cover
Contact Name
I Kadek Widiantana
Contact Email
kadekwidiantana@gmail.com
Phone
+6285792165259
Journal Mail Official
ejournalkalangwan@gmail.com
Editorial Address
UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar Jl. Ratna No.51, Tonja, Kec. Denpasar Utara Kota Denpasar, Bali 80237
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra
ISSN : 1979634X     EISSN : 26860252     DOI : https://doi.org/10.25078/kalangwan
Core Subject : Education,
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra merupakan jurnal ilmiah yang memiliki misi memperluas kajian bidang bahasa dan sastra daerah sebagai referensi dalam mewujudkan pendidikan bahasa dan sastra daerah sebagai bagian dari kekayaan budaya lokal Nusantara. Penguatan pendidikan bahasa dan sastra daerah penting untuk dioptimalkan, tidak hanya di lingkungan keluarga maupun pendidikan formal saja, tetapi juga melalui kajian-kajian ilmiah hasil penelitian maupun hasil pemikiran yang mengacu pada kaidah-kaidah ilmiah. Tujuannya adalah untuk menjadikan pendidikan bahasa dan sastra daerah sebagai landasan dalam mewujudkan masyarakat yang bermartabat, cerdas, humanis dan berwawasan multikultural.
Articles 153 Documents
PENGAJARAN BAHASA DAERAH DI SEKOLAH KAITANNYA DENGAN KURIKULUM 2013 I Ketut Tanu
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol. 8 No. 2 (2018)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (292.952 KB) | DOI: 10.25078/kalangwan.v8i2.1595

Abstract

Bahasa daerah merupakan bahasa pendukung bahasa Indonesia yang keberadaannya diakui oleh negara. Berdasarkan Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang intinya memberi keleluasaan daerah untuk lebih memperhatikan potensi daerahnya masing - masing, maka gubernur mengeluarkan SK yang mengatur tentang Penetapan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa daerah pada satuan pendidikan. Dengan adanya kebijakan baru tersebut, maka permintaan akan guru Bahasa daerah yang kompeten di bidangnya sangat mutlak diperlukan sehingga menyebabkan banyak perguruan tinggi yang membuka Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah. Banyaknya out put lulusan dari jurusan Pendidikan Bahasa Daerah mengindikasikan bahwa kebutuhan akan guru bahasa daerah akan segera terpenuhi. Dengan memiliki guru yang berasal dari back ground pendidikan yang sesuai akan mempengaruhi proses pembelajaran. Materi akan tersampaikan dengan penuh dan tepat sasaran karena guru memiliki penguasaan materi yang baik, bagi materi kebahasaannya maupun budayanya. Dengan menggunakan metode dan media pembelajaran yang tepat menjadikan pembelajaran bahasadaerah itu semakin menarik dan hidup. Guru akan menghidupkan gairah siswa untuk mengikuti pelajaran bahasa daerah. Singkat kata, pembelajaran bahasa Daerah di masa yang akan datang, akan menjadi lebih baik. Baik dari segi materi yang meliputi kebahasaan, budaya, dan adat istiadat. Pembelajaran bahasa yang semakin baik akan membatu merevitalisasi di kalangan para penuturnya
GURU SUŚRUSA DALAM TEKS ĀDIPARWA Ida Bagus Subrahmaniam Saitya
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol. 10 No. 1 (2020)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (525.769 KB) | DOI: 10.25078/kalangwan.v10i1.1596

