cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
E-Jurnal Gloria Yuris Prodi Ilmu Hukum (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Berisi Jurnal-Jurnal Mahasiswa S1 Prodi Ilmu Hukum UNTAN (Bagian Hukum Keperdataan, Bagian Hukum Pidana, Bagian Hukum Tata Negara, Bagian Hukum Ekonomi, dan Bagian Hukum Internasional)
Arjuna Subject : -
Articles 1,226 Documents
PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU ILLEGAL LOGGING BERDASARKAN PASAL 50 AYAT 3 HURUF H UU.NO.41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DI PENGADILAN NEGERI SINTANG (STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN NOMOR 47/PID.B/2010/PN.STG) - A01110030, ERYA YUSTIKA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 3, No 1 (2014): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini merupakan suatu studi kasus terhadap putusan nomor 47/ PID.B/ 2010/ PN. STG di Pengadilan Negeri Sintang yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap pelaku Illegal logging berdasarkan Pasal 50 ayat 3 Huruf H Undang - Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan serta faktor – faktor apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim untuk memaksimalkan penerapan sanksi pidana terhadap pelaku illegal logging di Kabupaten Sintang. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan/ normatif. Jenis data yang dipergunakan yaitu melalui observasi, wawancara, dan penelitian kepustakaan baik berupa buku – buku, peraturan perundang – undangan, dokumen – dokumen yang ada hubungannya dengan obyek yang diteliti yakni yang menyangkut tentang penerapan sanksi pidana terhadap pelaku illegal logging. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif dengan model interaktif berdasarkan penelitiana ini diperoleh hasil bahwa penerapan hukum pidana dalam kasus illegal logging di kabupaten Sintang belum diterapkan secara maksimal selain itu sanksi pidana ang dijatuhkan oleh Majelis hakim pada Pengadilan Negeri Sintang baik pidana penjara ataupun denda sangat rendah.   Keywords : Penerapan Sanksi Pidana, Illegal Logging. Sintang, UU. No 41 tahun 1999
AKIBAT HUKUM BAGI ANAK ANGKAT YANG ORANG TUA ANGKATNYA BELUM MEMBERITAHUKAN ASAL-USUL ORANG TUA KANDUNG MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NO. 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DI KECAMATAN PONTIANAK KOTA - A1011131001, GABY NOTARISA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 4 (2017): JURNAL MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengangkatan anak atau adopsi adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain ke dalam keluarganya sendiri, sehingga timbul hubungan hukum antara orang yang mengangkat anak dengan anak yang diangkat. Kemudian menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban orang tua angkatnya kepada anak angkat dan sebaliknya. Salah satu kewajiban orang tua angkat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No.54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak yaitu orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal-usulnya dan orang tua kandungnya. Pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya.Adapun metode penelitian yang digunakan metode penelitian hukum empiris dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis. Sumber data didapatkan melalui penelitian kepustakaan yaitu data sekunder dan penelitian lapangan. Kemudian teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara dan teknik penyebaran angket untuk mendapatkan hasil penelitian yang dimaksud.Orang tua angkat berkewajiban memberitahukan kepada anak angkat asal-usul dan orang tua kandungnya sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No.54 Tahun 2007. Tidak semua orang tua angkat sudah menjalankan kewajibannya tersebut terhadap anak angkat disebabkan usia anak angkat yang belum cukup dewasa, dan ketidaktahuan orang tua angkat terhadap akibat-akibat hukum yang dapat terjadi kemudian hari. Status adopsi bagi anak angkat adalah sesuatu yang penting, karena menyangkut hak-hak perdata yang dimiliki anak angkat tersebut dan serta dapat menimbulkan akibat hukum bagi si anak maupun orang tua angkatnya. Akibat hukum anak angkat yang orang tua angkatnya belum memberitahukan asal-usul dan orang tua kandungnya adalah anak angkat akan meminta persamaan hak dengan anak kandung. Upaya hukum yang dapat dilakukan Dinas Sosial terhadap orang tua angkat yang belum memberitahukan asal-usul dan orang tua kandungnya kepada anak angkat adalah dengan memberikan pengarahan dan penjelasan kepada orang tua angkat agar segera melaksanakan kewajibannya jika dirasa usia anak sudah cukup dewasa karena hal tersebut merupakan kewajiban yang telah diatur dalam undang-undang.Kata Kunci            : Pengangkatan Anak, Akibat Hukum, Anak Angkat 
ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 43/PUU-XIII/2015 BERKAITAN DENGAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG YANG MEMBERIKAN KEWENANGAN KEPADA KOMISI YUDISIAL DALAM PROSES SELEKSI DAN PENGANGKATAN HAKIM DI INDONESIA. - A1011131216, RADINUS
