cover
Contact Name
Tri Imam Munandar
Contact Email
imamtri@unja.ac.id
Phone
+6285266101878
Journal Mail Official
pjc@unja.ac.id
Editorial Address
Jl. Lintas Jambi - Ma. Bulian KM. 15, Mendalo Darat, Jambi Luar Kota, Muaro Jambi, Jambi, Indonesia 36122
Location
Kota jambi,
Jambi
INDONESIA
PAMPAS: Journal of Criminal Law
Published by Universitas Jambi
ISSN : 27217205     EISSN : 27218325     DOI : https://doi.org/10.22437/pampas.v3i1
Core Subject : Social,
PAMPAS: Journal of Criminal Law (ISSN Print 2721-7205 ISSN Online 2721-8325) is a periodical scientific publication in the field of Criminal Law. The word Pampas comes from the Malay language which means Compensation, Pampas is a traditional Jambi sanction as a law to injure people. This journal is published by the Faculty of Law, Jambi University as a medium for discussing Criminal Law. First published in February 2020, PAMPAS: Journal of Criminal Law is published three times a year, namely in February, June and October. In each of its publications, PAMPAS: Journal of Criminal Law publishes 8-10 articles on the results of research or research on criminal law. PAMPAS: Journal of Criminal Law publishes articles on the results of research or studies of criminal law, including: (1) criminal law (2) criminal procedural law (3) criminology (4) victimology (5) special crimes (6) criminal law enforcement (7) criminal law reform (8) penal policy (9) comparative criminal law (10) criminal law and punishment (11) international criminal law (12) criminal customary law (13) criminal justice system (14) Islamic Criminal Law (15) military crime and the study of Indonesian criminal law which is global in nature in accordance with the latest developments in the dynamics of criminal law.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 162 Documents
Fenomena Pencurian dengan Kekerasan di Masa Pandemi Covid 19: Mampukah Hukum Bekerja ? Arya Bagus Wicaksono; Haryadi Haryadi; Tri Imam Munandar
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 2 No. 3 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v2i3.15778

Abstract

The crime of theft with violence during the Covid-19 pandemic has increased, it needs thinking to overcome it. This article describes the problems of the Jambi Police's efforts in tackling the crime of theft with violence and the obstacles faced by the Jambi Police in tackling the crime of violent theft during the Covid-19 Pandemic. The method used is Juridical Empirical. The objectives are: to analyze the efforts of the Jambi Police in tackling the crime of theft with violence and the obstacles faced by the Jambi Police in tackling the crime of theft with violence during the Covid-19 Pandemic. The results in the article show that the police's efforts in tackling the crime of theft with violence during the covid-19 pandemic, the form of overcoming the crime of theft with violence in the jurisdiction of the Jambi Police is carried out with preventive and repressive efforts. Preventive efforts include patrols, socialization, and streamlining the role of the environmental security system. Although it is still not effective where there are several obstacles in its implementation, including large areas, cross-regional perpetrators, victims who do not report or are not quick to report, the community is less responsive and cooperative in providing information, does not provide complete information and is afraid to be a witness, lack of IT facilities, less personnel, other agencies are less cooperative. ABSTRAK Tindak pidana pencurian dengan kekerasan di masa pandemi Covid-19 mengalami peningkatan, perlu pemikiran untuk menanggulanginya. Artikel ini memaparkan permasalahan tentang upaya  Polresta Jambi dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan dan  kendala yang dihadapi Polresta Jambi dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan di masa Pandemi Covid-19 tersebut. Metode yang digunakan yang Digunakan adalah Yuridis Empiris. Tujuannya adalah: untuk menganalisa upaya  Polresta Jambi dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan dan  kendala yang dihadapi Polresta Jambi dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan di masa Pandemi Covid-19. Hasil dalam artikel  menunjukan bahwa upaya kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan di masa pandemi covid-19, bentuk penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan di wilayah hukum Polresta Jambi dilakukan dengan upaya preventif dan represif. Upaya preventif meliputi patroli, sosialisasi, dan mengefektifkan peran sistem keamanan lingkungan. Walau masih belum efektif dimana terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaannya, antara lain wilayah luas, pelaku lintas daerah, korban tidak melapor atau kurang cepat melapor, masyarakat kurang responsif dan kooperatif dalam memberikan keterangan, tidak memberikan keterangan seutuhnya dan takut dijadikan saksi, kurang sarana IT, personil kurang, instansi lain kurang kooperatif.
Upaya Kepolisian dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor dengan Pemberatan dan Kekerasan Dien Nabila Naziva; Usman Usman; Dessy Rakhmawati
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 2 No. 3 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v2i3.16324

