cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
E-Jurnal Gloria Yuris Prodi Ilmu Hukum (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Berisi Jurnal-Jurnal Mahasiswa S1 Prodi Ilmu Hukum UNTAN (Bagian Hukum Keperdataan, Bagian Hukum Pidana, Bagian Hukum Tata Negara, Bagian Hukum Ekonomi, dan Bagian Hukum Internasional)
Arjuna Subject : -
Articles 1,226 Documents
PERAN PEMERINTAH DAERAH KALIMANTAN BARAT DALAM UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN BERDASARKAN PERDA NO 6 TAHUN 1998 (STUDI DI KABUPATEN KUBU RAYA) - A1012131208, MIZAN WARDIAN
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 4 (2017): JURNAL MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Mizan Wardian ( A1012131208 ). Peran Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Dalam Upaya pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Berdasarkan Perda No 6 Tahun 1998 (Studi di Kbupaten Kubu Raya). Di bawah bimbingan Edy Suasono, SH.,M.Hum Dan Endah Mintarsih, SH.,M.Hum.Penelitian ini mengungkap Tentang Peran Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Dalam Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Kebakaran Hutan Dan Lahan, Pemerintah Daerah saat ini telah berupaya melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan diantaranya melalui kebijakan pembukaan hutan dan lahan tanpa bakar. Menganalisis Peran Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan  Barat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kubu Raya, menganilisis factor yang mempengaruhi Peran Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Teknik dan alat pengumpulan data yang digunakan adalah teknik komunikasi langsung dan teknik tidak langsung berupa : Wawancara., Observasi, Angket dan Dokumentasi. Hasil penelitian identifikasi terhadap keterlibatan lembaga-lembaga terkait ditingkat kabupaten yang terkait dengan pengendalian kebakaran hutan dan lahan adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kubu Raya, Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Pemukiman Dan Lingkungan Hidup Kabupaten Kubu Raya, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat,  Dinas Ketahanan Pangan, Perkebunan dan Pertenakan Kabupaten Kubu Raya, Dinas Pertanian Kabupaten Kubu Raya. Pemerintah mengharapkan peran serta masyarakat guna membantu Pemerintah dalam mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan dan lahan yang ada, 10 responden dari dinas yang terkait 6 orang memilih Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan 4 orang memilih Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Pemukiman Dan Lingkungan Hidup. Masyarakat meminta bantuan apabila terjadi kebakaran hutan dan lahan yang besar baik dilahan pertanian masyarakat maupun lahan kosong karena bagaimanapun apabila dibiarkan terus – menerus maka rembetan api juga akan mengenai lahan tanaman masyarakat itu sendiri. Factor serta Peran Pemerintah Daerah dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan kerna kewajiban mereka atau tugas yang memang harus Pemerintah lakukan, kurangnya sumber daya sehingga harus melibatkan Pemerintah Dan Masyarakat, kurangnya peralatan pemadaman kebakaran yang ada di masyarakat dan kebakaran yang terjadi terlalu besar. Kata Kunci : Peran Pemerintah, Kebakaran Hutan Dan Lahan 
PELAKSANAAN HUKUM WARIS ADAT MASYARAKATBATAK TOBA DI KOTA PONTIANAK BERDASARKANTAP MPRS NO. II TAHUN 1960 DAN PUTUSANMAHKAMAH AGUNG NO 179K/SIP/1961 - A11112167, AUGUSTINI SOEDARSIH SITUMORANG
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 1 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hukum adat adalah hukum asli bangsa Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Kita dapat melihat hal ini pada suku-suku yang terdapat di Indonesia. Salah satu contohnya adalah suku Batak. Suku batak terbagi lagi menjadi beberapa bagian yaitu batak toba, batak simalungun, batak karo, batak pakpak dan batak mandailing. Dalam hal ini Saya mengambil pembahasan tentang batak toba. Hukum waris adat sangat dipengaruhi oleh prinsip garis keturunan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan.Hukum adat tentang waris ini merupakan salah satu diantara hukum Indonesia yang tidak tertulis tapi diyakini benar oleh para masyarakat asli dari suku tersebut.Hukum Waris Adat Batak menganut sistem kekeluargaan patrilineal dan menganut sistem pewarisan individual atau perseorangan. Sistim kekeluargaan yang Patrilineal yaitu sistem kekeluargaan yang garis keturunan ditarik dari ayah. Sistem kekluargaan seperti ini mengakibatkan anak perempuan dari keluarga masyarakat batak toba tidak mendapatkan hak waris atas harta dari orangtuanya. