cover
Contact Name
Sudadi
Contact Email
dsudadi@ugm.ac.id
Phone
+62811254834
Journal Mail Official
jka.jogja@gmail.com
Editorial Address
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada Jl. Farmako Sekip Utara, Yogyakarta 55281
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Jurnal Komplikasi Anestesi
ISSN : 23546514     EISSN : 26155818     DOI : https://doi.org/10.22146/jka.v11i2.12773
Core Subject : Health,
JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI (e-ISSN 2354-6514) is a scientific and original journal which published as a forum for various scientific articles including research, literature reviews, case reports and recent book reviews. The presence of this journal, it is hoped that it can provide input of knowledge and knowledge in the field of Anesthesiology and Intensive Therapy for medical personnel.
Articles 317 Documents
Perbandingan Ukuran Droplet Emulsi Propofol 200 mg yang Dicampur dengan Lidokain 10 mg pada Suhu yang Berbeda 6 Jam Setelah Pencampuran Dona Eriyadi; Calcarina FRW; Sudadi
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 1 No 3 (2014): Volume 1 Number 3 (2014)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v1i3.5546

Abstract

Latar belakang. Propofol (2,6-diisopropylphenol) telah mendapatkan popularitas sebagai obat anestesi baik untuk induksi maupun pemeliharaan anestesi.Propofol diformulasikan sebagai makroemulsi dengan minyak kedelai (100 mg/ml), lesitin (12 mg/ml), dan gliserol (22,5 mg/ml). Penyuntikan emulsi propofol sering menimbulkan nyeri. Untuk menguranginya biasanya dicampur dengan lidokain berbagai konsentrasi. Makroemulsi propofol ini secara termodinamik tidak stabil dan mengalami degradasi seiring dengan waktu. Pencampuran dengan lidokain akan menurunkan pH emulsi propofol sehingga mempercepat terjadinya degradasi emulsi propofol yang secara fisik ditandai dengan pembesaran ukuran droplet emulsi propofol. Pembesaran ukuran droplet propofol berakibat terhadap penurunan kecepatan pelepasan propofol, penurunan konsentrasi propofol dan risiko terjadinya emboli lemak. Risiko emboli lemak meningkat bila ukuran droplet lebih besar daripada populasi percentage of FAT globule>5????m (PFAT5) yang lebih dari 0,05%. Pada praktek sehari-hari sering dijumpai adanya pencampuran emulsi propofol dengan lidokain guna mengurangi nyeri penyuntikan, yang kemudian disimpan dalam lemari pendingin atau suhu ruanganuntuk penggunaan berikutnya.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terjadi perbedaan ukuran rerata droplet emulsi propofol yang dicampur dengan lidokainsetelah prosedur penyimpanan selama 3 dan 6 jam pada suhu yang berbeda. Metode. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental terencana (control trial) dengan tujuan menilai perbandinganMean Droplet Size (MDS) sesudah prosedur penyimpanan pada suhu lemari pendingin (2-4)0 C dan suhu ruangan (19-24)0 C selama 3 dan 6 jam. Terdapat12 sampel pada masing-masing perlakuan. Ukuran droplet diamati di bawah mikroskop monitor secara manual sebanyak 500 droplet tiap sampel.Analisa dataperbedaan MDS antara penyimpanan dalam suhu yang berbeda, digunakan uji t tidak berpasanganpada data yang berdistribusi normal dan uji Man Whitneyuntuk data yang berdistribusi tidak normal. Nilai p<0,05 secara statistik dianggap bermakna. Hasil. Tampak adanya perbedaanMDS pada jam ke-3 antara penyimpanan lemari pendingin (1,99±0,45) dengan suhu ruangan (2,18±0,67) yang bermakna secara statistik (p<0.05), dan pada jam ke-6 penyimpanan lemari pendingin (2,84±0,93) dengan suhu ruangan (3,16±1,24) yang bermakana secara statistik (p< 0,05). Nilai PFAT5jam ke-6 penyimpanan lemari pendingin 1,56 % dan suhu ruangan 5 %. Secara makroskopis penampakan fisik warna dan homogenitas propofol dari waktu dan penyimpanan tidak berubah (warna sesuai standar dan homogen) (masing-masing n=12/100%). Kesimpulan. Rerata ukuran droplet campuran propofol 200 mg dengan lidokain 10 mg setelah prosedur penyimpanan dalam lemari pendingin, lebih kecil dibandingkan dengan penyimpanan suhu ruangan, pada jam ke-3 dan jam ke-6
Perbedaan Pengaruh Pemberian Loading 500 cc Hydroxylethyl Starch 6% dan Hydroxylethyl Starch 6% pada Kadar Kreatinin dan Klirens Kreatinin Pasien Seksia Sesarea dengan Anestesi Spinal Igun Winarno; Ery Leksana; Johan Arifin
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 1 No 3 (2014): Volume 1 Number 3 (2014)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v1i3.5547

