cover
Contact Name
Ahmat Salehudin
Contact Email
ahmat.solehudin@gmail.com
Phone
+62853-4222-0875
Journal Mail Official
ahmat.solehudin@gmail.com
Editorial Address
Post Graduate Program Faculty of Law, Tadulako University Jl. Sukarno Hatta Km.09 Palu, Central Sulawesi ,Palu 94117 Indonesia
Location
Kota palu,
Sulawesi tengah
INDONESIA
Tadulako Master Law Journal
Published by Universitas Tadulako
ISSN : 25797670     EISSN : 25797697     DOI : -
Core Subject : Social,
Tadulako Master Law Journal P-ISSN: 2579-7670 | E-ISSN: 2579-7697 is published by Postgraduate Program, Law Faculty Tadulako University Palu-Central Sulawesi Indonesia. Tadulako Master Law Journal is an open-access peer-reviewed journal that mediates the dissemination of academicians, researchers, and practitioners in law. The Editorial aims is to offer an academic platform for cross-border legal research in which boundaries of the specific topic issues such as Civil Law, Criminal Law, Constitutional Law, Administrative Law, and International Law.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 50 Documents
EFEKTIVITAS PENCEGAHAN PERKAWINAN PADA USIA DINI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI Velin Wina Diyanti; Sutarman Yodo; Sahlan
TADULAKO MASTER LAW JOURNAL Vol 9 No 2 (2025): JUNE
Publisher : Universitas Tadulako

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The purpose of this study is to determine the effectiveness of efforts to prevent marriage at an early age and its implications for repro-duction health. The research method used is empirical juridical, so it can be concluded that the factors causing early marriage in Parigi Moutong Regency are due to legal factors, lack of religious knowledge, lack of parental attention, promiscuity and social media. Efforts to prevent early marriage carried out by authorized institutions in the form of comprehensive socialization containing regulations on marriage, conducting premarital guidance by providing information or understanding of the dangers of early marriage, providing education to children in the form of character education, religious education, repro-duction health education and introduction to sex. However, the prevention efforts made are less effective because cases of early marriage have not decreased, in terms of 4 factors that influence the prevention of early marriage, namely: law enforcement factors, facilities, society and culture. The implication of early marriage is that early pregnancy at an age of less than 20 years for women will have many risks because the condition of the uterus and pelvis has not developed optimally. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas upaya pencegahan perkawinan pada usia dini dan implikasinya terhadap kesehatan reproduksi. Metode penelitian yang digunakan yuridis empiris maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa faktor penyebab terjadinya perkawinan usia dini di Kabupaten Parigi Moutong karena faktor hukum, kurangnya pengetahuan agama, kurangnya perhatian orangtua, pergaulan bebas dan media sosial. Upaya pencegahan perkawinan usia dini yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang berwenang berupa sosialisasi komprehensif memuat regulasi tentang perkawinan, melakukan bimbingan pranikah dengan memberikan informasi atau pemahaman tentang bahaya perkawinan usia dini, memberikan pendidikan pada anak berupa pendidikan karakter, pendidikan keagamaan, pendidikan kesehatan reproduksi dan pengenalan seks. Namun upaya pencegahan yang dilakukan kurang efektif karena kasus perkawinan usia dini belum mengalami penurunan, ditinjau dari 4 faktor yang mempengaruhi pencegahan perkawinan usia dini yakni: faktor penegak hukum, sarana dan fasilitas, masyarakat dan budaya. Implikasi perkawinan usia dini yaitu kehamilan usia dini kurang dari 20 tahun bagi perempuan akan banyak risikonya karena kondisi rahim dan panggul belum berkembang optimal.