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 3 (2017): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Proses  Seleksi  dan  Pengangkatan  Hakim  (SPH)  pada  lingkungan  Peradilan  Umum,  Peradilan  Agama,  dan  Peradilan  Tata  Usaha  Negara  menjadi  sebuah  permasalahan  terkait  dengan  siapa  yang  berwenang  diantara  kedua  lembaga  negara,  yaitu  antara  Mahkamah  Agung  dengan  Komisi  Yudisial.  Sengketa  kewenangan  tersebut  pada  akhirnya  dibawa  ke  Mahkamah  Konstitusi  oleh  IKAHI  selaku  pemohon  untuk  melakukan  pengujian  terhadap  Undang-Undang  Nomor  49  Tahun  2009  tentang  Peradilan  Umum,  Undang-Undang  Nomor  50  Tahun  2009  tentang  Peradilan  Agama,  dan  Undang-Undang  Nomor  51  Tahun  2009  tentang  Peradilan  Tata  Usaha  Negara. Hasil  dari  pengujian  terhadap  tiga  buah  undang-undang  lembaga  peradilan  tersebut  dikeluarkanlah  Putusan  Mahkamah  Konstitusi  Nomor  43/PUU-XIII/2015  yang  pada  amarnya  menyatakan  bahwa  ketiga  undang-undang  tersebut  tidak  memiliki  kekuatan  hukum  mengikat  dan  bertentangan  dengan  Undang-Undang  Dasar  1945  sehingga  frasa  “bersama” dan  jua  “dan  Komisi  Yudisial”  pada  pasal  dari  undang-undang  itu  menjadi  dihapuskan.  Pada  akhirnya  terhadap  proses  seleksi  dan  pengangkatan  hakim  menjadi  kewenangan  mutlak  Mahkamah  Agung. Hasil  kesimpulan  yang  didapat  adalah  Putusan  Mahkamah  Konstitusi  Nomor:  43/XIII-PUU/2015  berkaitan  dengan  pengujian  tiga  buah  undang-undang  peradilan  tersebut  kurang  tepat  karena  telah  menghilangkan  kewenangan  Komisi  Yudisial  sebagai  lembaga  pengawas  dalam  proses  seleksi  dan  pengangkatan  hakim  yang  pada  akhirnya  berakibat  pada  kecenderungan  bagi  Mahkamah  Agung  menyalahgunakan  kewenangannya  sebagai  pemegang  kekuasaan  mutlak. Tujuan  dari  penelitian  ini  adalah  untuk  menambah  wawasan  pengetahuan  bagi  para  pembaca  dalam  pengembangan  ilmu  pengetahuan  hukum.  Dalam  tataran  praktisnya  hasil  penelitian  ini  agar  dapat  dijadikan  sumber  referensi  bagi  peneliti  lain.  Penelitian  ini  menggunakan  metode  penelitian  hukum  yuridis  normatif  atau  studi  pustaka,  dengan  melakukan  pendekatan  analisis  konsep  hukum,  pendekatan  perundang-undangan,  dan  pendekatan  kasus.  Sumber  data  terkait  dengan  penelitian  ini  adalah  berupa  data-data  sekunder  yang  terdiri  dari  bahan  hukum  primer,  bahan  hukum  sekunder,  dan  bahan  hukum  tersier.  Sedangkan  teknik  analisis  yang  penulis  gunakan  adalah  analisis  kualitatif. Kata  kunci:  Kekuasaan  kehakiman,  check  and  ballances,  seleksi  dan  pengangkatan  hakim.
TELAAH TERHADAP ASAS PERSONALITAS KEISLAMAN DIKAITKAN DENGAN TEORI RECEPTIO IN COMPLEXU - A01109047, ETIKA RAHMAWATI
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 1, No 2 (2013): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Peradilan Agama sebagai salah satu sistem Peradilan di Indonesia memiliki Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman dalam menangani perkara-perkara perdata dibidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah bagi golongan rakyat yang beragama Islam. Salah satu perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dan paling banyak memerlukan campur tangan serta diputus oleh Pengadilan adalah dibidang perkawinan yaitu mengenai masalah perceraian. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia, perceraian tidak lagi dipandang sebagai urusan pribadi suami istri atau keluarga kedua belah pihak, tetapi telah menjadi urusan umum yang dikelola oleh Pengadilan. Bagi yang beragama Islam, perceraian diajukan ke Pengadilan Agama sesuai dengan asas personalitas keislaman. Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan metode normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder dengan menggunakan bahan hukum primer dan tersier. Spesifikasi penelitian dengan menggunakan pendekatan perbandingan (Comparative Aprroach) yang berusaha menggambarkan masalah hukum, perbandingan antara asas personalitas keislaman dengan teori receptio in complexu serta mengkajinya secara sistematis. Asas personalitas keislaman adalah asas utama yang melekat pada Undang-undang Peradilan Agama yang mempunyai makna bahwa pihak yang tunduk dan dapat ditundukkan kepada kekuasaan di lingkungan Peradilan Agama adalah hanya mereka yang beragama Islam. Keislaman seseoranglah yang menjadi dasar kewenangan Peradilan Agama dan dengan kata lain, seorang penganut agama non-Islam tidak tunduk dan tidak dapat dipaksakan tunduk kepada kekuasaan Peradilan Agama. Asas Personalitas Keislaman merupakan pembaharuan atau pengembangan dari teori receptio in complexu. Sebelum adanya asas personalitas keislaman, pada tahun 1845 seorang ahli bahasa dan ahli kebudayaan Hindia Belanda yaitu Salomon Keyzer dan Van Den Berg mengemukakan mengenai teori receptio in complexu. Menurut teori ini hukum kebiasaan atau hukum adat adalah hukum agama. Artinya, hukum mengikuti agama yang dianut seseorang. Teori ini menyatukan bahwa hukum adat bangsa Indonesia adalah hukum agamanya masing-masing, jadi hukum tentang berlakunya bagi masyarakat pribumi yang beragama Islam adalah hukum Islam, dan demikian juga bagi penganut agama lain. Asas personalitas keislaman dan teori receptio in complexu memiliki keterkaitan dan saling berhubungan. Namun seiring dengan perkembangan zaman teori receptio in complexu tidak dapat diterapkan sejak zaman kemerdekaan dan sampai saat ini karena tidak sesuai dengan kehidupan yang ada di masyarakat dan banyak mendapat pertentangan. Pada dasarnya asas personalitas keislaman membatasi teori receptio in complexu. Keywords : Asas Personalitas Keislaman, Teori Receptio In Complexu, dan Perkawinan.