Abstract

The efforts made by the police and obstacles faced by the police in the crime of motor vehicle theft in the jurisdiction of Kerinci Police and to find out role that the Kerinci Police have carried out in dealing with crime of motor vehicle theft. The method used in this study uses a qualitative approach, a procedure. This research focuses on the characteristics of scientific background, the focus of this research is to produce descriptive data in form of written and oral data as well as inductive analysis. Kerinci Police in dealing with the crime of motor vehicle theft in Sungai Penuh City area and Kerinci Regency, is a preventive and repressive effort. Repressive efforts are one of the ways to prevent crime, such as appeals to the community and conducting patrols to vulnerable and quiet places. While the repressive effort is to take action against the perpetrators of crimes in accordance with their actions, which are an act that violates the law and is detrimental to the community.   ABSTRAK Upaya yang dilakukan pihak kepolisian dan kendala yang dihadapi pihak kepolisian dalam kejahatan pencurian kendaraan bermotor di wilayah hukum Polres Kerinci serta untuk mengetahui peran yang dilakukan pihak kepolisian Polres Kerinci dalam menanggulangi kejahatan pencurian kendaraan bermotor. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, suatu prosedur penelitian yang menekankan pada ciri dari latar ilmiah, fokus penelitian ini yakni menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis maupun lisan serta analisis secara induktif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) upaya penanggulangan tindak pidana pencurian kendaraan (2) kendala yang dihadapi oleh aparat kepolisian khususnya Polres Kerinci dalam menanggulangi kejahatan pencurian kendaraan bermotor di wilayah Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci adalah upaya preventif dan upaya reprensif. Upaya reprentif adalah salah satu cara yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kejahatan, seperti himbauan kepada masyarat dan melakukan patroli ke tempat-tempat yang rawan dan sepi. Sedangkan upaya reprensif adalah menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatan yang dilakukan merupakan suatu perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat.
Problematika dalam Penyidikan Perkara Tindak Pidana Korupsi Nurholidah Nurholidah; Sahuri Lasmadi; Yulia Monita
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 2 No. 3 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v2i3.16325

Abstract

This article aims to find out how the investigation into criminal acts of corruption was carried out by the Tanjung Jabung Timur Police investigators, and what were the obstacles in additional investigations to fulfill P-19. The method used is empirical juridical, examining the gap between das sollen and das sein. The results; First, the investigator on corruption at the Tanjung Jabung Timur Police in carrying out additional investigations to fulfill P-19 found various obstacles so the investigator passed the 14-day deadline specified in Article 138 (2) of the Criminal Procedure Code. Second, these obstacles are, the schedule of expert examinations is determined by the appointed expert, the witness does not fulfill the summons of the investigator, the presence of witnesses and experts outside the province, the address of the witness is difficult to find. Suggestions: 1) Investigators should be more careful in examining case file before it is submitted to the public prosecutor so that it can run effectively, efficiently, and giving satisfaction to the public, 2) KUHAP should be revised as soon as possible, especially regarding the 14-day period for investigators to correct the case file because in finding evidence is very unlikely to be done within 14 days and the Criminal Procedure Code can regulate the legal consequences for investigators who violate the provisions of Article 138 (2) of the Criminal Procedure Code.   ABSTRAK Artikel ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penyidikan terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan penyidik Polri Polres Tanjung Jabung Timur, dan apa saja kendala dalam penyidikan tambahan untuk pemenuhan P-19. Metode yang digunakan adalah yuridis empiris, yaitu mengkaji mengenai kesenjangan antara das sollen dengan das sein. Hasil penelitian ini; pertama, penyidik tipikor Polres Tanjung Jabung Timur dalam melakukan penyidikan tambahan untuk memenuhi P-19 menemukan berbagai kendala sehingga penyidik melewati batas waktu 14 hari yang sudah ditentukan dalam Pasal 138 Ayat (2) KUHAP. Kedua, kendala tersebut yaitu, jadwal pemeriksaan ahli ditentukan oleh ahli yang ditunjuk, saksi tidak memenuhi panggilan penyidik, keberadaan saksi dan ahli diluar provinsi, alamat saksi sulit ditemukan. Saran: 1) Penyidik harus lebih teliti memeriksa berkas perkara sebelum diserahkan kepada penuntut umum agar dapat berjalan dengan efektif, efisen, dan memberikan kepuasan kepada masyarakat, 2) KUHAP secepatnya direvisi khususnya mengenai rentang waktu 14 hari bagi penyidik untuk memperbaiki berkas perkara karena dalam menemukan bukti-bukti sangat tidak dimungkinkan dapat dilakukan dalam waktu 14 hari tersebut dan KUHAP dapat mengatur mengenai akibat hukum bagi penyidik yang melanggar  ketentuan Pasal 138 Ayat (2) KUHAP.
Peranan Jaksa dalam Melakukan Pengawasan Terhadap Narapidana yang Mendapat Pembebasan Bersyarat Yohana Anggieta; Herry Liyus; Nys Arfa
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 2 No. 3 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v2i3.16326

