Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra merupakan jurnal ilmiah yang memiliki misi memperluas kajian bidang bahasa dan sastra daerah sebagai referensi dalam mewujudkan pendidikan bahasa dan sastra daerah sebagai bagian dari kekayaan budaya lokal Nusantara. Penguatan pendidikan bahasa dan sastra daerah penting untuk dioptimalkan, tidak hanya di lingkungan keluarga maupun pendidikan formal saja, tetapi juga melalui kajian-kajian ilmiah hasil penelitian maupun hasil pemikiran yang mengacu pada kaidah-kaidah ilmiah. Tujuannya adalah untuk menjadikan pendidikan bahasa dan sastra daerah sebagai landasan dalam mewujudkan masyarakat yang bermartabat, cerdas, humanis dan berwawasan multikultural.
Articles
153 Documents
ANALISIS PENOKOHAN DALAM GEGURITAN BATUR TASKARA
I Putu Agus Aryatnaya Giri;
Putu Eddy Purnomo Arta
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol. 10 No. 1 (2020)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (358.444 KB)
|
DOI: 10.25078/kalangwan.v10i1.1605
The main character in Geguritan Batur Taskara (GBT) is Batur Taskara. Whereas the secondary figures are Raja Patali, Maya's Wife, and Batur Taskara's son. As well as complementary figures are the servants of the king, Empu Bajra Satwa, Pranda Wife, and Hyang Wirocana. Analysis of characterizations in GBT, among others; 1) Batur Taskara is the main character in Geguritan Batur Taskara because he fully supports the story / gets the most portrayal of the figures from other figures. When viewed from the psychological aspect, the Batur Taskara figure is described as a figure who is not good because it always creates chaos in Patali. However, Batur Taskara is not always portrayed as a figure who always does evil. In the end he regretted all the evil deeds he had done and wanted to repent. 2) Raja Patali, from the psychological and sociological aspects, was a king who was highly respected by his people because he ruled in a strict and peaceful manner. 3) Maya's wife is the wife of Batur Taskara who is described as an evil and very devious woman. With her beauty and guile, she tried to win Batur Taskara's heart. 4) Batur Taskara's son is portrayed as an intelligent child and very loyal to his mother, 5) The king's servants are portrayed as being very loyal but rash in their actions. 6) Empu Bajra Satwa has a very high sense of humanity and love because even though he knows that Batur Taskara has committed many crimes, he still wants to accept Batur Taskara as his student, 7) Pranda This wife also has a sense of humanity and love that very high because they are willing to accept Batur Taskara in Pasraman very friendly. 8) Hyang Wirocana is a figure of God who lives in a grave with a good character because he forbids Batur Taskara from returning to Patali at Badra Wada because he could find death.
MITOS PAN BALANG TAMAK DI DESA NONGAN KECAMATAN RENDANG KABUPATEN KARANGASEM: SASTRA LISAN
Ni Komang Ari Pebriyani;
I Nengah Duija;
I Nyoman Subagia
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol. 9 No. 1 (2019)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (257.349 KB)
|
DOI: 10.25078/kalangwan.v9i1.1606
The gap of Pan Balang Tamak character who was usually known by Balinese people in general happened in Nongan Village, Rendang Distric, Karangasem Regency. Beyond Pan Balang Tamak character precisely was respected by showing himself in the term of Balang Tamak temple in Nongan Village. The connection of Pan Balang Tamak myth with the folklore material in the village including the tradition which use janggi in the meeting, village rules, Pan Balang Tamak temple, Bale Pegat temple, Shrine in Subak Petian, and Karang Suung. There is a widening story then like Pan Balang Tamak myth according to the family of the landlord in Subak Petian area which connected with the family tree of Pasek Prateka and Pan Balang Tamak myth which connected with Rejang Buah dance and Baris Kumbang they arise as the result of the behavior of Pan Balang Tamak’ s daughters.
