cover
Contact Name
Tonni Limbong
Contact Email
tonni.budidarma@gmail.com
Phone
+6281274007518
Journal Mail Official
maidin_gultom@ust.ac.id
Editorial Address
Jl. Setia Budi No. 479 F Tanjungsari Medan Provinsi Sumatera Utara
Location
Kota medan,
Sumatera utara
INDONESIA
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum
ISSN : 27454088     EISSN : 27986985     DOI : https://doi.org/10.54367
Core Subject : Social,
Jurnal Fiat Iustitia berada dalam naungan Fakultas Hukum Universitas Katolik Santo Thomas Medan yang memuat artikel ilmiah meliputi Kajian Bidang Hukum, khususnya Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Bisnis, Peradilan dan Advokasi serta penelitian-penelitian terkait dengan bidang-bidang tersebut yang mendapat izin dari LIPI sejak Tahun 2020 terhitung mulai bulan September. Proses penerbitan melalui reviewer yang sudah bekerja sama dari beberapa institusi yang bidang ilmu hukum dan profesional.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Volume 2 Nomor 1" : 9 Documents clear
PERKEMBANGAN JOINT VENTURE COMPANY DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KETENAGALISTRIKAN Paulin, Sara Tomu
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 2 Nomor 1
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54367/fiat.v2i1.1287

Abstract

ABSTRAK Melalui Program Ketenagalistrikan 35.000 MW, Pemerintah membuka peran swasta untuk dapat membangun proyek ketenagalistrikan dimana porsi swasta melalui Independent Power Producer sebesar 26.981 MW, dan sisanya merupakan porsi PT PLN (Persero). Independent Power Producer ("IPP") pada dasarnya adalah badan usaha swasta yang mayoritas merupakan hasil joint venture (perusahaan patungan) antara 2 (dua) perusahaan yang membentuk perusaahaan bertujuan khusus (Special Purpose Company) untuk membangun, mengoperasikan, menjual tenaga listrik kepada PLN, lalu menyerahkan seluruh aset kepada PLN sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam Perjanjian. Lebih lanjut penelitian ini akan membahas keuntungan dari pembentukan Joint venture Company serta skema Joint venture dalam praktik pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. Metode penelitian yang penulis gunakan ialah yuridis normatif. Hasil penelitian ini menemukan bahwa belum ada hukum positif di Indonesia yang mengatur mengenai joint venture. Dalam praktiknya joint venture memiliki manfaat dan tidak menutup kemungkinan untuk menghasilkan permasalahan diantara para pihaknya. Dengan demikian, maka terbukalah kemungkinan joint venture agreement dimanfaatkan oleh pemegang saham pengendali yang semakin membatasi hak-hak pemegang saham minoritas. Kata Kunci: Joint Venture; Ketenagalistrikan; Pembangunan Infrastruktur; Penanaman Modal; Program Ketenagalistrikan ABSTRACT Through the 35,000 MW Electricity Program, the Government opens the role of the private sector to be able to build electricity projects where the private portion through the Independent Power Producer is 26,981 MW, and the rest is the portion of PT PLN (Persero). Independent Power Producer ("IPP") is basically a private business entity, the majority of which is the result of a joint venture between 2 (two) companies that formed a special purpose company (Special Purpose Company) to build, operate, sell electricity to PLN, then hand over all assets to PLN in accordance with the time period specified in the Agreement. Furthermore, this research will discuss the advantages of the establishment of a Joint venture Company and the Joint venture scheme in the practice of electricity infrastructure development. The research method that I use is normative juridical. The results of this study found that there is no positive law in Indonesia that regulates joint ventures. In practice, the joint venture has benefits and does not rule out the possibility of generating problems among the parties. Thus, it opens up the possibility for the joint venture agreement to be used by the controlling shareholder which further limits the rights of minority shareholders.Keywords : Capital Investment; Electricity; Electricity Program; Infrastructure Development; Joint venture
PEMBINAAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI PEMBEBASAN BERSYARAT DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG PEMASYARAKATAN Flora, Henny Saida
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 2 Nomor 1
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54367/fiat.v2i1.1424

