cover
Contact Name
Jonaedi Efendi
Contact Email
dekrit@ubhara.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
dekrit@jfpublisher.com
Editorial Address
Jl. Ahmad Yani Frontage Road Ahmad Yani No.114, Ketintang, Kec. Gayungan, Kota SBY, Jawa Timur 60231
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Dekrit (Jurnal Hukum Dan Keadilan)
ISSN : 19786336     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
DEKRIT (Jurnal Magister Ilmu Hukum) diterbitkan oleh Magister ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya sebagai salah satu sistem komunikasi ilmiah yang bertujuan untuk mendorong, menumbuhkan iklim kecendekiawanan serta mempublikasi hasil kegiatan yang memenuhi persyaratan ilmiah baik di Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya dan masyarakat hukum pada umumnya. Selain itu, berkontribusi melalui ide atau pemikiran alternatif yang berkenaan dengan perkembangan ilmu hukum dan penerapannya serta mendiseminasikan, mendokumentasikan gagasan-gagasan alternatif dari masyarakat ilmiah tentang pembaruan hukum di Indonesia.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 21 Documents
PENYELESAIAN TINDAK PIDANA DISERSI (IN ABSENSIA) DI PENGADILAN MILITER: Studi Kasus Putusan Pengadilan Milter III-12 Surabaya Agustono; Moersidin Moeklas
Dekrit (Jurnal Magister Ilmu Hukum) Vol 12 No 1 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang mengharuskan untuk dijalankan dalam setiap peradilan bahkan Mahkamah Agung RI mengeluarkan surat edaran Nomor 6 Tahun 1992 tanggal 21 Oktober 1992 tentang Penyelesaian perkara di Pengadilan Tinggi dan di pengadilan Negeri dan diperbaharui dengan surat edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2014tanggal 13 Maret 2014 tentang Penyelesaian Perkara di Pengadilan Tingkat Pertama dan tingkat Banding pada 4 (empat) Lingkungan Peradilan. Namun berbeda halnya yang terjadi di pengadilan Militer terhadap penerapan Asas seserhana, cepat dan biaya ringan menjadi terkendala dalam prakteknya. Terkendalanya ini disebabkan adanya salah aturan dalam peraturan Perundangan yang mengharuskan harus dilakukan dan dilaksanakan sesuai ketentuan tersebut, aturan tersebut adalah aturan yang berada dalam Pasal 143 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 dimana dalam penyelesaiannya harus menunggu selama 6 (enam) bulan sejak perkara tersebut dilimpahkan ke Dilmil. Hal tersebut menjadi kendala dalam penyelesaian perkara dikarenakan salah satu sisi penyelesaian perkara harus dilaksanakan secara cepat disatu sisi penyelesaian perkara harus menunggu dalam tenggang waktu selama 6 (enam) bulan, sehingga muncul tuduhan terhadap Hakim dalam penyelesaian Tindak Disesrsi (In Absensia)di Pengadilan Militer yang berbelit-belit dan relatif lamban.
KEDUDUKAN DAN YURISDIKSI PERADILAN MILITER PASCA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA Ahmad Junaedi; Moersidin Moeklas
Dekrit (Jurnal Magister Ilmu Hukum) Vol 12 No 1 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (196.878 KB)

