cover
Contact Name
Zuraidah
Contact Email
zuraidahsyahdan@gmail.com
Phone
+6282266660590
Journal Mail Official
zuraidahsyahdan@gmail.com
Editorial Address
Gedung Program Studi Ilmu Hukum Universitas Majalengka Jl. K.H Abdul Halim No 103 Majalengka, Jawa Barat, 45418.
Location
Kab. majalengka,
Jawa barat
INDONESIA
Journal Presumption of Law
Published by Universitas Majalengka
ISSN : -     EISSN : 26567725     DOI : doi.org/10.31949/jpl
Core Subject : Social,
Journal Presumption of Law (JPL) is a peer-reviewed journal published since 2019 and open-access journal (E-ISSN: 2656-7725; URL: https://ejournal.unma.ac.id/index.php/jpl/index) that aims to offer a national and international academic platform for cross-border legal research on legal policies and regulatory issues, particularly in developing and emerging countries. These may include, but are not limited to, various fields such as civil law, criminal law, constitutional and administrative law, customary institution law, religious jurisprudence law, international regime law, legal pluralism governance, and another section related to contemporary issues in legal scholarship. Frequency & Publisher : 2 issues/year (April and October) | Faculty of Law Universitas Majalengka.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 87 Documents
TERBENTUKNYA BUDAYA POLITIK PAROKIAL DALAM TATANAN KEHIDUPAN BERNEGARA YANG DEMOKRATIS Otong Syuhada
Journal Presumption of Law Vol 5 No 2 (2023): Volume 5 Nomor 2 Tahun 2023
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v5i2.6598

Abstract

Budaya politik parokial adalah budaya politik yang dapat merusak tatanan demokrasi, sebab penganut budaya politik ini tidak mau terlibat dalam proses demokrasi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis factor yang menjadi penyebab terbentunya budaya politik parokial. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis dengan pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual, Sedangkan data yang digunakan adalah data sekunder. Dari hasil penelitian ditemukan beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya budaya politik parokial seperti diantaranya adalah : Tingkat Pendidikan yang rendah, menganggap sistem politik itu tidak penting dan tidak berpengaruh kepada kehidupannya, politik dianggap sesuatu yang tabu untuk di bicarakan sebab mereka merasa bukan kapasitasnya dan merasa tidak memiliki kapabilitas, maka perlu diberikan pemahaman dan pendidikan politik agar paham pentingnya partisipasi seluruh warga masyarakat dalam berdemokrasi sehingga hak-hak individu sebagai warga negara dapat terlindungi. Oleh karena itu kedepan pemerintah harus segera membuat sebuah regulasi yang tegas untuk mengatasi beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya budaya politik parokial.
PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS TERHADAP AKTA YANG CACAT HUKUM: LEGAL CONSEQUENCES AND NOTARY LIABILITY FOR DEEDS THAT ARE DEFECTED IN LAW Wulan Agustini; Benny Djaja
Journal Presumption of Law Vol 6 No 1 (2024): Volume 6 Nomor 1 Tahun 2024
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v6i1.3852

Abstract

Profesi seorang Notaris sebagai pembuat akta tanah, maka tentu akan berhubungan dengan tanggung jawab. Tanggung jawab seorang notaris tidak hanya pada proses pembuatan akta otentik saja, tetapi sampai dengan terwujudnya akta otentik sampai pada saat setelah akta otentik itu terbentuk. Akta yang dibuat oleh notaris pada prinsipnya merupakan akta otentik, namun pada praktek akta otentik tersebut dapat berubah menjadi akta di bawah tangan dengan berbagai alasan tertentu. Metode yang digunakan yaitu yuridis normatif dengan studi pustaka, Hasil penelitian ditemukan akibat hukum terhadap akta yang cacat hukum dapat mengalami degradasi menjadi akta di bawah tangan apabila di dalam akta tersebut terdapat suatu pelanggaran sebagaimana diatur dalam Pasal 1869 KUHPerdata. Pertanggungjawaban notaris terhadap akta yang cacat hukum, notaris dapat diminta pertanggungjawaban secara administratif, tanggung jawab secara perdata dan tanggung jawab secara pidana apabila memang terbukti melakukan kesalahan dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum yang membuat suatu akta otentik.
PERBANDINGAN SANKSI PIDANA PASAL TERTENTU UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UU ITE No.11 tahun 2008 dengan No 19 tahun 2016): COMPARISON OF CRIMINAL SANCTIONS FOR CERTAIN ARTICLE OF THE INFORMATION AND ELECTRONIC TRANSACTIONS LAW (UU ITE No.11 tahun 2008 dengan No 19 tahun 2016) Hartanto; Alia Cahya Hakimi; Said Munawar
Journal Presumption of Law Vol 6 No 1 (2024): Volume 6 Nomor 1 Tahun 2024
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v6i1.4613