HAKIKAT ASAS KEBEBASAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENJATUHAN PIDANA Angga Nugraha Agung
TADULAKO MASTER LAW JOURNAL Vol 9 No 2 (2025): JUNE
Publisher : Universitas Tadulako

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The purpose of this study is to determine and analyze the principle of freedom of judges in the criminal justice process and to determine the implementation and implications of the principle of freedom of judges in the imposition of corruption crimes. The method used in this research is normative research method. In essence, judicial power is one of the elements in the constitutional structure which is part of the system of constitutional law. The realization of independent judicial power is attached to those who exercise judicial power. Whether judicial power is independent or not depends on the guarantee or protection of the independence or freedom of judges as implementers of judicial power. Judges are state officials who are given the authority to provide a sense of justice in society. Prior to the existence of Supreme Court Regulation Number 1 of 2020 (Pema 1/2020), the concept of criminalizing corruption was based on applicable laws and regulations, namely Law Number 8 of 1981 concerning Criminal Procedure and the Corruption Law, Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis mengenai asas kebebasan hakim dalam proses peradilan pidana serta untuk mengetahui implementasi serta implikasi asas kebebasan hakim dalam penjatuhan pidana tindak pidana korupsi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif. Pada hakikatnya, kekusaan kehakiman merupakan salah satu unsur dalam struktur ketatanegaraan yang menjadi bagian dari sistem hukum tata negara Perwujudan kekuasaan kehakiman yang merdeka melekat pada mereka yang menjalankan kekuasaan kehakiman. Apakah kekuasaan kehakiman itu merdeka atau tidak, bergantung kepada jaminan atau dan perlindungan atas kemerdekaan atau kebebasan hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman. Hakim merupakan pejabat negara yang diberikan kewenangan untuk memberikan rasa keadilan di masyarakat. Sebelum adanya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 (Pema 1/2020), konsep penjatuhan pidana tindak pidana korupsi didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-undang nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta Undang-undang Tindak Pidana Korupsi,
PENERAPAN RESTORATIF TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI KAITANNYA DENGAN PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA mohalbadani; Jubair; Nur Hayati Mardin
TADULAKO MASTER LAW JOURNAL Vol 8 No 3 (2024): OKTOBER
Publisher : Universitas Tadulako

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This research aims to determine the implementation of restorative measures against perpetrators of criminal acts of corruption in relation to returning state losses by analyzing the decision of the Palu District Court number 13/Pid.Sus-Tpk/2022/PN. Palu. The method used is based on the focus of the study and normative legal research. The results of research on the application of restorative measures to recover state losses in criminal acts of corruption are studied from the perspective of the economic theory of analysis of law, so that the provision of criminal sanctions against perpetrators of criminal acts of corruption will be more effective and efficient in recovering state losses. with the principal criminal charge, and the return of the replacement money in the event of a return to state finances does not mean erasing the principal criminal prosecution.Crime, Court Decisions, and Decision Analysis Abstrak Peneltian ini bertujuan untuk mengetahuai Penerapan Restoratif terhadap pelaku tindak pidana korupsi kaitannya dengan pengembalian kerugian negara. Adapun rumusan masalah pertama adalah bagaimana pengaturan penyelesaian perkara tindak pidana korupsi melalui Restoratif, Kedua Bagaimana Penerapan Restoratif terhadap pengembalian kerugian negara dalam tindak pidana korupsi? Dan rumusan masalah ketiga Apakah Pengembalian Kerugian Keuangan Negara sebagai Alasan Penghapusan Pidana Dalam Tindak Pidana Korupsi?. Metode yang penulis gunakan yaitu Berdasarkan fokus kajian dari penelitian hukum normatif maka penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif. Menurut peter mahmud marzuki penelitian hukum normatif adalah proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna memjawab isi hukum yang di hadapi. Kesimpulan dalam tesis ini adalah penerapan restoratif terhadap pengembalian kerugian negara dalam tindak pidana korupsi dikaji dalam perspektif teori ekenomi analysis of law maka dalam pemberian sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi akan lebih efektif dan efisian dalam pemulihan kerugian negara.dan Pidana uang pengganti merupakan pidana tambahan yang harus disertai dengan pidana pokok, dan pengembalian uang pengganti tersebut dalam hal pengembalian keuangan negara tidak berarti menghapus tuntutan pidana pokoknya.