Abstract

Sejak di tetapkannya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, dalam Pasal 65 Ayat (2) dinyatakan bahwa bagi prajurit TNI yang melakukan tindak pidana umum merupakan yurisdiksi peradilan umum, sedangkan peradilan militer hanya memproses pelanggaran atau kejahatan militer yang dilakukan prajurit TNI. Hal inilah yang menjadi pro kontra tentang kedududukan dan yurisdiksi Peradilan Militer terhadap Prajurit yang melakukan tindak pidana umum yang selama ini disidangkan di Pengadilan Militer.Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode normative, sedangkan pendekatan dalam penulisan ini menggunakan komparatif (comparatif approach) yaitu membandingkan dengan negara Amerika Serikat, Kanada dan Malaysia, dan pendekatan historis (historical approach) yaitu sejarah fungsi kekuasaan kehakiman di Indonesia dan sejarah perkembangan pereadilan militer. Data dikumpulkan melalui penelitian dan bahan hukum berupa peraturan-peraturan, teori-teori hukum dan dokumen lainnya yang terdapat dalam buku ataupun petunjuk yang berkaitan dengan Peradilan Militer.Yang dijadikan dasar kedudukan pembentukan peradilan militer di Indonesia dalam metode normative adalah Pasal 24 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, yang menegaskan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam 4 lingkungan peradilan dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Sedangkan dasar Yurisdiksi Peradilan Militer terhadap Prajurit yang melakukan tindak pidana umum maupun militer untuk disidangkan di Peradilan Militer adalah Pasal 9 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer yaitu Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer berwenang mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana adalah Prajurit. Dengan demikian kedudukan dan yurisdiksi peradilan militer berwenang untuk mengadili terhadap prajurit TNI yang melakukan tindak pidana baik umum maupun militer.
PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM Anggara Setiawan; Djoko Sumaryanto
Dekrit (Jurnal Magister Ilmu Hukum) Vol 12 No 1 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (214.699 KB)

Abstract

Indonesia sebagai negara hukum telah meratifikasi instrumen internasional hak asasi manusia, terutama Konvensi Hak-Hak Anak. Oleh karena itu Negara wajib melaksanakan perlindungan, penghormatan, dan penegakkan hak-hak anak yang tertuang dalam Konvensi Internasional tersebut. Pemerintah melalui Keppres Nomor 36 Tahun 1990 telah memberikan ruang gerak yang lebih dalam proses perlindungan terhadap hak-hak anak. Namun pada kenyataannya masih banyak anak yang tidak mendapatkan keadilan dalam pemenuhan hak-haknya ketika berhadapan dengan hukum. Maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana perlindungan hukum terhadap hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum terutama dengan menggunakan konsep Diversi dan Restorative Justice untuk direalisasikan dalam proses peradilan anak. Penelitian ini bersifat deskriptif-analitik, yaitu menganalisa secara cermat mengenai hak-hak anak yang sedang berhadapan dengan hukum dan bentuk perlindungan yang diberikan oleh perundang-undangan terhadap anak yang sedang berhadapan dengan hukum, untuk selanjutnya dianalisis dengan menggunakan pendekatan yuridis-sosiologis. Pendekatan yuridis digunakan untuk mengkaji hak-hak anak serta bentuk perlindungan hukum bagi anak yang sedang berhadapan dengan hukum yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Sedangkan pendekatan sosiologis, digunakan untuk mengetahui perilaku masyarakat yang terkait dengan persoalan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa, perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum didasarkan pada ketentuan bahwa setiap anak berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi yang berdasar pada prinsip The Best Interest For The Child. Adapun bentuk perlindungan yang diberikan kepada anak yang berhadapan dengan hukum adalah dengan memberikan perlakuan yang khusus dengan tersedianya petugas pendamping khusus anak dan haruslah mendapatkan perlakuan yang manusiawi. Selain itu penerapan konsep diversi dan restorative justice merupakan sebuah alternatif baru dalam proses penyelesaian terhadap kasus anak tanpa hukuman pidana sebagai upaya untuk menciptakan keadilan yang berprikemanusiaan.
PENERAPAN SANKSI PIDANA ATAS PELANGGARAN PENGUPAHAN KETENAGAKERJAAN Dwi Hariyanti; Sadjijono
Dekrit (Jurnal Magister Ilmu Hukum) Vol 12 No 1 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (251.507 KB)