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode penelitian empiris . Metode ini memantu penulis mencari data sekunder dengan menggunakan bahan hukum primer.dalam penelitian ini, penulis juga menganalisi data secara kualitatif, yang artinya tanpa menggunakan angka maupun rumus statistik. Kesenjangan yang terjadi di dalam warisan yang diberikan kepada anak perempuan dan anak laki-laki juga membuat penulis tertarik untuk menkaji norma dan asas hukum yang ada di dalam hukum waris adat masyarakat batak toba. Berdasarkan uraian-uraian, maka dapat di simpulkan bersadarkan tujuan penelitian Bahwa pelaksanaan Hukum Waris Adat Batak Toba Di Kota Pontianak sebelum keluarnya MPRS No. II tahun 1960 dan Putusan Mahkamah Agung No.179 K/sip/1961 dianggap timpang dan tidak adil, tetapi TAP MPRS No.II tahun 1960 dan Putusan Mahkamah Agung No. 179 K/sip/1961 menjadi solusi terbaik bagi para ahli waris sehingga sudah adil bagi semua ahli waris.     Kata Kunci : Pengertian Hukum Waris, Sistem Kewarisan Adat Batak Toba dan TAP MPRS No. II Tahun 1960 Dan Putusan Mahkamah Agung No.179 K/Sip/1961.
TANGGUNG JAWAB PENGUSAHA KAPAL MOTOR IKAN TERHADAP PEKERJANYA AKIBAT TERJADINYA KECELAKAAN KERJA (STUDI DI KUALA MEMPAWAH KABUPATEN PONTIANAK) - A01102184, EKO DONIANTO
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 1, No 1 (2012): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pihak pengusaha adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap pekerja. Sementara para pekerja berkewajiban untuk melakukan pekerjaan dan berhak atas segala sesuatu yang berhubungan dengan pembayaran. Pembayaran dimaksud adalah semua jaminan yang melindungi kepentingan pekerja. Termasuk dalam masalah di sini adalah kepentingan jaminan hak bagi para pekerja dalam hubungan kerja dengan Pengusaha Kapal Motor Ikan. Dalam keadaan biasa, di mana para pekerja masih aktif bekerja, maka biasanya segala sesuatu kepentingan hak Anak Buah Kapal sudah terlaksana menurut perjanjian kerja dengan Pengusaha Kapal Motor Ikan. Dalam situasi lain yakni dalam hal para pekerja mengalami kecelakaan kerja, maka akan menimbulkan persoalan yang berhubungan dengan masalah hak-hak mereka, karena berkaitan dengan tanggung jawab Pengusaha Kapal Motor Ikan untuk memberikan segala bentuk jaminan sosial sebagaimana yang ditentukan oleh peraturan yang berlaku. Adapun peraturan yang dimaksudkan di sini adalah Peraturan Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang bertujuan melindungi kepentingan hak Anak Buah Kapal sebagai tenaga kerja tentang Jaminan Kecelakaan Kerja bagi mereka. Sehubungan dengan kecelakaan kerja yang menimpa pekerja, maka Pengusaha Kapal Motor Ikan berkewajiban untuk memberikan uang Jaminan Kecelakaan Kerja sebagaimana yang ditentukan dalam peraturan yang berlaku antara lain Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992. Dalam kenyataan yang ada, ternyata Pengusaha Kapal Motor Ikan hanya memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) tanpa perawatan yang intensif kepada para pekerja yang tertimpa kecelakaan kerja. Pengusaha Kapal Motor Ikan tidak memberikan uang Jaminan Kecelakaan Kerja kepada pekerjanya, sehingga mereka tentunya mengalami kerugian. Upaya yang dilakukan sejauh ini hanya terbatas pada meminta pembayaran secara langsung pada Pengusaha Kapal Motor Ikan yang ternyata tidak membuahkan hasil. Dengan keadaan tersebut dapat diartikan bahwa pengusaha Kapal Motor Ikan adalah pihak yang tidak bertanggung jawab terhadap kepentingan hak pekerjanya sehubungan dengan kecelakaan kerja yang menimpa mereka.Keyword : Tanggung Jawab Pengusaha Motor Ikan
PIDANA DENDA DALAM PASAL 114. UNDANG-UNDANG NO.35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA - A01111248, MARSELIUS MIDON
