cover
Article Per Year (5 Year)
All
Home Page
OAI Link
Editorial Team
Contact
Reviewer
Google Scholar
Contact Name
Aminah
Contact Email
aminah@usk.ac.id
Phone
+6285370328875
Journal Mail Official
aminah@usk.ac.id
Editorial Address
Gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Syiah Kuala, Kopelma Darussalam, Syiah Kuala, Banda Aceh, Aceh 24415 Prov. Aceh, Indonesia.
Location
Kab. aceh besar,
Aceh
INDONESIA
Journal of Political Sphere
Published by Universitas Syiah Kuala
ISSN : -     EISSN : 27461955     DOI : 10.24815
Core Subject : Humanities, Social,
Humanities Law, Crime, Criminology & Criminal Justice Social Sciences
The Journal of Political Sphere is published by the Political Science Study Program, Faculty of Social and Political Sciences, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia. This multidisciplinary journal focuses on political science, governance, and public policy in Indonesia and Asia. It features both theoretical and empirical research aimed at advancing and disseminating scholarly knowledge about the region. The journal covers various topics including political science, Indonesian and Asian politics, governance issues, public policy, decentralization, political parties, and national and local elections. It also publishes research notes, conference and workshop announcements, seminar notices, and book reviews. The Journal of Political Sphere is released biannually, in June and December.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Sosiologi dan Ilmu Politik
Articles 62 Documents
 3   4   5   6   7 
Egalitarian Culture Perempuan Aceh Novita Sari
Journal of Political Sphere Vol 1, No 2 (2020): vol 1 No 2
Publisher : Journal of Political Sphere

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jps.v1i2.19678

Abstract

Peranan perempuan di Indonesia pada umumnya hanya menjalankan tugas rumah tangga seperti mengasuh anak, urusan dapur, serta urusan kebersihan rumah. Sedangkan pekerjaan diluar rumah itu dilakukan pria. Paradigma peranan terhadap perempuan sangat mempengaruhi terhadap hak mereka untuk aktif dan partisipasi terhadap lingkungan sosial yang begitu sulit untuk mereka dapatkan seperti untuk bekerja, terlibat dalam organisasi sosial dan politik. Akibat perempuan yang dilabling makhluk yang lemah sehingga persoalan yang diluar rumah dominan dilakukan oleh laki-laki dan dalam segala sektor dikuasi. Hegemony peranan laki-laki yang begitu besar menimbulkan ketimpangan, intoleransi dan kekerasan fisik maupun non fisik. Melihat persoalan perempuan di Indonesia cukup berbeda degan konteks Aceh yaitu Perempuan di Aceh memiliki nilai egaliter dalam keidupan masyarakat. Nilai egaliter yang ada dalam masyarakat Aceh memberikan ruang untuk mengaktualisasikan dirinya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bertujuan menggambarkan fenomena yang sedang terjadi berdasarkan data dilapangan. Hasil penelitian menujukkan bawa masyarakat Aceh sangat egaliter terhadap peranan perempuan dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan persoalan sosial memiliki status yang sama. Hal tersebut sesuai dengan wawancara dilapangan menyebutkan bahwa, tidak ada warga maupun perangkat desa membeda-bedakan antara perempuan dan laki-laki dalam hal persoalan sosial, misalnya seperti gotong royong, rapat gampong serta kegiatan lainnya berupa pelatihan keterampilan sering dilibatkan. Selain itu juga kuatnya nilai demokratis masyarakat Aceh terhadap memposisikan perempuan dalam konteks kemanusiaan. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa cultur egaliter yang berkembag di masyarakat Aceh bukan hal yang baru melainkan secara alami berdasarkan kehidupan masyarakat tersebut. Culture egaliter yang berkembang pada kehidupan masyarakat di Aceh ternyata memberikan kesadaran kolektif bagi siapapun memiliki peranan peting dalam pembagunan daerah yang tidak melihat jenis kelamin laki-laki maupun perempuan bahwa stigma perempuan yang identik lemah, kaum termarginal ini tidak berlaku di AcehKata kunci: Egaliter Culture, Perempuan Aceh
PERAN PEMERINTAH KOTA BANDA ACEH DALAM MENGHADAPI ISU INTOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA Masrul Masrul
Journal of Political Sphere Vol 1, No 2 (2020): vol 1 No 2
Publisher : Journal of Political Sphere