Abstract

Pembebasan Bersyarat merupakan salah satu bentuk pembinaan untuk warga binaan Pemasyarakatan yang telah menjalani dua pertiga dari masa pidana yang telah dijalankan. Maksud dari pembebasan bersyarat adalah sebagai salah satu upaya untuk memulihkan hubungan warga binaan pemasyarakatan dengan masyarakat dan memperoleh serta meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif dalam menyelenggarakan pemasyarakatan. Adanya model pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan di dalam Lembaga Pemasyarakatan tidak terlepas dari sebuah dinamika yang bertujuan untuk lebih banyak memberikan bekal bagi warga binaan pemasyarakatan yang menyongsong kehidupan setelah selesai menjalani masa hukuman (bebas). Pemasyarakatan dinyatakan sebagai suatu sistem pembinaan terhadap para pelanggar hukum keadilan yang bertujuan untuk mencapai reintegrasi sosial atau pulihnya kesatuan hubungan antara warga binaan pemasyarakatan dengan masyarakat selanjutnya pembinaan warga binaan pemasyarakatan diharapkan agar warga binaan pemasyarakatan mampu memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya
PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH KARENA CACAT HUKUM ADMINISTRASI MENURUT PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BPN NOMOR 9 TAHUN 1999 Sinuraya, Benar
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 2 Nomor 1
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54367/fiat.v2i1.1425

Abstract

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria telah memberikan  jaminan  sertifikat tanah kepada pemiliknya. Namun, dalam praktiknya masih juga ada diketemukan cacat hukum administrasi dalam pembuatannya. Oleh karena ditemukan adanya cacat hukum administrasi, sehingga terhadap  pihak yang keberatan dapat mengajukan pembatalan atas sertifikat tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur pembatalan sertifikat hak atas  tanah karena cacat hukum administrasi menurut Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif yuridis, yaitu dengan membaca dan mengumpulkan serta menganalisis seluruh regulasi terkait cabcellation sertifikat land tittle untuk dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang ditimbulkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosedur pembatalan sertifikat tittle tanah karena cacad  hukum administrasi menurut Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999, ada tiga (3) cara  yaitu : 1. Mengajukan permohonan  kepada Menteri Negara Agraria atau pejabat yang ditunjuk pada saat proses penerbitanan setifikat sedang berlangsung di Kantor Pertanahan,  2. Mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri, dalam ghal ini yang diajukan sebagai dasar gugatan adalah sengeketa tetang hak,  dan 3. Mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, apabila yang dijadikan sebagai dasar gugatan adalah surat keputusan tata usaha negara atau sertifikat untuk dibatalkan.
LEGALITAS PERKAWINAN ADAT MENURUT UNDANG – UNDANG NO. 16 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Sirait, Ratna D.E.
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 2 Nomor 1
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54367/fiat.v2i1.1426

Abstract

Indonesia adalah negara yang begitu kaya akan budaya dan tradisi,termasuk dalam ritual pernikahan atau perkawinan. Perkawinan merupakan moment spesial yang sangat dinantikan oleh pasangan. Apalagi ketika acara penuh makna ini berlangsung dengan lancar dan sesuai dengan konsep perkawinan yang diimpikan.Perkawinan adalah perilaku makluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Pernikahan bukan saja terjadi di kalangan manusia, tetapi terjadi pada tumbuhan dan hewan. Karena manusia adalah makluk berakal, maka perkawinan merupakan salah satu bentuk budaya yang beraturan dengan tujuan memperoleh keturunan .Dalam masyarakat ada perkawinan yang  dilaksanakan  secara adat. Bentuk perkawinan secara adat ini adalah adalah suatu perkawinan adat yang dilaksanakan oleh kedua mempelai dengan tidak pemberkatan di gereja melainkan meminta kepada petinggi adat /tokoh adat. Perkawinan secara adat saja jelas bertentangan dengan UU No 16 Tahun 2019. Keabsahan perkawinan yang diatur dalam UU No.16 tahun 2019  yaitu dalam Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa  ‘‘perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu’.  Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (2) dinyatakan bahwa ‘tiap-tiap perkawinan harus dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku’. Perkawinan adat ini tidak memiliki akta perkawinannya. Akibatnya perkawinan ini tidak memiliki bukti sebagai perkawinan sah secara undang-undang.
ANALISIS YURIDIS EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA SETELAH PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 18/PUU-XVII/2019 Keraf, Vincenzo Verano M
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 2 Nomor 1
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54367/fiat.v2i1.1427