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 4, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Permasalahan Narkoba di Indonesia merupakan salah satu masalah  yang  sudah tidak asing lagi bagi kita, hal ini dikarenakan perkembangan jumlah pelaku tindak pidana narkotika dari tahun ketahun terus meningkat. Hal ini terbukti dengan bertambahnya jumlah penyalahguna atau pecandu narkoba secara signifikan, Seiring dengan  meningkatnya pengungkapan kasus tindak kejahatan narkoba yang semakin beragam polanya dan semakin masif pula jaringan sindikatnya. Dampak dari penyalahgunaan narkoba tidak hanya mengancam kelangsungan hidup dan masa depan generasi muda saja, namun juga masa depan bangsa dan negara, tanpa membedakan strata sosial, ekonomi, usia maupun tingkat pendidikan. Ketentuan perundang-undangan yang mengatur masalah narkotika telah disusun dan diberlakukan seperti pidana denda, namun demikian kejahatan yang menyangkut narkotika ini belum dapat diredakan.  Permaslahan yang di bahas  dalam skripsi ini adalah mengenai pidana denda  dalam  pasal 114 undang-undang no.35 tahun 2009 tentang narkotika. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode yuridis dan empiris dengan  pendekatan deskriptif analisis yaitu dengan mengamati fakta-fakta yang ada dilapangan sebagaimana adanya.   Peran serta dari penegak hukum dalam mengaktualisasikan aturan-aturan hukum agar sesuai dengan yang dicita-citakan oleh hukum itu sendiri, yakni mewujudkan sikap atau tingkah laku manusia sesuai dengan bingkai yang  ditetapkan oleh suatu undang-undang atau hukum         Keyword : Pidana, Denda, Narkotika.
PELAKSANAAN PENAHANAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA RINGAN DITINGKAT PENYIDIKAN DI WILAYAH HUKUM PONTIANAK DITINJAU DARI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 - A11111116, DWI FEBRI ANDIKA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 3, No 4 (2015): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian tentang “Pelaksanaan Penahanan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Ringan Di Tingkat Penyidikan Di Wilayah Hukum Pontianak Ditinjau Dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun bertujuan Untuk mendapatkan data dan informasi tentang  penahanan terhadap pelaku tindak pidana ringan di tingkat penyidikan di Wilayah Hukum Pontianak ditinjau dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012.Untuk mengetahui faktor penyebab tetap dilaksanakannya penahanan terhadap pelaku tindak pidana ringan di tingkat penyidikan di Wilayah Hukum Pontianak meskipun telah ada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012.Untuk mengungkapkan upaya yang dapat dilakukan oleh pelaku tindak pidana ringan yang di tahan pada tingkat penyidikan di Wilayah Hukum Pontianak ditinjau dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012. Penelitian ini merupakan penelitian hukum dalam ranah kajian yuridis sosiologis. Yuridis sosiologis merupakan ranah kajian dalam ilmu hukum yang tidak mendasarkan pendekatannya pada melihat fakta sebagaimana adanya, tetapi mulai melihat karakter tertentu dari perilaku sosial dengan menggunakan bantuan ilmu-ilmu lain. Dari penelusuran realitas sesungguhnya diharapkan akan diketahui apakah hukum positif maupun hukum yang lahir dari hubungan antar subyek dalam masyarakat merupakan hukum yang sudah adil atau tidak. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh hasil sebagai berikut : Bahwa selama kurun waktu 2012 sampai 2014 jumlah tindak pidana ringan yang dilakukan oleh tersangka tetap ada dan untuk hal tersebut penyidik tetap melakukan penahanan terhadap pelaku meskipun telah dikeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP. Bahwa faktor penyebab tetap dilaksanakannya penahanan terhadap pelaku tindak pidana ringan di tingkat penyidikan di Wilayah Hukum Pontianak meskipun telah ada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 dikarenakan bahwa penahanan dilakukan dikarenakan penyidik merasa perlu untuk menahan mereka dikarenakan proses penyidikan yang dilakukan kemudian karena alasan keamanan si pelaku dari amukan massa, mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana, takut kehilangan barang bukti. Bahwa  upaya yang dapat dilakukan oleh pelaku tindak pidana ringan yang di tahan pada tingkat penyidikan di Wilayah Hukum Pontianak ditinjau dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 adalah dengan mengajukan penangguhan penahanan kepada penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.  