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jps.v1i2.19676

Abstract

ABSTRAKIsu intoleransi yang ditujukan terhadap Kota Banda Aceh, menjadi sebuah perdebatan setelah Setara institut mengeluarkan survei yang menyatakan bahwa Kota Banda Aceh merupakan salah satu kota yang intoleransi, dimana posisi banda Aceh menduduki nomor 2 pada tahun 2018 dengan disusul Jakarta dan tanjung balai. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis sebab timbulnya isu intoleransi di Kota Banda Aceh dan Peran pemerintah Kota Banda Aceh dalam menangani isu intoleransi yang terjadi di Kota Banda Aceh. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara semi terstruktur terhadap lima informan. menentukan informan penelitian ini dilakukan berdasarkan kriteria penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Intoleransi tidak pernah terjadi di Kota Banda Aceh, faktanya para umat agama lain yang ada di Kota Banda Aceh masih bisa melaksanakan ibadahnya secara nyaman dan aman di rumah pribadinya masing-masing, yang tentunya telah mendapat izin remi dari pada pemerintah setempat. Adapun upaya pemerintahan Kota Banda Aceh dalam mengatasi isu intoleransi adalah dengan membentuk dan memfasilitasi wadah komutasi antar umat beragama yang ada di Kota Banda Aceh, serta memberikan edukasi kepada masyarakat sejak dini perlunya menjaga satu kesatuan perdamaian umat beragama yang ada di Kota Banda Aceh agar tidak terjadi konflik yang menjatuhkan korban jiwa hanya karena kesalah pemahaman antar umat beragama. Kesimpulan dari skripsi ini adalah Isu Intoleransi yang ditujukan kepada Kota Banda Aceh adalah hanya isu yang tidak dapat di buktikan kebenarannya, faktanya tidak ada bentuk nyata, secara terang-terangan tindakan dari masyarakat maupun pemerintah yang ingin mengusir umat beragama lain yang ada di Kota Banda Aceh.Kata Kunci: Intoleransi, Isu, Banda Aceh, Pemerintah,
Kekerasan Pasca Konflik, Penguatan Demokrasi Lokal, dan Pembangunan Politik Aceh Iqbal Ahmady
Journal of Political Sphere Vol 1, No 2 (2020): vol 1 No 2
Publisher : Journal of Political Sphere

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jps.v1i2.19675

Abstract

Kekerasan dalam kontestasi politik pascakonflik di Aceh turut mempengaruhi penguatan demokrasi lokal. Hal ini berdampak buruk bagi pembangunan politik dan stabilitas yang seharusnya menjadi tujuan dari penyelesaian konflik. Penelitian ini menguraikan pemecahan atas terjadinya masalah yang tersebut. Menjelaskan dari dasar teoritis yang menjadi alasan subtansi masalah, memudahkan pemahaman terjadinya kekerasan pasca konflik dimulai atas beberapa landasan berpikir empiris. Bahan dan data penelitian ini melalui studi kepustakaan dan dianalisis menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menjelakan alasan terjadinya kekerasan pascakonflik, yaitu: (1) skema win-lose, lose-lose, dan win-win solution dalam penyelesaian konflik Aceh (2) faktor historis: akar kekerasan di Aceh yang mempengaruhi kondisi politik pasca konflik (3) mengenai kedestruktifan kesumat (vengeful destructiveness). Namun, kekerasan tersebut berhenti berlanjut karena faktor pemilu serentak yang diaplikasikan pada kontestasi politik tahun 2019 yang berakhir lancar tanpa hambatan.Kata Kunci:kekerasan,demokrasi, pembangunan politik
PENGARUH WAKIL BUPATI TERHADAP KEMENANGAN PARTAI NANGGROE ACEH (PNA) PADA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2019 DI KABUPATEN ACEH SELATAN Desfoel Maulana
Journal of Political Sphere Vol 1, No 2 (2020): vol 1 No 2
Publisher : Journal of Political Sphere

