cover
Contact Name
Yasir Sidiq
Contact Email
lppi@ums.ac.id
Phone
+6282134901660
Journal Mail Official
lppi@ums.ac.id
Editorial Address
Jl. Ahmad Yani, Pabelan, Kartasura, Surakarta 57162, Jawa Tengah, Indonesia
Location
Kota surakarta,
Jawa tengah
INDONESIA
Academic Physiotherapy Conference Proceeding
ISSN : -     EISSN : 28097475     DOI : -
Core Subject : Health, Science,
Academic Physiotherapy Conferences are a series of activities that include international seminars and call papers. This activity aims to improve literacy and scientific publications of physiotherapy which specifically discuss cases related to problems of function and movement of the human body
Articles 67 Documents
Search results for , issue "2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding" : 67 Documents clear
Penatalaksanaan Fisioterapi pada Penderita Pneumothorax: Case Report Study Abimayu, Ryan Juniano; Perdana, Suryo Saputra; Utami, Multasih Nita
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction Pneumothorax adalah suatu kondisi dimana terdapat udara dirongga pleura. Pneumotoraks terjadi 2% - 6,3% per 100.000 penduduk pertahun dengan laki-laki lebih banyak dibandingkan Perempuan. Pneumothoraks dibagi menjadi dua, spontan yaitu terjadi tanpa adanya trauma atau sebab lainnya, dan traumatic yang terjadi karena adanya trauma langsung atau tidak langsung terhadap dada, termasuk didalamnua adalah penumothoraks iatrogenic. Pneumothorax dibagi menjadi primer dan sekunder. Pneumothoraks spontan primer terjadi tanpa adanya penyakit paru sebelumnya. Sedangkan pneumothoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru yang sudah diderita pasien Case Presentation: Pasien laki-laki yang bernama Tn. AS berusia 29 tahun masuk ke ruang rawat inap RSUD Dungus madiun dan pada tanggal 27 Desember 2023 bertemu dengan fisioterapi, pasien memiliki diagnose penumothoraks spontan Management and Outcome: Intervensi yang diberikan pada penelitian ini adalah nebulizer yang berisi obat fluticasone propionate 2 ml, pursed lip breathing, breathing control. Evaluasi yang dilaksanakan yaitu saturasi oksigen, ekspansi sangkar thoraks, dan pemeriksaan kemampuan fungsional menggunakan mMRC Discussion: Program fisioterapi yang diberikan selama 4 kali pertemuan adalah nebulizer dengan obat fluticasone propionate 2 ml memiliki mekanisme kerja sebagai anti inflamasi dan imunosupresan yang dapat membantu tercapainya tujuan terapi dan berupaya meminimalisir dampak gejala, meningkatkan tingkat aktivitas fisik dan mengurangi risiko, pursed lip breathing bertujuan untuk meningkatkan oksigenasi, meningkatkan volume paru, memperlancar jalannya pernafasan, breathing control bertujuan untuk pengaturan nafas agar irama pola nafas teratur serta memaksimalkan kinerja otot bantu pernafasan Conclusion: Program fisioterapi yang diberikan selama 4 kali pertemuan adalah nebulizer dengan pemberian oban fluticasone propionate 2ml, pursed lip breathing, breathing control didapatkan bahwa setelah menjalani program fisioterapi pasien mengalami sedikit perubahan sehingga pola pernapasan pasien sedikit lebih baik.
Manajemen Fisioterapi pada Kasus Benigh Prostate Dysplasia pasca Transurethral Resection of The Prostate: Studi Kasus Adhiibah, Paradise; Supriyadi, Arin; Setiawan, Galih Adhi Isak
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan Benign Prostate Hyperplasia (BPH) mengacu pada pertumbuhan non-ganas atau hiperplasia jaringan prostat dan merupakan penyebab umum lower urinary tract symptoms (LUTS) pada pria lanjut usia. Salah satu tindakan yang paling banyak dilakukan pada pasien dengan BPH adalah tindakan pembedahan Trationnsurethral Resection Of the Prostate (TURP). Pada pembedahan BPH jarang terjadi, tetapi 30-40% klien mengalami inkontinensia urin dini. Disfungsi ereksi juga merupakan salah satu dampak post operasi TURP. Pelvic floor exercise mampu meringankan bahkan menyembuhkan inkontinensia urin atau ketidakmampuan menahan BAK. Presentasi kasus: pasien dengan diagnosa post Transurethral Resection of the Prostate (TURP) ec Benign Prostate Hyperplasia. Pasien seorang pensiunan dan banyak beraktivitas di rumah. Pasien menjalankan operasi pada tanggal 4 Desember 2023. Manajemen dan hasil: Pasien diberikan intervensi berupa breathing exercise dan pelvic floor exercise. Pengukuran yang dilakukan peneliti yaitu untuk mengevaluasi nyeri, keparahan inkontinensia urin, ejakulasi dini, disfungsi ereksi, dan fungsional seksual. Diskusi: Pelvic floor exercise atau senam kegel adalah latihan yang dapat memperkuat otot dasar panggul, pelvic floor exercise dapat meningkatkan fungsi sfingter dan otot daerah genital. Pelvic floor exercise bertujuan untuk mengatasi inkontinensia urin pada wanita dan pria. Pelvic floor exercise juga dapat membantu pemulihan organ genital setelah persalinan, permasalahan usus dan memulihkan kesulitan ereksi pada pria. Kesimpulan: Pemberian intervensi breathing exercise dan pelvic floor exercise pada pasien post operapi TURP dapat menurunkan nyeri namun belum terlihat hasilnya untuk menurunkan keparahan inkontinensia urin pada pasien.