Abstract

Pengaruh perkembangan sosial dalam komunikasi masyarakat yang kemudian diatur secara hukum dan etika untuk mengantisipasi perkembangannya menjadi sebuah kejahatan, dan juga untuk memberikan kepastian hukum pada para pelaku yang benar-benar bertujuan jahat dalam penggunaan internet. Hukum pidana (KUHP) telah mengatur perbuatan hukum ancaman kekerasan dan pencemaran nama baik dalam konteks dunia nyata (konkrit), namun ketika hal tersebut digunakan menggunakan teknologi informasi dengan media elektronik (internet) maka merupakan tindak pidana relatif baru berikut dengan sanksinya. Pemerintah berusaha merespon berbagai perdebatan di masyarakat yang tampaknya belum memiliki filter dalam memilah penggunaan teknologi internet ini, dengan nenurunkan ancaman sanksi pidananya. Dua buah norma terkait delik (delict) diatas cukup menarik untuk dilakukan pembahasan, hal yang awalnya biasa terjadi dimasyarakat (interaksi sosial) seperti istilah ngerumpi, curhat, kritik dan sebagainya, saat ini menghadapi sanksi pidana khusus terkait elektronik. Perbandingan sanksi pidana dari UU ITE 2008 dan UU ITE 2016 telah tampak mewujudkan upaya pemerintah agar tidak terjadi over kriminalisasi, sekaligus tetap berupaya mengedukasi masyarakat. Beberapa pihak yang ingin agar pencemaran nama baik atau ancaman kekerasan ini dihapuskan menurut penulis adalah tidak linier dengan upaya untuk memajukan perdaban hukum dan masyarakat Indonesia
PERLINDUNGAN HAK CIPTA SINEMATOGRAFI FILM YANG DISEBARLUASKAN MELALUI APLIKASI TELEGRAM SELAMA COVID-19: COPYRIGHT PROTECTION OF FILM CINEMATOGRAPHIES DISSEMINATED VIA THE TELEGRAM APPLICATION DURING COVID-19 Inge Dwisvimiar; Rully Syahrul Mucharom; Isdal Alzafar
Journal Presumption of Law Vol 6 No 1 (2024): Volume 6 Nomor 1 Tahun 2024
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v6i1.4815