Abstract

The purpose of this research is to find out the role of the prosecutor in supervising prisoners who get parole. The results obtained in this study are the factual role of prosecutors at the Jambi District Attorney limited to carrying out administrative supervision of prisoners who received parole, namely by requiring inmates to make regular reports at the Jambi District Attorney's Office. This is because there are no further rules (juklak and technical guidelines) that regulate the form of supervision that must be given by the prosecutor to prisoners who get parole. Supervision of prisoners is also carried out by the Jambi Class II Penitentiary (BAPAS), because the prison agency has one of the duties and functions of supervising clients. There are no legal consequences or sanctions that can be given to prosecutors who do not supervise prisoners, and also to prisoners who do not comply with the obligation to report at the Jambi District Attorney's Office.   ABSTRAK Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengatahui peranan Jaksa Dalam Melakukan Pengawasan Terhadap Narapidana yang mendapat pembebasan bersyarat. Hasil yang di dapat dapam penelitian ini yaitu peran faktual jaksa di Kejaksaan Negeri Jambi hanya sebatas melakukan pengawasan yang bersifat administratif terhadap narapidana yang mendapat pembebasan bersyarat, yakni dengan mewajibkan narapidana untuk melakukan wajib lapor secara berkala di Kejaksaan Negeri Jambi. Hal ini dikarenakan tidak adanya aturan lebih lanjut (juklak dan juknis) yang mengatur mengenai bentuk pengawasan yang harus diberikan oleh jaksa terhadap narapidana yang mendapat pembebasan bersyarat tersebut. Pengawasan terhadap narapidana juga dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan Kelas II Jambi (BAPAS), karena instansi Bapas memiliki salah satu tugas dan fungsi dalam melakukan pengawasan kepada klien. Tidak adanya akibat hukum atau sanksi yang dapat diberikan terhadap jaksa yang tidak mengawasi narapidana, dan juga terhadap narapidana yang tidak melakukan wajib lapor di Kejaksaan Negeri Jambi. 
Studi Komparasi Perihal Perumusan Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak Mufan Nurmi; Andi Najemi; Mohamad Rapik
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 2 No. 3 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v2i3.16328