FUNGSI PENELITIAN KEMASYARAKATAN DARI BAPAS ANAK DALAM HUBUNGANNYA DENGA PUTUSAN HAKIM PENGADILAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI PONTIANAK - A01107016, DINA ANGGRAINI
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 4, No 2 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Balai Permasyarakatan (Bapas) yang (dulunya bernama Balai Bispa) adalah unit pelaksanaan teknis di bidang Pembinaan Luar Lembaga Permasyarakatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen  Kehakiman. Dalam persidangan terhadap terhadap anak yang melakukan tindak pidana, keberadaan Balai Permasyarakatan (Bapas) yang salah satu fungsinya adalah membuat laporan Penelitian Kemasyarakatan (Limnas) terhadap Terdakwa Anak adalah sangat penting. Sebab dengan Litmas tersebut, Hakim akan memperoleh gambaran yang jelas tentang keadaan yang sebenarnya mengenai latar belakang anak yang melakukan tindak pidana dan sebab-sebab dilakukannya tindak pidana tersebut.. PENELITIAN Kemasyarakatan dari Balai Kemasyarakatan tidak dimaksudkan sebagai pembelaan terhadap anak di persidangan, tetapi sebagai bahan pertimbangan Hakim didalam menjatuhkan putusanya terhadap anak sehubungan dengan pembinaannya. Hal ini dipertegas dalam peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M.03-UM.01.06 Tahun 1991 tentang Perubahan Pasal 12 Ayat (2) Permen Keh RI Nomor M.06-UM.01.06 Tahun 1983 tentang Tata Tertib Persidangan dan Tata Ruang Sidang untuk membuat Laporan Penelitian Kemasyarakatan Terhadap Terdakwa Anak yang dipermasalahakan bukanlah kepada perbaikan kondisi dari anak dikemudian hari agar menjadi lebih baik. Sehubungan dengan tersebut di atas Balai Permasyarakatan mempunyai fungsi dan peran yang besar terhadap anak yang diajukan kepersidangan Sehubungan Litmas yang dibuatnya dan atas kebijakan Hakim Petugas Bapas dapat diminta penjelasan Litmas yang dibuatnya.. Dalam pelaksanaan fungsi dan peranannya terhadap anak yang diajukan di persidangan, Bapas juga mengalami hambatan-hambatan antara lain : sering tidak dipanggil dan di mintai pendapatnya oleh Hakim di persidangan anak, keterbatasan dana, sara dan prasarana yang tidak mencukupi, jangka waktu pembuatan Litmas yang terbatas, ruang lingkup kerja yang luas terbatasnya tenaga-tenaga ahli seperti psikolo, psikiater, padagogi, dan ahli social lainnya yang seharusnya menjadi bahan pemikiran bagi pemerintah  Pentingnya posisi generasi muda sebagai generasi penerus bangsa tercermin dalam Ketetapan MPR No. II / 1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang menjelaskan bahwa generasi muda sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber Sani pembangunan nasional perlu ditingkatkan pembinaan dan pengembangannya, serta diarahkan untuk menjadi kader penerus perjuangan bangsa dan manusia pembangunan yang berjiwa Pancasila.. Pembinaan dan pengembangan generasi muda dilakukan secara nasional, menyeluruh dan terpadu serta dimulai sedini mungkin dan mencakup tahap-tahap pertumbuhan sebagai anak, remaja dan dewasa. Pembinaan dan pengembangan generasi muda merupakan tanggung jawab bersama tara orang, tua, keluarga, masyarakat, lingkungan sosial dan pemerintah yang ditujukan untuk meningkatkan sumber daya manusia. Namun di sisi lain, untuk mempersiapkan anak seperti yang diharapkan bukan merupakan persoalan yang gampang. Sering kali banyak kita dengar dan lihat kejahatan-kejahatan dan pelanggaran-pelanggaran yang justru dilakukan oleh mereka yang masih dikategorikan sebagai anak, sementara itu pengaturan mengenai perlindungan terhadap anak sebagian besar sifatnya persuasif. Perundangan di Indonesia yang mengatur perlindungan sak secara khusus telah diatur dalam Undang-Undang Peradilan Anak. Oleh karena itu maka Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terutama pasal 45, 46, 47 yang sebelumnya merupakan inti dasar Hukum Pidana Anak, telah diganti dan tidak berlaku lagi. Pemikiran dan usaha untuk memberikan perlindungan kepada anak tersebut selanjutnya dapat dilihat dengan telah dibentuknya lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta yang bergerak dalam bidang anak, seperti Bapas (Balai Pemasyarakatan), Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) Anak, Panti Asuhan dan lembaga sosial lainnya yang bertujuan untuk mengembalikan orang-orang yang telah melanggar hukum, seperti pada waktu ia belum melanggar hukum, sebagai masyarakat yang patuh hukum. Seorang anak yang menurut Undang-Undang diangga belum