Wasathiyyah: Jurnal Pemikiran Fikih dan Ushul Fikih
Jurnal Wasathiyyah; Pemikiran Fikih dan Usul Fikih adalah jurnal ilmiah yang diterbitkan 2 kali dalam setahun yaitu pada bulan Februari dan Agustus oleh Lembaga Kader Ahli Fikih Ma`had Aly Salafiyah Syafi`iyah Sukorejo Situbondo. Fokus kajian jurnal ini bisa berupa penelitian atau kajian konseptual tentang Pemikiran Fikih dan Usul Fikih yang meliputi; Fikih Klasik dan Kontemporer, Kajian Ushul Fikih dan Maqashid Syariah, Problem Keagamaan, Toleransi dan Moderasi Beragama, Agama dan Tradisi, Pemikiran Ulama dan Tokoh Islam Nusantara.
Articles
43 Documents
Nalar Politik Muslim Minoritas
Nihayatut Tasliyah;
Khoirul Anwar
Wasathiyyah Vol 4 No 1 (2022): Wasathiyyah: Jurnal Pemikiran Fikih dan Ushul Fikih
Publisher : Wasathiyyah
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (257.343 KB)
|
DOI: 10.58470/wasathiyyah.v4i1.13
Dalam kondisi apapun, umat Islam tidak dapat lepas dari genggaman syari’at. Termasuk ketika menghadapi situasi dimana umat Islam adalah kelompok minoritas, baik karena jumlah maupun tekanan dari penguasa dalam menjalankan syari’at. Untuk itu, penting mengurai sumbangan pemikiran bagi umat Islam ketika dihadapkan pada situasi minoritas. Banyaknya pandangan dan perbedaan pemikiran dalam fikih menjadi salah satu keluwesan bagi umat Islam, terutama kelompok minoritas, dalam milih putusan hukum. Dalam menganilisis permasalahan pilihan hukum dan politik umat Islam di wilayah minoritas, digunakan teori structural fungsional. Kesimpulannya, dengan strategi adaptasi dan intergrasi serta motiv kelangsungan hidup dan perjuangan agama yang terbungkus dalam argument kemaslahatan, kebijakan dan pilihan politik umat Islam minoritas dapat menjadikannya survive.
Aktivitas Perempuan di Ruang Publik Perspektif Sadd al-Żarī’ah
Mazani Hanafiyah
Wasathiyyah Vol 4 No 1 (2022): Wasathiyyah: Jurnal Pemikiran Fikih dan Ushul Fikih
Publisher : Wasathiyyah
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (270.131 KB)
|
DOI: 10.58470/wasathiyyah.v4i1.14
Salah satu hal yang ikut berubah mengalir sesuai perkembangan budaya hidup masyarakat adalah menyangkut perempuan. Penelitian ini untuk menjawab rumusan masalah tentang hukum aktivitas perempuan di ruang publik perspektif sadd al-żarī’ah. Penelitian ini menggunakan jenis pelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan normatif. Teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan (library research). Data yang dikumpulkan melalui sumber primer dan sekunder dianalisis dengan metode deskriptif analisis (content analysis). Enam permasalahan berkaitan perempuan yang menjadi pokok penelitian ini dan dikhususkan pada yang termaktub dalam kitab Ahkamul Fuqaha, yaitu perempuan keluar rumah dengan wajah terbuka dan kedua tangannya dan bahkan kedua kakinya, hukum wanita mendatangi kegiatan keagamaan, perempuan keluar rumah bersama wanita lain untuk shalat hari raya, perempuan sebagai kahtib shalat ‘id, hukum perempuan kerja di luar rumah pada malam hari, hukum perempuan berpidato ditengah laki-laki ajnabi, dan hukum perempuan menjadi anggota DPR/DPRD, dengan memformulasikan sadd al- żarī’ah menghasilkan jawaban, jika aktivitasnya dalam kapasitas hajiy dan ḍrūriy maka agama melegalkannya dengan ketentuan menutupi aurat, berpakaian yang tidak membangkitkan syahwat, menggunakan wangi-wangian yang tidak mencolok, seizin orang yang harus mendapatkan izinnya, tidak mengabaikan hak-haknya di rumah. Syariat membolehkan beraktivitas di luar rumah, karena fitnah yang biasa terjadi yaitu dilihat oleh laki-laki dan belum tentu melihat dengan syahwat tidak membatalkan legalitas kebolehan perempuan keluar rumah ketika berhadapan dengan kepentingan hajiy atau ḍrūriy.