Abstract

The formulation of a crime is a way for every country in tackling crimes with a legal approach. Despite the similariteis of the child abuse and culture Indonesia and Malaysia might share, they also have different concepts regarding the formulation of criminal acts against children. Applying a comparative approach, this article explores the laws and regulations in the two countries and analyzes the regulatory concepts they provide. The objective is to look at the similarities and differences of each concept. The article demonstrates that the regulation of acts and sanctions in Indonesia and Malaysia has several similarities, such as the regulation regarding the age limit for children, as well as several differences, such as in the clarity of the formulation of offenses against children. The study of this matter is important, especially for Indonesia. The results of this comparative approach have allowed both countries, especially Indonesia, to borrow a number of important ideas regarding the formulation of violent crimes against children.   ABSTRAK Perumusan tindak pidana merupakan cara setiap negara dalam menanggulangi kejahatan dengan pendekatan hukum. Sekalipun peristiwa kekerasan anak itu bisa sama dan dengan kultur yang serupa, Indonesia dan Malaysia bisa memiliki konsep yang berbeda mengenai perumusan tindak pidana kekerasan terhadap anak. Dengan melakukan pendekatan kompratif, artikel ini menelusuri peraturan perundang-undang di kedua negara itu serta menganalisis konsep-konsep pengaturan yang mereka berikan. Tujuannya adalah untuk melihat kelebihan dan kekurangan masing-masing konsep. Hasilnya, dalam artikel ini ditunjukkan bahwa pengaturan perbuatan dan sanksi di Indonesia dan di Malaysia memiliki beberapa persamaan seperti pengaturan mengenai batas usia anak, di samping juga memiliki beberapa perpedaan seperti dalam masalah kejelasan rumusan delik tindak kekerasan terhadap anak. Studi terhadap masalah ini menjadi penting, terutama bagi Indonesia. Hasil penelitian dengan pendekatan kompratif ini memungkinkan kedua negara, terutama Indonesia, meminjam sejumlah ide penting terkait perumusan tindak pidana kerasan terhadap anak. 
Penyelesaian Tindak Pidana Penganiayaan yang Dilakukan oleh Anak Melalui Diversi Syarah Annisa; Elly Sudarti
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 2 No. 3 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v2i3.16329

Abstract

This article aims to find out the settlement of criminal acts of abuse committed by children through diversion at the Kerinci Police and the obstacles faced in the settlement of criminal acts of abuse committed by children through diversion at the Kerinci Police. This research uses empirical juridical method. Research results In the first case Police Report: LP/B-159/VIII/2020/SPKT.1/RES KERINCI. In the settlement that was resolved by diversion, an agreement was reached and was successful and in accordance with the rules in Article 7 paragraphs 1 and 2 of Law Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System. In the results of the diversion agreement Number: 03/HDK/XII/2020/RESKRIM dated December 03, 2020 In the second case the Police report: Number: B/58/II/Res.1.8/2021 In the settlement that was resolved by diversion, no agreement was reached. Through the results of the diversion agreement Number: 01/HKD/II/Res.1.8/2021 dated October 18, 2021. Obstacles faced in resolving criminal acts of abuse committed by children through diversion at the Kerinci Police, namely in solving cases there are difficulties during the investigation and in uniting thoughts between the victim and the child in conflict with the law so that an agreement can be reached and the issue can be resolved and not resolved.   ABSTRAK Artikel ini bertujuan untuk mengetahui penyelesaian tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh anak melalui diversi di Polres Kerinci dan kendala yang dihadapi dalam penyelesaian tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh anak melalui diversi di Polres Kerinci. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris. Hasil penelitian Pada kasus pertama Laporan Polisi: LP/B-159/VIII/2020/SPKT.1/RES KERINCI. Di dalam penyelesaian yang diselesaikan secara diversi telah tercapai kesepakatan dan berhasil dan sesuai dengan aturan di dalam Pasal 7 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pada hasil kesepakatan diversi Nomor: 03/HDK/XII/2020/RESKRIM tanggal 03 Desember 2020 Pada kasus kedua laporan Polisi: Nomor: B/58/II/Res.1.8/2021 Di dalam penyelesaian yang diselesaikan secara diversi tidak tercapai kesepakatan. Melalui hasil kesepakatan diversi Nomor: 01/HKD/II/Res.1.8/2021 tanggal 18 Oktober 2021. Kendala yang dihadapi penyelesaian tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh anak melalui diversi di Polres Kerinci yakni pada penyelesaian kasus terdapat kesulitan pada saat penyelidikan dan dalam mempertemukan mereka yang berkonflik dengan hukum agar tercapainya kesepakatan persoalan tersebut dapat diselesaikan dan tidak terselesaikan.
Pertimbangan Hakim Terhadap Putusan Tindak Pidana Pemerasan Tubagus Sukmana; Tami Rusli
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 3 No. 1 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v3i1.16984