dewasa, tidak dapat diminta pertanggung jawaban sepenuhnya atas perbuatan yang dilakukannya, karena ia sebenarnya belum mengerti atau belum tahu menilai mana yang baik dan buruk tentang tidak pidana yang dilakukannya. Dengan demikian di dalam pasal 24 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 digariskan tiga kemungkinan pilihan bagi Hakim untuk mengambil tindakan yang dianggap paling penting diputuskan terhadap anak yang melakukan tindak pidana. Bagi hakim yang menangani perkara anak yang melakukan tindak pidana harus dapat memahami dengan baik tentang latar belakang dari anak, keluarga dan lingkungannya, sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang mendorong si anak melakukan tindak pidana tersebut. Dengan demikian Hakim dapat menentukan putusan apa yang terbaik dijatuhkan terhadap diri anak, sehingga putusan tersebut dapat mencapai sasaran dengan tujuan pemidanaan.    Untuk keperluan tersebut di atas, hakim dalam menjalankan fungsinya  adalah  untuk  menyelenggarakan  Penelitian  Kemasyarakatan atau yang disingkat  Litmas  terhadap tersangka anak yang melakukan  tindak pidana. Berdasarkan petunjuk  teknis  Menteri Kehakiman  RI  No : M.01.PK.04.10  Tahun 1998 Bapas menerima permintaan pembuatan Laporan Penelitian Kemasyarakatan. Dari Penelitian Kemasyarakatan yang dibuat oleh Bapas atas perintah Pengadilan Negeri (dalam hal ini Hakim), Hakim akan memperoleh gambaran yang sebenarnya tentang diri anak, sebab dalam Litmas tersebut tersedia data yang autentik dan diagnostik tentang kehidupan sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, keagamaan, dan kepribadian seorang anak yang akan diajukan ke persidangan. Data-data ini sangat diperlukan dan bermanfaat sekali bagi hakim dalam mempertimbangkan keputusan yang akan dijatuhkan. Untuk mengetahui latar belakang kehidupan anak tersebut, Hakim berdasarkan Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : 03-UM,11.06 Tahun 1991 Tentang Perubahan Pasal 12 ayat (2) Peraturan Menteri Kehakiman RI No : M.06-UM.01.06 Tahun 1983 Tentang Tata Tertib Persidangan dan Tataruang sidang, wajib menegaskan pembuatan Laporan Penelitian Kemasyarakatan anak kepada Pembimbing Pemasyarakatan (Bapas) Petugas Bapas berdasarkan fungsinya juga wajib mengikuti persidangan sehubungan dengan Litnas yang telah dibuatnya dan di dalam persidangan, petugas Bapas diminta oleh hakim untuk memberikan penjelasan tentang Litmas tersebut untuk itu Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan mempunyai peran yang besar dalam rangka Litmas yang dibuatnya sebagai bahan pertimbangan bagi Hakim dalam memutuskan perkara pidana anak sehubungan dengan pembinaannya, karena Pembimbing Kemasyarakatan di dalam Litmasnya memberikan arah ke mana seharusnya anak itu dititipkan dalam penjatuhan putusan   Kata kunci  :  Penelitian Kemasyarakatan Dari Bapas Anak
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MENINGKATNYA PENJUAL SOFTWARE KOMPUTER BAJAKAN DI KOTA PONTIANAK (DITINJAU DARI SUDUT KRIMINOLOGI) - A11111046, TIARA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 3, No 4 (2015): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkembangan dan kemajuan teknologi mempunyai dampak yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat. Adanya pengaruh dari perkembangan dan kemajuan teknologi ini pada akhirnya akan membawa pergeseran dalam tata nilai yang terjadi dalam pergaulan hidup masyarakat, khususnya teknologi dibidang komputer.  Hal ini dapat dilihat dari maraknya penjualan software komputer bajakan di kota Pontianak yang selama ini belum pernah mendapatkan sanksi hukuman. Bahwa meningkatnya penjualan software komputer bajakan di kota Pontianak tersebut dikarenakan oleh faktor-faktor antara lain : 1. Karena belum adanya kesadaran masyarakat kota Pontianak untuk mengadukan atau melaporkan adanya kegiatan penjualan software komputer bajakan kepada yang berwajib. 2. Kurangnya sosialisasi terhadap UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang dilakukan oleh pemerintah khususnya terhadap para pelaku usaha 3. Karena penjual software komputer bajakan hanya dapat dijerat hukum berdasarkan adanya pengaduan dari pihak korban. Adapun sanksi pidana yang diberikan terhadap pelaku penjual software komputer bajakan berdasarkan Pasal 114 UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pada hakekatnya dimaksudkan sebagai alat pemaksa untuk menjamin agar aturan itu di taati oleh masyarakat. Akan tetapi ancaman hukuman berupa sanksi pidana tidak menjadi berarti apabila tidak diiringi dengan penerapannya secara tegas oleh aparat penegak hukum terhadap para pelaku penjual software komputer bajakan.  