IMPLIKASI HUKUM PEMBATALAN PUTUSAN BADAN ARBITRASE NASIONAL YANG BELUM TERDAFTAR PADA PENGADILAN NEGERI Arga Febrian; Lanini, Agus; Fadjar, Adfiyanti
TADULAKO MASTER LAW JOURNAL Vol 8 No 3 (2024): OKTOBER
Publisher : Universitas Tadulako

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This writing aims to analyze the legal implications of filing an annulment of a decision by a national arbitration body that has not been registered with the District Court where the respondent lives (case study of Tolitoli District Court decision number 23/Pdt.G/2021/PN.Tli). This writing uses normative juridical research methods in analyzing the problems that arise in this research. That the nature of the arbitration body's decision is final and binding so that there is no legal remedy if the losing party is not satisfied with the arbitration decision. However, in Law Number 30 of 1999 concerning arbitration and alternative settlement solutions, if the arbitration award in the process turns out to contain evidence that was hidden but not presented at trial, there is a misunderstanding about the agreement being entered into, and there is deception, then the arbitration award can still be annulled at District Court where the arbitration respondent is domiciled. However, in practice there are still arbitration awards that are registered that do not comply with the provisions of the Arbitration Law, so that the legal status of arbitration awards that are requested to be annulled is unclear. In this article, we will discuss the legal meaning of an arbitration award that is requested to be annulled but has not been registered in the District Court, as well as finding a solution if an arbitration award has not been registered in the District Court but has been requested to be annulled by the District Court. Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis implikasi hukum pengajuan pembatalan putusan badan arbitrase nasional yang belum didaftarkan di Pengadilan Negeri tempat tinggal termohon (studi kasus putusan Pengadilan Negeri tolitoli nomor 23/Pdt.G/2021/PN.Tli). Penulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dalam menganalisis permasalahan yang timbul dalam penelitian ini. Bahwa sifat putusan badan arbitrase bersifat final and binding sehingga tidak terdapat upaya hukum apabila pihak yang kalah tidak merasa puas terhadap putusan arbitrase. Namun didalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, jika putusan arbitrase dalam prosesnya ternyata terdapat bukti yang disembunyikan namun tidak dihadirkan dipersidangan, terdapat kesalahpahaman tentang perjanjian yang diperjanjikan, dan terdapat tipu muslihat , maka putusan arbitrase masih dapat dibatalkan pada Pengadilan Negeri tempat termohon arbitrase berdomisili. Namun dalam prakteknya masih terdapat putusan arbitrase didaftarkan tidak sesuai dengan ketentuan UU Arbitrase, sehingga putusan arbitrase yang hendak dimohonkan untuk dibatalkan tidak jelas status hukumnya. Olehnya dalam penulisan ini akan dibahas implikasi hukum atas putusan arbitrase yang dimohonkan dibatalkan namun belum terdaftar diPengadilan Negeri, serta untuk mencari solusi bilamana putusan arbitrase belum terdaftar pada Pengadilan Negeri namun telah dimohonkan untuk dibatalkan oleh Pengadilan Negeri.
PENGAWASAN DANA DESA OLEH INSPEKTORAT KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN DALAM MEWUJUDKAN PENGELOLAAN DANA DESA YANG EFEKTIF, EFISIEN, DAN AKUNTABEL Yuhardi
TADULAKO MASTER LAW JOURNAL Vol 8 No 2 (2024): JUNI
Publisher : Universitas Tadulako

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The purpose of this writing is to find out about the legal position of the Banggai Islands Regency Inspectorate in supervising the management of village funds and their effective, efficient and accountable use. The research method used is juridical and empirical writing. The legal position of the Banggai Islands Regency Inspectorate is that the Regent appoints Functional Officials who are tasked with carrying out internal supervision over the financial management of village funds so that their management can have a positive and significant impact on the financial management of village funds. The form of supervision that has been carried out by the Banggai Islands Regency Inspectorate is in the form of preventive (prevention) and repressive (enforcement) supervision in order to oversee effective, efficient and accountable management of village funds.  
