cover
Contact Name
Yasir Sidiq
Contact Email
lppi@ums.ac.id
Phone
+6282134901660
Journal Mail Official
lppi@ums.ac.id
Editorial Address
Jl. Ahmad Yani, Pabelan, Kartasura, Surakarta 57162, Jawa Tengah, Indonesia
Location
Kota surakarta,
Jawa tengah
INDONESIA
Academic Physiotherapy Conference Proceeding
ISSN : -     EISSN : 28097475     DOI : -
Core Subject : Health, Science,
Academic Physiotherapy Conferences are a series of activities that include international seminars and call papers. This activity aims to improve literacy and scientific publications of physiotherapy which specifically discuss cases related to problems of function and movement of the human body
Articles 67 Documents
Search results for , issue "2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding" : 67 Documents clear
Pengaruh Pemberian Tendon Gliding Exercise terhadap Penurunan Nyeri pada Carpal Tunnel Syndrome: Case Report Ningrum, Rahmawati Cahya; Supriyadi, Arin; Charisa, Anis Dwi
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan kondisi neurologis yang umum terjadi, ditandai dengan adanya kompresi pada saraf medianus di pergelangan tangan. Salah satu manifestasi utama CTS adalah nyeri pada pergelangan tangan yang dapat memengaruhi aktivitas sehari-hari. Tendon gliding exercise telah diusulkan sebagai salah satu intervensi non-invasif yang mungkin efektif dalam mengurangi nyeri pada CTS. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian tendon gliding exercise terhadap penurunan nyeri pada pasien dengan Carpal Tunnel Syndrome. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus (case report). Seorang pasien perempuan berusia 52 tahun dengan diagnosis CTS diberikan terapi tendon gliding exercise sebanyak 3 kali dalam seminggu. Pengukuran nyeri dilakukan sebelum dan setelah intervensi menggunakan Numerical Rating Scale (NRS). Selain itu, pengukuran paresthesia juga dilakukan menggunakan Visual Analog Scale (VAS). Setelah menjalani terapi tendon gliding exercise, terjadi penurunan signifikan dalam tingkat nyeri pada pasien. Pengukuran dengan NRS menunjukkan penurunan nyeri diam, nyeri tekan, dan nyeri gerak dari T0 hingga T3. Pengukuran dengan VAS juga menunjukkan penurunan paresthesia pada kondisi diam, ditekan, dan saat bergerak.
Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi Carpal Tunnel Syndrom di RSJD dr. RM. Soedjarwadi Prov. Jawa Tengah: A Case Study Ningsih, Alifia Fitria; Susilo, Taufik Eko; Sukatwa, S
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan kelainan yg disebabkan oleh penekanan saraf medianus pada terowongan karpal di pergelangan tangan. Penekanan saraf medianus mengakibatkan mobilitas saraf terbatas yang ditandai dengan timbulnya rasa nyeri, parestesia, kesemutan, dan hilangnya sensasi pada persarafan saraf medianus. Fisioterapis memberikan tindakan seperti terapi ultrasound dan terapi latihan dengan teknik neurodinamik exercise (nerve gliding exercise). Case Presentation: Pasien atas nama Ny. S berusia 62 tahun yang kegiatan sehari-harinya adalah bertani. Pasien sudah mengeluhkan rasa nyeri dan kesemutan selama satu tahun, kemudian rasa nyeri semakin meningkat sejak 3 bulan yang lalu, sehingga menghambat aktivitas sehari-hari akibat nyeri. Management and Outcome: pemberian ultrasound dengan dosis frekuensi: 1 MHz, intensitas: 2.5 w/cm2, tipe: continuos, waktu: 3 menit, dan neurodinamik exercise dengan frekuensi: 3x/seminggu, repetisi: 10-15x/gerakan. Parameter yang digunakan untuk evaluasi yaitu menggunakan NPRS, MMT dan WHDI. Discussion: Terjadi penurunan nyeri dan peningkatan kemampuan fungsional diakhir evaluasi. Hal tersebut juga dipengaruhi dengan pasien yang mengurangi aktivitas penggunan tangan kanan. Penggunaan modalitas ultrasound dan neurodinamik exercise dapat membantu meringankan gejala yang dirasakan pasien dengan carpal tunnel syndrome. Conclusion: penatalaksanaan fisioterapi dengan pemberian ultrasound mampu menurunkan rasa nyeri, dan pemberian neurodinamik exercise mampu meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan kemampuan fungsional tangan.
Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Golfer Elbow Dextra dengan Ultrasound, Laser, dan Exercise Matasim, M; Sudaryanto, Wahyu Tri; Belinda, Melur
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan: Golfer Elbow adalah cedera berlebihan yang ditandai dengan tendinosis angiofibroblastik yang berasal dari fleksor-pronator umum, umumnya merespons pengobatan nonoperatif. Degenerasi tendon fleksor-pronator terjadi dengan ekstensi paksa pergelangan tangan dan supinasi lengan bawah yang berulang-ulang selama aktivitas yang melibatkan fleksi pergelangan tangan dan pronasi lengan bawah. Presentasi Kasus: Pasien Tn.D, 43 tahun, mengeluhkan nyeri pada lengan bagian bawah dekat dengan siku, nyeri semakin terasa ketika melakukan aktivitas sehari-hari (menggenggam setir mobil, mengambil gayung mandi, menarik jemuran). nyeri pertama kali muncul setelah bermain tennis lapangan dengan gerakan tangan forehand terus menerus tanpa henti. Pada tes khusus, Golfer Elbow Test positif serta Mill Test positif. Hasil dan pembahasan: Pasien menjalani dua kali fisioterapi dengan tindakan Ultrasound, Laser, dan exercise. Evaluasi terdiri dari pengukuran nyeri dengan NRS dan pengukuran kekuatan otot dengan MMT. Diskusi: Tujuan program fisioterapi pada golf elbow adalah untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan kekuatan otot. Modalitas yang digunakan berupa Ultrasound, Laser, dan Exercise. Kesimpulan: Penatalaksanaan Fisioterapi pada kasus Golf Elbow dengan intervensi Ultrasound (US), Laser, dan Exercise dua kali pertemuan membuktikan hasil signifikan. Hasilnya Penurunan nyeri dan peningkatan kekuatan otot pada elbow.
Manajemen Fisioterapi pada Kasus Osteoarthritis Knee Bilateral di RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo: Case Report Azzahra, Najla Lutfhi; Komalasari, Dwi Rosella; Sari, Priyanika Candra
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan: Seiring bertambahnya usia, maka semakin banyak permasalahan degeneratif yang dialami oleh lansia, salah satunya yaitu Osteoarthritis Knee. Osteoarthritis Knee merupakan penyakit sendi degeneratif yang biasanya disebabkan oleh keausan dan hilangnya tulang rawan artikular secara progresif yang berdampak pada penurunan fungsi fisik. Presentasi Kasus: Seorang pasien laki-laki berusia 65 tahun sebagai pensiunan teknisi mesin mengeluhkan nyeri dan kaku pada kedua lututnya namun lebih berat pada lutut kiri daripada lutut kanan sejak 5 bulan yang lalu (Juni 2023). Pasien merasakan nyeri saat posisi jongkok ke berdiri dan naik turun tangga. Berdasarkan hasil inspeksi statis didapatkan postur tubuh pasien kifosis, bentuk kaki pasien normal, sedangkan pada inspeksi dinamis terlihat langkah kaki pasien saat berjalan terlihat pendek. Hasil palpasi didapatkan bahwa tidak terdapat bengkak pada knee joint dan suhu normal pada knee joint. Hasil pemeriksaan fisik oleh fisioterapi didapatkan adanya nyeri tekan dan nyeri gerak knee joint, penurunan kekuatan otot hamstring dan quadriceps, dan keterbatasan lingkup gerak sendi fleksi knee joint. Manajemen dan Hasil: Setelah diberikan intervensi fisioterapi berupa Infrared (IR), Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), dan exercise berupa range of motion exercise (heel slide) dan resistance exercise sebanyak 3 kali diperoleh hasil bahwa terdapat penurunan nyeri tekan dan nyeri gerak pada knee joint, peningkatan lingkup gerak sendi fleksi knee joint, peningkatan kekuatan otot fleksor dan ekstensor knee joint, dan peningkatan kemampuan fungsional pada pasien. Pembahasan: Infrared berfungsi untuk menstimulasi reseptor panas sehingga mengurangi rasa nyeri serta meningkatkan kekuatan otot. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) banyak digunakan dalam penatalaksanaan OA Knee untuk mengurangi nyeri dan memfasilitasi kinerja aktivitas terapeutik untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan fungsi. Exercise therapy merupakan salah satu terapi latihan non-farmakologis yang sangat utama untuk OA knee yang telah terbukti menunda perkembangan penyakit, menghilangkan rasa sakit, dan meningkatkan fungsi lutut. Beberapa jenis latihan untuk OA Knee, yaitu resistance exercise atau latihan ketahanan untuk memperkuat otot di sekitar lutut dan range of motion exercise untuk menambah lingkup gerak sendi. Kesimpulan: Intervensi fisioterapi berupa Infrared (IR), Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), dan exercise berupa range of motion exercise (heel slide) dan resistance exercise terbukti efektif pada kasus Osteoarthritis Knee Bilateral.
Penatalaksanaan Fisioterapi pada Pasien Dengan Post-Op Coronary Artery Bypass Graft (CABG): A Case Study Putri, Aprilia Nurlita Dwi; Komalasari, Dwi Rosella; Gani, Purnomo; Dewi, Diani Qomara
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan Coronary Artery Bypass Graft (CABG) merupakan tindakan pembedahan pada kasus penyakit jantung koroner dengan cara memotong dan mengganti arteri yang tersumbat dengan pembuluh darah arteri yang sehat. Pasien yang menjalani pasca operasi CABG biasanya mengalami penurunan kapasitas fungsional paru, sesak napas, nyeri, penurunan ekspansi toraks, retensi sputum, dan penurunan ventilasi paru Presentasi Kasus: seorang pasien 60 tahun datang ke Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi, Semarang dengan diagnosa medis pasca Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) et causa Coronary Artery Disease Involving 3 Vessels Disease (CAD3VD) mengeluhkan nyeri pada sekitar bekas sayatan daerah dada, kesulitan dalam batuk, sesak napas, badan terasa lemah serta leher dan pundak terasa pegal-pegal sehari setelah menjalankan operasi. Manajemen dan Hasil: intervensi fisioterapi yang diberikan pada kasus pasca operasi CABG adalah Diaphragmatic breathing exercise, Deep breathing exercise, Latihan batuk efektif, stretching otot bantu nafas, mobilisasi bertahap. Evaluasi yang dinilai adalah derajat nyeri dan sesak napas, ekspansi thoraks, dan kemampuan aktivitas fungsional pasien. Diskusi: Program fisioterapi untuk kasus pasca operasi CABG selama tiga kali pertemuan bertujuan untuk menurunkan derajat nyeri dan sesak napas, meningkatkan aktivitas fungsional serta mengeluarkan secret akibat terhalangnya jalan napas. Dengan semua banyak resiko komplikasi yang terjadi, program fisioterapi bertujuan untuk mencegah kompikasi yang telah disebutkan diatas. Kesimpulan: Setelah dilakukan fisioterapi pada kasus pasca operasi CABG (Coronary Artery Bypass Graft) dengan terapi latihan didapatkan hasil penurunan derajat nyeri dan sesak napas, peningkatan ekspansi thorak dan kemampuan kemampuan fungsional.