Dalam konteks penegakan hukum (law enforcement), sanksi hukuman yang diterapkan terhadap pelaku kejahatan adalah bertujuan mengandung efek jera, sehingga pelaku kejahatan tidak akan lagi mengulangi perbuatannya. Namun tidak hanya itu, dalam konteks perlindungan terhadap Hak Cipta merupakan salah satu wujud perlindungan terhadap sang pencipta atau pemilik Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).  Lepasnya para pelaku penjual software komputer bajakan ini dari sanksi hukuman yang seharusnya dapat di jatuhkan, disebabkan karena kurangnya motivasi masyarakat untuk melaporkan terjadinya pelanggaran hukum kepada aparat penegak hukum dan kurang tanggapnya aparat penegak hukum dalam mengatasi terjadinya pelanggaran hukum tersebut. Perkembangan teknologi komputer saat ini telah menyentuh ke semua aspek bidang kehidupan manusia bahkan perilaku dan aktifitas manusia kini banyak bergantung pada teknologi tersebut.  Dengan berkembangnya teknologi khususnya software membuat manusia semakin mudah dalam melakukan suatu perkerjaan, Semakin cepat dan teliti dalam menyelesaikan suatu pekerjaan sehingga dapat menekan jumlah tenaga kerja maupun biaya, sehingga para pengguna teknologi ini semakin banyak dan akan terus bertambah.  Banyaknya pengguna komputer di dunia membuat perusahaan-perusahaan penyedia software komputer seperti microsoft berlomba-lomba dalam membuat aplikasi yang sesuai dengan kebutuhan manusia yaitu microsoft office, sehingga persaingan dalam dunia teknologi ini menjadi sangat ketat. Namun bersamaan dengan itu, dampak negatif dari perkembangan teknologi menimbulkan perubahan perilaku manusia. Salah satu di antaranya adalah pembajakan software atau penggandaan ciptaan seperti microsoft office. Hal tersebut dipengaruhi pula oleh harga perangkat software komputer yang bernilai tinggi bagi pengguna. Dengan berkembangnya teknologi, khususnya software membuat manusia semakin mudah, cepat dan teliti dalam melakukan suatu perkerjaan. Kemudian dampak positif yang timbul dari perkembangan teknologi yaitu antara lain dapat menghemat biaya, sehingga para pengguna teknologi ini semakin banyak dan akan terus bertambah Berkembangnya teknologi komputer disamping memiliki dampak yang positif maupun negatif, serta peningkatan penggunaan perangkat komputer untuk memenuhi kebutuhan manusia, maka tidak mustahil terjadi tindak pidana pembajakan atau penggandaan hak cipta.   Akhir-akhir ini sebagaimana yang terjadi di kota Pontianak,  bahwa terhadap pelaku penjual software komputer bajakan  tidak pernah mendapatkan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Semestinya terhadap pelaku penjual software komputer bajakan tersebut diambil tindakan yang tegas oleh aparat penegak hukum.   Aparat penegak hukum diharapkan lebih tanggap atas terjadinya penjualan software komputer bajakan dan segera mengambil tindakan hukum terhadap pelakunya. Hal tersebut di atas menunjukkan lemahnya penegakan hukum (law enforcement) yang merupakan rangkaian dari tindakan preventif (pencegahan).bDemikian pula bagi masyarakat yang mengetahui terjadinya tindak pidana penjualan software komputer bajakan tersebut, hanya mendiamkan saja perbuatan itu berlangsung. Seharusnya masyarakat yang mengetahui perbuatan itu segera melaporkan kepada aparat penegak hukum, hal ini juga berkaitan dengan kejahatan “delik aduan”. Rangkaian tindakan ini merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan satu sama lainnya. Oleh sebab itu apabila terdapat kelemahan pada satu bagian, maka tidak menutup kemungkinan pelakunya akan lepas dari sanksi hukum yang seharusnya dijatuhkan. Suksesnya penegakan hukum tidak semata-mata tergantung kepada aparat penegak hukum selaku pemegang peran, tetapi juga dipengaruhi oleh kesadaran hukum dari masyarakat untuk berani melaporkan atau mengadukan adanya penjualan software komputer bajakan. Oleh sebab itu dalam konteks penegakan hukum (law enforcement), sebaiknya kesadaran hukum masyarakat perlu ditingkatkan. Berdasarkan ketentuan Pasal 114 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, menyatakan bahwa : “Setiap orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di tempat perdagangan yang di kelolanya sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah ”. Oleh karena itu