Juni Kurniawaty Muhdar Abubakar Djayanti Sari
Departemen Anestesiologi Dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat Dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta|Universitas Gadjah Mada

Published : 42 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Epidural Labour Analgesia pada Pasien Hamil dengan Sindrom Eisenmenger Juni Kurniawaty
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 11, No 2 (2019): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1253.679 KB) | DOI: 10.14710/jai.v11i1.22899

Abstract

Sindrom Eisenmenger didefinisikan sebagai hubungan abnormal antara sirkulasi sistemik dan paru berupa pirau kiri ke kanan yang berbalik menjadi kanan ke kiri akibat tingginya resistensi vaskular paru. Wanita hamil dengan sindrom Eisenmenger disarankan untuk menghentikan kehamilan, tetapi jika pasien tetap memilih untuk melanjutkan kehamilan, maka sebaiknya masuk rumah sakit pada usia kehamilan 25 minggu, bed rest selama periode sisa kehamilan, diberikan oksigen selama periode sesak napas dan dilakukan pemeriksaan analisis gas darah serial untuk mendeteksi perubahan di dalam aliran shunt. Apabila pilihan mode persalinanannya adalah persalinan normal, maka pada onset dari persalinan, dilakukan insersi kateter epidural, dilakukan pemantauan dengan monitor hemodinamik invasif dan apabila terjadi penurunan tekanan darah seharusnya segera diterapi dengan pemberian vasopressor serta setiap kehilangan darah dilakukan transfusi. Pasien seharusnya tetap di dalam rumah sakit sampai 7-14 hari setelah persalinan.
Cost-effectiveness comparison between caudal block and intravenous ketorolac as an early post-operative analgesic in pediatric patients underwent surgery below umbilicus segment Juni Kurniawaty; Muhdar Abubakar; Djayanti Sari
Journal of the Medical Sciences (Berkala Ilmu Kedokteran) Vol 46, No 01 (2014)
Publisher : Journal of the Medical Sciences (Berkala Ilmu Kedokteran)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (361.616 KB) | DOI: 10.19106/JMedScie004601201403

Abstract

Post-operative pain treatment in pediatric is frequently inadequate that could lead to psychological,physiological and behavioral changes. Therefore, adequate pediatric pain management is needed.Some analgesics such as ketorolac and regional anesthesia techniques such as caudal blockhave been applied to relieve pain. Ketorolac and caudal block have its own advantages anddisadvantages. The aim of study was to compare the cost-effectiveness of ketorolac and caudalblok as a post-operative analgesic in pediatric. This was double blind randomized controlledclinical trial with parallel design conducted in Dr. Sardjito General Hospital. The subjects werechildren who underwent surgery below umbilicus segment. Seventy patients were randomlydivided into two groups with 35 patients in each group. Group I (Caudal block Group) was givencaudal block with bupivacaine 0.12% 1 mL/kg body weight (BW) whereas Group II (KetorolacGroup) was given ketorolac 0.5 mg/kg BW intravenously (IV). The patient’s pain was scored at 0,15, 30, 45 minute and 1, 2, 3 hours after the conscious patients using modified Children’sHospital of Eastern Ontario Pain Scale (mCHEOPS). Furthermore, the cost-effectiveness theboth interventions was also compared. The caudal block was more effective in reducing painthan the ketorolac at minutes 0 (27/8 vs 10/25) and 15 (34/1 vs 18/17) (p<0.05). However, atthird hour the ketorolac revealed more effective than the caudal block (29/6 vs 32/3) (p<0.05).The cost of the caudal block was higher than the ketorolac (IDR 95.860 ± 5.745 vs IDR 7.200± 14.886) (p <0.05). However, the length of stay after the caudal block was shorter than theketorolac (40.43 ± 13.899 vs 48.57 ± 14.068) (p <0.05). Morphine was more needed forrescue analgesic in the ketorolac (p < 0.05) in first hour of operation, whereas after three houroperation paracetamol was more needed in caudal block (p < 0.05). In conclusion, the caudalblock is not more cost-effective than ketorolac in reducing post-operative pain in pediatricpatients underwent surgery below umbilicus segment.
Outcome Comparison Between Insulin-Dependent and Non Insulin-Dependent Patients after Open Adult Cardiac Surgery Juni Kurniawaty; Budi Yuli Setianto; Supomo Supomo; Yunita Widyastuti; Cornelia Ancilla; Cindy Elfira Boom
Solo Journal of Anesthesi, Pain and Critical Care (SOJA) Vol 3, No 1 (2023): April 2023
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/soja.v3i1.66306