Manajemen Fisioterapi pada Kasus Cervical Root Syndrome: A Case Study Putri, Fatati Nurainni; Naufal, Adnan Faris; Yunanto, Sri
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Cervical Root Syndrome merupakan peradangan akar saraf dengan prevalensi tertinggi pada akar saraf C6 dan C7 yang memicu reseptor nyeri yang ada di jaringan lunak dan sendi tulang belakang leher sehingga menyebabkan hilangnya atau perubahan sensasi, mati rasa dan kesemutan pada ekstremitas atas, kelemahan otot pada lengan, tangan, leher atau daerah tulang belikat serta nyeri di sepanjang jalur saraf ke tangan dan lengan. Case Presentation: Pasien seorang wanita usia 54 tahun datang ke Unit Rehabilitas Medik RSUD Bagas Waras Klaten dengan keluhan nyeri leher yang menjalar sampai ke lengan kanan disertai mati rasa pada jari-jari. Nyeri dirasakan sejak 1 bulan yang lalu dan bertambah saat melakukan aktivitas rumah tangga. Aktivitas yang memperparah rasa nyeri saat melihat ke atas dan menoleh ke kiri. Nyeri berkurang saat tidur dan setelah mengonsumsi obat nyeri. Pasien merupakan seorang karyawan laundry setrika yang aktivitas sehari-harinya lebih banyak pada posisi duduk. Management and Outcome: Pasien menerima intervensi terapi sebanyak 3 kali dengan modalitas fisioterapi berupa TENS, neural mobilization, dan latihan isometrik cervical. Evaluasi pasien menggunakan Numeric Pain Rating Scale (NPRS), lingkup gerak sendi dengan metline, dan kemampuan fungsional dengan Neck Disability Index (NDI). Discussion:Setelah dilakukan terapi sebanyak 3 kali dengan TENS, neural mobilization dan latihan isometrik cervical, penurunan nyeri dan peningkatan lingkup gerak sendi serta peningkatan kemampuan fungsional. Conclusion: Program fisioterapi yang diberikan selama 3 kali pertemuan dengan modalitas TENS, neural mobilization dan latihan isometrik cervical mampu mengurangi nyeri, meningkatkan lingkup gerak sendi, dan meningkatkan kemampuan fungsional.
Manajemen Fisioterapi pada Post PCI et Causa CAD 3VD: Studi Kasus Nurhayati, Kofifah Indri; Herawati, Isnaini; Pratama, I Putu Aditya
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penndahuluan : Coronary Artery Disease (CAD) merupakan suatu gangguan fungsi jantung yang disebabkan karena adanya penyempitan dan tersumbatnya pembuluh darah jantung. Akibatnya proses pembuluh darah arteri menyempit dan mengeras, sehingga jantung kekurangan pasokan darah yang kaya oksigen. Kondisi ini dapat mengakibatkan perubahan pada berbagai aspek, baik fisik, psikologis, maupun sosial yang berakibat pada penurunan kapasitas fungsional jantung dan kenyamanan. Presentasi Kasus: Pasien laki-laki usi 76 tahun dengan diagnosa Post PCI et causa CAD datang ke fisioterapi untuk melakukan rehabilitasi jantung fase 2 pasca operasi sekitar satu bulan yang lalu. Manajemen dan Hasil: Program rehabilitasi fese 2 diberikan kepada pasien dengan tujuan untuk meningkatkan kemandirian dan meningkatkan aktifitas fungsional pasien. Fisioterapis memberikan latihan aerobic berdasarkan Panduan Rehabilitasi Kardiovaskuler (PERKI). Latihan diawali dengan pemanasan selama 10 menit, dilanjutkan dengan latihan inti dengan treadmill. Pada pertemuan pertama kecepatan 3,8 km/jam dengan jarak 900 meter dan waktu selama 15 menit. Dilakukan selama 2 sesi, pertemuan kedua kecepatan 4,1 km/jam dengan jarak 1000 meter dan waktu selama 15 menit. Dilakukan selama 2 sesi, dan pertemuan ketiga kecepatan 4,4 km/jam dengan jarak 1100 meter dan waktu selama 15 menit. Dilakukan selama 2 sesi. Diakhiri dengan pendinginan 10 menit. Hasil yang diperoleh dalam kajian ini, terdapat peningkatan jarak 6MWT pasien mampu berjalan 479 meter dengan skor 5,2 METs dan HRWSI 1,03 setelah dilakukan program fisioteropi. Kesimpulan : Pada pasien program rehabilitasi kardiovaskuler fase 2 setelah diberikan latihan terjadi peningkatan kapasitas aerobic dari skor METs sebesar 3,56 menjadi 5,2.