Manajemen Fisioterapi untuk Kelemahan Otot dan Gangguan Keseimbangan pada Pasien pasca Lacunar Stroke di RS Soerojo Magelang: Case Report Ramadhani, Muhammad Mumtaz; Rahayu, Umi Budi; Fauzan, Muhammad
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Sekitar 30% penderita stroke lacunar mengalami gangguan fungsional dalam periode tindak lanjut 5 tahun. Penurunan kekuatan otot pasca stroke lacunar adalah masalah utama yang membatasi fungsi ekstremitas. Gangguan keseimbangan juga merupakan tantangan besar bagi pasien pasca stroke. Gejalanya meliputi asimetri tubuh, waktu tumpuan singkat, dan kecepatan berjalan yang lambat, semuanya meningkatkan risiko jatuh. Case Presentation: Seorang perempuan berusia 61 tahun mengunjungi poli fisioterapi di RS Soerojo Magelang dengan keluhan berat pada paha depan kanan dan kiri saat berjalan dan beraktivitas sehari-hari. Pasien didiagnosis pasca stroke hemiparese kanan. Keluhan berat pada kaki pertama kali dirasakan secara tiba-tiba setelah salat subuh di masjid pada bulan Oktober 2023, sehingga membutuhkan bantuan untuk pulang. Management and Outcome: Pasien menjalani fisioterapi mingguan selama empat minggu, dengan sesi satu setengah jam yang meliputi modalitas alat, latihan penguatan, dan latihan keseimbangan. Discussion: Peningkatan terjadi pada skor manual muscle testing pada hip meliputi grup otot fleksor (2), ekstensor (2), adduktor (3), dan abduktor (3) menjadi fleksor (4), ekstensor (3), adduktor (4), dan abduktor (4). Pada knee dan ankle juga terdapat peningkatan meliputi grup otot fleksor (3), ekstensor (3), plantar fleksor (3), dan dorsi fleksor (3) menjadi fleksor (4), ekstensor (4), plantar fleksor (4), dan dorsi fleksor (4) pada pertemuan ke-4. Tidak terjadi peningkatan pada lingkar segmen ekstremitas bawah. Peningkatan skor single leg stance terjadi dari (0 detik) untuk kaki tumpuan kanan dan (2 detik) untuk tumpuan kiri menjadi (5 detik) dan (8 detik). Tercatat juga peningkatan waktu tempuh time up and go test dari (37,26 detik) pada pertemuan ke-1 menjadi (30,13 detik) pada pertemuan ke-4. Akan tetapi peningkatan skor single leg stance dan time up and go test masih di bawah nilai normatif. Conclusion: Latihan penguatan dan keseimbangan dilaporkan bermanfaat. Studi ini menunjukkan peningkatan pada kekuatan otot dan keseimbangan, meskipun tidak signifikan. Studi selanjutnya sebaiknya meningkatkan pengawasan dan jumlah pertemuan.