Abstract

Background: Insulin-dependent diabetic patients usually have poor glycemic control and higher risk of complications than non-insulin-dependent diabetic patients. However, the difference in clinical outcomes between these two groups of patients who underwent open cardiac surgery was not established. Therefore, this study compares the short-term outcome of insulin vs non-insulin-dependent diabetic patients after open cardiac surgery in a large-scale study.Methods: The study design was a retrospective cohort. All adults who underwent open cardiac surgery between January 1st 2016-December 31st 2020 in 4 tertiary hospitals in Indonesia were included in the study. From a total of 4.931 samples included in the study, 3.753 patients were non-diabetic (Group I) and 1.178 were diabetic (Group II). Group II was divided into subgroup IIA (930 non-insulin-dependent) and subgroup IIB (248 insulin-dependent). The main outcome was in-hospital mortality of open cardiac surgery patients.Result: In-hospital mortality between group I and II had no significant difference (6.8% vs 5.7%; p = 0.188), as well as IIA and IIB (5.6% vs 6%; p = 0.782). Multivariate analysis demonstrated that diabetes did not increase mortality of open cardiac surgery (OR 0.665; p = 0.021). In-hospital mortality of subgroup IIB was higher than subgroup IIA, but insulin therapy did not increase the risk of in-hospital mortality (OR 1.259; p = 0.464).Conclusion: Both insulin-dependent and non-insulin-dependent diabetes mellitus were not the predictors of poor short-term outcomes for open adult cardiac surgery patients.
Epidural Labor Analgesia pada Ibu Hamil dengan Blok Total Atrioventrikuler yang Terinfeksi Coronavisrus Disease–19 (COVID-19) Oktavian Rizki Ilahi; Juni Kurniawaty; Ratih Kumala Fajar Apsari
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 15, No 2 (2023): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v0i0.53355

Abstract

Latar Belakang: Melahirkan tanpa rasa sakit merupakan salah satu hak dari ibu hamil. Pemilihan persalinan dengan epidural tentu akan menjadi pilihan untuk meminimalisir nyeri persalinan, terutama ditujukan pada pasien dengan problem jantung untuk meminimalisir stres selama persalinan.Kasus: Kami laporkan pasien wanita 29 tahun dengan G1P0A0, usia kehamilan 40 minggu dengan riwayat total AV blok yang sedang mengalami persalinan yang direncanakan melahirkan bayi pervaginam, saat hari admisi pasien diskrining swab polymerase chain reaction (PCR) dan dinyatakan terkonfirmasi infeksi coronavirus disease-19 (COVID-19). Pasien kemudian dipasang epidural, monitor invasif artery line, dan dirawat di ruang isolasi intensif. Nyeri terkontrol dengan epidural kontinyu, tidak ada keterlambatan maju pada persalinan, dan kondisi hemodinamik ibu stabil sampai bayi dilahirkan dengan penilaian appearance, pulse, grimace, activity, respiration (APGAR) skor 9.Pembahasan: Teknik neuraksial terutama epidural merupakan pilihan utama analgesi maupun anestesi pada pasien dengan total AV blok dikarenakan memiliki analgetik poten serta meminimalisir gejolak hemodinamik apabila akan segera dilakukan operasi sesar.Kesimpulan: Penggunaan permanent pacemaker tidak direkomendasikan pada pasien asimtomatik namun kardiolog harus dilibatkan untuk sewaktu – waktu memasang temporary pacemaker seperti pada pasien ini. Selain itu penggunaan epidural memungkinkan untuk diberi dosis kontinyu ataupun patient controlled epidural analgesia pada pasien isolasi intensif dengan infeksi COVID-19.
Manajemen Perioperatif pada Pasien Hipertensi Pulmonal Akibat Kelainan Jantung Kiri yang Menjalani Operasi Bedah Jantung Rifdhani Fakhrudin Nur; Juni Kurniawaty; Bhirowo Yudo Pratomo
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 15, No 1 (2023): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v0i0.49535

Abstract

Hipertensi pulmonal akibat kelainan jantung kiri (PH-LHD) pada pasien yang menjalani bedah jantung dihubungkan dengan tingginya komplikasi, peningkatan risiko luaran buruk, dan kenaikan mortalitas perioperatif. Manajemen praoperatif pada pasien PH-LHD meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, serta kateterisasi jantung kanan untuk menegakkan diagnosis definitif. Optimalisasi praoperatif dilakukan dengan memastikan kondisi euvolemik, meneruskan pengobatan sebelumnya, sampai memberikan perawatan intensif pada kondisi gagal jantung dekompensasi akut. Selain pemantauan invasif standar, pemantauan transesophageal echocardiography intraoperatif digunakan untuk menganalisis PH dan mengenali kelainan jantung kiri yang menyebabkan PH. Induksi anestesi dilakukan dengan teknik anestesi balans antara opioid dan agen inhalasi dosis rendah. Pada PH-LHD yang disebabkan lesi katup, target hemodinamik disesuaikan dengan jenis kelainan katupnya. Target manajemen pascaoperatif adalah menghindari dan mengobati gagal ventrikel kanan dengan mengatasi aritmia, melakukan strategi ventilasi mekanik pelindung ventrikel kanan, memastikan keseimbangan cairan, dan memberikan dukungan obat vasoaktif jika diperlukan.
Manajemen Perioperatif Pasien Atrial Septal Defect (ASD) dengan Hipertensi Pulmonal yang Menjalani Operasi Tutup Defek Rifdhani Fakhrudin Nur; Juni Kurniawaty; Bhirowo Yudo Pratomo
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 12, No 2 (2024)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15851/jap.v12n2.3354