Counter Narrative Terhadap Vonis Syirik dalam Kajian Fikih Nusantara
Vina Wardatus Sakinah;
Ahmad Hidhir Adib
Wasathiyyah Vol 4 No 1 (2022): Wasathiyyah: Jurnal Pemikiran Fikih dan Ushul Fikih
Publisher : Wasathiyyah
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (375.559 KB)
|
DOI: 10.58470/wasathiyyah.v4i1.15
Akhir-akhir ini, syirik selalu mendengung dalam telinga kita. Amat sangat mudah seseorang menuduh saudaranya telah berbuat kemusyrikan. Jika dalam rangka menasehati tentu baik, tapi jika dibungkus dengan nada vonis, maka agaknya kurang elok dikerjakan. Syirik adalah antonimnya tauhid, maka dari itu jika orang telah berbuat kesyirikan, maka ia telah keluar dari agamanya. Namun pada tataran praktisnya, seyogyanya untuk berhati-hati dalam memberikan vonis syirik. Sebab jika tuduhannya tidak terbukti, maka tuduhannya kembali kepadanya sendiri. Alangkah baiknya jika ada saudara seiman yang jika dilihat mungkin telah melakukan suatu kemusyrikan, maka kita harus mengklarifikasi. Sebab mungkin saja mereka memiliki suatu alasan tertentu yang berlandaskan pada al-qur’an dan as-sunnah ataupun pendapat para ulama yang teruji kredibilitasnya. Sudahi untuk mencurigai, sebab jika diterus-teruskan maka akan terjadi chaos dalam tataran sosial. Padahal spirit kita dalam beragama adalah rahmatan lil alamin, dari mana adanya rahmat, jika antara sesama tidak saling rukun. Semoga dengan adanya counter narative seperti ini, tindakan intoleran akan menjadi semakin minim, yang mana pada akhirnya kita akan beragama dengan aman dan tentram.
Relasi Wabah dengan Tindakan Destruktif dalam Al-Qur’an
Syachirul A'dhom Al-Fajri Irul
Wasathiyyah Vol 4 No 1 (2022): Wasathiyyah: Jurnal Pemikiran Fikih dan Ushul Fikih
Publisher : Wasathiyyah
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (959.908 KB)
|
DOI: 10.58470/wasathiyyah.v4i1.17
When the corona virus hit almost all corners of the earth, there was an assumption that this virus was a form of God's wrath against the injustice that befell some groups of Muslims. although it is true that in various verses Allah tells of the punishment that was revealed to the previous people as a sanction for the destructive actions they did. however, even if the assumption is true, in many explanations it is also explained that Allah is most merciful, most merciful even to those who commit sins, and Allah's mercy is far wider than His punishment. For this reason, in addition to testing these assumptions, this paper also wants to offer a new perspective in reading the verses of the Koran which narrate about plagues, disasters, punishments, and deviations, namely the point of view of grace. Thus, this research method is included in library research, because the research focuses on examining three stories of the previous people, namely the Pharaohs, the Samuds and the 'Ad who were given the punishment of plague and plague as their transgressions.
Kontekstualisasi Kriteria Fakir Miskin dalam Pandangan Mazhab Syafi’i di Indonesia
Romsi Khairi
Wasathiyyah Vol 4 No 1 (2022): Wasathiyyah: Jurnal Pemikiran Fikih dan Ushul Fikih
Publisher : Wasathiyyah
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (294.119 KB)
|
DOI: 10.58470/wasathiyyah.v4i1.18
Kriteria kemiskinan yang dibuat Badan Pusat Statistik (BPS) dengan fakir miskin dalam kitab-kitab klasik, khususnya mazhab Syafi'i, tidak ada relevansinya. Setidaknya ada dua pertanyaan dalam tinjauan pustaka ini. (1) Bagaimana nalar mazhab Syafi'i dalam menentukan kategori fakir miskin? (2) Bagaimana kontekstualisasi fakir miskin mazhab Syafi'i di Indonesia? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemikiran nalar mazhab Syafi'i dalam menentukan kriteria fakir miskin dan kontekstualisasinya di Negara Indonesia. Jenis penelitian yang digunakan adalah studi literatur. Sumber data terdiri dari buku, buku, dan lain-lain. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa. (1) Madzhab Syafi'i dalam menentukan kriteria miskin didasarkan pada 'urf yang berlaku di tengah-tengah masyarakat'. (2) Rumusan fakir miskin mazhab Syafi'i tidak sesuai dengan rumusan fakir miskin yang dibuat oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Oleh karena itu, Badan Pusat Statistik harus memperbaharui kriteria kemiskinan berdasarkan upah minimum rakyat (UMR).