Manajemen Fisioterapi pada Post Sectio Caesarea et Causa Preeklamsia: Studi Kasus Zalfa, Raden Andrea; Komalasari, Dwi Rosella; Isak, Galih Adhi
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan: Persalinan secara umum dibedakan menjadi 2 yaitu persalinan spontan dan persalinan dengan melakukan tindakan operasi pada bagian perut atau lebih dikenal dengan sectio caesarea atau operasi cesar, dimana keduanya memiliki dampak pasca melahirkan. Perawatan pasca melahirkan merupakan salah satu hal yang penting, terutama pasca sectio caesarea. Nyeri, bengkak, dan penurunan kekuatan otot merupakan kemungkinan yang akan terjadi yang akan mempengaruhi kinerja aktivitas fungsional seseorang. Pemberian terapi oleh fisioterapis merupakan awal untuk proses penyembuhan dari beberapa masalah tersebut dan menghindari dampak lainnya Presentasi Kasus: Ny NA, usia 42 tahun, dengan diagnosa post sectio caesarea et causa preeklamsia, mengeluhkan nyeri pada luka incisi, odema atau bengkak pada daerah pergelangan kaki, kesulitan untuk bergerak, serta mengalami keterbatasan aktivitas fungsional pada hari ke 2 dan 3 pasca operasi. Pasien dilakukan intervensi fisioterapi di rawat inap RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Manajemen dan Hasil: Pasien menjalani terapi dua kali dalam dua hari berturut-turut dengan program fisioterapi yang meliputi kontraksi isometrik, pelvic floor exercise, free active exercise, ankle pumping exercise, dan latihan transfer-ambulasi. Pasien dievaluasi menggunakan pengukuran nyeri dengan NPRS, LGS dengan Goniometer, odema dengan pengukuran figure of eight, dan aktivitas fungsional dengan Barthel Index Kesimpulan: Setelah mendapat intervensi fisioterapi pada kasus post sectio caesarea dengan memberikan 2x pertemuan program terapi dapat membantu mengurangi nyeri incisi, mengurangi odem, meningkatkan kekuatan otot, dan dapat meningkatkan aktivitas fungsional pasien.
Peran Fisioterapi dalam Pemulihan Cedera Posterior Cruriatum Ligament Grade 2 pada Fase 4: Case Report Haq, Shafira Nur; Wijianto, W; Maulana, Hakny
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Lutut adalah sendi yang penting untuk menahan beban terutama pada bidang sagital, terutama pada posisi fleksi dan ekstensi. Disekitar lutut terdapat otot-otot penstabil dinamis sendi yang menjaga integritas lutut yang bergerak. Sedangkan otot-otot yang menjaga sendi saat istirahat adalah penstabil statis. Posterior Cruarite ligament adalah ligament utama pada sendi lutut yang berfungsi untuk menstabilkan tulang tibia pada tulang paha. PCL berasal dari anterolateral condilus femoralis medial area intercondylar notch dan posterior pada area tibialis. Fungsi dari PCL adalah untuk menahan Gerakan varus,valgus, dan rotasi eksternal pada lutut. Case Presentation: Pasien seorang laki-laki berusia 22 tahun dengan diagnosis Posterior cruriatum ligament knee sinistra grade 2 fase 4. Pasien merupakan seorang mahasiswa dan sedang di terapi konservatif di klinik Sport Injury Life Surakarta pada bulan januari 2024. Management and Outcome: Pemberian Terapi konservatif yang dilakukan pada PCL knee sinistra grade 2 fase 4 pada penelitian ini yaitu berupa kompres es, muscle release,hamset, quadset, static cycle,Calf raise/ single calf raise, plank/side plank,wall squat,lunges, trampoline,ABCD cone drill,jumps box, dan stretching. Latihan pada fase 4 di penelitian ini berfokus pada strengthening, proprioception, peningkatan fleksibilitas lower leg, dan peningkatan daya tahan ADL. Pemberian program terapi konservatif ini dilakukan 3 kali setiap minggu selama 2 minggu. Penelitian ini menggunakan kuisioner LEFS untuk mengevaluasi kemampuan fungsional dari ekstremitas bawah. Conclusion: Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pada kasus PCL Knee Sinistra fase 4 grade 2 yang diberikan intervensi fisioterapi selama 3x pertemuan menunjukkan efektif dalam peningkatan endurance selama latihan dan adanya peningkatan kemampuan fungsional sehari-hari. Untuk selanjutnya disarankan untuk kasus PCL (Posterior Cruciate Ligament) tidak hanya mengukur kekuatan otot pada kelompok otot Quadriceps dan Hamstring saja dan di penelitian selanjutnya dapat memodifikasi Latihan yang lebih kreatif dan inovatif daripada penelitian sebelumnya untuk menjadi perbandingan.