tindakan melawan hukum dalam hal penjualan software bajakan ini harus ditindaklanjuti secara tegas. Agar pemerintah juga diharapkan dapat berkomitmen untuk mengawasi peredaran barang-barang  bajakan lainnya. Namun dalam pelaksanaannya penegak hukum mendapatkan kesulitan atau kendala dalam upaya mengungkapkan tindak pidana penjualan software bajakan yang terjadi di kota Pontianak. Sulitnya mencari dan mengumpulkan bukti-bukti yang terkait dengan perkara penjualan software bajakan tersebut menjadi salah satu kendala. Disamping itu, banyaknya pengguna software bajakan ini sebagai alih teknologi yang sudah hampir merata di kalangan masyarakat tentunya menimbulkan dampak usaha ilegal, yaitu penjualan software bajakan. Perlindungan terhadap Hak Cipta merupakan salah satu wujud keseriusan pemerintah Indonesia dalam upaya penegakan hukum  (law enforcement), khususnya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Tidak hanya  dilihat dari perspektif sang pencipta atau pemilik Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) saja, tetapi juga dapat dilihat sebagai upaya perlindungan masyarakat umumnya dari segala bentuk kejahatan. Di kota Pontianak juga terdapat para pelaku penjual software komputer bajakan, walaupun hal tersebut telah dilarang oleh ketentuan hukum. Hal ini menunjukan bahwa para pelaku  penjual software komputer bajakan tidak pernah mendapat sanksi hokum   KATA KUNCI  :  SOFTWARE KOMPUTER BAJAKAN
PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH TENTANG KETENAGALISTRIKAN DIKAITKAN DENGAN PASAL 5 ayat 3 huruf (a) UNDANG UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN (Studi di kota Pontianak) - A01109130, ALFIRA RIZKY LARASATY
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 1, No 3 (2013): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tenaga listrik merupakan hal yang sangat vital yang berguna untuk menunjang kegiatan disegala bidang termasuk bidang ekonomi. Selain berguna untuk kepentingan umum tenaga listrik juga membahyakan. Jadi sudah sepantasnya peraturan daerah tentang ketenagalistrikan perlu dibuat untuk menjadi acuan kepastian hukum. Seperti yang termuat dalam pasal 5 ayat 3 huruf (a) Undang-undang nomor 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrika Penetapan Peraturan Daerah Kabupaten/kota di Bidang Ketenagalistrikan. Tetapi pada nyatanya sampai saat ini masih banyak daerah yang belum memiliki Peraturan daerah tentang ketenagalistrikan. Seperti dikota Pontianak sendiri, kota yang menjadi objek penelitian penulis, sampai saat ini masih belum ada Peraturan daerah tentang Ketenagalistrikan. Peraturan Daerah dibuat karena melihat kekhasan daerah. Seperti yang kita ketahui kota Pontianak memiliki kekhasan daerah berupa sinar matahari yang dapat dijadikan Pembangkit Listrik Tenaga Matahari. Dalam Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2009 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/kota.Sub-bidang ketenagalistrikan menjadi urusan pilihan Pemerintah Kabupaten/kota. Agar Pemerintah daerah dapat mengatasi keterbatasan penyediaan ketenagalistrikan, pemerintah daerah dapat membangun penyedia tenaga listrik bersama pihak swasta maupun swadaya dari masyarakat. Keywords :Ketenagalistrikan, Pemerintahan Daerah, Peraturan Daerah
EFEKTIFITAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 50 TAHUN 2010 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (STUDI KASUS DI POLRESTA PONTIANAK KOTA) - A11109075, RANGGA MARDIANSYAH
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 2, No 3 (2014): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perlu kita ketahui Sumber-sumber penerimaan negara dapat dikelompokkan menjadi penerimaan yang berasal dari sektor Pajak, kekayaan alam, bea & cukai, retribusi, iuran, sumbangan, laba dari Badan Usaha Milik Negara dan sumber-sumber lainnya. Namun sumber penerimaan negara yang mendukung anggaran belanja negara kita bukan hanya bersumber dari pajak saja tapi juga bersumber dari sektor lain seperti Penerimaan Negara Bukan Pajak. Ada beberapa jenis sumber pendapatan negara dalam APBN, diantaranya penerimaan pajak, penerimaan negara bukan pajak, dan hibah. Pada umumnya, di berbagai negara, penerimaan pajak merupakan sumber pendapatan yang paling penting dan dominan untuk menyelenggarakan tugas-tugas negara dan pembangunan. Namun demikian, penerimaan negara bukan pajak juga merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang sangat penting. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2010 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kepolisian Negara Republik Indonesia, disebutkan jenis-jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kepolisian Republik Indonesia meliputi penerimaan dari: penerbitan Surat Izin Mengemudi; pelayanan ujian keterampilan mengemudi melalui simulator; penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan; penerbitan Surat Tanda Coba Kendaraan; penerbitan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor; penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor; penerbitan Surat Mutasi Kendaraan Ke Luar Daerah; penerbitan Surat Izin Senjata Api dan Bahan Peledak; penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian; penerbitan Surat Keterangan Lapor Diri; penerbitan Kartu Sidik Jari (Inafis Card); dan denda pelanggaran lalu lintas Surat Keterangan Catatan Kepolisian adalah salah satu syarat untuk melamar pekerjaan sehingga penerbitan oleh Polresta Pontianak Kota selalu dipenuhi oleh masyarakat Kota Pontianak. Karena tanpa surat tersebut masyarakat tidak dapat memenuhuoi persyaratan untuk mendaftar pekerjaan atau bahkan sekarang untuk kuliah. Dengan ramainya peminat perlu dilihat apakah biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk mendapatkan surat tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2010 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kepolisian Negara Republik Indonesia Belum Efektif dilaksanakan Di Polresta Pontianak Kota sesuai dengan peraturan yang berlaku Karena Faktor Aparat Sendiri dan Faktor Budaya Dimasyarakat Kota Pontianak Istilah Polisi pada mulanya berasal dari perkataan Yunani Politeia yang berarti Pemerintahan Negara. Seperti yang diketahui bahwa dahulu sebelum masehi Yunani terdiri dari kota-kota yang disebut Polis. Pada waktu itu pengertian polisi adalah menyangkut segala urusan pemerintah atau dengan kata lain arti polisi adalah urusan pemerintahan.[1] Di Indonesia dapat kita ketahui pengertian polisi terdapat dalam Undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1).[1] Polresta Pontianak Kota yang sebelumnya bernama Poltabes Pontianak merupakan bagian dari Kepolisian Daerah Kalimantan Barat dibawah Kepolisian Republik Indonesia. Polresta Pontianak Kota yang berkantor di Jalan Johan Idrus No. 1 Pontianak memiliki wilayah hukum yang luas dimana membawahi lima Polsek di wilayah Kotamadya Pontianak yaitu Polsekta Pontianak Selatan, Polsekta Pontianak Kota, Polsekta Pontianak Barat, Polsekta Pontianak Utara dan Polsekta Pontianak Timur juga membawahi Polsek-polsek yang berada dalam lingkup Kabupaten Kubu Raya yaitu Polsek Sungai Raya, Polsek Rasau Jaya Polsek Kuala Mandor B, Polsek Kakap, Polsek Sungai Ambawang ditambah KP3L dipelabuhan Dwikora dan KP3U di Bandara Supadio.[1] Polresta Pontianak Kota menjalankan fungsi Polri sebagai Penegak hukum diwilayah hukum Polresta Pontianak Kota. Sebelum berbicara lebih banyak tentang tugas dan fungsi Polri sebagai penegak hukum, ada baiknya diketahui lebih dahulu apa yang menjadi fungsi utama, fungsi organik pembinaan, fungsi khusus dan fungsi teknis dari kepolisian, yang dapat diperinci sebagai berikut :[1] Fungsi Utama Kepolisian Intel Pampol Menyelenggarakan deteksi dini dan identifikasi terhadap segala bentuk sumber pelanggaran hukum, penyimpangan norma sosial lainnya dan sumber ganggaun keamanan dan ketertiban masyarakat yang merupakan faktor kriminogen termasuk mencegah dan menanggulangi tumbuhnya aliran kepercayaan yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa serta menyelenggarakan pengamanan ke dalam tubuh Polri. Kata kunci : Peraturan Pemerintah, SKCK, faktor aparat dan masyarakat
PELAKSANAAN PEMBAYARAN ANGSURAN PINJAMAN OLEH ANGGOTA PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM CERIA PERMATA DI KOTA PONTIANAK - A11107308, SYARIF BUDI MAULANA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 4, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Koperasi Simpan Pinjam Ceria Permata merupakan salah satu koperasi simpan pinjam yang ada di kota Pontianak. Koperasi ini bergerak dalam bidang simpan pinjam uang dengan jaminan berupa barang bergerak berwujud atau tidak berwujud sebagaimana telah ditetapkan oleh pihak Koperasi untuk kemudian diperjanjikan dan disetujui oleh kedua belah pihak, baik pihak koperasi dan pihak orang/perorangan atau anggotanya. Jumlah pengurusnya terdiri dari tiga orang dimana saat ini telah memiliki 89 anggota