Mahkamah Agung (MA) pada tanggal 27 Februari 2012 telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012 tentang Batasan Tindak Pidana Ringan (Tipiring). Adanya PERMA tersebut merupakan suatu respon adanya suatu kecaman terhadap putusan Hakim dalam memutus kasus tindak pidana ringan seperti kasus pencurian sandal, pencurian kakao, dan masih banyak kasus tindak pidana ringan lainya yang tidak di muat di media. Di dalam PERMA tersebut adanya batasan bahwa pelaku yang dikategorikan tindak pidana ringan adalah kasus pencurian/ penipuan dengan nilai uang di bawah Rp 2,5 juta merupakan kejahatan tipiring, dan pelaku tindak pidana ringan tidak boleh ditahan dan harus diadili secara cepat. Didalam KUHP, terutama Pasal 364, 373, 379, 384, 407, dan 482 KUHP secara jelas menyebut  sebuah perkara bisa dikategorikan tipiring jika menyangkut nilai uang di bawah Rp 250. Nilai yang sekecil itu berlaku ketika KUHP diberlakukan di Indonesia yaitu Pada Zaman Kolonial Belanda, jika dibandingkan dengan sekarang tentu nilai Rp 250 jelas sangat kecil kalau dijadikan suatu ukuran dalam suatu kerugian. Dengan nilai sekecil itu pada saat ini tentu hampir tidak ada kasus tipiring, justru kasus tindak pidana yang di anggap ringan pada saat ini masuk dalam tindak pidana biasa sehingga kasus-kasus yang biaya kerugiannya tidak seberapa malah di tangani dengan biaya perkara yang lebih besar dari pada biaya kerugiannya serta menyita waktu bagi hakim sendiri.  Seperti telah diketahui maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ada perbuatan-perbuatan yang merupakan tindak-pidana enteng (lichte misdrijven) ialah yang disebut dalam Pasal 364 (pencurian ringan) Pasal 373 (penggelapan ringan), Pasal 379 (penipuan ringan), Pasal 384 (penipuan ringan oleh penjual), Pasal 407 ayat (1) (perusakan ringan) dan Pasal 482 (pemudahan ringan), karena harga barang yang diperoleh karena atau yang menjual obyek dari kejahatan-kejahatan seperti diatur dalam pasal-pasal tersebut tidak lebih dari Rp 25,-. Pelanggaran kejahatan-kejahatan enteng tersebut dahulu diadili oleh Hakim Kepolisian (Landgerecht onde stijl) yang dapat memberi hukuman penjara sampai 3 bulan atau hukuman denda sampai Rp 500,-.  Setelah Pengadilan Kepolisian dihapuskan (Undang-Undang Darurat No. 1 tahun 1951, Lembaran Negara tahun 1951 No. 9, yang mulai berlaku pada tanggal 14 Januari 1951), maka semua tindak-pidana ringan dan juga pelanggaran-pelanggaran (overtredingen) diadili oleh Pengadilan Negeri, yang dalam pemeriksaan mempergunakan prosedur yang sederhana (tidak dihadiri oleh Jaksa). Oleh karena keadaan ekonomi telah berubah, harga barang-barang meningkat, maka dirasa perlu untuk menaikkan harga barang yang dinilai dengan uang Rp 25,- dalam pasal-pasal 364, 373, 379, 384 dan 407 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tersebut di atas. Pasal 432 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga suatu tindak-pidana ringan akan tetapi tidak dimuat dalam peraturan ini karena dalam pasal tersebut tidak dimuat harga Rp 25,-. Pasal tersebut hanya menunjuk kepada pasal-pasal 364, 373 dan 379 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.  Harus diakui bahwa harga Rp 25,- itu tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang di mana harga barang-barang telah membubung tinggi, banyak kali lipat, jauh melebihi harga-harga barang pada kira-kira tahun 1915, ialah tahun ketika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana direncanakan, sehingga nilai uang Rp 25,- itu sekarang merupakan jumlah yang kecil sekali. Maka sewajarnya jumlah uang Rp25,- itu dinaikkan sedemikian hingga sesuai dengan keadaan sekarang. Jumlah yang selayaknya untuk harga barang dalam pasal-pasal itu menurut pendapat Pemerintah ialah Rp 250,- Berhubung dengan keadaan memaksa hal ini dilaksanakan