Abstract

Catur guru means four teachers or people who are knowledgeable and provide enlightenment and are able to direct others. In Hinduism, guru is a symbol for a sacred place that contains knowledge (vidya) and also the divisor of knowledge. Catur guru consist of guru rupaka, recitation teacher, local teacher, and self-help teacher. In the teachings of Pañca Nyama Brata there is the teaching of the guru suśrusa. Guru suśrusa means listening to or paying attention to the teachings and advice of the guru. In the Ādiparwa text it is told when the Sang Aruṇika carried out his duty to guard the rice field ordered by his teacher Bhagawān Dhomya. Another student, Sang Utamanyu, was instructed to herd cattle, in carrying out his duties he was very hungry and thirsty so he begged for people, but that was prohibited by Bhagawān Dhomya. Furthermore, Sang Utamanyu drank the rest of cow's milk from the herded calf was also forbidden by his teacher so he drank the sap of waduri leaves which caused the Utamanyu to become blind. The act is a manifestation of the teachings of teachers who are sincere to a teacher. The teachings of the guru suśrusa were also demonstrated by Sang Weda to the teacher. He was ordered to cook and serve various dishes and the order of the Bhagawān Dhomya was carried out as well as possible. The teaching of the guru suśrusa is closely related to the devotional teacher. Bhakti is not only for God, bhakti teachings are also applied to parents. Bhīṣma with his devotion to his father Śantanu was willing to brāhmacari for the rest of his life and did not become king in Hāstina so that his father could marry Gandhawati. The form of devotional service to parents was also demonstrated by the Garuḍa to free his mother Winatā from the enslavement carried out by Kadrū along with her children.
PEMERTAHANAN KOSAKATA BAHASA BALI BIDANG PERTANIAN : KAJIAN EKOLINGUISTIK Putu Eddy Purnomo Arta
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol. 8 No. 2 (2018)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (269.88 KB) | DOI: 10.25078/kalangwan.v8i2.1597

Abstract

Bahasa Bali memiliki banyak kosakata dalam berbagai bidang yang salah satunya ialah kosakata bidang pertanian. Kosakata bahasa Bali di bidang pertanian dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu kosakata pertanian tradisional dan modern. Terkait pemisahan tersebut, kosakata bidang pertanian yang sekiranya perlu dipahami oleh generasi muda penutur bahasa Bali adalah kosakata bidang pertanian tradisional, misalnya seperti kata arit ‘sabit’, pacul ‘cangkul’,tenggala ‘alat untuk membajak sawah’, manyi ‘panen’ dan yang lainnya yang merupakan kosakata bahasa Bali yang sudah sangat jarang digunakan oleh penutur-penutur bahasa Bali saat ini karena adanya kosakata tradisional dan modern tersebut, maka peneliti memandang perlu dilakukan penelitian tentang kosakata pertanian tersebut. Perubahan kosakata pertanian tradisional ke modern itulah yang menjadi bahan kajian dalam penelitian ini. Penelitian ini mengkaji masalah 1) kosakata bahasa Bali bidang pertanian yang masih bertahan di Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, 2) perubahan kosakata bahasa Bali bidang pertanian di Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung dan 3) sikap masyarakat petani di desa tersebut terhadap perubahan kosakata bahasa Bali itu. Untuk dapat memecahkan atau menjawab permasalahan tersebut digunakan teori perubahan bahasa untuk memecahkan masalah pertama dan kedua, serta menggunakan teori pemertahanan bahasa untuk memecahkan masalah yang ketiga yang berkaitan dengan masyarakat Desa Canggu dalam mempertahankan kosakata aslinya meskipun telah terdapat kosakata dari bahasa lain. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini ialah warga Desa Canggu Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung yang bekerja di bidang pertanian sedangkan objek dalam penelitian ini ialah kosakata bahasa Bali dalam bidang pertanian tradisional dan modern. Dalam menentukan informannya dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling sedangkan untuk pengumpulan data menggunakan teknik wawancara bebas terpimpin, observasi non partisipasi, studi kepustakaan dan pencatatan dokumentasi. Setelah dilakukan penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa kosakata bahasa Bali bidang pertanian yang masih digunakan atau dikenal di Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung yaitu: anggapan, arit, caluk, srampang, tenggala, tambah, traktor. kakul, kapu-kapu, pici-pici, lintah, manyi, biukukung, nangluk merana, majukut, matekap. Perubahan kosakata bahasa Bali bidang pertanian di Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung yaitu berupa penambahan kosakata. Cara petani, aktivis pertanian dan masyarakat di Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung dalam menyikapi perubahan kosakata bahasa Bali bidang pertanian ialah dengan memiliki sikap bahasa positif, yaitu tetap menggunakan kosakata bidang pertanian tradisional dari bahasa Bali asli di samping kosakata baru dari bahasa lain.
AKSARA BALIDALAM PAWINTENAN WIWA DI GRIYA AGUNG BANGKASA DESA BONGKASA KECAMATAN ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG Gusti Nyoman Mastini
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol. 8 No. 2 (2018)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (298.36 KB) | DOI: 10.25078/kalangwan.v8i2.1598