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jps.v1i2.19674

Abstract

Pemilihan umum legislatif tahun 2019 yang telah berlangsung, PNA merupakan salah satu partai lokal di Aceh yang memiliki perolehan suara terbanyak, salah satunya di Kabupaten Aceh Selatan.PNA di Kabupaten Aceh Selatan dipimpin oleh seorang figur penting yaitu Tgk.Amran yang berhasil mendominasi wilayah Aceh Selatan dan menjabat sebagai Wakil Bupati terpilih periode 2019-2023. Pada pemilihan legislatif tahun 2019 di Kabupaten Aceh Selatan, suara partai meningkat tajam dari pemilu sebelumnya 2014 yang hanya mendapatkan 1 (satu) kursi, menjadi 6 (kursi) di tahun 2019.Dilihat dari jumlah perolehan suara tersebut, PNA berhasil mendapatkan suara terbanyak di keseluruhan Dapil, dengan total Dapil berjumlah 5 Dapil diKabupaten Aceh selatan tersebut. Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui pengaruh Tgk. Amran sebagai wakil Bupati terkait kemenangan Partai Nanggroe Aceh pada pemilu legislatif tahun 2019 di Kabupaten Aceh Selatan dan strategi partai PNA dalam memenangkan pemilu legislatif tahun 2019 di Kabupaten Aceh Selatan. Jenis penelitian kualitatif.Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya faktor keberhasilan PNA pada pemilu legislatif tahun 2019 yaitu: 1) figur Tgk. Amran pada pemilu legislatif, 2) kinerja Tgk. Amran terhadap kemenangan PNA pada pemilu legislatif tahun 2019 di kabupaten Aceh Selatan, 3) Eksistensi Irwandi sebagai simbol dari partai PNA, 4) melemahnya elektabilitas Partai Aceh. Strategi yang dilakukan PNA pada pemilu legislatif meliputi empat hal yaitu: 1) komunikasi, 2) sosialisasi, 3) rekrutmen, 4) faktor konflik. Kesimpulan dari penelitian ini adalah figur serta kinerja seorang Tgk. Amran memberikan pengaruh yang signifikan terhadap partai serta strategi yang dilakukan oleh PNA yaitu dengan melakukan komunikasi dan sosialisasi yang baik, dan juga pola rekrutmen yang dilakukan juga merekrut kader sebanyak mungkin dan meyakinkan caleg yang diusung untuk bergabung, PNA juga memperjuangkan kedamaian dimana PNA yang pernah kalah pada pemilu sebelumnya juga disebabkan oleh adanya konflik politik. Partai PNA kedepanya tidak hanya memunculkan kader dari seorang figur. Akan tetapi kader juga dapat dijadikan sebagai figur dari partai PNA dan strategi yang dilakukan oleh PNA pada pemilu legislatif di Aceh Selatan sudah sangat baik, namun PNA harus melakukan strategi yang lebih efisien lagi agar dapat meraih kemenangan pada pemilu yang akan datang.Kata Kunci : Pengaruh, Pemilu, Tgk. Amran
Political Trust in Post Conflict Society; A Case Study of Aceh Aryos Nivada
Journal of Political Sphere Vol 1, No 2 (2020): vol 1 No 2
Publisher : Journal of Political Sphere

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jps.v1i2.19673

Abstract

Public trust on government is a critical issue in post conflict society. As highlighted by Brinkerhoff (2011) and Engvall (2011) that most post conflict societies have low level of trust on government institution that make them prone to face reemergence violent conflict. On the other hand, public trust is pivotal element in fragile society that can strengthen political legitimation of public institutions to enforce the rule of law, ensure public security and deliver public service in post conflict society (Yani, 2015; Blind, 2007; Mishler and Rose, 2005). Based on this argument, it is important to know dynamic of public trust on local and national government in Aceh after a decade of the Helsinki peace agreement have been signed by the government of Indonesia and the Free Aceh Movement. In order to examine this issue, the current study was conducted in survey method with confidence level 95 percent and sampling error 1.07 percent. The researcher interviewed 8340 respondents in 23 districts of Aceh Province in March 2016. The study indicates that Aceh people still have high confidence on government institutions. However, the Acehnese tend to have high level of trust on national government (67.3 percent) and followed by district government (66.7 percent) and provincial government (64.9 percent). In addition, Acehnese also have high confidence on political parties which is around 56 percent. Similarly, Acehnese tend to put more trust on national parties (56.7 percent) rather than local parties (56.4 percent). The result of study shows interesting fact where Acehnese have low level of trust on local parties and local government in which those local institutions led by former Free Aceh Movement activists and combatants. Keywords :Political Trust,Post Conflict Society
PENGARUH KONTEN MEDIA GARIS KERAS TERHADAP SIKAP RADIKAL (Suatu Ekperimen Terhadap Pelajar Sekolah Menengah Atas) Ardiansyah Ardiansyah
Journal of Political Sphere Vol 1, No 2 (2020): vol 1 No 2
Publisher : Journal of Political Sphere