Abstract

People during the Covid-19 period switched to watching movies from movie theaters to digital by paying application service fees, but not all people want to pay a fee to watch and switch to watching movies through the Telegram application, the movies in the Telegram application are pirated movies. The purpose of the research is: to analyze the protection of cinematographic copyright of films disseminated through the Telegram application during the Covid-19 pandemic and to explain, legal settlements in cases of violation of cinematographic copyright of films disseminated through the Telegram application during the Covid-19 pandemic. The research method used is the Normative-Empirical method. The data sources used are secondary data sources primary data sources. Data collection techniques are literature study and interviews.  Data analysis used qualitative data analysis. The result of this study is that, the legal protection of cinematographic films disseminated through the Telegram application during the Covid-19 pandemic is through the closure of accounts or content based on recommendations from DJKI and then given to Dit PAI Kominfo and will be continued to Telegram with the legal basis of the Joint Regulation of the Minister of Law and Human Rights and the Minister of Communication and Information Number 14 of 2015 and Number 26 of 2015 concerning the Implementation of Closing Content and / or Access Rights of Users of Copyright Infringement and / or Related Rights in Electronic Systems. Legal settlement in cases of copyright infringement of cinematographic films disseminated through the Telegram application during the Covid-19 pandemic through the district court for violating Law Number 28 of 2014 concerning Copyright Article 9 paragraph (1) letter a, letter b, letter e, and / or letter g Jo Article 113 paragraph (3) Jo Article 55 paragraph (1) of the Criminal Code.  ABSTRAK Masyarakat selama masa Covid-19 beralih dalam menonton film dari bioskop menjadi digital dengan membayar biaya layanan aplikasi, namun tidak semua masyarakat ingin membayar sejumlah biaya untuk menonton dan beralih menonton film melalui aplikasi Telegram, film dalam Aplikasi Telegram adalah film hasil pembajakan. Tujuan penelitian adalah: untuk menganalisis perlindungan hak cipta sinematografi film yang disebarluaskan melalui aplikasi Telegram selama masa pandemic Covid-19 dan untuk menjelaskan, penyelesaian hukum dalam kasus pelanggaran Hak Cipta sinematografi film yang disebarluaskan melalui aplikasi Telegram selama masa pandemic Covid-19. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Normatif-Empiris. Sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder sumber data primer. Teknik pengumpulan data studi kepustakaan dan wawancara.  Analisis data yang digunakan analisis data kualitatif. Hasil dari penelitian ini bahwa, perlindungan hukum sinematografi film yang disebarluaskan melalui aplikasi Telegram selama masa pandemic Covid-19 yaitu melalui penutupan akun atau konten berdasarkan rekomendasi dari DJKI lalu diberikan ke Dit PAI Kominfo dan akan dilanjutkan ke Telegram dengan dasar hukum Peraturan Bersama Menkumham dan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 14 Tahun 2015 dan Nomor 26 Tahun 2015 Tentang Pelaksanaan Penutupan Konten dan/atau Hak Akses Pengguna Pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak terkait dalam Sistem Elektronik. Penyelesaian hukum dalam kasus pelanggaran Hak Cipta sinematografi film yang disebarluaskan melalui aplikasi Telegram selama masa pandemi Covid-19 melalui pengadilan negeri karena melanggar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g Jo pasal 113 ayat (3) Jo Pasal 55 ayat (1) KUHPidana.
THE PROHIBITION OF ABSENTEE OWNERSHIP OF AGRICULTURAL LAND AND THE LEGAL LIABILITY OF THE NATIONAL LAND AGENCY: LARANGAN KEPEMILIKAN TANAH PERTANIAN DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM BADAN PERTANIAN NASIONAL Shintyana Dewi; Soediro; Amjad Majdi bin Muhamad Amin
Journal Presumption of Law Vol 6 No 1 (2024): Volume 6 Nomor 1 Tahun 2024
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v6i1.6954

Abstract

Absentee ownership of agricultural land is a situation where agricultural landowners are not directly involved in the agricultural activities carried out on their land. This often occurs when the landowner lives outside the farming area. The provision of absentee ownership of agricultural land can affect farmland management, and agricultural productivity. This abstract aims to evaluate the legal aspects of absentee ownership of agricultural land by considering several factors. First, we analyze the application of Government Regulation Number 41 of 1964 in Plaosan Village regarding absentee land. Several studies have shown that the absence of a landowner can hinder growth and innovation in the agricultural sector. However, the factor depends on the skill level of the farmer. Furthermore, we analyze the legal liability of the National Land Agency (BPN) in resolving absentee land ownership issues. The existence of landowners who are not involved in agricultural activities can lead to legal uncertainty, low agricultural productivity, and difficulties for interested parties in obtaining benefits from the land. In this context, the role of the National Land Agency (BPN) as a government agency responsible for land management and registration becomes very important. This research uses a normative legal research method by conducting a literature study of laws and regulations related to absentee ownership of agricultural land. The results of this research are expected to provide a basis for better policies in managing agricultural land ownership involving absentee owners, so as to increase productivity, efficiency, and welfare for all parties involved in the agricultural sector.
RESTORATIVE JUSTICE AS AN ALTERNATIVE TO SETTLEMENT OF MISDEMEANOR CRIMES: A CASE STUDY : KEADILAN RESTORATIF SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN KEJAHATAN PELANGGARAN: STUDI KASUS Athif Hasan Al Banna; Yusuf Saefudin; Syahrul Adam Salleh Ibrahim
Journal Presumption of Law Vol 6 No 1 (2024): Volume 6 Nomor 1 Tahun 2024
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v6i1.6955