Abstract

Tradisi yang melekat dalam keseharian orang Bali adalah tradisi-tradisi yang Hinduistik, keselarasan antara local genius yang bersanding dengan religiusitas Hindu Bali menjadikan tradisi yang berkembang di Bali memiliki berbagai macam makna, begitupula dengan keberadaan aksara Bali memiliki peranan sangat penting dalam tradisi umat Hindu di Bali, Khususnya yang berkaitan dengan tradisi serta ritual. Masyarakat Hindu di Bali sangat antusias melaksanakan tradisi maupun ritual yang tidak terlepas dari peranan aksara. Salah satu tradisi tersebut ialah PawintenanWiwa. PawintenanWiwa adalah pawintenan yang dilaksanakan sebelum seseorang naik menjadi panditaBhawati hanya pada warga Mahagotra Sanak Sapta Rsi. Guru Nabe atau Panglingsir Griya Agung Bangkasa melaksanakan Pawintenan Wiwa ini. Pawintenan Wiwa di dalam pelaksanaannya menggunakan aksara Bali. Penelitian ini membahas tiga permasalahan yakni bentuk, fungsi, serta makna aksara Balidalam Pawintenan Wiwa di Griya Agung Bangkasa, Banjar Pengembungan, Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung. Ketiga rumusan masalah tersebut dianalisis dengan menggunakan tiga teori yakni teori Linguistik Struktural, teori Fungsi Bahasa, dan teori Makna. Penelitian ini menggunakan pendekatan pendekatan tematis-filosofis. Penelitian ini menggunakan pengumpulan data dengan metode observasi, wawancara, dan studi pustaka. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa (1) Bentuk aksara Bali yang dirajah pada tubuh (angga Sarira), berdasarkan bentuknya aksara Bali dibawah adalah Tradisi yang melekat dalam keseharian orang Bali adalah tradisi-tradisi yang Hinduistik, keselarasan antara local genius yang bersanding dengan religiusitas Hindu Bali menjadikan tradisi yang berkembang di Bali memiliki berbagai macam makna, begitupula dengan keberadaan aksara Bali memiliki peranan sangat penting dalam tradisi umat Hindu di Bali, Khususnya yang berkaitan dengan tradisi serta ritual. Masyarakat Hindu di Bali sangat antusias melaksanakan tradisi maupun ritual yang tidak terlepas dari peranan aksara. Salah satu tradisi tersebut ialah PawintenanWiwa. PawintenanWiwa adalah pawintenan yang dilaksanakan sebelum seseorang naik menjadi panditaBhawati hanya pada warga Mahagotra Sanak Sapta Rsi. Guru Nabe atau Panglingsir Griya Agung Bangkasa melaksanakan Pawintenan Wiwa ini. Pawintenan Wiwa di dalam pelaksanaannya menggunakan aksara Bali. Penelitian ini membahas tiga permasalahan yakni bentuk, fungsi, serta makna aksara Balidalam Pawintenan Wiwa di Griya Agung Bangkasa, Banjar Pengembungan, Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung. Ketiga rumusan masalah tersebut dianalisis dengan menggunakan tiga teori yakni teori Linguistik Struktural, teori Fungsi Bahasa, dan teori Makna. Penelitian ini menggunakan pendekatan pendekatan tematis-filosofis. Penelitian ini menggunakan pengumpulan data dengan metode observasi, wawancara, dan studi pustaka. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa (1) Bentuk aksara Bali yang dirajah pada tubuh (angga Sarira), berdasarkan bentuknya aksara Bali dibawah adalah termasuk aksara-aksara yang tergolong aksara Wijaksara (aksara Swalalita yang diberi pangangge atau busana) dan aksara Modre. Dalam pawintenan ini banyak ditemukan berbagai bentuk salah satunya aksara Wijaksara yang terdiri dari eka aksara, dwi aksara, tri aksara, panca aksara, dasa aksara, catur dasa aksara dan sodasa aksara. Aksara yang digunakan dalam rarajahanrurub serta aksara Bali dirajah pada tubuh menggunakan aksara-aksara yang konotasinya melambangkan simbol-simbol dewa pada tubuh manusia dan lebih banyak menggunakan aksara Wijaksara serta aksara Modre tentunya dipercaya memiliki kekutan religius magis berbeda dengan aksara Bali lumbrah menggunakan aksara Wreastra; Ragam aksara Bali yang digunakan berdasarkan daerah artikulator adalah guttural (kerongkongan), palatal (langit- langit), cerebral (lidah), dental (gigi), serta labial (bibir). Lebih spesifik lagi yakni dalam ranah tradisional, penyebutan daerah artikulasi tersebut dinamakan dengan kantia, talawia, murdania, dantia, dan ostia. (2) Fungsi aksara Bali pada Pawintenan Wiwa adalah Fungsi Referensial, Fungsi Religius, Fungsi Magis. (3) Makna Aksara Bali Pada Pawintenan Wiwa adalah Makna Sosial Budaya, dan Makna Teologi.
ANALISIS STRUKTUR INTRINSIK CERPEN LUH BULAN KARYA IBW WIDIASA KENITEN I Gede Merta Wiguna; I Wayan Mandra; I Made Dian Saputra
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol. 8 No. 2 (2018)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (247.424 KB) | DOI: 10.25078/kalangwan.v8i2.1599