Abstract

Tenaga kerja dalam hubungan industrial berada pada posisi yang lemah dibandingkan posisi pengusaha. Pemerintah berperan penting untuk melindungi kepentingan tenaga kerja. Bentuk perlindungan pemerintah adalah dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diatur mengenai perbuatan tindak pidana ketenagakerjaan beserta sanksinya bagi yang melanggar. Tidak pidana ketenagkerjaan yang sering dilakukan adalah pelanggaran atas pengupahan. Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan ketentuan tidak pidana atas pelanggaran pengupahan diatur dalam Pasal 85 ayat (3), Pasal 90 ayat (1) dan Pasal 93 ayat (2), sedangkan ketentuan sanksinya diatur dalam Pasal 185 ayat (1), Pasal 186 ayat (1) dan Pasal 187 ayat (1). Penelitian bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa sejauh mana penerapan sanksi pidana dalam tindak pidana ketenagakerjaan atas pelanggaran pengupahan, mengetahui dan menganalisa bagaimana penerapan sanksi pidana dalam tindak pidana ketenagakerjaan atas pelanggaran pengupahan dan mengetahui Lembaga mana yang berwenang dalam menerapkan sanksi tindak pidana ketenagkerjaan atas pelanggaran pengupahan. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dan menggunakan pendekatan hukum normatif yaitu melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, khususnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terutama Pasal 85 ayat (3), Pasal 90 ayat (1), Pasal 93 ayat (2), Pasal 185 ayat (1), Pasal 186 ayat (1) dan Pasal 187 ayat (1) dan peraturan perudangan lainnya yang ada kaitannya. Hasil penelitian ini adalah bahwa penerapan sanksi pidana dalam tindak pidana ketenagakerjaan atas pelanggaran pengupahan masih sangat lemah.
UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PEMBEGALAN DI WILAYAH KOTA PASURUAN Johan Widodo
Dekrit (Jurnal Magister Ilmu Hukum) Vol 12 No 1 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (150.872 KB)

Abstract

Saat ini kejahatan yang paling banyak terjadi di Indonesia adalah Pembegalan Pembegalan adalah tindakan perampasan atau tindakan melukai di luar reklamasi dan dapat menimbulkan korban jiwa. Pembegalan cukup meresahkan masyarakat karena kasus ini sudah menelan banyak korban. masyarakat ingin penegak hukum mengungkap kasus ini dan memberikan hukuman yang jelas dan transparan. Salah satu penegak hukum yang peranannya sangat penting adalah Polisi. Berdasarkan UU NO.2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, bahwa kepolisian mempunyai tugas pokok yang telah ada dalam pasal 13 UU Kepolisian Republik Indonesia. Dalam proses penanggulangan tindak pidana pembobolan oleh polisi dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat ada 2 upaya yaitu upaya preventif dan upaya represif. Upaya preventif melibatkan tokoh masyarakat, pemuda, pemuka agama untuk menghindari terjadinya kekerasan, pemasangan kamera CCTV di berbagai tempat, polisi melakukan operasi umum yang rutin setiap hari dan pada malam hari patroli polisi di daerah rawan Pembongkaran, dll. Upaya represif banyak dilakukan cara atau trik untuk mengungkap pelakunya untuk diproses sesuai hukum dan adanya kontrol sosial yang bertujuan untuk mengembalikan kerukunan yang tidak pernah terganggu karena kasus ini. Di Yogyakarta ada 30 kasus dan hanya 4 yang selesai, hal ini disebabkan oleh polisi kurang tanggap untuk menuntaskan kasus. Adanya UU NO 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Polisi sebagai otoritas yang paling bertanggung jawab di bidang keamanan dan ketertiban dalam pelaksanaan tugasnya akan selalu dihadapkan pada situasi kondisi yang berubah-ubah dan sejalan dengan dinamika masyarakat itu sendiri. Perampasan dikategorikan sebagai perampokan dengan penggunaan kekerasan yang berlebihan menurut KUHP pada pasal 365/2.
PROSEDUR MEMPEROLEH SURAT IJIN MENGEMUDI (SIM) (STUDI POLRESTABES SURABAYA) Ilham Desanti Akbar
Dekrit (Jurnal Magister Ilmu Hukum) Vol 12 No 1 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (225.867 KB)

