Al Ashriyyah
Journal Islamic Study is a peer-reviewed journal to discuss about new findings in Islamic study field. This journal is publishing original empirical research articles and theoretical reviews on Islamic study. The specific scopes are ranged from but not limited to: Study of Al-Quran and Hadith; Philosophy of Islamic study; History of Islamic study; Policies of Islamic studies; Politics of Islamic studies; Islamic study of Curriculum; Law in Islamic study; Islamic study Institution; Teaching and Learning in Islamic study; Ethnography on Islamic study; Local Wisdom-Based Islamic study; Development of Learning Theory and Design; Psychology of Islamic study; Islamic study Paradigms; Character of Islamic study; Gender in Islamic study; And so on. Publication Ethics Statement Ethical Guideline for Journal Publication The publication of an article in a peer-reviewed Al Ashriyyah is an essential building block in the development of a coherent and respected network of knowledge. It is a direct reflection of the quality of the work of the authors and the institutions that support them. Peer-reviewed articles support and embody the scientific method. It is therefore important to agree upon standards of expected ethical behavior for all parties involved in the act of publishing: the author, the journal editor, the peer reviewer, the publisher and the society. Sekolah Tinggi Agama Islam Nurul Iman (STAI Nurul Iman) as publisher of Al Ashriyyah takes its duties of guardianship over all stages of publishing seriously and we recognize our ethical and other responsibilities. We are committed to ensuring that advertising, reprint or other commercial revenue has no impact or influence on editorial decisions. This statement clarifies ethical behavior of all parties involved in the act of publishing an article in this journal, including the author, the Editor in Chief, the Editorial Board, the peer-reviewers and the publisher. This statement is based on COPE’s Best Practice Guidelines for Journal Editors.
Articles
111 Documents
Pernikahan Dibawah Umur Persepektif Hukum Islam Dan Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia
Desi Amalia
Al Ashriyyah Vol. 3 No. 1 (2017): Al Ashriyyah
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Nurul Iman Bogor
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.53038/alashriyyah.v3i1.23
Pro dan kontra pernikahan dini masih menjadi perdebatan di kalangan masyarakat, sebahagian memandang pernikahan dini lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Diantara mudharat dari pernikhan dini ini ialah: tingginya pertumbuhan penduduk disebabkan karena panjangnya masa kelahiran (reproduksi bagi wanita) sehingga mempersulit usaha peningkatan pemerataan kesejahteraan rakyat, buruknya kesehatan ibu dan anak karena factor gizi ibu kurang terpenuhi, timbulnya salah satu factor penyebab tindakan kekerasan terhadap isteri hal ini terjadi karena factor berfikir yang belum matang. Pembatasan umur dalam perkawinan merupakan upaya pendewasaan usia kawin sampai cukup dewasa agar mencapai kematangan fisik dan psikologi, ini nerupakan suatu ikhtiyar manusia yang patut dihargai dan dapat dipertanggung jawabkan.
Memupuk Kecintaan Pada Profesi Guru Dalam Rangka Mewujudkan Guru Yang Profesional
Nurdjihan
Al Ashriyyah Vol. 3 No. 1 (2017): Al Ashriyyah
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Nurul Iman Bogor
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.53038/alashriyyah.v3i1.24
Pembahasan mengenai guru selalu menarik, karena ia adalah kunci pendidikan. Artinya jika guru sukses, maka kemungkinan besar murid-muridnya akan sukses. Guru adalah figur inspiratory dan motivator murid dalam mengukir masa depannya. Jika guru mampu menjadi sumber inspsirasi dan motivasi bagi anak didiknya, maka hal itu akan menjadi kekuatan anak didik dalalm mengejar cita-citanya dimasa depan. Oleh karena itu perlu ditanamkan rasa cinta pada profesi guru, dengan cara : 1) guru perlu mencintai dirinya lebih dahulu dalam arti mengenal dengan baik siapa dirinya. Guru perlu mengetahui kemampuan dirinya dan mengetahui pula kelemahan-kelemahannya untuk dapat mengurangi kelemahan tersebut dan mengembangkan kelebihan-kelebihannya. Untuk menjadi guru harus menempuh pendidikan khusus yang lama, ini adalah salah syarat untuk menjadi guru sebagai profesi. Guru dituntut untuk memiliki kemampuan mengajar dan selalu meningkatkan kemampuan tersebut secara terus menerus, dengan jalan banyak membaca dan menulis, dan mengikuti pelatihan, seminar dan sejenisnya yang berhubungan dengan profesinya tersebut. Guru sebagai seorang professional juga wajib masuk dan aktif pada organisasi profesi seperti PGRI dan organisasi profesi keguruan yang lain.