Abstract

Cerpen merupakan salah satu karya sastra fiksi yang masih berkembang hingga saat ini. Cerpen itu dibangun oleh unsur intrinsik dan ekstrinsik dimana unsur intrinsik tersebut meliputi tema, alur, insiden, tokoh dan penokohan, lattar/setting, dan amanat, sedangkan unsur ekstrinsik berupa nilai-nilai yang terkandung di dalam cerpen tersebut. Sebagian orang hanya menikmati cerpen dengan membacanya, tanpa pernah ingin mengetahui lebih jauh unsur yang membangun karya sastra tersebut. Maka dari itu sangatlah penting untuk menganalisis unsur intrinsik yang membangun cerpen itu sendiri.
PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 80 TAHUN 2018 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGGUNAAN BAHASA, AKSARA, DAN SASTRA BALI SERTA PENYELENGGARAAN BULAN BAHASA BALI Ni Made Muliani; I Made Sukma Muniksu
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol. 10 No. 1 (2020)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (506.136 KB) | DOI: 10.25078/kalangwan.v10i1.1600

Abstract

Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengemukakan tentang Peraturan Gubernur Bali nomor 80 Tahun 2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali. Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi dan mengadakan interaksi sosial. Bahasa daerah (bahasa Ibu) merupakan salah satu warisan kekayaan intelektual yang diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya. Keragaman bahasa daerah memberikan nuansa unik terhadap Indonesia di mata dunia. Bahasa daerah sudah sepatutnya dibina, dikembangkan dan dilestarikan supaya tidak mengalami kepunahan. Bahasa Bali (Bahasa daerah Provinsi Bali) dilindungi oleh Pergub no.80 tahun 2018 yang mengatur tentang penggunaan bahasa daerah secara intens di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan kerja. Kemampuan bahasa akan semakin terasah apabila sering diterapkan. Penggunaan bahasa Bali sebagai bahasa pergaulan sehari-hari mendorong generasi muda untuk semakin mencintai bahasa daerahnya.
MAKNA ETIKA SEBAGAI LANDASAN MENTAL SPIRITUAL PENDIDIK YANG PROFESIONAL DI ZAMAN MILENIAL I Made Putra Aryana
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol. 10 No. 1 (2020)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25078/kalangwan.v10i1.1601

Abstract

This article describes educators in applying ethics as spiritual mental foundations in the millennial period. Discussing the importance of ethics as the mental and Spiritual foundation of Hindu educators to control emotions and behaviours in carrying out the duties of education and teaching in the millennial age. Discussed using observation methods, literature studies and interviews. The attitude of a professional educator, which is avoiding the prohibition of Hindu religion that can inhibit the development of professional and student development. Based on the analysis, a profesioteenic education in the millennial period is obliged to uphold ethics as the foundation of its spiritual spirituality. The Foundation has Hindu teachings, such as Panca Sraddha, Catur Purusa Artha, Trikaya Parisudha, Dharma Laksana.
TUJUAN HIDUP DALAM KACAMATA KITAB SARASAMUCCAYA Anak Agung Gede Wiraputra
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol. 10 No. 1 (2020)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (284.847 KB) | DOI: 10.25078/kalangwan.v10i1.1602