Manajemen Fisioterapi pada Spinal Cord Injury et causa Spine Tuberculosis di RSUD Saiful Anwar Malang: A Case Study Putri, Hena Aura; Dewangga, Mahendra Wahyu; Belinda, Melur
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Spinal Cord Injury adalah kondisi medis yang terjadi pada kerusakan sumsum tulang belakang yang menyebabkan disfungsi motoric, sensorik dan otonom. Kerusakan SCI dibagi menjadi dua yaitu traumsatic (kecelakaan) dan non traumatic (infeksi dan kanker). Case Presentation: Seorang pelajar wanita berusia 21 Tahun dengan riwayat Spine Tuberculosis sehingga mengakibatkan terjadinya kompresi atau disebut Spondilytis Tuberculosis yang diaanjurkan untuk melakukan Operasi. Management and Outcome: Kombinasi Breathing Exercise, Motor Training, Walking Exercise, Balance Training, Training Unsupported Sitting, NMES memberikan hasil yang cukup baik dalam meningkatkan kemampuan fisik, daya tahan, fungsional serta kemampuan koordinasi dan keseimbangan. Discussion: Beberapa artikel yang ditemukan memberikan kesamaan dengan memberikan latihan fisik sebagai rehabilitasi yang efektif guna meningkatkan kemampuan fungsional dan kualitas hidup pasien. Conclusion: Manajemen fisioterapi dengan rehabilitasi dini serta mengoptimalkan dan memfokuskan aktivitas fisik seperti Breathing Exercise, Motor Training, Walking Exercise, Balance Training, Training Unsupported Sitting, NMES mremberikan hasil yang bagus jika dilakukan secara rutin dan memaksimalkan kemampuan pasien.
Manajemen Fisioterapi pada Kasus post Orif Open Fracture os Humerus Sinistra 1/3 Cranial ad Contractionum: A Case Report Akbar, Alifa; Perdana, Suryo Saputra; Yanuar, Reza Arshad
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Fisioterapi adalah salah satu ilmu dibidang kesehatan yang berhubungan dengan fungsi gerak tubuh. Bentuk pengobatan fisioterapi bermacam-macam bisa menggunakan latihan olahraga khusus, penguluran otot dan bermacam macam teknik serta alat khusus. Nyeri karena bekas incisi setelah operasi pasti akan dirasakan oleh pasien, sehingga perlu dilakukan penanganan medis setelahnya, seperti fisioterapi. Case Presentation: pasien dengan diagnosa oleh dokter Open fracture os Humerus sinistra 1/3 cranial ad contractionum dan Open fracture os radius sinistra 1/3 distal ad contractionum dilakukan operasi pemasangan plat and screw di humerus dan pemasangan wire di radial. Keluhan utama pasien yaitu pada lengan atas dan pergelangan tangan sebelah kiri terasa nyeri ketika digunakan untuk melakukan aktivitas sehari hari seperti mengambil benda yang ada diatas kepala dan menggenggam sesuatu. Management and Outcome: Intervensi yang diberikan menggunakan modalitas alat Infra red dan beberapa latihan seperti active exercise, pasif exercise serta contract relax. Evaluasi yang diukur oleh peneliti meliputi evaluasi nyeri, kekuatan otot, LGS, odem dan kemampuan fungsional. Pengukuran evaluasi dilakukan diawal pertemuan untuk sesi pertama dan diakhir pertemuan untuk sesi kedua sampai ke empat. Discussion: Pada pasien post op frakture dirasa sangat diperlukan mobilisasi dini seperti pasif exercise untuk mencegah terjadinya komplikasi post op seperti kekakuan, atrofi otot maupun perlengketan sendi synovial. Conclusion: Pemberian modalitas IR yang digabungkan dengan latihan contract relax, active serta pasif exercise yang dilakukan sebanyak 4x terhadap Ny. R di RSUD Salatiga dapat mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan otot, menambah fleksibilitas / LGS, mengurangi odem dan meningkatkan kemampuan fungsional.