Toleransi Menurut Quran Dan Hadis
Ramlan Abdul Gani
Al Ashriyyah Vol. 3 No. 2 (2017): Al Ashriyyah
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Nurul Iman Bogor
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.53038/alashriyyah.v3i2.25
Terminology tolerance (in Arabic: tasâmuh) in Islam basically dates from Surah al-Kâfirûn. It is implied that in the life of religious there is a potential happened different perspective. Islam is aware that among non-Muslim happen in the understanding that her religion the right same with the Muslims feel that way. The all supposition the truth in each is something necessity to remain consistent in following a get it. Religion or get it considers himself indeed a habitude. If not, people will tied to uncertainty confidence. However, if there is no tolerance, religious people are also people whom apologis and arrogant. How many from among all religions dare to die for maintaining the truth religion are foolhardy. This is because people do not gives space to all else to live in side by side, as if it is entitled to hold the right. Command martyred (mati syahid) to maintain the truth islamic it is true that. However, it must be performed when the people in the time of his distress for example in a condition are attacked. In the condition of peace, islamic obliging him to give space and even help each other. Give space to live to the followers other that is the form of tolerance.
Dinamika Positivisasi Fatwa (Legal Opinion) Ke Dalam Perundang-Undangan
Ali Mutakin
Al Ashriyyah Vol. 3 No. 2 (2017): Al Ashriyyah
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Nurul Iman Bogor
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.53038/alashriyyah.v3i2.26
Fatwa (legal opinion) merupakan produk pemikiran Hukum Islam disamping fkih, qad}a>’ dan qanu>n. Ia memiliki karakteristik tersendiri yang memungkinkan untuk berbeda dengan produk pemikiran hukum yang lain. Fatwa tidak mempunyai daya ikat, dalam arti si peminta fatwa (mustafti) tidak harus mengikuti isi atau hukum fatwa yang diberikan kepadanya, tetapi biasanya fatwa cenderung bersifat dinamis karena merupakan respon terhadap perkembanngan baru yang sedang dihadapi dan bersifat responsif, atau sekurang-kurangnya dapat dikatakan dinamis. Fatwa (Legal Opinion) sebenarnya tidak memiliki kekuatan hokum, sehinga ia tidak bisa memberkan sanksi terhadap pelangaran-pelangaran fatwa. Agar fatwa tersebut memiliki kekuatan hukum yang mengikat, maka diperlukan penyerapan fatwa tersebut ke dalam peraturan atau perundang-undangan. Proses penyerapan fatwa ini yang dimaksud dalam artikel ini sebagai positivisasi. Hasil dari positivisasi hukum tidak tertulis (fatwa dan fikih) menjadi hukum tertulis disebut dengan qanu>n. Proses pengubahan fatwa menjadi qanu>n atau undang-undang/peraturan disebut taqni>n. Proses taqni>n tersebut mencakup: (1) pembentukan peraturan perundang-undangan yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum; (2) penelitian atau pengkajian hukum yang dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu ranangan peraturan perundang-undangan; dan (3) pengundangan/ penempatan peraturan perundang-undangan dalam Lembaran Negara, Tambahan Lembaran Negara, Berita Negara, dan Tambahan Berita Negara.