Abstract

Latar Belakang: Pemberian koloid dalam penelitian sebelumnya telah menunjukkan pengaruh pada fungsi ginjal, sesuai dengan berat molekul koloid tersebut. Koloid dengan berat molekul tinggi akan menurunkan fungsi ginjal. Namun demikian, sebagian besar penelitian tersebut mempelajari pengaruh pemberian koloid dengan volume besar. Sangat jarang diketahui tentang pengaruh tersebut pada pemberian koloid dengan volume kecil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh loading 500 cc Hydroxyethyl Starch 130/0, 4 (6%) dibandingkan. Artikel Penelitian: Hydroxyethyl Starch 200/0, 5 (6%) pada jumlah kreatinin serum, klirens kreatinin sebelum dan sesudah pemberian dan pengaruhnya terhadap produksi urin.Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis tahap 2 dengan disain uji non acak tersamar ganda, dengan 54 relawan yang telah diambil dengan consecutive sampling. Kelompok I diberikan loading dengan 500 cc Hydroxyethyl Starch 130/0, 4 (6%) (n = 27), dan Kelompok II dengan Hydroxyethyl Starch 200/0, 5 (0,6%) (n = 27) sebelum anestesi spinal untuk seksio sesarea. Kadar kreatinin serum, klirens kreatinin dan produksi urin diukur pada 0 jam, 1 jam dan jam ke-2 setelah anestesi. Data hasil penelitian diuji dengan t-test. Hasil: Ada peningkatan kreatinin serum pada jam pertama pada kelompok I (0,0274) dan kelompok II (0,0200) tetapi kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p> 0,05). Ada penurunan klirens kreatinin pada semua kelompok (kelompok I: 115.119 - 110.833), (kelompok II: 118,937-115,933) namun uji statistik menunjukkan kedua kelompok tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p> 0,05). Produksi urin pada jam pertama pada kedua kelompok yang lebih besar dari 0,5 cc / Kg / jam, tapi kemudian menurun pada 2 jam. Simpulan: Tidak terdapat pengaruh yang bermakna dari loading 500 cc Hydroxyethyl Starch 130/0, 4 (6%) dan Hydroxyethyl Starch 200/0, 5 (6%) terhadap peningkatan kadar kreatinin, penurunan klirens kreatinin dan penurunan volume urin dan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hasil ini antara kelompok.
Manajemen Anestesi pada Pasien dengan Hernia Diafragmatika Kongenital Juni Kurniawaty
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 1 No 3 (2014): Volume 1 Number 3 (2014)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v1i3.5565

Abstract

Hernia diafragmatika kongenital disebabkan oleh defek penutupan canalis pericardioperitoenal. Merupakan suatu tantangan tersendiri bagi dokter anestesi selama manajemen perioperasi pasien dengan hernia diafragmatika seperti komplikasi intraoperasi termasuk hipoksia dan hiperkarbia. Mortalitas tetap tinggi karena hipoplasia pulmonal dan hipertensi pulmonal. Kita akan membahas kasus seorang bayi laki-laki usia 7 hari dengan diagnosis hernia diafragmatika kongenital telah menjalani operasi laparotomi repair tutup defek diafragma. Pasien datang dengan sesak nafas dan terdiagnosa sebagai pneumonia. Pasien kemudian dilakukan intubasi dan dari pemeriksaan rontgen dada ditemukan hernia diafragmatika. Penilaian preoperatif menunjukkan pasien masih dalam kondisi yang optimal. Dilakukan anestesi teknik GA intubasi nafas kendali. Monitoring dilakukan dengan NIBP, EKG, SpO2. Operasi berlangsung 2 jam. Durante operasi hemodinamik stabil. Pasca operasi pasien masih terintubasi dan dirawat di NICU. Pasca operasi pasien tetap stabil dan uji laborat menunjukkan hasil dalam batas normal.
Manajemen Anestesi untuk Operasi Tutup Defek Hernia Umbilicalis pada Neonatus dengan Tetralogi of Fallot (TOF) Ressi Bhakti W; Bhirowo Yudo Pratomo; IG Ngurah Rai Artika
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 1 No 3 (2014): Volume 1 Number 3 (2014)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v1i3.5566