Program Fisioterapi pada Keluhan Ischialgia: Case Report Study Maulidya, M; Perdana, Suryo Saputra; Utami, Dyah Wahyu
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Ischialgia ialah peradangan nervus ischiadicus di karenakan penjepitan pada nervus ischiadicus sehingga terjadi nyeri yang menjalar sepanjang tungkai. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas dari pemberian Infrared (IR), Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), Strengthening exercise dan Stretching pada kondisi Ischialgia. Hasil: Pemberian intervensi fisioterapi berupa pemberian Infrared (IR), Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), Strengthening exercise dan Stretching dapat memberikan hasil berupa peningkatan pada kemampuan fungsional dan kekuatan otot serta penurunan pada nyeri. Kesimpulan: Program fisioterapi yang diberikan pada kasus ischialgia sebanyak 6 kali yang dilakukan 2 kali seminggu selama 3 minggu didapatkan hasil peningkatan pada kemampuan fungsional dan kekuatan otot serta penurunan pada nyeri.
Efek Latihan dengan Teknik Close Kinetic Chain terhadap Peningkatan Lingkup Gerak Sendi Lutut dan Kemampuan Fungsional Lutut pada Pasien Pasca Rekonstruksi ACL (ACLR): A Case Report Handayani, Tri Mukti; Pristianto, Arif; Mardianto, Halim
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: ACL (Anterior Cruciate Ligament) is a ligament that helps stabilize the knee joint. This ligament is most frequently injured, usually occurring in football, basketball and other sports players. ACL injuries occur with high frequency in the United States, while in Indonesia, ACL injuries are the second most common case. ACL reconstruction (ACLR) is recommended and proven to be a very effective technique and usually provides satisfactory results. However, several complications will arise after undergoing ACLR in various ways, such as social status and function, functional ability, and the patient's quality of life, so a rehabilitation process is needed. Case Presentation: The article is a case report study with a teenage male patient in RSD K.R.M.T Wongsonegoro Semarang (brother D, 16 years old; height: 167 cm; weight: 50 kg; BMI: 17.9; occupation: student; hobby: football) post ACLR autograft hamstring 2 months ago on the left side of the knee. Patients entering the 2nd phase of rehabilitation are currently being given close kinetic chain exercises to increase the range of motion of the knee joint and the functional ability of the knee which will be evaluated using a goniometer and International Knee Documentation Committee (IKDC) evaluation form. Management and Outcome: Exercises using the Close kinetic chain technique can increase the range of motion of the knee joint and improve the functional ability of the patient's knee. Exercises are given after ACL reconstruction during phase 2 rehabilitation. Discussion: Training is carried out 3 times a week with training sessions lasting approximately 2 hours. The exercises given are static bike, squatting exercises, andclose kinetic chain exercise in the form of squats, lunges, single leg stance, and wall slides. Exercise can increase muscle strength, stability and muscle flexibility so that it can increase the range of motion of the joint in knee flexion movements and the functional ability of the knee. Conclusion: Special exercise programs provided by physiotherapy have an important role in the rehabilitation process. Static bike training, squat training, etcclose kinetic chain exercise in the form of squats, lunges, single leg stance, and wall slides are given to overcome condition problems after ACLR, especially in phase 2.