ANUGERAH KEPADA WAKTU DALAM TEKS KALA TATTWA
I Gde Agus Darma Putra
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol. 9 No. 1 (2019)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (370.978 KB)
|
DOI: 10.25078/kalangwan.v9i1.1607
Kala Tattwa adalah salah satu teks yang membicarakan perihal kelahiran Kala. Kala dalam pemahaman sosial religius, digambarkan sebagai sosok raksasa yang selalu kelaparan. Kala diyakini menelan segala sesuatu yang berada pada ruang dan waktu yang salah. Kewenangan itulah yang didapat oleh Kala sebagai salah satu anugerah dari orang tuanya. Sesungguhnya ada beberapa anugerah yang diberikan kepada Kala oleh Siwa dan Giri Putri. Anugerah itu dalam tulisan ini dibagi menjadi dua yakni anugerah yang diberikan secara khusus oleh Siwa, dan juga anugerah dari Giri Putri. Penting mengetahui anugerah itu untuk memetakan bagaimana sesungguhnya Kala dalam pandangan orang Bali. Beberapa anugerah yang diberikan oleh Bhatara Siwa kepada Kala di antaranya ialah keberhasilan, dapat menyusup ke dalam segala yang berpikir, boleh membunuh dan menghidupkan, dan berhak untuk tinggal di desa-desa tempat manusia hidup. Anugerah dari Giri Putri atau Durga adalah nama, aturan tentang yang boleh dan tidak boleh dimakan Kala, dapat memenuhi seluruh surga, sapta loka, dan sapta patala
AJARAN TAT TWAM ASI DALAM KAKAWIN AJI PALAYON
Anak Agung Gede Wira Putra
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol. 9 No. 1 (2019)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (458.029 KB)
|
DOI: 10.25078/kalangwan.v9i1.1608
Karya sastra sebagai ladang ajaran kehidupan dalam kehidupan masyarakat Hindu di Bali masih tetap ekisis keberadaannya pada era globalisasi saat ini yang akrab disebut sebagai zaman now. Salah satu jenis karya sastra Bali tradisional yang kaya akan ajaran susila, khususnya terkait Tat Twam Asi adalah kakawin Aji Palayon. Tulisan ini berusaha untuk mengungkap ajaran Tat Twam Asi yang terdapat dalam karya sastra kakawin Aji Palayon dengan perangkat teori semiotik dan religi yang didukung oleh metode analisis isi dan deskriptif analisis. Hasil dari analisis tersebut menunjukkan bahwa kakawin Aji Palayon merupakan karya sastra tradisional Bali berbentuk tembang yang menceritakan tentang perjalanan sang atman sejak baru meninggalkan badan kasar hingga sampai pada suarga loka. Dalam perjalanan sang atman juga dipenuhi oleh ajaran Tat Twam Asi, seperti yang terdapat pada Sargah 1, Bait ke 20 dan 22 serta pada Sargah 3, Bait ke 12, 21, 25, 28, 29, 30, 35, 36, dan 37. Pada dasarnya, kunci dari ajaran Tat Twam Asi yang terdapat pada kakawin Aji Palayon, yaitu cara terbaik untuk menghadapi rintangan adalah kita harus mempunyai kesadaran serta rasa memiliki, sehingga muncullah pengertian antara satu sama lain. Dengan pengertian tersebut, maka rintangan seberat apapun akan mudah untuk dilewati.
EKSISTENSI PENGAJARAN BAHASA BALI DALAM MENARIK MINAT SISWA DI SMK NEGERI 2 DENPASAR
Ni Luh Putu Diah Widiastari
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol. 9 No. 1 (2019)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (261.025 KB)
|
DOI: 10.25078/kalangwan.v9i1.1609
Pengetahuan merupakan hal terpenting dalam kehidupan, karena segala pengetahuan yang didapatkan tidak hanya dari lingkungan sekitar, pengetahuan bisa didapatkan dari pengalam dan kejadia-kejadian yang ada. Dari segala pengetahuan yang ada tidak akan lepas dari pendidikan, yang dimana dalam hal ini pendidikan dari orang tua kepada anak merupakan sebuah kewajiban, hanya saja banyak yang tidak menyadari bahwa orang tua sebenarnya merupakan guru yang pertama dan utama bagi anak-anaknya dalam membangun dan mendidik moralitas anak-anak. Tulisan ini berusaha untuk mengungkap pengajaran bahasa Bali menjadi sebua media untuk menarik minat siswa dalam pelajaran bahasa Bali dengan perangkat teori behaviouristik, konstruktivisme dan motivasi yang didukung oleh metode deskriptif kualitatif. Hasil dari analisis tersebut menunjukkan bahwa pengajaran bahasa Bali yang dianggap membosankan, menakutkan, dan kuno oleh siswa mampu berubah menjadi meyenangkan, gampang dimengerti dan bisa mengikuti zaman. Pada dasarnya, kunci dari kegiatan belajar mengajar adalah adanya saling dukung mendukung antara guru dan siswa, kemudian guru sebagai seorang pendidik mampu menejemen kelas dengan membuat pelajaran menjadi menyenangkan, inovatif dan kreatif sehingga diminati oleh siswanya. Eksistensi dari pengajaran yang dilakukan oleh guru dengan mengambil mata pelajaran bahasa Bali sangatlah bergantung kepada adanya desain pembelajaran dan media pembelajaran guna menarik minat siswa untuk belajar dan mengenal bahasa Bali sebagai bahasa ibu yang mereka miliki.