dengan mengaturnya dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Bukan berarti Pengadilan tidak menindak suatu tindak pidana secara benar akan tetapi lebih adil jika kasusnya disesuaikan dengan bobot dari kasus itu sendiri. Meskipun tindak pidana ringan tetap harus ada hukuman yang sifatnya hanya memberikan efek jera bukan memberikan suatu cap penjahat. “Pelaku pencurian ringan bukannya tidak diproses secara hukum, alias tidak disidangkan, melainkan berbeda cara penanganannya. Menurut Hatta Ketua Mahkamah Agung, pelaku nanti cukup disidangkan dengan hakim tunggal dan penyelesaiannya cepat, tidak perlu ada proses banding dan kasasi   Kata Kunci : Penahanan, Tindak Pidana Ringan, Peraturan Mahkamah Agung
PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR RODA EMPAT (ANGKOT) YANG TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN LAIK JALAN DI KOTA PONTIANAK - A01109187, PUSPO WINASIH S.
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 1, No 3 (2013): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dinamika yang terjadi dalam berlalu lintas yang mewajibkan bahwa setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Namun dalam kenyataannya, sering terjadi pelanggaran yang dilakukan pengemudi kendaraan bermotor roda empat yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Adapun bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan bermotor roda empat yang tidak memenuhi persyaratan laik jalan adalah klakson tidak menyala, lampu utama tidak menyala, ketidakakurasian alat penunjuk kecepatan, dan lain sebagainya yang seluruh pelakunya (pengemudinya) tidak pernah mendapatkan sanksi hukum yang tegas sesuai dengan ketentuan Pasal 286 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Lemahnya proses penegakan hukum terhadap pengemudi kendaraan bermotor roda empat yang tidak memenuhi persyaratan laik jalan ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain karena adanya sikap toleransi dari aparat penegak hukum dalam hal ini aparat Kepolisian Lalu Lintas dan aparat dari Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan kurangnya frekuensi razia serta kurang tegasnya tindakan yang diambil oleh aparat penegak hukum. Selain itu kurangnya kesadaran dari para pengemudi kendaraan bermotor roda empat untuk mematuhi aturan yang telah ditetapkan.Upaya penanggulangan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum terhadap pengemudi kendaraan bermotor roda empat yang tidak memenuhi persyaratan laik jalan adalah melakukan koordinasi dengan aparat Polantas, meningkatkan frekuensi razia, dan mengambil tindakan yang tegas terhadap pengemudi kendaraan bermotor roda empat yang tidak memenuhi persyaratan laik jalan.Keywords: Penegakan Hukum Pidana, Pengemudi Angkot dan Persyaratan laik Jalan
PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA PONTIANAK DALAM MEMBERIKAN PEMBINAAN KEPADA WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN HUBUNGANNYA DENGAN PENANGGULANGAN RESIDIVIS - A01106005, MUHAMMAD SURYO PAMUNGKAS
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 2, No 3 (2014): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat melakukan pembinaan kepada warga pemasyarakatan berdasarkan suatu sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem tata peradilan pidana. Maka dari itu lembaga pemasyarakatan khususnya lembaga pemasyarakatan kelas IIA Pontianak bukan lagi dengan tata cara kepenjaraan yang diterapkan seperti era terdahulu, cara-cara yang diterapkan adalah bagaimana warga binaan dapat menjadi orang yang baru dan dapat menyadari kesalahan yang diperbuatnya dengan pendekatan spiritual, pembinaan keterampilan yang dapat menjadi bekal setelah bebas nanti. Oleh karena itu, lembaga pemasyarakatan bukan menjadi tempat menimba ilmu kejahatan (school of crime) sehingga narapidana mendapat ilmu baru mengenai kejahatan membuat narapidana menjadi seorang residivis. Namun dalam menjalankan ataupun melaksanakan program pembinaan tersebut terdapat kendala-kendala yang membuat pelaksanaan program pembinaan, baik pembinaan kerohanian maupun pembinaan keterampilan menjadi tidak optimal. Hambatan-hambatan tersebut antara lain adalah kurangnya sarana