Abstract

Untuk mendukung kemajuan ekonomi, perusahaan pembiayaan menyediakan pembiayaan pembiayaan atas pembelian kendaraan bermotor. Dengan dilakukannya pembiayaan, maka umumnya perusahaan pembiayaan melakukan pembebanan jaminan fidusia atas kendaraan bermotor tersebut sehingga kendaraan bermotor tersebut menjadi objek jaminan fidusia. Pembebanan objek jaminan fidusia dilakukan melalui pembuatan akta jaminan fidusia dan kemudian diterbitkannya sertifikat jaminan fidusia atas objek tersebut. Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia mengatur mengenai eksekusi atas objek jaminan fidusia berdasarkan sertifikat jaminan fidusia apabila debitur melakukan tindakan wanprestasi. Umumnya dalam perjanjian pembiayaan sudah di atur peristiwa atau tindakan yang dikategorikan sebagai peristiwa atau tindakan wanprestasi, dan tentu saja perjanjian pembiayaan harus ditandatangani terlebih dahulu oleh perusahaan pembiayaan dan konsumen sehingga peristiwa atau tindakan yang dikategorikan sebagai peristiwa atau tindakan wanprestasi termasuk bagian yang disepakati. Dengan adanya putusan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019, maka untuk menentukan suatu peristiwa atau tindakan merupakan peristiwa atau tindakan wanprestasi harus berdasarkan adanya kesepakatan diantara kreditur dan debitur. Apabila tidak ada kesepakatan, maka harus menempuh upaya hukum melalui pengadilan. Disamping itu, sertifikat fidusia tidak lagi memiliki kekuatan eksekutorial dengan perlunya kesepakatan dan/atau menempuh upaya hukum
KEPASTIAN HUKUM IMPLEMENTASI PRIORITAS PEMBERDAYAAN UMKM DALAM PENGADAAN BARANG/JASA Tarigan, Hans Joy; Nasution, Bismar; Sunarmi, S; Siregar, Mahmul
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 2 Nomor 1
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54367/fiat.v2i1.1428

Abstract

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang menghasilkan berbagai barang/jasa, diselenggarakan dengan tujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan usaha dalam rangka membangun perekonomian nasional/daerah berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan. Pemenuhan kebutuhan Pemerintah Daerah (Pemda) akan barang/jasa yang dibutuhkan sebagai upaya memenuhi kebutuhan masyarakat dan memenuhi kebutuhan Pemda dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, dapat dilakukan melalui kegiatan pengadaan barang/jasa (procurement), yang mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pembangunan untuk peningkatan pelayanan publik dan khususnya untuk pengembangan perekonomian di daerah. Untuk itu maka kegiatan pengadaan barang/jasa pada Pemda, dalam implementasinya idealnya diprioritaskan memberdayakan UMKM. Hasil pembahasan menyimpulkan bahwa belum sepenuhnya tercipta kepastian hukum mengenai implementasi prioritas permberdayaan UMKM dalam pengadaan barang/jasa pada Pemda. Hal tersebut dikarenakan belum ada ketentuan pasal dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UU Nomor 20 Tahun 2008) maupun dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres Nomor 16 Tahun 2018), yang menentukan mengenai kewajiban hukum Pemda untuk mengimplementasikan prioritas pemberdayaan UMKM dalam kegiatan pengadaan barang/jasa pada Pemda.
PERTANGGUNGJAWABAN MUTLAK SEBAB KEBAKARAN LAHAN PERKEBUNAN MENGAKIBATKAN ANCAMAN SERIUS Naldo, Rony Andre Christian; Purba, Mesdiana
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 2 Nomor 1
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54367/fiat.v2i1.1429