KAJIAN FILOLOGI DAN NILAI DALAM LONTAR TUTUR AJI SARASWATI
Gek Diah Desi Sentana
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol. 9 No. 1 (2019)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (339.743 KB)
|
DOI: 10.25078/kalangwan.v9i1.1610
Naskah Tutur Aji Saraswati menyatakan bahwa hidup adalah suatu proses yang berujung pada kematian yang tak mungkin terelakkan. Oleh sebab itu manusia diharapkan menjalani proses kehidupan (utpeti, stiti dan pralina) dengan benar. Berusaha mencapai kesadaran Tuhan dengan jalan Jnana (pengetahuan) dan tapa bratha. Hidup harus dijalankan berdasarkan petunjuk sastra agama agar menjadi berarti dan sejahtera.Untuk mewujudkan hidup yang sejahtera secara sekala dan niskala. Lontar Tutur Aji Saraswati digunakan untuk mengetahui aksara Bali yang terdapat dalam Bhuana Agung dan Bhuana Alit. Dengan adanya kesamaan simbol tersebut, maka manusia harus menyadari bahwa apa yang mereka lalukan akan berdampak pada alam. Seperti halnya keberadaan lontar yang saat ini lebih banyak berupa salinan, maka kajian filologi dapat menjadi acuan untuk menemukan lontar mana yang mendekati aslinya maupun yang mudah dipahami.
PENGINTEGRASIAN NILAI PERDAMAIAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAERAH SEBAGAI PERKUAT BUDAYA LOKAL
I Nyoman Sueca
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol. 9 No. 2 (2019)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (328.603 KB)
|
DOI: 10.25078/kalangwan.v9i2.1611
Kondisi masyarakat di masing-masing daerah di Indonesia dewasa ini diwarnai oleh berbagai bentuk tindak kekerasan yang dipicu oleh masalah sederhana sampai yang cukup pelik. Pelakunya meliputi golongan tidak berpendidikan dan golongan berpendidikan. Wilayah terjadinya di lingkungan desa adat di Bali dan kota-kota kecil, tidak terkecuali di kota metropolitan dan pusat pemerintahan. Berbagai konflik telah muncul dalam masyarakat Indonesia yang berbeda suku, agama, atau kepentingan telah menimbulkan kerusuhan massal, yang banyak menimbulkan korban jiwa dan harta. Tawuran antarpelajar sering terjadi di berbagai tempat. Budaya kekerasan telah merusak jalinan persatuan sesama warga negara, yang tentu saja menurunkan kualitas budaya. Mengatasi hal tersebut, lembaga pendidikan merupakan wahana penting untuk membangun kekuatan intlektual generasi bangsa. Semua lembaga pendidikan mempunyai tujuan untuk mengembangkan nilai teoretis, meskipun kadar dan kebutuhannya bervarisai antara lembaga pendidikan yang satu dengan yang lainnya, sesuai dengan jenis dan tingkat pendidikkannya. Oleh karena itu lembaga pendidikan merupakan wahana untuk mengembangkan budaya progresif. Budaya progresif tercermin dalam kemauan untuk maju dan berkembang, didukung oleh penemuan ilmiah serta pemenuhan kebutuhan secara efisien berdasarkan pemikiran secara rasional dan logis. Mengingat masing-masing daerah di Nusantara telah memiliki budaya tradisional yang disebut kearifan lokal (lokal wisdom), kebertahana ini didasari atas pentingnya pembelajaran bahasa daerah di masing-masing wilayah dimana mereka hidup untuk membangun kebudayaan. Sehingga pengintegrasian nilai perdamaian dalam mewujudkan keharmonisan dalam suatu wilayah dapat dilakukan melalui belajar bahasa terutama belajar bahasa daerah. Mengingat daerah di Indonesia terdiri banyak suku, etnis, agama, sehingga kita kaya dengan bahasa daerah. Bahasa daerah akan dapat memperkuat budaya pada masing-masing daerah sebagai sebuah lokal wisdom.