Kematian Dalam Prespektif Al-Quran
Ozi Setiadi
Al Ashriyyah Vol. 3 No. 2 (2017): Al Ashriyyah
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Nurul Iman Bogor
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.53038/alashriyyah.v3i2.27
Kematian adalah muara akhir dari setiap kehidupan makhluk di dunia. Al-Quran menyebut kematian sebagai ajal, tawaffa atau istifa’. Istilah ini terdapat pada empat belas tempat dalam Al-Quran yang kesemuanya mengandung makna yang sama, yaitu kematian. Tulisan ini akan menjelaskan bagaimana kematian dalam prespektif Al Quran. Menurut Al-Quran kematian merupakan sesuatu yang pasti terjadi dan tidak dapat dihindari. Ini terjadi pada seluruh makhluk yang bernyawa, yakni makhluk yang memiliki ruh dalam jasad (fisik). Kematian dalam perspektif Al-Quran merupakan putusnya keterikatan ruh dengan badan dalam bentuk yang telah diketahui, disertai pergantian keadaan, serta perpindahan dari satu alam ke alam yang lain. Perpisahan antara ruh dan jasad ini adalah pintu gerbang untuk memasuki kehidupan yang baru. Para mufassir seperti Ibnu Katsir, Sayyid Quthb, Buya Hamka, ‘Aidh al-Qarni, dan Quraish Shihab sependapat bahwa kematian menurut Al-Quran adalah sesuatu yang pasti. Akan tetapi, tidak ada yang manusia yang dapat mengetahui kapan kematian akan terjadi. Allah Swt. dalam Al-Quran hanya menjelaskan tentang adanya perjanjian antara manusia dengan rabb-nya serta proses penciptaan manusia, namun tidak menjelaskan kapan suatu makhluk akan mati. Al-Quran juga menjelaskan tentang adanya sebab-sebab sesorang akan mengalami kematian, seperti terbunuh, sakit, dan kecelakaan. Kesemuanya menjadi cara seseorang menuju kematian.
Disorientasi Pendidikan Pra-Sekolah: Literature Review
Mohamad Samsudin
Al Ashriyyah Vol. 3 No. 2 (2017): Al Ashriyyah
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Nurul Iman Bogor
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.53038/alashriyyah.v3i2.28
Ketidakselarasan antara materi belajar di lembaga prasekolah dengan tingkat perkembangan psikologi anak semakin nyata. Kenyataan ini ditunjukkan dengan banyaknya muatan materi ajar seperti membaca, menulis, dan berhitung (calistung) yang hingga kini masih kontroversial untuk diajarkan dalam pendidikan prasekolah; seakan menjadi pelajaran wajib bagi anak prasekolah. Kenyataan ini diasumsikan karena kurang pahamnya stakeholder pendidikan prasekolah akan hakikat anak sebagai individu yang sedang berkembang psikologinya menuju kedewasaan. Sehingga banyak orangtua beranggapan bahwa anak-anak selagi masih kecil dapat dicetak menjadi apapun sekehendak hatinya. Kesalahpahaman tentang ajaran prasekolah dapat menyebabkan orangtua memberikan tekanan kepada guru dan lembaga prasekolah untuk menggunakan kemampuan akademik sebagai orientasinya. Berawal dari sinilah terjadi perubahan orientasi pendidikan prasekolah yang tadinya berprinsip “Bermain Sambil Belajar” berubah menjadi “Belajar Sambil Bermain”.
Had Zina Dalam Persepektif Al-Qur`an
Waesul Kurni;
Mahmurudin Mahmurudin
Al Ashriyyah Vol. 3 No. 2 (2017): Al Ashriyyah
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Nurul Iman Bogor
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.53038/alashriyyah.v3i2.29
Praktik perzinaan dapat membawa persoalan krusial dalam kehidupan sosial, oleh karena wajarlah jika larangan untuk melakukannya dalam Al-Qur`an diiringi dengan penegasan bahwa perbuatan itu adalah perbuatan keji dan jalan yang keliru. Di antara persoalan yang diakibatkan oleh perbuatan keji itu terkait antara status anak dan menikahi wanita sebagai salah satu pelakunya. Untuk menjelaskan status hukum dari kedua macam “korban” dari perzinaan itu perlu penjelasan yang secukupnya karena tak jarang status keduanya sering dikacaukan sehingga tak jelas duduk perkaranya.
