunya mengancam kesehatan masyarakat di sana. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah peran pemerintah melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa Barat dalam menyosialisasikan bahaya merkuri bagi kesehatan masyarakat di Kecamatan Brang Rea. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Sedangkan jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Komunikasi kesehatan memerlukan metode dan media agar pesan dapat tersampaikan dengan baik. Metode komunikasi tatap muka yang dilakukan tenaga kesehatan berupa penyuluhan kesehatan yang pesannya berisi bahaya merkuri bagi kesehatan. Selain metode komunikasi tatap muka, dibutuhkan juga media komunikasi kesehatan berupa poster. Poster dipilih oleh Puskesmas Brang Rea dalam kegiatan komunikasi kesehatannya dengan alasan bahwa poster cocok digunakan sebagai tindak lanjut dari suatu pesan yang sudah disampaikan beberapa waktu yang lalu. Dengan demikian poster bertujuan untuk mengingatkan kembali dan mengarahkan pembaca ke arah tindakan tertentu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh komunikator.
Civil Society Organizations di Aras Lokal Linayati Lestari
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Trias Politika
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (137.521 KB) | DOI: 10.33373/jtp.v1i2.1059

Abstract

AbstractThis articleattemps like to see the characteristics of CSOs in Indonesia, to see the extent to which their participation in the formulation of public policy and what factors influence it. This paper shows that the involvement of NGOs in the formulation of public policy by the local government tends only as a legitimate need only, that what has been decided has been done by involving the community. It is deliberately conditioned to perpetuate the dominance of LGs and DPRDs in the preparation of APBD. Whereas CSOs/NGOs in carrying out their activities still have internal constraints and weaknesses, namely lack of experience in doing advocacy works, weaknesses in network building and also influenced by the response of local government and also by donor agencies. This condition has implications for the non-participation of CSOs in the process of public policy formulation in Indonesia. In a democratic system of government, the concept of community participation is one important concept because it is directly related to the nature of democracy as a government system that focuses on the people as the holder of sovereignty. In the context of the formulation of public policy participation becomes a key word that must be realized and practiced by the Local Government so that public policy is no longer a matter of the Regional Government alone. The change in political concomitants following the post-New Order political decentralization brought enormous implications for local politics. The regional government in this case has no choice but to reform the good governance.Keywords: NGO, participation, public policy, local government AbstrakTulisan ini hendak melihat karakteristik CSO di Indonesia, melihat sejauh mana partisipasinya dalam perumusan kebijakan publik serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Tulisan ini menunjukkan bahwa pelibatan LSM dalam perumusan kebijakan publik oleh Pemerintah daerah cenderung hanya sebagai kebutuhan legitimasi semata, bahwa apa yang diputuskan sudah dilakukan dengan melibatkan masyarakat. Hal ini sengaja dikondisikan untuk melanggengkan dominasi Pemda dan DPRD dalam penyusunan APBD. Bahwa CSO/LSM dalam menjalankan aktifitasnya masih menyimpan kendala dan kelemahan secara internal, yaitu kurangnya pengalaman dalam melakukan kerja-kerja advokasi, kelemahan dalam membangun jaringan serta dipengaruhi pula oleh respon Pemerintah Daerah dan juga oleh lembaga donor. Kondisi ini, membawa implikasi pada tidak maksimalnya partisipasi CSO dalam proses perumusan kebijakan publik di Indonesia. Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, konsep partisipasi masyarakat merupakan salah satu konsep yang penting karena berkaitan langsung dengan hakikat demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang berfokus pada rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Dalam konteks perumusan kebijakan publik partisipasi menjadi kata kunci yang harus diwujudkan dan dipraktekkan oleh Pemerintah Daerah sehingga kebijakan publik tidak lagi menjadi persoalan Pemerintah Daerah semata. Perubahan konstalasi politik menyusul desentralisasi politik pasca Orde Baru membawa implikasi yang sangat besar pada perpolitikan lokal. Pemerintah Daerah dalam hal ini tidak mempunyai pilihan lain kecuali melakukan pembaharuan menuju tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).Kata Kunci : LSM, partisipasi, kebijakan publik, pemerintah daerah
EFEKTIVITAS PEMEKARAN WILAYAH TERHADAP KINERJA PEGAWAI PEMERINTAH DALAM ERA OTONOMI DAERAH DI KOTA BATAM Yustinus Farid Setyobudi
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 2, No 2 (2018): Oktober 2018, Jurnal Trias Politika
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (659.542 KB) | DOI: 10.33373/jtp.v2i2.1467

Abstract

Dengan dibukanya kran pemekaran wilayah sejak era reformasi, banyak daerah otonom baru yang sudah pisah dengan daerah induknya. Tercatat pada orde baru hanya 27 provinsi, hingga saat ini ada 34 provinsi. Sejak berlakunya Undang-Undang No 22 Tahun 1999 sebagai cikal bakal bagi daerah untuk memekarkan diri dari daerah induknya. Undang-Undang tersebut juga dianggap sebagai penguatan otonomi daerah dalam sistem pemerintahan di Indonesia, dulu yang sangat sentralistik tapi sekarang daerah diberi keleluasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Provinsi Kepulauan Riau, merupakan salah satu daerah yang memanfaatkan pemerkaran wilayah, khususnya Kota Batam. Provinsi Kepulauan Riau, sejak 2002 lepas secara administrasi dengan Provinsi Riau sebagai daerah induknya. Beberapa tahun yang lalu Kota Batam juga ada wacana untuk memekarkan wilayahnya, yang saat ini ada 12 Kecamatan, akan dimekarkan menjadi 16 kecamatan. Padahal dalam pelayanan publik, Kota Batam belum memerlukan daerah administrasi baru, yang dibutuhkan saat ini adalah corak Kota Batam itu sendiri. Selain itu masih banyak lagi permasalahan yang belum teratasi oleh pemerintah kota dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. 

Page 4 of 20 | Total Record : 196