dan prasarana atau infrastruktur yang baik, minimnya program pembinaan dan kurangnya petugas baik secara kwantitas maupun kwalitas. Belum lagi ditambah dengan beberapa hal contohnya kurangnya minat dan kedisiplinan dari warga binaan sendiri dan yang takala pentingnya peran masyarakat dalam memberikan tempat kepada mantan narapidana sehingga tidak adanya diskriminasi dan pengucilan. Lembaga pemasyarakatan kelas IIA Pontianak saat ini memiliki jumlah petugas sebanyak 77 orang sedangkan warga binaan sejumlah 698 orang dengan klasifikasi tindak pidana terbanyak adalah penyalahgunaan narkotika sebanyak 413 orang, korupsi 4 orang dan 281 kriminal umum. Sedangkan kapasitas lembaga pemasyarakatan kelas IIA Pontianak sebanyak 500 orang, berdasarkan data tersebut maka perbandingan jumlah petugas dan jumlah warga binaan tidak sebanding ditambah de
PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA NASABAH ATAS TINDAK PIDANA PEMBOBOLAN SIMPANAN YANG DILAKUKAN OLEH PEGAWAI BANK - A1012131106, PETRONIUS RIDU
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 2 (2017): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Melihat fungsi Bank sebagai perantara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus offund) dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lockoffunds)serta melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian masyarakat maka bank adalah lembaga yang  mengandalkan kepercayaan masyarakat. Guna tetapmempertahankan kepercayaan masyarakat tersebut terhadap Bank, maka pemerintah harus melindungi masyarakat dari tindakan yang merugikan oleh lembaga atau oknum pegawai Bank yang tidak bertanggungjawab yang akhirnya menghilangkan kepercayaan masayarakat terhadap Bank. Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atatu data sekunder. Sedangakan pendekatan secara yuridis normatif yaitu pendekatan yang menyatakan bahwa hukum adalah identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga-emabag atau pejabat yang berwenang. Selain itu konsep ini juga memandang hukum sebagai isstem normatif yang bersifat otonom, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat. Penelitian hukum ini terdiri dari : Penelitian terhadap asas-asas hukumPenelitian terhadap sistematika hukumPenelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum Peenelitian sejarah hukumPenelitian perbandingan hukumPenelitian terhadap identifikasi hukum, danpenelitian terhadap efektivitas hukum. Dalam penelitian ini, penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian terhadap asas-asas hukum. Penelitian terhadap asas-asas hukum adalah penelitian dengan tujuan untuk menarik asas-asas hukum yang merupakan kecenderungan-kecenderungan yang memberikan suatu penilaian susila terhadap hukum yang memberikan suatu penilaian yang bersifat etis. Perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah bank yang termasuk dalam perlindungan secara langsung, menurut saran penulis, seharusnya dalam UU Perbankan diatur mengenai bagaimana bank melindungi secara langsung kepada nasabahnya yang telah dilanggar atau dirugikan kepentingannya, atau bagaimana mekanisme ganti rugi atau penyelesaian hukum yang patut bagi nasabah.   Kata Kunci  : Perbankan, Perlindungan Hukum, Nasabah
TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG BELUM DEWASA SETELAH ORANG TUA BERCERAI - A01112022, MEZA MEHLIA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 4, No 4 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun tidak jarang dalam perkawinan terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus maupun sebab-sebab lain yang kadang menimbulkan suatu keadaan yang menyebabkan suatu perkawinan tidak dapat dipertahankan lagi dan harus bercerai. Penelitian ini menggunakan metode normatif. Metode penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. Dalam pengumpulan data penelitian menggunakan metode normatif berupa: KUHPerdata, Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang Perkawinan, Undang-undang mengenai perlindungan anak dan data sekunder diperoleh melalui buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum, karya tulis hukum, kamus dan ensiklopedia yang berhubungan dengan