Abstract

Tetralogi of Fallot (TOF) adalah salah satu jenis penyakit jantung bawaan sianotik yang ditandai dengan defek septum ventrikel, overriding aorta, obstruksi outflow ventrikel kanan dan hipertrofi ventrikel kanan. penatalaksanaan anestesi pada pasien TOF memerlukan pemahaman akan masalah shunting intracardiac dan obat-obat yang mempengaruhi tingkat shunting kanan ke kiri. Dilaporkan penatalaksanaan anestesi pada pasien neonatus usia 17 hari, berat badan 3200 gram, dengan kelainan jantung bawaan Tetralogy of Fallot yang dilakukan operasi tutup defek hernia umbilikalis. Status fisik ASA III, teknik anestesi dengan anestesi umum semiopen, intubasi dengan ET no 3 tanpa cuff, nafas kendali. Pasien diberikan premedikasi dengan sulfas atropin 0,1 mg intravena, analgesi preemptif dengan Fentanyl 10 ????g intra vena, induksi intravena dengan Ketamin 5 mg, fasilitas intubasi dengan inhalasi Sevofluran dan pemeliharaan anestesi dengan O2, Sevofluran, Ketamin intermitten. Selama operasi hemodinamik relatif stabil dengan HR 120 -160 x/menit, dengan saturasi oksigen berkisar 68-80%.Paska operasi pasien kembali dirawat di NICU dengan ventilator untuk support ventilasi.
Strategi Layanan Nyeri Akut Center di DIY Mahmud
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 1 No 3 (2014): Volume 1 Number 3 (2014)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v1i3.5567

Abstract

Banyak nyeri akut pasca operasi yang tidak tertangani dengan baik. Penghilang nyeri yang tidak adekuat pada awal pasca operasi dapat meningkatkan risiko nyeri kronis. Hal ini menjadi dasar terbentuknya APS (Acute Pain Service), untuk menangani nyeri akut pasca operasi secara agresif agar dapat mengurangi terjadinya nyeri kronik. APS merupakan organisasi berbasis anestesiologi dengan tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, perawat, farmasi, dan fisioterapi. Tujuan APS adalah memberikan perbaikan nyeri akut yang optimal pasca pembedahan dengan efek samping yang minimal. APS melayani nyeri akut, kronik dan nyeri kanker.APS di RSUP Dr Sardjito saat ini menangani nyeri akut selama durante dan pasca operasi epidural, baik countinousmaupun intermiten, dengan harapan dapat mengurangi morbiditas pasca operasi. Bagian anestesi berencana bekerjasama dengan bagian-bagian lain yang seminat untuk membentuk APS, untuk menangani nyeri akut, kronik dan nyeri kanker.
Nyeri, Agitasi dan Delirium pada Pasien Kritis di Intensive Care Unit (ICU) Untung Widodo
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 1 No 3 (2014): Volume 1 Number 3 (2014)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v1i3.5568

Abstract

Nyeri pada pasien-pasien kritis dapat memicu terjadinya delirium dan agitasi yang banyak terjadi di ICU. Delirium merupakan penyebab paling sering terjadinya agitasi pasien-pasien di ICU, dan merupakan petanda beratnya gangguan sistemik yang dialami, serta mempunyai luaran yang buruk. Evaluasi yang cermat diperlukan untuk mencari kausanya yang mungkin. Dan kemudian dilakukan manajemen farmakologis dan non farmakologis yang tepat dan efisien, disamping tentunya dilakukan terapi dan support intensif bagi critical Ill nya.
Penatalaksanaan Perioperatif pada Pasien dengan Penyakit Jantung Valvular Sylvana Martina Kolibonso
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 1 No 3 (2014): Volume 1 Number 3 (2014)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v1i3.5569

Abstract

Penyakit jantung valvular saat ini merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang bermakna, mengingat demam rematik masih merupakan penyebab utama terjadinya penyakit jantung valvular di negara negara berkembang. Penanganan perioperatif pada pasien dengan penyakit jantung valvular memerlukan kerja sama dan komunikasi yang intensif antara anestesiologi, kardiologi, radiologi ,bedah dan berbagai disiplin ilmu yang terkait, mengingat adanya kemungkinan pasien dengan penyakit jantung valvular akan menjalani bedah non jantung
Tatalaksana Gagal Jantung Perioperatif (Management of Perioperative Heart Failure) I Made Adi Pramana
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 1 No 3 (2014): Volume 1 Number 3 (2014)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v1i3.5570