Abstract

The crime that is rife in the community is a criminal act of extortion with the threat that the victim gives goods or rights (in the form of money or valuables) to the perpetrator so that the victim avoids the threat of the perpetrator. This crime is very detrimental to the victim because the victim can lose twice, the first the victim experiences violence and the second the victim loses his property. The research method uses normative research. The law has regulated the crime of extortion aimed at tackling violations and providing a deterrent effect for perpetrators as well as bringing the perpetrators to justice as fairly as possible for those who committed the crime.   ABSTRAK Tindak pidana yang marak terjadi di masyarakat adalah tindak pidana pemerasan dengan ancaman agar korban tersebut memberikan barang atau haknya (berupa uang ataupun barang berharga) kepada si pelaku agar korban terhindar dari ancaman pelaku. Tindak pidana ini sangat merugikan korban karena korban bisa rugi dua kali yang pertama korbannya mengalami kekerasan dan yang kedua korbannya kehilangan harta bendanya. Metode penelitian menggunakan penelitian normatif. Hukum telah mengatur tentang Tindak Pidana Pemerasan bertujuan untuk menanggulangi pelanggaran dan memberikan efek jera bagi pelaku serta mengadili pelaku dengan seadil-adilnya bagi yang melakukan tindak pidana tersebut.
Analisis Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penggelapan dalam Jabatan I Ketut Seregig; Suta Ramadan; Deta Merly Oktavianti
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 3 No. 1 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v3i1.17071

Abstract

The Indonesian Criminal Code has regulated criminal acts and criminal sanctions, according to the crime or violation committed. One of the most common crimes is embezzlement. Embezzlement is a dishonest act by hiding other people's goods/assets by one or more people without the knowledge of the owner of the goods with the aim of controlling, or being used for other purposes. This article discusses the criminal act of embezzlement, especially regarding the crime of embezzlement in office and the judge's considerations in making a decision on the crime of embezzlement in that position. The research method used is normative. embezzlement by using the position contained in Article 374 of the Criminal Code which is an aggravated form of embezzlement, the meaning is that the elements of embezzlement in the basic form have been fulfilled plus elements that are aggravating for the perpetrator. The aggravating factors for the perpetrator are based on the greater trust placed in the person who controls the embezzled object. Several types of giving of trust are used as problems that provide embezzlement in the main form, namely the relationship of the perpetrator who is trusted with the victim who gives the trust.   ABSTRAK Kitab Undang-undang Hukum Pidana di Indonesia sudah mengatur tentang perbuatan pidana dan sanksi pidananya, sesuai kejahatan atau pelanggaran yang dilakukannya. Salah satu kejahatan yang banyak terjadi lah adalah tindak pidana  penggelapan.  Penggelapan merupakan suatu tindakan tidak jujur dengan menyembunyikan barang/harta orang lain oleh satu orang atau lebih tanpa sepengetahuan pemilik barang dengan tujuan untuk menguasai, atau digunakan untuk tujuan lain. Dalam artikel ini membahas tentang tindak pidana penggelapan khususnya tentang tindak pidana pengelapan dalam jabatan dan pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana penggelapan dalam jabatan tersebut. Metode penelitian yang digunakan yaitu normatif. penggelapan dengan menggunakan jabatan yang terdapat di dalam Pasal 374 KUHP yang merupakan bentuk penggelapan yang diperberat, maknanya adalah bahwa  unsur-unsur penggelapan dalam bentuk pokok sudah terpenuhi ditambah dengan unsur-unsur yang memberatkan bagi pelaku. Faktor faktor yang memberatkan petindak didasarkan pada lebih besarnya kepercayaan yang diberikan pada orang yang menguasai benda yang digelapkan. Beberapa jenis pemberian kepercayaan dipergunakan sebagai masalah-masalah yang memberikan penggelapan dalam bentuk pokok, yaitu hubungan pelaku yang diberi kepercayaan dengan korban yang memberi kepercayaan. 
Perbandingan Proses Penyelesaian Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik di Indonesia dan Australia Muhammad Zhafran Rahman; Hafrida Hafrida; Mohamad Rafiq
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 3 No. 1 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v3i1.17673