POLITIK HUKUM PERLINDUNGAN BAHASA BANGGAI SEBAGAI WUJUD PEMENUHAN HAK ASASI MANUSIA Halimah Usman Hamid
TADULAKO MASTER LAW JOURNAL Vol 9 No 1 (2025): FEBRUARY
Publisher : Universitas Tadulako

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Banggai language is experiencing the same degradation as the languages in Indonesia experiencing the process of extinction because the number of speakers, especially the younger generation, who began to rarely speak Banggai language became a serious threat to Banggai culture. Protection in the context of legal politics, namely legal instruments in the form of regional regulations, is important especially in the context of regional autonomy where regions are given the authority to regulate and preserve regional languages in the form of legal instruments based on Law of the Republic of Indonesia Number 5 of 2013 concerning the Establishment of Banggai Laut Regency in Central Sulawesi Province. This writing aims to determine the legal politics of the Banggai Language as a form of fulfillment of human rights. This writing uses empirical research that emphasizes data collection based on observation and concrete facts. The results showed that first, the legal politics of Banggai Language protection as a form of fulfillment of human rights aims to protect and guarantee the basic rights of using Banggai Language, increasing public legal awareness to respect Banggai Language so that degradation does not occur, avoiding Indonesian Language, regional languages, especially Banggai Language in each region experiencing degradation or extinction. Second, the Legal Politics of Regional Language Protection in the Preamble of the 1945 Constitution in the 4th paragraph, Article 42 of Law Number 24 of 2009, Article 32 of the 1945 Constitution Paragraph 2, Third, the Legal Politics of Banggai Language Protection is contained in Banggai Laut Regional Regulation No. 15 of 2021. Salah satu permasalahan pelik yang dihadapi oleh berbagai bangsa-bangsa di dunia akibat kemajuan peradaban dunia adalah kebudayaan yang meliputi; kearifan budaya local, adat-istiadat, serta bahasa. Bahasa Banggai yang mengalami degradasi sama dengan bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia. Degradasi atau proses kepunahan disebabkan jumlah penutur terutama generasi muda yang mulai jarang menuturkan Bahasa Banggai sehingga menjadi ancaman serius terhadap kebudayaan Banggai. Perlindungan dalam konteks politik hukum yaitu perangkat hukum berupa perda menjadi penting apalagi dalam konteks Otonomi melahirkan kewenangan untuk mengatur dan melestarikan bahasa daerah dalam bentuk perangkat hukum berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2013 Tentang Pembentukan Kabupaten Banggai Laut di Provinsi Sulawesi Tengah. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui politik hukum Bahasa Banggai sebagai wujud pemenuhan hak asasi manusia. Penulisan ini menggunakan penelitian empiris yang menekankan pada pengumpulan data berdasarkan, observasi dan fakta konkret di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; pertama, politik hukum perlindungan Bahasa Banggai sebagai wujud pemenuhan hak asasi manusia bertujuan untuk melindungi dan menjamin hak dasar penggunaan bahasa Banggai, meningkatnya kesadaran hukum masyarakat untuk menghargai bahasa Banggai agar tidak terjadi degradasi, terhindarnya Bahasa Indonesia, bahasa daerah khususnya bahasa Banggai di tiap-tiap daerah mengalami degradasi atau kepunahan. Kedua, Politik Hukum Perlindungan Bahasa Daerah dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 Alinea ke 4, Pasal 42 Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009, Pasal 32 Undang Undang 1945 Ayat 2 , Ketiga Politik Hukum Perlindungan Bahasa Banggai tertuang dalam Peraturan Daerah Banggai Laut No 15 Tahun 2021
KEKOSONGAN HUKUM PADA PENYIARAN DI MEDIA SOSIAL Moh Yusuf
TADULAKO MASTER LAW JOURNAL Vol 8 No 3 (2024): OKTOBER
Publisher : Universitas Tadulako