Argumen Inklusivisme Islam: Aplikasi Teori Usul Fikih dalam Tafsir Ali Imran 64
Maulana Nur Rohman;
Ali Fathoni
Wasathiyyah Vol 4 No 2 (2022): Wasathiyyah: Jurnal Pemikiran Fikih dan Ushul Fikih
Publisher : Wasathiyyah
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (689.159 KB)
|
DOI: 10.58470/wasathiyyah.v4i2.22
Each era has different problems while the Quran used is still the same. Then every generation of muslims must continue to research the Quran and implements the values it contains to deal with these problems. Incomplete reading of Islamic authoritive sources has resulted in incorerect religios attitude. An exclusif, radical, and monopolistic attitude began to emerge in claims of religion truth which is reflected in social life. Nurcholish Madjid then initiated an inclusive view of Islam by basing it on the verses of the Quran, especially in the keyword kalimat sawa’. His opinion was met with support and opposition from many. With the theory of Ushul Fiqh, a discipline that serves as a forum for analyzing Islamic texts that balances the authority of revelation and reason, this study tries to read verse 64 of surah Ali Imran in the context of religious moderation. Karena setiap zaman mendapati problem yang berbeda-beda sementara Al-Quran tetap sama, maka tantangan bagi setiap generasi muslim adalah terus mengkaji Al-Quran dan mengimplementasikan nilai-nilai yang dikandungnya untuk menghadapi permasalahan hidup yang tengah dihadapi di setiap zaman. Pembacaan yang tidak utuh terhadap sumber otoritatif ajaran Islam mengantarkan sikap beragama yang setengah matang. Muncul sikap eksklusif, radikal dan monopolistik atas kebenaran beragama yang diaktualisasikan dalam sikap sosial. Nurcholish Madjid menggagas pandangan Islam inklusif dengan mendasarinya pada ayat-ayat Al-Quran, khususnya pada kata kunci kalimah sawa’. Ia disambut pro-kontra banyak pihak. Dengan teori Usul Fikih, satu disiplin ilmu yang dipandang sebagai alat analisis teks primer Islam yang menyeimbangkan otoritas wahyu dan instrumen akal, peneliti berupaya membaca kembali sikap moderasi beragama pada ayat 64 Ali Imran.
Disintegrasi Fikih dan Maqashid: Analisis Maqashid al-Nikah atas Pandangan Fikih Empat Mazhab Tentang Biaya Kesehatan Istri
Saifir Rohman
Wasathiyyah Vol 4 No 1 (2022): Wasathiyyah: Jurnal Pemikiran Fikih dan Ushul Fikih
Publisher : Wasathiyyah
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (858.004 KB)
|
DOI: 10.58470/wasathiyyah.v4i1.25
Pada prinsipnya, ajaran Islam menaruh perhatian besar terhadap masalah kesehatan. Namun dalam banyak literatur fikih klasik dinarasikan bahwa suami sama sekali tidak berkewajiban membiayai kesehatan istri. Artinya, seorang istri tidak memiliki landasan ataupun legitimasi secara fikih yang dapat menjamin biaya kesehatan dirinya. Penelitian ini bertendensi memberi landasan filosofis demi terjaminnya biaya kesehatan istri dengan menelaah ulang pandangan fikih empat mazhab tentang biaya kesehatan istri menggunakan analisis maqashid al-nikah. Untuk itu, penelitian ini membawa dua pertanyaan. Pertama, bagaimana pandangan ulama empat mazhab tentang biaya kesehatan istri? Kedua, bagaimana pandangan ulama empat mazhab tentang biaya kesehatan istri ditinjau dari perspektif maqashid al-nikah? Penelitian ini dilakukan melalui metode kualitatif pustaka (library research). Dari penelitian ini dapat disimpulkan, pertama, mayoritas fikih empat mazhab berpandangan bahwa suami tidak wajib menanggung biaya kesehatan istri. Kedua, telah terjadi disintegrasi antara pandangan fikih empat mazhab tentang biaya kesehatan istri dengan maqashid al-nikah. Pandangan-pandangan tersebut kontra-produktif dengan tujuan-tujuan yang telah dicanangkan syariat melalui pernikahan.