Abstract

Gagal jantung adalah kondisi patofisiologis kompleks yang ditandai oleh ketidakmampuan jantung untuk mengisi atau memompa darah pada tingkat yang tepat untuk memenuhi kebutuhan jaringan.Sindrom klinis ditandai dengan gejala sesak napas dan kelelahan dan tanda-tanda bendungan sirkulasi atau hipoperfusi. Konsekuensi hemodinamik dari gagal jantung adalah penurunan curah jantung, peningkatan LVEDP, vasokonstriksi perifer, retensi natrium dan air, dan penurunan pengiriman oksigen ke jaringan dengan perbedaan oksigen arteri- vena melebar. Gagal ventrikel kiri mengakibatkan tanda dan gejala edema paru, sedangkan gagal ventrikel kanan mengakibatkan hipertensi vena sistemik dan edema perifer. Adanya gagal jantung telah digambarkan sebagai satu faktor risiko yang paling penting untuk prediksi morbiditas dan mortalitas perioperatif.Pada periode preoperatif, semua faktor pencetus gagal jantung harus dicari dan diobati secara agresif sebelum dilanjutkan dengan operasi elektif.Pasien yang dirawat karena gagal jantung biasanya telah mendapatkan beberapa obat yang dapat mempengaruhi tatalaksana anestesi.Semua jenis anestesi umum telah berhasil digunakan pada pasien dengan gagal jantung.Namun, dosis obat mungkin perlu disesuaikan.Pro dan kontra dari anestesi regional harus dipertimbangkan secara hati-hati pada pasien gagal jantung.Selama periode post operasi pasien sebaiknya dimonitor dan diterapi di intensive care unit.
Pengelolaan Peripartum Sindroma Eisenmenger Septika, Rafidya Indah; Uyun, Yusmein; Rahardjo, Sri
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 2 No 1 (2014): Volume 2 Number 1 (2014)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v2i1.7181

Abstract

Sindroma Eisenmenger merupakan tingkat terberat spektrum perubahan struktur dan fungsi vaskulatur pulmonal yang memicu peningkatan progresif resistensi vasa pulmonal. Perdefi nisi, sindroma Eisenmenger merujuk keadaan klinis adanya aliran 2 arah (bi-directional) pada pasien dengan defek kongenital intrakardiak akibat sekunder dari hipertensi pulmonal, sehingga muncul sianosis. Kehamilan dengan Sindroma Eisenmenger memiliki mortalitas maternal dan fetal yang tinggi. Manajemen peripartum optimal sangat penting, walaupun mortalitas tetap tinggi.
Perbandingan Tiva Kontinyu Antara Propofol 1,5 mg/kgbb IV-Ketamin 1 mg/kgbb IV dengan Propofol 1,5 mg/kgbb IV-Fentanyl 2 μg/kgbb IV dalam Mencapai Bispectral 40-60 pada MOW Silalahi, Antonius; FRW, Calcarina; Suryono, Bambang
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 2 No 1 (2014): Volume 2 Number 1 (2014)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v2i1.7189