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jps.v1i2.19672

Abstract

ABSTRAKPerkembangan teknologi informasi mengakibatkan maraknya penggunaan media sosial yang menyebabkan berkembangnya mata rantai kelompok radikal melalui konten-konten radikal di media online. Salah satu kelompok yang paling rentan terpapar dengan berbagai berita adalah remaja atau pelajar yang berusia 18-25 tahun. Tingginya aktivitas di media sosial membuat kelompok tersebut menjadi salah satu kelompok yang rentan terhadap konten media garis keras yang didukung dengan lemahnya literasi media. Penyebaran konten-konten radikal tersebut ditenggarai dapat meningkatkan keyakinan, sikap dan intensi terhadap aksi atau gerakan radikal. Konten radikal tersebar luas di berbagai media online dan media sosial yang dapat diakses tanpa batas oleh siapapun. Penelitian ekperimen ini ingin menguji apakah benar terdapat pengaruh exposure konten media garis keras terhadap dukungan sikap radikalisme pada pelajar SMA kelas III. Bentuk dukungan tersebut dapat dirinci lebih jauh kedalam beberapa aspek yaitu keyakinan, sikap dan intensi terhadap radikalisme. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh konten media garis keras terhadap perubahan sikap terhadap radikalisme pada pelajar SMA kelas III, hal ini dibuktikan dengan adanya signifikansi terhadap intensi radikalisme antar pre-test dan post-test pada kelompok ekperimen atau kelompok yang diberikan perlakuan membaca konten media garis keras.Kata Kunci: Radikalisme, Pelajar, Agama, Konten Media Garis Keras
AFFIRMATIVE ACTION DI ACEH: KENDALA DAN UPAYA PARTAI POLITIK DALAM MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN Novita Sari
Journal of Political Sphere Vol 1, No 1 (2020)
Publisher : Journal of Political Sphere

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jps.v1i1.19159

Abstract

This study aims to help us understand and examine the obstacles faced by political parties in conducting the political recruitment of women legislative candidates in Aceh and analyze the efforts made by political parties in order to increase women's participation and capacity in the political field. This study uses descriptive qualitative research methods that aim to provide information through data mining in order to produce a complete data description. This can be seen from the effectiveness of the implementation of affirmative action policies that have been running so far in increasing women's representation in parliament both at the national and local levels in Aceh. The implementation of affirmative action policies that must be fulfilled by political parties has become a separate challenge for political parties, where in the effort to meet the gender quota political parties have obstacles, including due to the patriarchal culture that is still growing in Acehnese society, human resources (women) who are still minimal, financial limitations of women, as well as regulation and a sense of comfort with what women have obtained. To answer these various obstacles, political parties have also made various efforts, such as providing intensive political education, placing female legislative candidates in small serial numbers, tightening the political recruitment process, and providing material and non-material support. The success of political parties in realizing the ideals of implementing affirmative action policies is greatly influenced by how the role of political parties can internally maintain the existence of parties with adequate and structured institutions.Keywords:Policies, affirmative action, women, political parties
TOLERANSI ALA ACEH (INTOLERANSI):SEBUAH ANALISIS SENSE OF PLACE DALAM PENDIRIAN RUMAH IBADAH AGAMA MINORITAS DI ACEH Faradilla Fadlia
Journal of Political Sphere Vol 1, No 1 (2020)
Publisher : Journal of Political Sphere

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jps.v1i1.19158

Abstract

AbstractThis paper aims to analyse how a sense of place helps to create definitions of tolerance and intolerance in Aceh. Banda Aceh is deemed to be one of the most intolerant cities in Indonesia, according to the results of a survey issued by the Setara Institute (2018). This paper proposes that Aceh, as a province that implements Islamic law with a majority Muslim population, creates a sense of place that influences the definition of tolerance. This paper asks: how does this sense of place influence the tolerance of the Acehnese towards efforts to establish places of worship for non-Muslims? Many Acehnese believe that they show tolerance towards non-Muslims who live in the region. However, this acceptance of the presence of non-Muslims in the province does not extend to providing space and support for religious activities and efforts to establish non-Muslim places of worship, as reflected in Qanun Number 4 of 2016, concerning 'Guidelines for the Maintenance of Religious Harmony and the Establishment of Places of Worship'. This paper draws upon in-depth interviews, informal interviews, focus group discussions, and other observations.Keywords: Intoleransi, Sense of Place, Religion, minority, Aceh
KERANGKA REGULASI PERLINDUNGAN KORBAN TINDAKAN TERORISME Aryos Nivada
Journal of Political Sphere Vol 1, No 1 (2020)
Publisher : Journal of Political Sphere