penelitian. Kedudukan  dan hak anak  setelah  perceraian  orang tuanya di antara  kewajiban  orang  tua  terhadap  anaknya  adalah memberi  nafkah,  seorang  ayah  berkewajiban  untuk  memberikan jaminan  nafkah  terhadap  anaknya,  baik  pakaian,  tempat  tinggal maupun  kebutuhan  lainnya,  meskipun  hubungan  perkawinan orang  tua  si  anak  putus. Untuk anak yang belum dewasa, ibu  lebih  berhak  menjalankan  hak  asuh  anak karena ibu lebih mengerti kebutuhan anak dengan kasih sayangnya. Akibat hukum terhadap anak yang belum dewasa tentang pengurusan , pengasuhan, dan pemeliharaan anak setelah perceraian, bahwa baik bapak atau ibu yang telah bercerai tetap mempunyai kewajiban untuk memelihara dan mendidik anaknya, dan biaya pemeliharaan itu dapat dibebankan kepada bapaknya saja atau ditanggung bersama-sama dengan ibunya dalam hal bapaknya tidak mampu untuk memenuhi kewajiban tersebut.   Kata kunci :               perceraian, kedudukan anak, akibat perceraian
PELAKSANAAN POLA PEMBINAAN TERHADAP RESIDIVIS ANAK BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN R.I NOMOR:M.02-PK.04.10 TAHUN 1990 DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KELAS IIB SUNGAI RAYA PONTIANAK - A11111109, ADAM LESTIYO SUPRAYOGI
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 3, No 3 (2015): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Lembaga Pemasyarakatan Anak merupakan tempat dimana seseorang yang melakukan tindak pidana diberikan sanksi berupa kehilangan kemerdekaan dan juga tempat untuk dididik dan dibina. Tujuan yang ingin dicapai adalah agar bertobat dan menjadi seorang yang taat pada hukum. Pembinaan anak didik pemasyarakatan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Anak bertujuan untuk mempersiapkan para anak didik pemasyarakatan kembali ke masyarakat setelah menjalani masa pidananya Pembinaan yang dilakukan selama ini adalah dengan memberikan pembinaan mental, spiritual, maupun keterampilan-keterampilan dengan mempergunakan sarana dan prasarana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Anak. Dengan membina anak didik pemasyarakatan diharapkan nantinya mereka dapat kembali kemasyarakat sebagai anggota masyarakat yang biasa dan tidak akan mengulangi lagi perbuatan-perbuatan yang menyebabkan mereka dipidana. Dengan adanya Keputusan Menteri Kehakiman R.I. Nomor : M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan, diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang menyangkut pembinaan terhadap residivis anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Keberhasilan pembinaan terhadap anak didik pemasyarakatan khususnya residivis dalam sistem pemasyarakatan lebih ditentukan oleh berhasil tidaknya pembinaan yang diberikan kepada mereka di dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak dan baik tidaknya penerimaan masyarakat terhadap anak didik pemasyarakatan yang di integrasi ke dalam masyarakat. Lembaga pemasyarakatan Anak Kelas IIB Sungai Raya Pontianak juga telah mengadakan pembinaan terhadap anak didik pemasyarakatan. Namun demikian seringkali hal itu tidak berhasil bahkan anak didik pemasyarakatan menjadi residivis. Ketidak berhasilan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki anak didik pemasyarakatan khususnya residivis dan dalam pelaksanaan pola pembinaan tidak adanya pemisahan berdasarkan tingkat pendidikan serta tidak ada kebebasan memilih jenis keterampilan yang diberikan sebagai bekal hidup nantinya, tidak dipisahkannya antara residivis dan anak didik pemasyarakatan yang bukan residivis, kurangnya petugas pembina yang memiliki keterampilan khusus, sarana dan prasarana penunjang dalam proses pembinaan yang tersedia masih terbatas, serta perilaku anak didik pemasyarakatan tersebut sulit untuk berubah sehingga masyarakat tidak sepenuhnya terbuka untuk menerima mantan anak didik pemasyarakatan. Untuk mengatasi hal-hal tersebut, maka diupayakan hal-hal berikut yaitu penyediaan tenaga Pembina yang terampil/professional untuk memberikan pembinaan kepada anak didik pemasyarakatan, pemberian keterampilan yang bersifat praktis dan mudah diserap oleh anak didik pemasyarakatan khususnya residivis sesuai daya