Abstract

Pola dan perilaku dalam pelayanan di tubuh kepolisian dapat dianalisa dari proses pelayanan kinerja Polri dalam penyediaan surat-surat penting yang dibutuhkan oleh masyarakat, salah satunya adalah Surat Ijin Mengemudi (SIM). Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data tentang prosedur pemberian Surat Ijin Mengemudi (SIM) di Polrestabes Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Prosedur pemberian SIM menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, di Polrestabes Surabaya harus memenuhi syarat sesuai usia, administrasi, kesehatan dan lulus ujian baik teori maupun praktek. Praktik pemberian SIM di Polrestabes Surabaya yaitu dengan memperhatikan kelengkapan persyaratan. Setiap pemohon SIM harus hadir sendiri dan memenuhi persyaratan usia, administrasi, kesehatan dan lulus ujian baik teori maupun praktek satu dan praktek dua. Faktor Pendukung dalam pemberian SIM di Polrestabes Surabaya adalah lengkapnya sarana dan prasarana, petugas yang ahli dalam bidangnya, Sat Lantas Polrestabes Surabaya Menjalankan Konsep Pelayanan Prima, yaitu kredibel, nyaman dan transparan. Sementara faktor penghambat praktik pemberian SIM di Polrestabes Surabaya yaitu masih didapati praktik pencaloan dan durasi waktu pelayanan bisa sangat lama tidak sesuai dengan prosedur pelayanan karena kurang manajemen antrian.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MITRA GOJEK ATAU KURIR PADA PENGIRIMAN PAKET SECARA CASH ON DELIVERY ATAU BAYAR DITEMPAT Ageng Nur Muhamad Buana Al Kahfi; Edi Wahjuningati
Dekrit (Jurnal Magister Ilmu Hukum) Vol 12 No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (169.253 KB)

Abstract

Kisah mitra Gojek atau kurir pengirim paket Cash on Delivery alias bayar di tempat yang tidak diterima ataupun tidak dibayar konsumen ketika paketnya diduga tidak sama dengan pesanannya. Sayangnya, insiden ini terjadi pada perusahaan kurir yang tidak memiliki hubungan bisnis yang jelas dengan pasar, penjual, atau bahkan perusahaan pelayanan itu sendiri. Karena mereka adalah mitra, mereka menerima perlindungan hukum yang minim. Payung hukum perlindungan kurir bisa dikatakan tidak ada. Karena hubungan kemitraan tidak masuk dalam pengaturan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Metode penelitian yang digunakan dalam pemecahan permasalahan ini adalah penelitian yuridis normatif. Dengan melakukan pengamatan langsung terhadap perjanjian mitra Gojek atas pertanggungjawaban perusahaan penyedia jasa dan pendekatan undang-undang. Pendekatan statute approach digunakan untuk mendapatkan aturan hukum yang memberikan jaminan perlindungan hukum bagi Mitra Gojek atau Kurir. Perjanjian kemitraan berdasarkan Pasal 1319 KUHPerdata yaitu salah satu bentuk perjanjian tanpa nama. Perjanjian kemitraan sendiri telah diatur dalam Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013. Perjanjian kemitraan antara AKAB, Go-Jek, dan mitra/driver merupakan kontrak baku. Tanpa partisipasi dari Mitra/driver berdasarkan kebijakan sendiri AKAB dan Go-jek dapat menambahkan dan/atau mengubah persyaratan dalam perjanjian kemitraan. AKAB dan Go-Jek merupakan pihak yang memiliki posisi tawar yang kuat, sedangkan mitra/driver adalah pihak yang memiliki posisi tawar yang lemah. Status mitra bagi pengemudi ojol mengakibatkan pengemudi rentan karena tidak memiliki hak-hak selayaknya pekerja, termasuk di antaranya pendapatan minimal dan BPJS Ketenagakerjaan.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ORANG YANG MENOLAK PROGRAM VAKSINASI COVID-19 DI INDONESIA Dita Cipta Afrilian Grace Natasia; Sugiharto
Dekrit (Jurnal Magister Ilmu Hukum) Vol 12 No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (328.141 KB)