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The aim of the research is to find out and examine the urgency of regulating broadcasting on social media in Indonesia and to find out and examine the legal consequences of the void of broadcasting law on social media. The research method used is a normative method. The research results show that broadcasting activities carried out through individual or community social media platforms have not been regulated in broadcasting regulations, so that broadcasting via social media platforms does not have legal standing in statutory regulations, in particular Law no. 32 of 2002 concerning Broadcasting, social media cannot be called press even though social media platforms carry out journalistic activities. The existence of a legal vacuum gives rise to legal uncertainty which will result in legal chaos, if it is linked to the legal theory of development, namely the formation of laws/legal regulations in the form of written regulations and the legal consequences of the legal vacuum of broadcasting in social media, namely that broadcasters are not subjects or objects and is not part of the broadcasting regulations as regulated in Law no. 32 of 2002 concerning Broadcasting, which can result in uncontrolled broadcasting carried out via social media platforms because there is no supervision, violations of broadcasting are only related to Law no. 19 of 2016 concerning Amendments to Law no. 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions. Abstrak Tujuan Penelitian untuk mengetahui dan mengkaji urgensi pengaturan penyiaran dalam media sosial di Indonesia dan untuk mengetahui dan mengkaji akibat hukum terjadinya kekosongan hukum penyiaran dalam media sosial. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode normatif. Hasil penelitian menunjukan kegiatan penyiaran yang dilakukan melalui platform media sosial perorangan atau masyarakat belum diatur dalam peraturan-peraturan penyiaran, sehingga penyiaran melalui platform media sosial tidak memiliki kedudukan hukum dalam peraturan perundangan pada khususnya UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, media sosial tidak dapat disebut sebagai pers meskipun platform media sosial melakukan kegiatan jurnalistik. Adanya kekosongan hukum menimbulkan ketidakpastian hukum akan berakibat pada kekacauan hukum, apabila dikaitkan dengan teori hukum pembangunan yaitu dengan adanya pembentukan hukum/regulasi hukum berupa peraturan yang bersifat tertulis dan Akibat hukum terjadinya kekosongan hukum penyiaran dalam media sosial yaitu pelaku penyiaran bukanlah sebagai subjek atau objek dan tidak menjadi bagian dari pengaturan penyiaran sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, sehingga dapat mengakibatkan tidak terkontrolnya penyiaran yang dilakukan melalui platform media sosial karena tidak ada pengawasan, pelanggaran terhadap penyiaran hanya berkaitan dengan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
PROBLEMATIKA OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MENGAWASI PERMASALAHAN PRAKTIK PINJAMAN ONLINE ILLEGAL DI KOTA PALU krisdayanti, warista
TADULAKO MASTER LAW JOURNAL Vol 8 No 3 (2024): OKTOBER
Publisher : Universitas Tadulako

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The purpose of this writing is to understand and analyze the compatibility between OJK's authority in carrying out supervision with the ITE Law and to find out the sanctions given by the OJK to perpetrators of illegal online loans. This research using empirical legal research methods using technology purposive sampling. The research results show that the OJK's authority is carry out regulatory and supervisory duties as proven by various regulations issued as well as monitoring all financial services are wrong one way is by blocking various illegal lending entities, apart from that the OJK does this coordination with related parties included in the Definite Task Force, because Pinjol Illegals are not registered so they cannot be subject to administrative sanctions, however only the application is blocked by Kominfo and other sanctions given according to the authority of each member of the Definite Task Force. Tujuan penulisan ini untuk memahami dan menganalisis keseuaian antara kewenangan OJK dalam melakukan pengawasan dengan UU ITE dan untuk mengetahui sanksi yang diberikan oleh OJK terhadap pelaku pinjaman online ilegal. Penelitian ini mengunakan metode penelitian hukum empiris dengan menggunakan teknok purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kewenangan OJK yaitu melaksanakan tugas pengaturan danpengawasan yang telah dibuktikan dengan berbagaiperaturan yang dikeluarkan serta mengawasi seluruh jasa keuangan salah satunya dengan mebmlokir berbagai entitas pinjol ilegal, selain itu OJK melakukan koordinasi dengan pihak terkait yang termasuk dalam Satgas Pasti, karena Pinjol Ilegal tidak terdaftar sehingga tidak dapat dikenai sanksi administratif, melainkan hanya dilakukan pemblokiran aplikasi oleh Kominfo dan sanksi lainnya yang diberikan sesuai dengan kewenangan masing-masing anggota Satgas Pasti.
KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM MENENTUKAN LEMBAGA PERHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA SEBAGAI BAGIAN DALAM PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI Mohammad Alif Aditya
TADULAKO MASTER LAW JOURNAL Vol 9 No 2 (2025): JUNE
Publisher : Universitas Tadulako

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The results showed that the Role of BPKP in the Calculation of State Losses BPKP, through representatives in Central Sulawesi Province, has an important role in conducting investigative audits to determine the amount of state losses due to corruption crimes. Although the audit results are recommendatory, the state loss calculation report is often used as a basis by law enforcement officials in the investigation and trial process. Based on the theory of attribution, the authority is given directly by legislation, which mandates BPKP to supervise the management of state finances, including investigative audits of alleged corruption crimes. However, after the Constitutional Court Decision No. 31/PUU-X/2012, BPKP's authority in determining state losses is only recommendatory and not final and can only be used as evidence in the legal process, the results of BPKP investigative audits have assisted law enforcement officials in proving the elements of state losses in corruption cases in Central Sulawesi, showing the importance of BPKP audits in uncovering corruption crimes. Hasil penelitian bahwa Peran BPKP dalam Perhitungan Kerugian Negara BPKP, melalui perwakilan di Provinsi Sulteng, memiliki peran penting dalam melakukan audit investigatif guna menentukan besarnya kerugian negara akibat tindak pidana korupsi. Meskipun hasil auditnya bersifat rekomendatif, laporan perhitungan kerugian negara sering dijadikan dasar oleh aparat penegak hukum dalam proses penyidikan dan persidangan. Berdasarkan teori atribusi, kewenangan diberikan langsung oleh perundang-undangan, yang memberikan mandat kepada BPKP untuk melakukan pengawasan pengelolaan keuangan negara, termasuk audit investigatif terhadap dugaan tindak pidana korupsi. Namun, setelah Putusan MK No. 31/PUU-X/2012, kewenangan BPKP dalam menentukan kerugian negara hanya bersifat rekomendatif dan tidak bersifat final dan hanya dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses hukum, hasil audit investigatif BPKP telah membantu aparat penegak hukum dalam membuktikan unsur kerugian negara dalam kasus korupsi di Sulawesi Tengah menunjukkan pentingnya audit BPKP dalam mengungkap kejahatan korupsi.
KEPASTIAN HUKUM DARI SUATU PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA Andrew Kindangen, Alvando; Yodo, Sutarman; Lanini, Agus
TADULAKO MASTER LAW JOURNAL Vol 9 No 2 (2025): JUNE
Publisher : Universitas Tadulako

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This paper discusses the recognition and enforcement of international arbitral awards in Indonesia, which is constrained by existing laws and regulations. Although Indonesia has ratified the 1958 New York Convention and regulates international arbitration in Law No. 30 of 1999, the application of the principle of finality of arbitration is often hampered by broad interpretations of public order and procedures for the annulment of awards by courts. The resulting legal uncertainty reduces foreign investor confidence and creates obstacles to the enforcement of arbitral awards. This research suggests clearer legal reforms, limiting court intervention, and increasing the capacity of judges to understand international arbitration to ensure legal certainty and strengthen Indonesia's position as a jurisdiction that supports international arbitration. Penulisan ini membahas pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional di Indonesia yang terkendala oleh peraturan perundang-undangan yang ada. Meskipun Indonesia telah meratifikasi Konvensi New York 1958 dan mengatur arbitrase internasional dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999, penerapan prinsip finalitas arbitrase sering terhambat oleh interpretasi luas terhadap ketertiban umum dan prosedur pembatalan putusan oleh pengadilan. Ketidakpastian hukum yang timbul mengurangi kepercayaan investor asing dan menciptakan hambatan bagi pelaksanaan putusan arbitrase. Penelitian ini menyarankan reformasi hukum yang lebih jelas, pembatasan intervensi pengadilan, serta peningkatan kapasitas hakim dalam memahami arbitrase internasional untuk memastikan kepastian hukum dan memperkuat posisi Indonesia sebagai yurisdiksi yang mendukung arbitrase internasional.