Abstract

Lingkungan hidup merupakan bagian penting dari kehidupan, dan untuk itu setiap subjek hukum berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup dan menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup. Korporasi merupakan subjek hukum. Terkait dengan kewajiban aspek lingkungan hidup, dalam melakukan aktivitas bisnis perkebunan (kelapa sawit), sebagai subjek hukum, korporasi dilarang untuk membuka/mengolah lahan dengan cara membakar. Fakta di berbagai wilayah Indonesia, telah terjadi Perbuatan Melawan Hukum (PMH) berupa kebakaran lahan perkebunan berbagai korporasi yang mengakibatkan ancaman serius (pada akhirnya menimbulkan kerugian lingkungan hidup). Konsekuensi hukum dari PMH tersebut berupa pertanggungjawaban mutlak (strict liability) terhadap pelaku (korporasi) untuk membayar ganti rugi atas kerugian lingkungan hidup yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan. Hasil pembahasan menyimpulkan bahwa konsep pertanggungjawaban mutlak sebab kebakaran lahan perkebunan mengakibatkan ancaman serius mencakup 13 (tiga belas) klausul hukum, yang masih mempunyai 4 (empat) hal kelemahan.
PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM KERANGKA PERSPEKTIF POLITIK HUKUM PIDANA Ghozali, Elizabeth
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 2 Nomor 1
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54367/fiat.v2i1.1430

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah  untuk mengetahui perkembangan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia ditinjau dari perspektif politik hukum nasional. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif yang menggunakan bahan hukum sebagai sumber utamanya dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Teknik analisis dimulai dengan inventarisasi (identifikasi) setelah diklasifikasikan, kemudian dianalisis secara kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia dalam perspektif politik hukum nasional lebih mengedepankan kepada manfaat hukum dan urgensi kebutuhan hukum dalam hal penegakan hukum dengan melakukan penyesuaian dengan kebijakan dalam Konvensi yang diratifikasi menyangkut kebijakan legislasi terkait kemungkinan-kemungkinan perumusan unsur-unsur tindak pidana korupsi dalam upaya mencegah dan memberantas korupsi di sektor swasta serta kebijakan kriminalisasi beberapa bentuk tindak pidana korupsi.
PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DENGAN JAMINAN DI KOPERASI SIMPAN PINJAM MANDIRI BERSAMA TEBING TINGGI Tarihoran, Rene Ignasius; Sidabalok, Janus; Samosir, Kosman
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 2 Nomor 1
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54367/fiat.v2i1.1431

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk pengikatan jaminan dengan benda bergerak dan benda yang tidak bergerak di koperasi serta pelaksanaan eksekusi barang jaminan akibat wanprestasi pada perjanjian pinjam meminjam pada sebuah koperasi. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris dengan menggunakan data primer dan data sekunder yang diperoleh dari koperasi yang dijadikan sampel. Untuk memperoleh data dilakukan wawancara dan studi dokumen. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa perjanjian pinjam meminjam disertai jaminan baik benda bergerak atau benda tidak bergerak. Pemberian jaminan diikat dengan perjanjian dengan mengikuti ketentuan perundang-undangan terkait, yang dalam hal tertentu dilakukan penyimpangan atas kesepakatan para pihak. Apabila terjadi wanprestasi barang jaminan dieksekusi dengan berdasarkan jenis jaminan. Jika jaminannya benda bergerak maka koperasi menjual sendiri benda jaminan dan mengambil sejumlah uang dari hasil penjualan tersebut. Jika jaminannya benda tidak bergerak pihak koperasi mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat, kemudian Ketua Pengadilan Negeri tersebut meneruskan permohonan itu kepada kantor pelayanan kekayaan negara dan lelang. Dari hasil lelang koperasi menerima sejumlah uang untuk menutupi utang debitor kepada pihak koperasi.

Page 1 of 1 | Total Record : 9