Abstract

Pandemi Covid-19 menyebabkan Indonesia darurat kesehatan. Melalui Perpres Nomor 11 Tahun 2020, Indonesia telah menyatakan darurat kesehatan dan berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19. Salah satunya adalah adanya upaya pemerintah untuk mengharuskan masyarakat untuk melakukan program vaksinasi Covid-19. Namun, ada pro kontra pasca vaksinasi di terapkan dalam masyarakat dan ada sanksi hukum jika banyak masyarakat yang menolak vaksinasi dan menolak program vaksinasi Covid19. Oleh karena itu, karya ini dimaksudkan untuk menjelaskan secara tertulis apakah vaksinasi dapat dihukum secara pidana atau sebaliknya. Investigasi tersebut merupakan penyelidikan hukum dengan pendekatan hukum, dan hasilnya menunjukkan bahwa mengingat situasi darurat kesehatan di Indonesia saat ini, vaksinasi Covid19 yang semula merupakan hak setiap orang, mungkin dapat menjadi kewajiban setiap orang karena orang yang tidak divaksinasi dapat terinfeksi virus Covid-19 dan bahkan dapat membunuh orang lain. Namun dengan adanya sanksi hukum tersebut harus menjadi pertimbangan masyarakat mana kala melakukan vaksinasi. Ketika sosialisasi dan sanksi administratif terkait vaksinasi belum berfungsi secara maksimal dan keadaan darurat Indonesia memburuk.
ANALISIS YURIDIS TERHADAP KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM ACARA PIDANA Arya Permana Aji; Siti Munawaroh; Karim
Dekrit (Jurnal Magister Ilmu Hukum) Vol 12 No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (188.708 KB)

Abstract

Penulisan ini dilakukan supaya untuk mengetahui bagaimana kedudukan anak di bawah umur sebagai saksi dalam hukum acara pidana dan bagaimana perlindungan hukum terhadap anak di bawah umur sebagai saksi dalam suatu tindak pidana. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Kedudukan anak dibawah umur sebagai saksi menurut hukum acara pidana bukan merupakan alat bukti yang sah, dan juga tidak memiliki kekuatan pembuktian, namun keterangan itu dapat dipergunakan untuk menguatkan keyakinan hakim dan dapat dipakai sebagai petunjuk seperti yang terdapat dalam penjelasan. Oleh karena itu, nilai keterangan yang diberikan tanpa sumpah itu saling bersesuaian dengan yang lain. Tidak mempunyai kekuatan pembuktian bukan berarti tidak dapat dipertimbangkan akan tetapi, keterangan tersebut dapat digunakan sebagai tambahan untuk menyempurnakan kekuatan pembuktian alat bukti yang sah, misalnya dapat menguatkan keyakinan hakim atau digunakan sebagai petunjuk. Sedangkan dalam sistem peradilan pidana anak mengenal saksi sebagai saksi anak yang menjelaskan saksi itu adalah seorang anak yang mendengar, melihat dan mengalami sendiri. 2. Perlindungan hukum terhadap anak dibawah umur sebagai saksi suatu tindak pidana sudah cukup baik dan mendukung terhadap perombakan pemikiran untuk memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada anak untuk dapat bersaksi di pengadilan. Perlindungan terhadap Saksi Anak melibatkan seluruh pihak yang berkaitan dengan perlindungan anak mengenai hak Saksi anak diatur jelas dalam UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan pidana Anak.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR ATAS JATUH TEMPO PEMBAYARAN PINJAMAN ONLINE Muhammad Alief Fajriansyah Danuega; Wahyu Tris Haryadi
Dekrit (Jurnal Magister Ilmu Hukum) Vol 12 No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (157.271 KB)

Abstract

Hal layanan aplikasi pinjaman online, banyak masyarakat yang mengeluhkan masalah penyebaran data pribadi oleh penyedia pinjaman online tanpa pemberitahuan dan tanpa izin dari pemiliknya. data dalam layanan aplikasi pinjaman online, dan sanksi atas pelanggaran data pribadi. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji tanggung jawab hukum debitur atas jatuh tempo pembayaran pinjaman online. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum dan sanksi atas pelanggaran data pribadi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 dan perubahannya tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, namun khusus mengenai perlindungan hukum dan sanksi pelanggaran data pribadi dalam layanan pinjaman online telah tercantum dalam Peraturan Otoritas Layanan. Keuangan No.77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, yang ditegaskan dalam Pasal 26 bahwa penyelenggara bertanggung jawab untuk menjaga kerahasiaan, keutuhan dan ketersediaan data pribadi pengguna dan dalam penggunaannya harus memperoleh persetujuan dari pemilik data pribadi kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Sanksi pelanggaran data pribadi mengacu pada Pasal 47 ayat (1) yaitu sanksi administratif berupa teguran tertulis, denda, dan kewajiban membayar sejumlah uang.

Page 1 of 3 | Total Record : 21