Pelvic Floor Exercise for Post Partum Spontan Induction Rehabilitation, Indications of Chronic Energy Deficiency: A Case Report Pramesti, Redita Salma Ayusandra; Rahayu, Umi Budi; Sulistyawati, Irma
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Post Partum Spontan Induction is a normal birthing process that refers to iatrogenic stimulation of uterine contractions before the start of spontaneous labor. The prevalence of induced labor increased significantly at the 41st week of pregnancy from 9.7% to 25.9%. The condition of pregnant women with the risk of chronic energy deficiency is at risk of decreasing muscle strength that helps the birth process, which can result in prolonged labor and postpartum bleeding. Case Presentation: This article was a case study of a patient at Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Ummi Khasanah, Bantul, Yogyakarta (Mrs NA, 26 years old) after giving birth spontaneously induction due to chronic energy deficiency. The patient is given breathing exercises, active limb movement, transfer and ambulation exercises, pelvic floor exercises. Management and Outcome: Pelvic floor exercise is capable of strengthening the pelvic floor muscles and stimulating the recovery of the urogenital organs to their physiological function in post partum mothers. Discussion: The training provided is: pelvic floor exercise which aims to ensure that postpartum mothers can carry out functional activities well without any discomfort to the body parts that work during the birth process. Conclusion: Physiotherapy in the rehabilitation process for postpartum mothers is carried out 3 times over 2 days with administration pelvic floor exercise effective in reducing pain relief and increasing the patient's functional ability.
Management Fisioterapi pada Kasus Post Orif Fraktur Tibial Plateau Sinistra: Studi Kasus Islamiatun, Zunitasari Kholifah; Widodo, Agus; Astuti, A
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Mayoritas fraktur tibial plateau adalah fraktur terisolasi pada tibial plateau lateral, yang biasanya menghasilkan valgus. Fraktur pada tibial plateau medial, di sisi lain, menghasilkan varus, lebih jarang terjadi karena sifat anatomis dan kepadatan tulang tibial plateau medial yang lebi h rendah. Tujuan dari ini adalah untuk mengetahui hasil dari management fisioterapi pada kasus post orif fraktur tibial plateau sinistra dengan pemberian intervensi berupa Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS), active exercise, strengthening exercise, static cycle. Presentasi Kasus : Pasien terpeleset sehingga mengalami fraktur tibial plateau sinistra sehingga dilakukan pemasangan pen selama 1 tahun. Setelah dilakukan pelepasan pen masih merasakan nyeri, berjalan menggunakan bantuan krek, terdapat keterbatasan aktivitas fungsional. Management dan Hasil: Dengan pemberian intervensi berupa Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS), active exercise, strengthening exercise, static cycle setelah 5 kali terapi mendapatkan hasil untuk nyeri gerak dari nilai 4 menjadi 3 mengguanakn alat ukur NRS. Pada kekuatan otot knee dari nilai 3 menjadi 4 menggunakan alat ukur MMT. Untuk aktivitas fungsional dari score 60,29 menjadi 50,7 menggunakan alat ukur Short Musculoskeletal Function Assessment (SMFA). Diskusi : Faktor pendukung guna mempercepat proses penyembuhan post orif fraktur tibial plateau adalah pengobatan,penyakit penyerta seperti defisiensi vitamin D, disfungsi tiroid, penyakit ginjal kronis (CKD) atau gagal hati, imunodefisiensi sistemik setelah transplantasi organ atau dengan HIV, atau osteoporosis. Serta diberikanya perlakuan terapi dengan dipantau setiap pertemuan. Kesimpulan : Kesimpulanya adalah management fisioterapi pada kasus post orif fraktur tibial plateau sinistra setelah 5 kali terapi terdapat pengurangan nyeri gerak, peningkatan kekuatan otot, peningkatan aktivitas fungsional.