Abstract

Veda is the scripture of Hinduism religion. In addition to the Vedic scriptures, Hinduism also knows what is called the smrti scripture. Sarasamuccaya is part of smerti scripture which rich in moral values in it. One of the moral value in the scripture of Sarasamuccaya is Catur Purusartha or Catur Warga which is known as the four goals of human life, such as dharma (truth), artha (wealth/purpose), kama (lust/desire), and moksa (the ultimate goal/deliverance). The purpose of this paper is to uncover the teaching of Catur Purusartha or Catur Warga contained in the scripture of Sarasamuccaya with device in the form of structural and religion theorys supported by content analysis and descriptive analysis methods. The results of the analysis show that the basic purpose of human life is essentially to always try to do good and help yourself from suffering, so as to realize a better life. The discussion of the purpose of life (Catur Purusartha or Catur Warga) in the scripture of Sarasamuccaya, such as: the dharma outlined in the majesty of dharma segments, the source of dharma, and the implementation of dharma. Artha is elaborated through the primacy of world funds. Kama or lust is described in the discussion of kama (lust) and naughty women. Finally, the doctrine of deliverance (moksa) is described in the concepts and nature of the wise. The whole discussion is a practical guide that is very useful for realizing primary life.
NILAI PENDIDIKAN KARAKTER YANG TERKANDUNG DALAM TEMBANG BALI I Gusti Ngurah Arya Putra
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol. 10 No. 1 (2020)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (356.185 KB) | DOI: 10.25078/kalangwan.v10i1.1603

Abstract

Masyarakat Bali dalam hidupnya tak pernah terlepas dengan sebuah sastra. Dalam sastra itu sendiri memiliki beberapa bentuk yaitu Gancaran, Tembang, dan Palawakya. Tembang (Prawiradisastra,1991:64) yaitu seni suara yang dibangun dari bermacam-macam laras dan nada sebagai bahannya. Tembang yang dikenal masyarakat bali yaitu sekar rare, sekar alit, sekar madya, sekar agung dan tembang pop bali pun juga termasuk yang sangat digemari. Dengan adanya tembang membantu dalam transfer nilai pendidikan karakter. Nilai karakter ialah suatu penggabungan dalam pengelolaan pemikiran, sikap maupun budi pekerti dalam menentukan apa yang baik dilakukan maupun yang tidak baik dilakukan, dalam bentuk permikiran, perkataan maupun perbuatan sehingga terciptanya sifat atau pribadi individu yang khas. Diharapkan agar tembang ini bukan hanya sebagai sarana pelipur lara atau penuangan ekspresi jiwa tetapi mampu berguna sebagai sarana penanaman nilai pendidikan karakter bagi seseorang. Jenis penelitian ini yaitu kualitatif dengan menggunakan metode analisis.
STRATEGI SEKOLAH DALAM MENANAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI DHARMAGITA DI SMK KHARISMA, MENGWI, BADUNG I Wayan Artayasa
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol. 10 No. 1 (2020)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (377.94 KB) | DOI: 10.25078/kalangwan.v10i1.1604

Abstract

Masyarakat Bali dalam hidupnya tak pernah terlepas dengan sebuah sastra. Dalam sastra itu sendiri memiliki beberapa bentuk yaitu Gancaran, Tembang, dan Palawakya. Tembang (Prawiradisastra,1991:64) yaitu seni suara yang dibangun dari bermacam-macam laras dan nada sebagai bahannya. Tembang yang dikenal masyarakat bali yaitu sekar rare, sekar alit, sekar madya, sekar agung dan tembang pop bali pun juga termasuk yang sangat digemari. Dengan adanya tembang membantu dalam transfer nilai pendidikan karakter. Nilai karakter ialah suatu penggabungan dalam pengelolaan pemikiran, sikap maupun budi pekerti dalam menentukan apa yang baik dilakukan maupun yang tidak baik dilakukan, dalam bentuk permikiran, perkataan maupun perbuatan sehingga terciptanya sifat atau pribadi individu yang khas. Diharapkan agar tembang ini bukan hanya sebagai sarana pelipur lara atau penuangan ekspresi jiwa tetapi mampu berguna sebagai sarana penanaman nilai pendidikan karakter bagi seseorang. Jenis penelitian ini yaitu kualitatif dengan menggunakan metode analisis.

Page 7 of 16 | Total Record : 153