Abstract

This article examines the utilization of restorative justice as an alternative to misdemeanor crimes in the criminal justice system at the Police sector Purwareja Klampok level. The aim of this research is to analyze the effectiveness and challenges faced in implementing the principles of restorative justice to address criminal offenses at the Police sector level. This research adopts a normative juridical approach and utilizes both secondary and primary data sources. Secondary data is obtained through literature research, while primary data is gathered through observations and interviews, involving key stakeholders such as police officers, victims, offenders, and community members, to obtain a comprehensive understanding of the implementation of restorative justice in Police sector Purwareja Klampok. The findings of this study highlight the potential benefits of restorative justice in facilitating victim-offender reconciliation, involving the community, and promoting rehabilitation. Additionally, the research reveals limitations and barriers in the application of restorative justice, including limited resources, inadequate awareness and understanding among stakeholders, and the need for capacity development and training. Based on data analysis, this article provides recommendations to enhance the implementation of restorative justice at the Police sector Purwareja Klampok level. In conclusion, this research contributes to the existing literature on restorative justice by offering insights into its application as an alternative to misdemeanor crimes in the criminal justice system at the Police sector Purwareja Klampok level. The study emphasizes the importance of promoting a more balanced and comprehensive approach to justice that focuses on repairing harm, fostering accountability, and restoring social harmony within the community. Keywords: restorative justice, misdemeanor, implementation of restorative justice, social improvement, police sector.
IKN DALAM PERSPEKTIF UTILITARIANISME : MENGATASI ATAU MENIMBULKAN MASALAH? IKN FROM THE PERSPECTIVE OF UTILITARIANISM: OVERCOMING OR CAUSING PROBLEMS? Vida Hanum Salzabilla; Ahmad Hasan Ridwan
Journal Presumption of Law Vol 6 No 1 (2024): Volume 6 Nomor 1 Tahun 2024
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v6i1.8108

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis konsep kemanfaatan dalam aliran utilitarianisme serta untuk mengetahui dan menganalisis pemindahan ibu kota ngera dalam perspektif aliran utilitarianisme. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Hasil dari penlitian ini menunjukan bahwa konsep kemanfaatan dalam hukum adalah apabila hukum tersebut memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan bagi sebanyak-banyaknya orang dan pemindahan ibu kota negara belum sesuai dengan tujuan hukum yang hendak dicapai aliran utilitarianisme. Hal tersebut dikarenakan pemindahan ibu kota negara ke Kabupaten Penajam Paser akan menimbulkan masalah baru dan menambah permasalah yang belum terselesaikan seperti kehancuran ekologi, polusi udara, alih fungsi lahan Kawasan Budidaya Kehutanan, serta tergusurnya flora dan fauna.
TINJAUAN HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP JUAL BELI PARFUM BERALKOHOL : REVIEW OF SHARIA ECONOMIC LAW ON THE BUYING AND BUYING OF ALCOHOLIC PERFUME Windiyani Widda; Gunawan Wawan; Wibawa Ginan
Journal Presumption of Law Vol 6 No 1 (2024): Volume 6 Nomor 1 Tahun 2024
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v6i1.8595

Abstract

Parfum atau biasa disebut dengan minyak wangi adalah salah satu jenis kosmetika yang banyak sekali digunakan dan diminati oleh banyak manusia, baik itu wanita maupun laki-laki. Disamping itu, memakai parfum juga merupakan salah satu perbuatan yang dianjurkan oleh Rasulullah saw terutama dalam hal beribadah. Namun, sebagian besar parfum yang diperjualbelikan di pasaran mengandung alkohol. Padahal menurut Islam alkohol merupakan zat yang diharamkan karena mengandung khamr dan efek yang ditimbulkannya. meninjau dari segi hukum ekonomi syariah tentang hukum jual beli parfum beralkohol tersebut dapat dilihat apakah memperjual belikan dan penggunaan parfum beralkohol halal atau haram baik itu digunakan untuk beribadah atau sehari hari. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kualitatif lapangan. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Berdasarkan hasil penelitian penulis dalam tinjauan hukum ekonomi syariah terhadap jual beli parfum beralkohol, dapat disimpulkan bahwa jual beli parfum beralkohol haruslah sesuai dengan prinsip dalam Islam dan terhindar dari unsur ketidak jelasan (gharar), penipuan, spekulasi dan juga harus memperhatikan syarat dan rukun yang sudah ditentukan dalam syariat Islam. Jual beli parfum beralkohol yang dilakukan di toko tersebut sudah memenuhi rukun dan syarat sah akad jual beli. Oleh sebab itu, penggunaan alkohol dalam parfum dapat dikategorikan halal.
PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS TERHADAP AKTA YANG CACAT HUKUM: LEGAL CONSEQUENCES AND NOTARY LIABILITY FOR DEEDS THAT ARE DEFECTED IN LAW Wulan Agustini; Benny Djaja
Journal Presumption of Law Vol 6 No 1 (2024): Volume 6 Nomor 1 Tahun 2024
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v6i1.3852