Studi Komparatif antara Hukum Positif dan LBM PBNU tentang al-Shakhs al-I’tibari (Badan Hukum)
Arifin
Wasathiyyah Vol 4 No 1 (2022): Wasathiyyah: Jurnal Pemikiran Fikih dan Ushul Fikih
Publisher : Wasathiyyah
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (573.957 KB)
|
DOI: 10.58470/wasathiyyah.v4i1.26
Keberadaan badan hukum sudah sejak lama meski tidak memiliki konsep dan teori-teori yang utuh, baik dalam dunia Islam maupun dalam dunia barat seperti Eropa. Di Indonesia, ada peraturan mengenai badan hukum seperti KUHPerdata Bab IX. Di sisi lain, LBM PBNU baru membahasnya pada tahun 2021 tepatnya pada Muktamar ke: 34 di Lampung. Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library reseach) yakni menganalisa literatur-literatur yang terkait dengan objek penelitian. Dari aspek hukum positif disajikan beberapa peraturan yang terkait, seperti KUHPerdata dan KUHDagang dan pemikiran-pemikiran pakar hukum. Di sisi lain, akan dipaparkan pula keputusan LBM PBNU terkait badan hukum. Teori Ta’rif, dan mahkum alaih terutama terkait ahliyyah dijadikan sebagai pisau analisis terhadap objek penelitian ini. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan beberapa kemiripan hukum positif dengan LBM PBNU tentang badan hukum seperti konsep, definisi, unsur-unsur, dan kelayakan badan hukum untuk menerima hak dan kewajiban. Namun ada juga beberapa perbedaan seperti perlu ada pengurus untuk menjalankan wewenang badan hukum itu dengan alasan badan hukum tidak menyandang ahliyyatul wujub.
Pandangan Fikih Terhadap Praktik Penyadapan dan Penjebakan Kepada Koruptor Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Ahmad Shafaa Uzzad
Wasathiyyah Vol 4 No 1 (2022): Wasathiyyah: Jurnal Pemikiran Fikih dan Ushul Fikih
Publisher : Wasathiyyah
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (871.936 KB)
|
DOI: 10.58470/wasathiyyah.v4i1.27
Dalam melakukan OTT, ada dua teknik yang digunakan KPK, yakni penya-dapan dan penjebakan. Namun permasalahannya, legalitas kedua teknik OTT tersebut di Indonesia masih diperdebatkan karena UU KPK hanya menyebut-kan kewenangan penyadapan namun tidak mengatur prosedurnya. Demikian pula, UU KPK sama sekali tidak mengatur teknik jebakan. Akibatnya, kedua teknik tersebut kerap memunculkan anggapan bahwa KPK telah melanggar hukum dan hak asasi manusia. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk memba-has legalitas kedua teknik OTT dalam perspektif hukum Islam, yaitu: Bagai-mana pandangan hukum Islam terhadap praktik penyadapan dan penjebakan yang dilakukan KPK? Metode yang digunakan dalam mengungkap permasa-lahan penelitian ini adalah penulis menggunakan metode penelitian kepusta-kaan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah undang-undang tentang penyadap-an dan penjebakan dirinci: Jika penyadapan dan penjebakan dilakukan secara profesional yaitu sesuai dengan prosedur, maka hukum diperbolehkan, bahkan wajib jika tidak ada cara lain yang telah diatur. oleh pemerintah untuk mena-ngani perkara tindak pidana korupsi. Jika penyadapan dan penjebakan tidak dilakukan secara profesional maka hukumnya haram.
Lagu Islami sebagai Media Dakwah dalam Pandangan Syafi’iyah
Ulfatus Syarifah
Wasathiyyah Vol 4 No 1 (2022): Wasathiyyah: Jurnal Pemikiran Fikih dan Ushul Fikih
Publisher : Wasathiyyah
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (926.04 KB)
|
DOI: 10.58470/wasathiyyah.v4i1.28
Dalam Islam, seni tidak dilarang jika masih mengandung nilai-nilai Islam dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam karena merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Dari situ, hukum sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai. Jika tujuannya baik maka seni diperbolehkan, dan sebaliknya. Diantaranya yang banyak diminati adalah seni lagu atau nyanyian yang diiringi musik karena selain pendengar dapat menikmati alunan lagu dengan musik, pendengar juga dapat mengkonsumsi pesan-pesan tertentu yang ingin disampaikan penyanyi. Sehingga banyak ditemukan lagu-lagu bernuansa islami dengan tujuan utama dakwah. Kajian ini mengkaji pandangan para ulama mengenai hal ini. Karena mayoritas umat Islam di Indonesia adalah mazhab Syafi'iyah, maka pisau analisisnya menggunakan pandangan para ulama yang berafiliasi dengan Imam Muhammad bin Idris al-Syafi'i atau dikenal dengan mazhab Syafi'iyah. Sebenarnya banyak ulama yang mengatakan haramnya menggunakan alat musik, namun kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah menggunakan musik tidak selalu haram. Ketika ada tujuan yang baik dalam menggunakan musik, maka hukum diperbolehkan karena hukum termasuk dalam niat pengguna. Adapun para ulama yang menganggapnya haram karena berhati-hati terhadap dampak yang akan ditimbulkan dari penggunaan musik tersebut.