ESENSI ETIKA DAN MORALITAS DALAM KITAB NITI SATAKA
Putu Sabda Jayendra;
Gusti Ngurah Yoga Semadi
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol. 9 No. 2 (2019)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (482.669 KB)
|
DOI: 10.25078/kalangwan.v9i2.1612
Kitab Niti Sataka berisi tentang 100 buah sloka yang ditulis oleh Raja Bhartrihari sekitar dua ribu silam. Beliau adalah raja yang sangat pandai memimpin dan disayangi rakyatnya, disamping itu beliau juga ahli dalam filsafat dan bahasa Sansekerta. Kitab Niti Sataka mengandung ajaran tentang nilai-nilai etika dan moralitas yang sangat bermanfaat di dalam kehidupan, terlebih di zaman modern ini. Namun esensi etika dan moralitas dalam kitab Niti Sataka belum dikenal secara umum oleh umat Hindu. Ajaran yang terkandung di dalamnya sesungguhnya merupakan ajaran-ajaran susila (etika dan moralitas) dengan ungkapan-ungkapan bahasa kekinian yang mudah dicerna oleh masyarakat umum, serta dapat diaplikasikan dalam upaya pembentukan karakter sejak dini.
ESENSI KEHIDUPAN MANUSIA DALAM TEKS GEGURITAN AJI SESANA
I Kadek Widiantana
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol. 9 No. 2 (2019)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (170.412 KB)
|
DOI: 10.25078/kalangwan.v9i2.1613
Lack of knowledge of the nature of life, especially being human, impacts many experiencing stress symptoms, even at the rise of suicides cases. Therefore, it is important to understand the essence of being born human, so that you can live your life as well as possible. One of the Geguritan texts that contains the essence of life being human is the Geguritan Aji Sesana which is considered to be lacking in attention. Therefore, the author uses this Geguritan as a study material, because in the Geguritan summarized the teachings of Hinduism, mainly related to the essence of being born into a human, so that there is no regret to be human. Based on the explanation above, in this paper will discuss about:1) Structure of the Geguritan Aji Sesana; and 2) The essence of human life in the Geguritan Aji Sesana. In analyzing the Geguritan Aji Sesana text, the author uses structural and semiotic theories. The Geguritan Aji Sesana is a text that contains the essence of being born human, how humans must always cling to the teachings of Dharma, with the essence of being born the main human being. Humans are reminded to always be vigilant with enemies that are in themselves because the enemy is actually inside. Humans are required to always improve themselves by diligently studying literature. But in studying the literature, it must be gradual and begin from the basic level.
RASA BAHASA DALAM BAHASA BALI
Gusti Nyoman Mastini
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol. 9 No. 2 (2019)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (229.254 KB)
|
DOI: 10.25078/kalangwan.v9i2.1614
Rasa bahasa di dalam percakapan menggunakan Bahasa Bali sangatlah penting, karena ketika berbicara jika rasa bahasanya sudah sesuai dengan unggul-ungguling Bahasa Bali akan dapat menimbulkan rasa senang. Tetapi sebaliknya jika rasa bahasanya tidak sesuai dengan anggah-ungguhing, maka akan menimbulkan rasa tidak enak/ janggal. Bahasa Bali jika dilihat dari rasa bahasanya dapat dibagi menjadi 3 yakni (1) Rasa bahasa dalam bentuk kata meliputi : (a) kruna alus mider, (b) kruna alus madia, (c) kruna alus singgih, (d) kruna alus singgih, (e) kruna alus sor, (f) kruna mider, (g) kruna andap, dan (h) kruna kasar. (2) Rasa bahasa dan bentuk kalimat meliputi : (a) lengkara alus singgih, (b) lengkara alus madia, (c) lengkara alus sor, (d) lengkara andap, dan (e) lengkara kasar. (3) Selanjutnya Bahasa Bali dilihat dari rasa bahasanya dibagi menjadi (a) bahasa alus, (b) bahasa madia, (c) bahasa andap, dan (d) bahasa kasar.