Abstract

Latar Belakang: tujuan anestesi modern adalah memastikan cukup kedalaman anestesi. Untuk mengetahui kedalam anesteri dapat dilakukan dengan dua cara yaitu klinis dan penunjang. Secara klinis kedalaman anestesi dengan melihat perubahan frekuensi nafas, bergeraknya anggota badan, laju nadi, dan tekanan darah, sedangkan dengan penunjang menggunakan Bispectral Index Score (BIS).Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kebutuhan dosis propofol pada kombinasi propofol1,5 mg/kgbb iv dan ketamin 1 mg/kgbb iv dilanjutkan pemeliharaan propofol 4 mg/kgbb/jam iv dan ketamin 1 mg/kgbb/jam iv dibandingkan propofol 1,5 mg/kgbb iv dan fentanil 2 μg/kgbb iv dilanjutkan pemeliharaan propofol 4 mg/kgbb/jam iv dan fentanil 2 μg/kgbb/jam iv selama TIVA kontinyu pada MOW dengan menggunakan BIS 40-60 sebagai monitoring kedalaman anestesiMetode penelitian: menggunakan uji klinis secara acak pembutaan ganda. Jumlah subyek 48 pasien, terbagi dalam dua kelompok masing–masing 24 pasien. Kelompok A menerimainduksi propofol 1,5 mg/kgbb iv + ketamin 1 mg/kgbb iv dilanjutkan pemeliharaan dengan propofol 4 mg/kgbb/jam + ketamin 1 mg/kgbb/jam iv dan kelompok B menerima induksi propofol 1,5 mg/kgbb + fentanyl 2μg/kgbb iv dilanjutkan pemeliharaan dengan propofol 4 mg/kgbb/jam iv + fentanyl 2μg/kgbb/jam iv. Pengukuran dilakukan pada tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, tekanan arteri rerata, denyut jantung, bispectral, dan pasien dipertahankan dalam BIS 40-60, bila BIS >60 pasien diberikan bolus propofol untuk mempertahankan BIS.Jumlah total propofol bolus dan pemeliharaan diukur dan dicatat, serta efek samping yang ditimbulkan dari kedua kelompok penelitian. Analisis data menggunakan uji paired sample t-testdanindependent t-test dengan derajat kemaknaan p <0,05.Hasil penelitian: TIVA kontinyu kombinasi propofol – ketamin lebih berdayaguna dibandingkan TIVA kontinyu kombinasi propofol – fentanyl. Propofol boluspada group propofol-ketamin (78,75± 23,831),sedangkan pada group propofol-fentanyl (105,00±27,663), secara statistik ada perbedaan bermakna (p <0,05). Propofol kontinyuspada group propofol-ketamin (106,75± 15,422), sedangkan pada group propofolfentanyl (108,50 ± 13,465), secara statistik tidak ada perbedaan bermakna (p > 0,05).Total propofol yang digunakan pada group propofol-ketamin (264,88± 30,035), sedangkan pada group propofol-fentanyl (295,79 ± 41,359), secara statistik ada perbedaan bermakna (p < 0,05). Pasien yang tidak bergerak pada saat irisan pertama lebih baik pada group propofol-ketamin 25% dibandingkan pada group propofolfentanil 62,5%(p < 0,05). Penurunan kardiovaskulerlebih stabil pada group propofol-ketamin dibandingkan pada group propofol-fentanyl, walaupun secara statistik tidak berbeda bermakna (p > 0,05)Kesimpulan: Kombinasi propofol 1,5 mg/kgbb iv + ketamin 1 mg/kgbb iv lebih berdayaguna dibandingkan propofol 1,5 mg/kgbb + fentanyl 2μg/kgbb iv pada TIVA untuk tindakan MOW.

Page 3 of 32 | Total Record : 317


Filter by Year

2013 2024


Filter By Issues
All Issue Vol 12 No 1 (2024): Volume 12 Number 1 (2024) Vol 11 No 3 (2024): Volume 11 Number 3 (2024) Vol 11 No 2 (2024): Volume 11 Number 2 (2024) Vol 11 No 1 (2023): Volume 11 Number 1 (2023) Vol 10 No 3 (2023): Volume 10 Number 3 (2023) Vol 10 No 2 (2023): Volume 10 Number 2 (2023) Vol 10 No 1 (2022): Volume 10 Number 1 (2022) Vol 9 No 3 (2022): Volume 9 Number 3 (2022) Vol 9 No 2 (2022): Volume 9 Number 2 (2022) Vol 9 No 1 (2021): Volume 9 Number 1 (2021) Vol 8 No 3 (2021): Volume 8 Number 3 (2021) Vol 8 No 2 (2021): Volume 8 Number 2 (2021) Vol 8 No 1 (2021): Volume 8 Number 1 (2021) Vol 7 No 3 (2020): Volume 7 Number 3 (2020) Vol 7 No 2 (2020): Volume 7 Number 2 (2020) Vol 7 No 1 (2019): Volume 7 Number 1 (2019) Vol 6 No 3 (2019): Volume 6 Number 3 (2019) Vol 6 No 2 (2019): Volume 6 Number 2 (2019) Vol 5 No 3 (2018): Volume 5 Number 3 (2018) Vol 5 No 2 (2018): Volume 5 Number 2 (2018) Vol 5 No 1 (2017): Volume 5 Number 1 (2018) Vol 4 No 3 (2017): Volume 4 Number 3 (2017) Vol 4 No 2 (2017): Volume 4 Number 2 (2017) Vol 4 No 1 (2016): Volume 4 Number 1 (2016) Vol 3 No 3 (2016): Volume 3 Number 3 (2016) Vol 3 No 2 (2016): Volume 3 Number 2 (2016) Vol 3 No 1 (2015): Volume 3 Number 1 (2015) Vol 2 No 3 (2015): Volume 2 Number 3 (2015) Vol 2 No 2 (2015): Volume 2 Number 2 (2015) Vol 2 No 1 (2014): Volume 2 Number 1 (2014) Vol 1 No 3 (2014): Volume 1 Number 3 (2014) Vol 1 No 2 (2014): Volume 1 Number 4 (2014) Vol 1 No 1 (2013): Volume 1 Number 1 (2013) More Issue