intelektualitas dan bakatnya, serta perlunya peningkatan kesadaran masyarakat untuk dapat bersikap terbuka dalam menerima mantan anak didik pemasyarakatan yang ingin kembali pada lingkungan tempat tinggalnya. Anak sebagai generasi muda merupakan salah satu sumber daya manusia yang memiliki peranan yang strategis bagi pembangunan dan masa depan bangsa. Anak yang usianya masih muda memerlukan bimbingan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan fisik, mental dan sosial. Dalam melaksanakan pembinaan anak sangat diperlukan dukungan dari masyarakat khususnya negara. Upaya perlindungan hukum terhadap anak lebih ditekankan pada hak-hak anak. Demikian juga halnya dengan anak pidana. Perlindungan hukum terhadap anak pidana lebih ditekankan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak. Demikian juga halnya dengan anak didik pemasyarakatan perlindungan hukumnya lebih ditekankan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak didik pemasyarakatan. Beberapa peraturan perundang-undangan yang telah disahkan oleh negara dalam rangka mewujudkan perlindungan hukum terhadap anak khususnya anak yang bermasalah dengan hukum. Di Indonesia perlindungan terhadap anak yang secara khusus diataur dalam Undang-Undang No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Peraturan Pemerintah No.31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada, untuk pembinaan anak yang bermasalah dengan hukum ditempatkan secara khusus, dibina didalam Lembaga Pemasyarakatan Anak. Untuk  menjalankan proses pembinaan terhadap Anak Didik Pemasyarakatan, Khususnya anak pidana maka peran pemerintah, aparat penegak hukum dan masyarakat sangat diperlukan. Peran-peran tersebut ternyata sangatlah penting dalam rangka untuk menentukan berhasil atau tidaknya pembinaan terhadap anak didik pemasyarakatan tersebut Pola Pembinaan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman R.I Nomor: M.01-PK.04.10 Tahun 1990, Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 dan Peraturan Pemerintah No.31 Tahun 1999 tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku profesional, kesehatan jasmani dan rohani anak didik pemasyarakatan sehingga anak didik tersebut akan menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Lembaga pemasyarakatan anak tidak bisa menjadi pengganti rumah bagi anak. Banyak yang merasa bahwa lembaga pemasyarakatan anak menimbulkan banyak kerugian bagi anak-anak selayaknya ditutup. Muladi menyatakan bahwa pidana penjara termasuk lembaga pemasyarakatan anak dapat menyebabkan dehumanisasi dan cap jahat atau stigma Pembinaan terhadap anak didik pemasyarakatan residivis disesuaikan dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Adapun dasar hukum operasional lainnya adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan dan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan pembinaan terhadap residivis Fakta yang ada diperoleh data jumlah residivis anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIB Sungai Raya Pontianak dari tahun 2010 jumlah residivis sebanyak 1 orang, tahun 2011 jumlah residivis sebanyak 1 orang, tahun 2012 jumlah residivis sebanyak 3 orang, tahun 2013 jumlah residivis sebanyak 3 orang dan tahun 2014  jumlah residivis sebanyak  4 orang Pola pembinaan  residivisdi Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIB Sungai Raya Pontianak tidak dibedakan dengan pembinaan anak didik pemasyarakatan bukan residivis tentunya hal ini tidak memberikan efek yang berarti kepada residivis tersebut, karena setiap klasifikasi anak didik pemasyarakatan itu berbeda kebutuhan pembinaannya terkhusus anak didik pemasyarakatan yang berstatus residivis mereka sudah barang tentu merasa terbiasa dengan semua pembinaan yang sama sebelumnya. Dengan disatukannya pembinaan kedua klasifikasi anak didik pemasyarakatan ini efek yang akan timbul bukannya mengurangi tingkat kejahatan dalam bentuk pengulangan akan tetapi dengan adanya penyatuan ini akan lebih cepat meransang para pelaku tindak pidana residivis untuk berbuat yang sama karena tidak ada yang lebih dari sekedar pemberatan hukuman yang didapatkannya Keyword: PELAKSANAAN POLA PEMBINAAN

Page 5 of 123 | Total Record : 1226