Manajemen Fisioterapi pada Kasus Bell's Palsy: Studi Kasus Sadiah, Halimatus; Sudaryanto, Wahyu Tri; Astuti, A
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Bell's palsy adalah neuropati wajah perifer akut dan merupakan salah satu penyebab paling sering kelumpuhan wajah neuron motorik bawah. Bell's palsy adalah neuropati kranial umum yang menyebabkan paresis otot wajah atau kelumpuhan total pada satu sisi, terjadi secara tiba-tiba dan dapat berkembang selama 48 jam. Penyakit ini disebabkan oleh disfungsi saraf wajah akibat trauma atau peradangan pada saraf kranial ke-7 atau saraf wajah atau cabang-cabangnya di sepanjang jalurnya. Bells Palsy ini mempengaruhi fungsional wajah seseorang, sehingga peran penting fisioterapi dalam proses pemulihan fungsional wajah Case Presentation Pasien usia 50 tahun mengeluhkan mata kanan yang tidak bisa berkedip, kesulitan mengangkat alis dan bibir nya merot kearah kanan saat bangun tidur . pada pemeriksaan spesifik terdapat penurunan kekuatan otot salah satu sisi wajah . Pasien menjalani fisioterapi di RSUD Ibu Fatmawati Kota Surakarta dengan diagnosa kasus ini yaitu Bell's Palsy. Management and Outcome: Keluhan pasien yang mengindikasikan terjadinya bells palsy dan ketidaksimetrisan wajah serta kelemahan pada salah satu sisi wajah Program fisioterapi dibutuhkan untuk meningkatkan kekuatan otot sisi wajah yang lesi dan meningkatkan kemampuan aktifitas fungsional wajah dengan menggunakan infrared dan Neuromuscular Electrical stimulation (NMES), Mirror Exercise dan Massage Wajah . Discussion: Mirror Exercise adalah suatu bentuk terapi motorik yang melibatkan penempatan cermin pada bidang midsagital pasien, memantulkan anggota tubuh atau bagian tubuh yang tidak terpengaruh ke sisi yang terkena, menciptakan ilusi gerakan normal pada sisi yang lesi. Tindakan fisioterapi salah satunya berfungsi untuk meningkatkan sirkulasi di area wajah dan memberikan relaksasi pada pasien. Kesimpulan:Penatalaksanaan fisioterapi pada pasien Bell's Palsy dengan menggunakan infrared, NMES dan Mirror Exercise serta Massage Wajah selama 6 pertemuan dapat meningkatkan kemampuan fungsional wajah pasien dan meningkatkan kekuatan otot wajah pasien yang lemah.
Penatalaksanaan Rehabilitasi Fisioterapi pada Kasus Pasca Rekonstruksi Anterior Cruciate Ligament Sinistra Fase 2: A Case Report Hardalena, Lidya; Wahyuni, W; Mardianto, Halim
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan: Aktivitas fisik yang berlebihan atau olahraga dapat menimbulkan resiko terkena cedera. Cedera olahraga biasa terjadi karena adanya cedera yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Cedera Anterior Cruciate Ligament (ACL) adalah cedera lutut yang umum terjadi saat berolahraga. Cedera ini umumnya terjadi pada olahraga yang melibatkan gerakan zig-zag, perubahan arah gerakan, perubahan kecepatan yang mendadak seperti pada olahraga sepak bola, basket, bola voli, dan futsal. Komplikasi yang terjadi setelah rekonstruksi ACL adalah keterbatasan gerakan terutama gerakan fleksi knee yang dapat mengakibtakan kelemahan otot, kesulitan berjalan dan rasa nyeri pada lutut Presentasi Kasus: Jenis studi yang digunakan dalam penelitian yaitu metode penelitian case report di RSD KRMT Wongsonegoro pada pasien laki-laki berusia 21 tahun yang merupakan seorang mahasiswa yang telah melakukan operasi rekonstruksi ACL sinistra. Pasien menjalani fisioterapi dengan kondisi dapat berjalan tanpa alat bantu tetapi pasien masih mengeluhkan nyeri dan krepitasi saat berjalan pada lutut kiri. Metode dan Hasil: Rehabilitasi fisioterapi dilakukan di RSD KRMT Wongsonegoro Semarang selama 2 minggu dengan 4 kali pertemuan dan home program di rumah pada pasien pasca rekonstruksi ACL sinistra dan didaptkan hasil penurunan rasa nyeri, meningkatakan kekuatan otot, meningkatkan lingkup gerak sendi, meningkatkan keseimbangan dan mengembalikan kemampuan aktivitas fungsional sehari-hari. Diskusi: Rehabilitasi fisioterapi fase 2 pada pasien pasca rekonstruksi ACL sinistra pada latihan awal dapat dilakukan dengan jenis latihan menggunakan berat badan, latihan resistance, latihan keseimbangan dan latihan koordinasi. Latihan yang dilakukan selama terapi yaitu statis bycyle, squat, lunges, dan step up dapat mengurangi keterbatasan gerakan lutut dan meningkatkan kemampuan fungsional Kesimpulan: Rehabilitasi fisioterapi fase 2 pasca rekonstruksi ACL sinistra terbukti dapat menurunkan rasa nyeri, meningkatakan kekuatan otot, meningkatkan lingkup gerak sendi, meningkatkan keseimbangan dan mengembalikan kemampuan aktivitas fungsional sehari-hari.