Abstract

Atrial septal defect (ASD) kompleks yang tidak didiagnosis dan dikoreksi hingga usia dewasa dapat menyebabkan hipertensi pulmonal. Manajemen perioperatif operasi penutupan defek pasien ASD dewasa dengan hipertensi pulmonal memberikan tantangan tersendiri karena dikaitkan dengan tingginya komplikasi perioperatif serta peningkatan morbiditas dan mortalitas. Kami melaporkan seorang wanita berusia 23 tahun dengan ASD dan hipertensi pulmonal yang menjalani operasi tutup defek. Pemeriksaan ekokardiografi praoperasi menunjukkan ASD sekundum right-to-left shunt dengan diameter 25–30 mm dan kateterisasi jantung kanan yang menunjukkan rerata tekanan arteri pulmonal 58 mmHg dan pulmonary vascular resistance 8,1 WU. Induksi anestesi dilakukan dengan balanced opioid, dosis kecil agen induksi, dan pelumpuh otot. Hemodinamik selama operasi stabil, dan periode penyapihan cardiopulmonary bypass berjalan lancar dengan topangan dobutamin dan norepinefrin. Pascaoperasi, pasien dirawat di Intensive Care Unit dengan keadaan umum baik, hemodinamik stabil, nyeri pascaoperasi terkontrol dan tanpa kejadian komplikasi. Penilaian praoperatif yang tepat, manajemen intraoperatif yang berhasil menjaga stabilitas hemodinamik, dan manajemen pascaoperatif yang dapat mencegah dan mengatasi komplikasi pascaoperasi dapat menghasilkan luaran yang baik pada pasien ini.
Hubungan Kegawatdaruratan dengan Teknik Anestesi pada Plasenta Akreta di RSUP H. Adam Malik Medan Fadinie, Wulan; Fajar Apsari, Ratih Kumala; Uyun, Yusmein; Widyastuti, Yunita; Kurniawaty, Juni
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 7 No 1 (2024): Maret
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v7i1.172

Abstract

Latar Belakang: Plasenta akreta dapat terjadi selama kehamilan karena implantasi plasenta yang tidak normal, dengan anestesi neuraksial saat ini lebih umum digunakan dalam persalinan seksio sesarea untuk kasus ini.Tujuan: Penelitian bertujuan untuk menilai hubungan antara kegawatdaruratan dan teknik anestesi pada kasus plasenta akreta di RSUP H. Adam Malik Medan.Subjek dan Metode:Melibatkan analisis deskriptif kohort retrospektif menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien plasenta akreta di RSUP H. Adam Malik Medan dari 2020 hingga 2023.Hasil: Hasil dari 200 sampel terungkap adanya hubungan antara kegawatdaruratan dan teknik anestesi. Ditemukan bahwa kasus emergensi terjadi pada 70,6% dari pasien yang menggunakan anestesi umum dan 44,9% dari pasien yang menggunakan anestesi neuraksial. Sedangkan kasus elektif terjadi pada 29,4% dari pasien yang menggunakan anestesi umum dan 55,1% dari pasien yang menggunakan anestesi neuraksial.Simpulan: Pemilihan teknik anestesi, baik anestesi umum maupun neuraksial, dipengaruhi oleh kegawatdaruratan dalam persalinan seksio sesarea pada kasus plasenta akreta.
Validity of Acute Physiology and Chronic Health Evaluation (APACHE) IV for the Prediction of Prolonged Intensive Care Unit (ICU) Length of Stay in Dr. Sardjito General Hospital in the COVID Era Muhammad Mufti Sofyanoor; Widyastuti, Yunita; Juni Kurniawaty; Djayanti Sari
Journal of Anesthesiology and Clinical Research Vol. 4 No. 2 (2023): Journal of Anesthesiology and Clinical Research
Publisher : HM Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37275/jacr.v4i2.302