Abstract

Profesi seorang Notaris sebagai pembuat akta tanah, maka tentu akan berhubungan dengan tanggung jawab. Tanggung jawab seorang notaris tidak hanya pada proses pembuatan akta otentik saja, tetapi sampai dengan terwujudnya akta otentik sampai pada saat setelah akta otentik itu terbentuk. Akta yang dibuat oleh notaris pada prinsipnya merupakan akta otentik, namun pada praktek akta otentik tersebut dapat berubah menjadi akta di bawah tangan dengan berbagai alasan tertentu. Metode yang digunakan yaitu yuridis normatif dengan studi pustaka, Hasil penelitian ditemukan akibat hukum terhadap akta yang cacat hukum dapat mengalami degradasi menjadi akta di bawah tangan apabila di dalam akta tersebut terdapat suatu pelanggaran sebagaimana diatur dalam Pasal 1869 KUHPerdata. Pertanggungjawaban notaris terhadap akta yang cacat hukum, notaris dapat diminta pertanggungjawaban secara administratif, tanggung jawab secara perdata dan tanggung jawab secara pidana apabila memang terbukti melakukan kesalahan dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum yang membuat suatu akta otentik.
PERBANDINGAN SANKSI PIDANA PASAL TERTENTU UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UU ITE No.11 tahun 2008 dengan No 19 tahun 2016): COMPARISON OF CRIMINAL SANCTIONS FOR CERTAIN ARTICLE OF THE INFORMATION AND ELECTRONIC TRANSACTIONS LAW (UU ITE No.11 tahun 2008 dengan No 19 tahun 2016) Hartanto; Alia Cahya Hakimi; Said Munawar
Journal Presumption of Law Vol 6 No 1 (2024): Volume 6 Nomor 1 Tahun 2024
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v6i1.4613

Abstract

Pengaruh perkembangan sosial dalam komunikasi masyarakat yang kemudian diatur secara hukum dan etika untuk mengantisipasi perkembangannya menjadi sebuah kejahatan, dan juga untuk memberikan kepastian hukum pada para pelaku yang benar-benar bertujuan jahat dalam penggunaan internet. Hukum pidana (KUHP) telah mengatur perbuatan hukum ancaman kekerasan dan pencemaran nama baik dalam konteks dunia nyata (konkrit), namun ketika hal tersebut digunakan menggunakan teknologi informasi dengan media elektronik (internet) maka merupakan tindak pidana relatif baru berikut dengan sanksinya. Pemerintah berusaha merespon berbagai perdebatan di masyarakat yang tampaknya belum memiliki filter dalam memilah penggunaan teknologi internet ini, dengan nenurunkan ancaman sanksi pidananya. Dua buah norma terkait delik (delict) diatas cukup menarik untuk dilakukan pembahasan, hal yang awalnya biasa terjadi dimasyarakat (interaksi sosial) seperti istilah ngerumpi, curhat, kritik dan sebagainya, saat ini menghadapi sanksi pidana khusus terkait elektronik. Perbandingan sanksi pidana dari UU ITE 2008 dan UU ITE 2016 telah tampak mewujudkan upaya pemerintah agar tidak terjadi over kriminalisasi, sekaligus tetap berupaya mengedukasi masyarakat. Beberapa pihak yang ingin agar pencemaran nama baik atau ancaman kekerasan ini dihapuskan menurut penulis adalah tidak linier dengan upaya untuk memajukan perdaban hukum dan masyarakat Indonesia