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jps.v1i1.19157

Abstract

AbstractSo far, victims have only been seen as the end of one or several acts of terrorism, and have not been maximally involved in the prevention and handling of terrorism. When acts of terrorism occur, victims experience forms of suffering and loss. Physically; died, suffered permanent bodily damage / disability which requires a long healing process or minor injuries. Psychologically; faced with feelings of trauma, closure, unstable emotions and so on. Economically; can no longer support their family, lose their career in work and there are many more losses that must be borne by victims of criminal acts of terrorism. This research uses the normative juridical method which is carried out through literature studies that examine (especially) primary data in the form of laws and regulations, other legal documents, as well as research results, assessment results, and other references. In analyzing the data in this study, qualitative data analysis was used to the data that had been collected. Qualitative data analysis is carried out by thinking based on reasoning to be able to draw logical conclusions. Qualitative data analysis to draw conclusions is not only aimed at revealing the truth, but also aims at understanding the symptoms that arise in the implementation of a legal provision regarding the regulation of the Regulatory Framework for the Protection of Victims of Terrorism. The results of the research show that there are still factors that inhibit the fulfillment of the rights of victims of terrorism, which are oriented towards proving that someone can be considered a victim to propose and get their rights compared to fulfilling the rights of victims where the state must be more proactive and take the initiative in moving victims to fight for their rights so that they can eliminate everything. ineffective and efficient procedures for victims. This is to avoid if the victims are more likely to talk about third parties outside the government who have helped them because the effect of the assistance they receive is more on the victims. It is recommended that in making laws and regulations related to the protection of victims of criminal acts, it must be able to pay attention to and prioritize the approach to the best interests and needs of the victim. It means that the formulation of the related laws and regulations above is still unable to accommodate the rights of other victims as a whole. If it is necessary to change / improve the aforementioned statutory regulations, it must be able to synchronize with other laws and regulations related to victims of terrorism which can be stated in the provisions of articles that are clearly defined and listed so that their relevance and synchronization can be seen.Keywords: regulation, terrorism, victims, protection for terrorist victims
KENDALA KEBIJAKAN OTSUS ACEH DITINJAU DARI TEORI GRINDLE POLICY IMPLEMENTATION Ardiansyah Ardiansyah
Journal of Political Sphere Vol 1, No 1 (2020)
Publisher : Journal of Political Sphere

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jps.v1i1.19156

Abstract

AbstractThe existence of the special autonomy fund should make Aceh an advanced area in terms of development, empowerment of the people's economy, poverty alleviation, health education, and social issues. however, the reality shows a decline in various fields. Data released by the Central Statistics Agency (BPS) shows Aceh is in the second position as the poorest region. Apart from that, in terms of education quality, Aceh is in the 27th position out of 34 provinces. This study aims to analyze the constraints of implementing the policy on the use of special autonomy funds based on the Grindle model review. The methods used are qualitative methods and literature study. Respondents in this study were the special autonomy fund policy makers in Aceh. The results showed that the obstacles that occurred in the management of special autonomy funds were caused by conflicts interest of the elite groups. according to the grindle model theory, there are indicators that are not fulfilled in policy implementation, namely the presence of group elements from policy makers.Keywords:Special Autonomy, Special Autonomy Fund, Policy Implementation

Page 5 of 7 | Total Record : 62

 3   4   5   6   7 

Filter by Year

2020 2025


Reset
Filter By Issues
All Issue Vol 6, No 1 (2025) Vol 5, No 2 (2024) Vol 5, No 1 (2024) Vol 4, No 2 (2023) Vol 4, No 1 (2023) Vol 3, No 2 (2022): Vol 3 no 2 (2022) Vol 3, No 1 (2022) Vol 2, No 2 (2021) Vol 2, No 1 (2021) Vol 1, No 2 (2020): vol 1 No 2 Vol 1, No 1 (2020) More Issue