Abstract

This study tries to explore and analyze the similarities and differences as well as the pros and cons of the settlement process in criminal acts against defamation in Indonesia and Australia. By tracing legal sources of both countries, this study demonstrates that the process of resolving criminal acts of defamation in Indonesia and Australia has several similarities and differences. The similarity rests on the application of two ways of criminal settlements, either by litigation or without litigation. In Indonesia, the settlement of defamation cases is always the domain of criminal law. In such the cases, according to the provisions of the Criminal Procedure Code, a complaint from the victim has to be brought to the Police in order to be set in the court. However, the defamation settlement can also be alternatively conducted through a non litigative way, known as a Restorative Justice system. Whereas in Australia, the settlement of criminal acts of defamation shall be resolved through civil proceedings, after which can be settled through criminal courts recommended with a written approval from the Director of Public Prosecutors.   ABSTRAK                                        Artikel ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis persamaan dan perbedaan, berikut keunggulan dan kelemahan penyelesaian tindak pidana pencemaran nama baik di Indonesia dan Australia. Dengan menelusuri sumber-sumber bahan hukum kedua negara, artikel ini menunjukkan bahwa penyelesaian tindak pidana pencemaran nama baik di Indonesia maupun Australia memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaannya terletak  pada diterapkannya dua jalur penyelesaian tindak pidana pencemaran nama baik, melalui pengadilan ataupun di luar pengadilan. Namun di Indonesia penyelesaian tindak pidana selalu merupakan ranah hukum pidana, yaitu dimulai dengan adanya pengaduan oleh pihak yang dirugikan ke pihak kepolisian sesuai dengan yang diatur dalam KUHAP. Penyelesaian melalui jalur Restorative Justice juga dapat diterapkan dalam proses penyelesaian pencemaran nama baik ini. Sedangkan di Australia, penyelesaian tindak pidana pencemaran nama baik justru harus diselesaiakan melalui jalur perdata terlebih dahulu, baru setelah itu dapat diselesaikan melalui jalur pidana dengan adanya persetujuan tertulis dari Direktur Penuntut Umum.
Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Carding Hendri Diansah; Usman Usman; Yulia Monita
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 3 No. 1 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v3i1.17704

Abstract

This article aims to find out and analyze the current regulations regarding carding crimes in Indonesia, as well as criminal law policies against carding crimes in Indonesia's positive law in the future. This research is a type of normative juridical research. The results of the study show that there are no offenses and classifications that regulate the crime of carding in Indonesia which explicitly and clearly regulates the crime of carding, so that law enforcement is only based on Articles 31 and 32 of Law Number 19 Year 2016 which only regulates a small part of the many modes of carding crime and in many cases law enforcement must use an interpretation or analogy to several articles in the Criminal Code which are considered by some parties to be not very relevant, such as Articles 263 and 378 of the Criminal Code. Therefore, it is necessary to reform the criminal law in the future regarding the crime of carding in Indonesian positive law. This update is important because times are advancing as well as technology will be more sophisticated and also this renewal can create a sense of security for the community and remove the negative stigma that Indonesia is a country that is not safe for credit card transactions.   ABSTRAK Artikel   ini    bertujuan    untuk    mengetahui dan    menganalisis pengaturan mengenai tindak pidana carding di Indonesia saat ini, serta kebijakan hukum pidana terhadap tindak pidana carding di dalam hukum positif Indonesia ke depan. Penelitian   ini   merupakan tipe penelitian  yuridis  Normatif.  Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa delik-delik dan klasifikasi yang mengatur mengenai tindak pidana carding di Indonesia tidak ada yang secara tegas dan eksplisit mengatur mengenai tindak pidana carding, sehingga dalam penegakan hukumnya para penegak hukum hanya berlandaskan pada Pasal 31 dan 32 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 yang hanya mengatur sebagian kecil saja dari sekian banyak modus tindak pidana carding dan di banyak kasus penegak hukum harus menggunakan interpretasi atau menganalogikan beberapa Pasal dalam KUHP yang dianggap beberapa pihak tidak begitu relevan diterapkan seperti Pasal 263 dan 378 KUHP. Oleh karena itu maka diperlukan adanya pembaharuan hukum pidana kedepannya mengenai tindak pidana carding di dalam hukum positif Indonesia. Pembaharuan ini menjadi penting karena zaman semakin maju begitu pula teknologi akan semakin canggih dan juga pembaharuan ini dapat menciptakan rasa aman bagi masyarakat dan menghapus stigma negatif bahwa Indonesia adalah negara yang tidak aman bagi transaksi kartu kredit.

Page 6 of 17 | Total Record : 162