Nilai-Nilai Tasawwuf Dalam Dunia Modern
Umar Fauzi
Al Ashriyyah Vol. 3 No. 2 (2017): Al Ashriyyah
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Nurul Iman Bogor
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.53038/alashriyyah.v3i2.30
Tidak dapat dipungkiri bahwa kemunculan tasawuf dalam Islam dalam abad awal pertumbuhannya tetap bercorak Islam. Sedangkan perkembangan berikutnya tertentu terpengaruh teori-teori filsafat, seperti al-huluul, al-Haqiqat al-Muhammadiyah (Nur Muhammad), hikmat al-Isyra’ (Iluminasi), wahdatul wujud, Martabat tujuh dll. Sungguhpun demikian ,cikal bakaltasawuf Islam sudah tumbuh benih-benihnya dalam kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya . Diantara beliau-beliau ada yang kaya dan ada yang iskin, kekayaan atau kemiskinan bagi mereka sama saja, yang terpenting siapa yang paling taqwa di sisi Tuhan ?
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Dalam Perspektif Fiqh
Sadari
Al Ashriyyah Vol. 3 No. 2 (2017): Al Ashriyyah
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Nurul Iman Bogor
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.53038/alashriyyah.v3i2.31
Keadilan sangat sulit diperoleh bagi perempuan, terbukti dengan maraknya korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Keadilan disimbolkan dengan Dewi Themis, yang notabene adalah perempuan. Dewi Themis digambarkan mengenakan tutup mata, memegang timbangan, dan membawa pedang bermata dua untuk menjamin kekuatan pertimbangan dan keadilan. Tutup mata yang dikenakan Dewi Themis manandakan agar keadilan dapat diberikan secara objektif tanpa pandang bulu. Namun sepertinya tutup mata ini menjadi hambatan bagi Sang Dewi Themis akhirnya tidak dapat melihat bahwa timbangan yang di bawahnya tidak seimbang. Tutup mata itu membuat Dewi Themis tidak mampu melihat bahwa pedang bermata dua yang dibawanya malah membuat korban kembali, menjadi korban karena tertusuk oleh sisi mata pedang yang terarah kepadanya. Akhirnya dengan tutup mata itu, Dewi Themis tidak mampu lagi melihat kebenaran untuk dapat memberikan keadilan pada pihak yang berhak menerimanya. Apakah fiqh termasuk seperti Dewi Themis tersebut yang sudah tertutup matanya sehingga sudah tidak bisa lagi melihat realitas kebenaran dan keadilan di depannya, sehingga dengan dawuhnya mensubordinatkan nilai keadilan bagi perempuan. Padahal pencarian keadilan merupakan salah satu fitrah kemanusiaan, yang harus tetap ditegakkan sebagaimana firman Allah Q.S. al-Maidah (5) : 8 “I’dilû, huwa aqrabu littaqwâ” yang artinya “berbuat adillah, hal itu lebih mendekatkan ke takwa”, begitupun menurut ahli filsafat zaman Romawi kuno, M.Tullius Cicero (106-43 SM) yang terkenal “Fiat Justitia Fereat Mundus” yang artinya “laksanakan keadilan walaupun langit akan runtuh”
Tinjauan Pemikiran Abdurrahman Wahid Tentang Formalisasi Syari’at Islam
Abdul Aziz
Al Ashriyyah Vol. 4 No. 1 (2018): Al Ashriyyah
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Nurul Iman Bogor
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.53038/alashriyyah.v4i1.32
This paper wants to explore the obsession of formalization of Islamic law that must be formalized in the state system and the obligation to establish an Islamic state. This is important to remember, because until now there are still parties who want to include the Jakarta Charter into our Constitution. With the claim of establishing a state for the sake of Islam it is clearly contrary to democracy. Because the understanding is based on the rule of law on the one hand and the equal treatment of all citizens before the Law on the other side. Indonesia is a state of law, so the formalization of Islamic law must refer to state law. Therefore, the transformative paradigm for efforts to formalize Islamic law in the National legal system isn’t the right choice and provides greater prospects. Thus, formalizing Islamic law formally symbolically especially with the effort to establish an Islamic state of Indonesia, will only experience distortion and not give much good to Indonesian Muslims.