Abstract

Introduction: APACHE IV was a good predictor of ICU length of stay in the USA and some countries outside the USA but poor in others. It is important to develop a scoring system for the Indonesian population, especially in this scope, Dr. Sardjito General Hospital. To develop such a scoring system, it is reasonable to study the validity of APACHE IV in ICU Dr. Sardjito General Hospital for predicting prolonged length of stay. Methods: A retrospective cohort observational study using data from January 1st, 2020, to December 31st, 2020, taken from the ICU of Dr. Sardjito General Hospital. The data are the patient's observed ICU LOS and data required in calculating APACHE IV score and ICU LOS prediction. Discrimination is calculated using the area under (AUC) the receiver operating characteristic curve (ROC) and calibration by the Hosmer-Lemeshow test. Results: Samples were 329 patients. APACHE IV ICU length of stay prediction showed moderate discriminatory ability (AUC-ROC: 0.74) and poor calibration (p <0.001) to predict prolonged ICU stay. The APACHE IV score has a strong discriminatory ability (AUC-ROC: 0.83). Using the DeLong method, the AUC from ROC APACHE IV score was greater than the AUC from ROC predicted length of stay in APACHE IV ICU (p <0.001). APACHE IV predicted ICU length of stay overestimated observed ICU length of stay. Conclusion: APACHE IV ICU length of stay prediction has moderate discrimination and poor calibration to predict prolonged ICU stay. The APACHE IV score has better discrimination than the APACHE IV ICU length of stay prediction in predicting prolonged ICU stay.
Manajemen Anestesi pada Pasien dengan Hernia Diafragmatika Kongenital Juni Kurniawaty
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 1 No 3 (2014): Volume 1 Number 3 (2014)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v1i3.5565

Abstract

Hernia diafragmatika kongenital disebabkan oleh defek penutupan canalis pericardioperitoenal. Merupakan suatu tantangan tersendiri bagi dokter anestesi selama manajemen perioperasi pasien dengan hernia diafragmatika seperti komplikasi intraoperasi termasuk hipoksia dan hiperkarbia. Mortalitas tetap tinggi karena hipoplasia pulmonal dan hipertensi pulmonal. Kita akan membahas kasus seorang bayi laki-laki usia 7 hari dengan diagnosis hernia diafragmatika kongenital telah menjalani operasi laparotomi repair tutup defek diafragma. Pasien datang dengan sesak nafas dan terdiagnosa sebagai pneumonia. Pasien kemudian dilakukan intubasi dan dari pemeriksaan rontgen dada ditemukan hernia diafragmatika. Penilaian preoperatif menunjukkan pasien masih dalam kondisi yang optimal. Dilakukan anestesi teknik GA intubasi nafas kendali. Monitoring dilakukan dengan NIBP, EKG, SpO2. Operasi berlangsung 2 jam. Durante operasi hemodinamik stabil. Pasca operasi pasien masih terintubasi dan dirawat di NICU. Pasca operasi pasien tetap stabil dan uji laborat menunjukkan hasil dalam batas normal.
Penatalaksanan Perioperatif Pasien dengan Anomali Ebstein Kurniawaty, Juni; Poernomo, Herdono
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 3 No 1 (2015): Volume 3 Number 1 (2015)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v3i1.7231

Abstract

Anomali Ebstein adalah penyebab paling sering dari regurgitasi trikuspid kongenital. Karakteristik malformasi katup trikuspid dan ventrikel kanan pada anomali Ebstein adalah abnormalitas perlekatan katup septal dan posterior ke miokardium, perpindahan ke bawah dari anulus fungsional, dan adanya bagian atrialisasi ventrikel kanan yang berdilatasi.Gejala utama dari anomali Ebstein adalah sianosis, gagal jantung kanan, aritmia, dan henti jantung mendadak. Variasi hemodinamik dan gambaran klinis tergantung pada usia, keparahan anatomi, gangguan fungsional jantung kanan maupun kiri, serta derajat pintas interatrial kanan ke kiri. Anak usia lebih dari 10 tahun dan dewasa sering menunjukkan gejala aritmia, sianosis, berkurangnya toleransi aktivitas, kelemahan atau gagal jantung kanan.Dilaporkan pasien usia 16 tahun dengan anomali Ebstein yang dilakukan operasi repair anomali. Pasien ini menunjukkan tanda sianosis dan berkurangnya toleransi aktivitas preoperasi. Dilakukan operasi Cone repair dengan masalah paska operasi gagal jantung kanan dan low cardiac output syndrome. Pada hari berikutnya pasien dilakukan operasi bidirectional cavopulmonary shunt (BCPS) dan pemasangan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO). Pasien meninggal di intensive care unit (ICU) pada hari perawatan ke-18 paska operasi.