Masalah wilayah perbatasan negara merupakan salah satu persoalan keamanan yang krusial bagi setiap negara berdaulat karena ancaman keamanan dapat datang dari luar dan melalui wilayah perbatasan. Ancaman ini dapat berupa agresi, aktivitas intelijen, blokade, pencurian aset dan sumber daya alam, penyebaran penyakit dan sebagainya. Signifikasi tersebut menuntut negara untuk memiliki strategi penanganan wilayah perbatasan negara yang komprehensif untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman yang berasal dari wilayah perbatasan negara. Sebagai negara berdaulat, Indonesia tentunya juga memiliki strategi perbatasan untuk mengantisipasi berbagai potensi ancaman yang mungkin terjadi. Untuk meningkatkan pengamanan perbatasan dan efiensi baik anggaran, waktu, dan tenaga maka pemanfaatan pesawat tanpa awak (unmanned aerial vehicle/UAV) dapat menjadi solusi dari masalah tersebut. Diakui bahwa sistem UAV bagi Indonesia juga sangat penting dan besar nilainya khususnya dalam penggunaan di berbagai kebutuhan baik itu militer juga sipil. Pengoperasian UAV dalam menjaga wilayah perbatasan negara, khususnya di Kalimantan Barat meliputi kegiatan pengumpulan data, pengamatan udara, pengintaian udara dan penentuan target serta misi penyerangan (strike mission) merupakan bagian dari tugas pokok dan fungsi dari TNI AU sebagaimana diatur dalam UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. pengoperasian UAV yang memiliki kemampuan dan spesifikasi serta didukung dengan prosedur pengoperasian yang berada pada garis komando dan kendali militer yang terukur dan ketat, merupakan sarana yang efektif dalam menjaga dan mengawasi wilayah perbatasan negara, khususnya di Kalimantan. Pengoperasian UAV untuk keperluan militer belum diatur dalam regulasi di tingkat nasional maupun di tingkat internasional. Hal ini membuat ketidakelasan terhadap batasan operasi yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh UAV. Dari segi kuantitas dan kualitas UAV yang dimiliki Indonesia sekarang ini belum mampu secara optimal menjaga wilayah perbatasan NKRI yang sangat luas. Masalah wilayah perbatasan negara merupakan salah satu persoalan keamanan yang krusial bagi setiap negara berdaulat karena ancaman keamanan dapat datang dari luar dan melalui wilayah perbatasan. Ancaman ini dapat berupa agresi, aktivitas intelijen, blokade, pencurian aset dan sumber daya alam, penyebaran penyakit dan sebagainya. Signifikasi tersebut menuntut negara untuk memiliki strategi penanganan wilayah perbatasan negara yang komprehensif untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman yang berasal dari wilayah perbatasan negara.  Sebagai negara berdaulat, Indonesia tentunya juga memiliki strategi perbatasan untuk mengantisipasi berbagai potensi ancaman yang mungkin terjadi. Namun beberapa melihat banyaknya kasus dan ancaman keamanan yang terjadi di wilayah perbatasan negara, seperti sengketa perbatasan, penyelundupan dan pelanggaran kedaulatan, tampaknya terdapat sejumlah persoalan di sana. Awalnya, persoalan pengelolaan wilayah perbatasan negara hanya menjadi salah satu isu sensitif politik dan pertahanan, terutama dalam hal mempengaruhi kerjasama atau ketegangan bilateral antara dua negara yang memiliki wilayah berbatasan langsung. Seiring dengan perkembangan zaman, sensitivitas isu-isu pengelolaan wilayah perbatasan negara juga menjadi problem multilateral dan bahkan internasional, dimana kemajuan tekonologi dan beroperasinya kepentingan negara dan korporasi yang lintas negara memungkinkan intervensi sejumlah pihak yang lebih luas melalui perbagai mekanisme internasional. Ketahanan wilayah perbatasan perlu mendapatkan perhatian secara sungguh-sungguh karena kondisi tersebut akan mendukung ketahanan nasional dalam kerangka NKRI. Keamanan wilayah perbatasan mulai menjadi perhatian serius setiap pemerintah yang wilayah negaranya berbatasan langsung dengan negara lain. Kesadaran akan adanya persepsi wilayah perbatasan antar negara telah mendorong para birokrat dan perumus kebijakan untuk mengembangkan suatu kajian tentang penataan wilayah perbatasan yang dilengkapi dengan perumusan sistem keamanannya. Hal ini menjadi isu strategis karena penataan kawasan perbatasan terkait dengan proses nation state building terhadap kemunculan potensi konflik internal di suatu negara dan bahkan pula dengan negara lainnya (neighbourhood countries). Penanganan perbatasan negara, pada hakekatnya merupakan bagian dari upaya perwujudan ruang wilayah nusantara sebagai satu kesatuan geografi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Untuk mengatasi persoalan-persoalan perbatasan tersebut pemerintah Indonesia telah melakukan sejumlah upaya. Pertama, menuntaskan sejumlah perundingan perbatasan dengan negara-negara tetangga agar Indonesia memiliki garis batas yang jelas dan diakui oleh masyarakat internasional. Upaya ini telah menghasilkan kemajuan seperti kesepakatan yang dicapai oleh pemerintah Indonesia dan Singapura tahun 2009. Kesepakatan ini merupakan kesepakatan lanjutan setelah kesepakatan pertama di tahun 1973. Dalam penandatanganan kesepakatan terbaru ini batas laut yang disepakati adalah batas antar negara di perairan Pulau Nipa dan Pulau Tuas, sepanjang 12,1 kilometer. Selain itu, Indonesia dan Singapura juga sepakat untuk merundingkan batas laut wilayah Timur I dan II, yakni antara Batam dengan Changi, dan Bintan dengan South Ledge (Middle Rock). Kedua, pemerintah menambah sejumlah pos pengamanan baru di perbatasan serta merelokasi pangkalan-pangkalan TNI AL ke titik-titik terdepan wilayah Indonesia. Selain merelokasi pangkalan TNI AL, pemerintah juga berencana untuk meningkatkan status pangkalan-pangkalan TNI AL yang ada di pulau-pulau terdepan dari Lanal C menjadi Lanal B seperti Lanal Pulau Ranai di Kepulauan Natuna dan Lanal Tahuna di Kepulauan Sangihe Talaud. Ketiga, melakukan operasi pengawasan di wilayah perbatasan oleh instansi terkait, seperti polisi, TNI, DKP. Berbagai pelanggaran di perbatasan negara dikarenakan lemahnya pengaman dan terbatasnya jumlah personil yang menjaga perbatasan. Untuk meningkatkan pengamanan perbatasan dan efiensi baik anggaran, waktu, dan tenaga maka pemanfaatan pesawat tanpa awak (unmanned aerial vehicle/UAV) dapat menjadi solusi dari masalah tersebut. Para pelanggar perbatasan baik dari negara maupun non negara melakukan aktivitasnya jauh dari pantauan para aparat. Mereka dengan leluasa melakukan itu karena mereka tahu bahwasanya Indonesia belum mempunyai wahana yang dapat memantau gerak-gerik mereka. Diakui bahwa sistem UAV bagi Indonesia juga sangat penting dan besar nilainya khususnya dalam penggunaan di berbagai kebutuhan baik itu militer juga sipil. Banyak halangan secara geografis “geographic obstacle†di lokasi operasi baik sipil atau militer yang sangat membutuhkan teknologi ini, berbagai bidang tersebut meliputi pemantauan, penginderaan hingga kepada misi-misi militer Kata kunci: Perbatasan Negara, Unmanned Aerial Vehicle (UAV).