Koperasi simpan pinjam. Anggota yang mengikatkan diri kepada Koperasi Simpan Pinjam Ceria Permata ini kemudian diberikan haknya yaitu berupa uang pinjaman dimana uang tersebut dilakukan pembayaran dengan angsuran berdasarkan waktu dan nominal serta bunga yang telah ditentukan, disamping itu anggota yang mengikatkan diri tersebut juga dibebankan kewajiban untuk menjaminkan barang berharga tertentu baik berupa sertifikat tanah, BPKB (Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor) atau berupa barang jaminan lainnya yang kiranya berharga dan bisa dijadikan sebagai barang jaminan dengan sifat barang tersebut adalah barang bergerak dan barang tidak bergerak. Dalam penelitian ini metode yang penulis pergunakan adalah metode Empiris dengan pendekatan Deskriptif Analisis, dengan maksud untuk memecahkan masalah berdasarkan fakta-fakta yang terkumpul sebagaimana adanya pada saat penelitian ini  diadakan. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah Anggota Koperasi Telah Melaksanakan Pembayaran Angsuran Pinjaman Pada Koperasi Simpan Pinjam Ceria Permata di Kota Pontianak?”. Setelah dilakukan penelitian, maka masih ada anggota koperasi yang belum melaksanakan pembayaran angsuran pinjaman pada koperasi simpan pinjam ceria permata di kota Pontianak, sesuai perjanjian karena faktor ketidak tegasan dari pengurus dan anggota koperasi yang tidak mampu memenuhi kewajiban. Upaya pengurus untuk mengantisipasi anggota yang tidak melaksanakan pembayaran sesuai perjanjian yaitu di dalam memberikan pinjaman, setiap jaminan disimpan pada tempat yang aman oleh pengurus koperasi, lalu mendatangi anggota yang tidak membayar perjanjian kemudian menyita jaminan dan kemudian menjualnya untuk menutup uang pinjaman.Keywords: Perjanjian Pinjam Meminjam, Pembayaran Koperasi Simpan Pinjam, Wanprestasi  
PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMESANAN BALIHO ANTARA PEMESAN DENGAN PENGUSAHA CV. QQ PRINTED & OFFSET DI KOTA PONTIANAK - A01110019, CITRA RESTY LINDIANIKA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 3, No 1 (2014): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pelaksanaan perjanjian antara CV. QQ Printed & Offset Di Kota Pontianak dengan Pemesan Baliho sebagai pengguna jasa dalam hukum perdata termasuk dalam jenis perjanjian untuk melakukan jasa – jasa tertentu. Perjanjian antara CV. QQ Printed & Offset dengan Pemesan Baliho dilakukan secara lisan ( tidak tertulis ), walaupun dilakukan secara lisan tetapi kekuatan mengikatnya sama dengan perjanjian yang dibuat secara tertulis dan perjanjian tersebut menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak, karena perjanjian tersebut telah memenuhi syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang – undang Hukum Perdata, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat atau mengadakan suatu perikatan, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Skripsi ini memuat rumusan masalah : “Apakah Pemesan Baliho Telah Melaksanakan Kewajibannya Kepada Pengusaha CV. QQ Printed & Offset Di Kota Pontianak ?”. Dalam penelitian ini penulis menggunakan Metode Penulisan Empiris dengan Pendekatan Deskriptif Analisis yaitu, menggambarkan dan menganalisa keadaan – keadaan atau fakta – fakta sebagaimana adanya pada waktu penelitian dilakukan sehingga dapat ditarik kesimpulan sehubungan dengan masalah yang diteliti. Selanjutnya dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan perjanjian antara pihak CV. QQ Printed & Offset dengan Pemesan Baliho dilakukan secara lisan dan telah terjadi wanprestasi yaitu, Pihak Pemesan belum membayar jasa pembuatan Baliho. Faktor yang menyebabkan Pemesan ( pengguna jasa ) wanprestasi atau lalai atau ingkar janji adalah karena kondisi keuangan yang belum mencukupi dan adanya kelalaian atau khilaf dari pemesan ( pengguna jasa ). Akibat hukum bagi pemesan yang lalai atau wanprestasi adalah mendapatkan teguran dari pihak Pengusaha CV. QQ Printed & Offset untuk segera melaksankan kewajibannya sesuai dengan yang telah diperjanjikan. Sedangkan upaya yang dilakukan dari Pihak Pengusaha CV. QQ Printed & Offset terhadap Pemesan yang wanprestasi adalah melakukan penagihan secara terus – menerus dan apabila terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak maka akan diselesaikan secara kekeluargaan dan belum pernah permasalahan diselesaikan melalui jalur hukum atau melalui pengadilan.   Keyword : Perjanjian Jasa, Wanprestasi

Page 4 of 123 | Total Record : 1226