cover
Contact Name
Yuli Widiyastuti
Contact Email
ywidiyasis@gmail.com
Phone
+628122581132
Journal Mail Official
jurnal.toi@gmail.com
Editorial Address
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Jl. Raya Lawu No.11, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia
ISSN : 1979897X     EISSN : 23548797     DOI : https://doi.org/10.22435/jtoi.v12i2
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia is a journal developed to disseminate and discuss the scientific literature and other research on the development of health in Indonesian medicinal plant, includes : ethnobotany and ethnopharmacology; conservation, cultivation and post-harvest; molecular biology and biotechnology; phytochemistry; pharmacology. This journal is intended as a medium for communication among stake holders on health research such as researchers, educators, students, practitioners of Health Office, Department of Health, Public Health Service center, as well as the general public who have an interest in the matter. The journal is trying to meet the growing need to study health.
Articles 57 Documents
TELAAH SEMI-SISTEMATIK POTENSI Mimosa pudica L. SEBAGAI ANTIDEPRESAN, ANTIANSIETAS, DAN GANGGUAN SUASANA HATI Lusi Kristiana; Pramita Andarwati; Zulfa Auliyati Agustina
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia Vol 14 No 1 (2021): Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jtoi.v14i1.4051

Abstract

ABSTRACT Basic Health Research (Riskesdas) revealed that mental health problems prevalence increased from 6% (2013) to 9.8% (2018). If left untreated, it has the potential to become a mental disorder that requires complex medication and affects productivity. The facts revealed that the availability and the utilization of mental disorder drugs in primary health care are still limited. There is a possibility of unwanted side effects, as well. Plants are expected to be one of the sources for the discovery of new drugs that have the least possible side effects. As having been identified in the Research of Medicinal Plants and Jamu (Ristoja) 2012, Mimosa pudica (putri malu) is believed to have the potential in treating mental disorders. This paper aimed to provide scientific information about the prospects of M. pudica as an antidepressant, anti-anxiety, and mood disorders treatment. A semi-systematic literature review was used to analyze 61 references based on searches for relevant keywords, with open access references limit from 1995 to 2020. The results show that M. pudica has antidepressant activity, anti-anxiety, helps overcome mood disorders, and also acts as a muscle relaxant. The toxicity study confirms its safety in beneficial doses. The human LD50 is 15.516 g/kg, indicating a reasonable safety limit. As this plant can be grown anywhere without special treatment, it will be a potential source for medicinal ingredients to treat anxiety and depression. Further research is also needed to explore therapeutic dosage in humans and its interactions with other drugs or herbs. Keywords: Mimosa pudica, antidepressant, anti-anxiety, mood disorder, semi-systematic review ABSTRAK Riskesdas mencatat gangguan mental emosional mengalami kenaikan dari 6% (2013) menjadi 9,8% (2018). Bila tidak tertangani dengan baik, gangguan mental emosional berpotensi menjadi gangguan jiwa yang perlu penanganan kompleks dan berkontribusi pada hilangnya produktivitas penderitanya. Ketersediaan obat di pelayanan kesehatan primer untuk gangguan ini masih rendah, penggunaan obat antidepresi dan antiansietas yang dibatasi, serta adanya efek samping yang tidak diinginkan adalah permasalahan yang perlu dicari solusinya. Tumbuhan diharapkan menjadi salah satu solusi sumber penemuan obat baru yang memiliki efek samping sekecil mungkin. Salah satu yang diyakini berpotensi untuk mengatasi gangguan mental emosional adalah Mimosa pudica L. (putri malu). Tumbuhan ini telah diidentifikasi dalam Riset Tumbuhan Obat dan Jamu 2012, dan memiliki potensi yang baik untuk dieksplorasi lebih lanjut sebagaimana bukti profil farmakologisnya terhadap gangguan mental emosional. Tulisan ini bertujuan memberikan informasi kajian ilmiah potensi tumbuhan M. pudica untuk membantu mengatasi gangguan depresi, ansietas, dan gangguan suasana hati. Metode yang digunakan adalah telaah semi-sistematik, menganalisis 61 referensi berbasis pencarian kata kunci yang relevan, dengan batasan referensi akses terbuka tahun 1995-2020, dan hasil dideskripsikan secara kualitatif. Hasil menunjukkan bahwa M. pudica memiliki aktivitas antidepresi, antiansietas, membantu mengatasi gangguan suasana hati, serta bermanfaat sebagai relaksasi otot. Hasil studi toksisitas mengkonfirmasi keamanan dalam dosis manfaat. LD50 manusia sebesar 15,516 g/kg BB, menunjukkan batas keamanan wajar. Tumbuhan ini dapat tumbuh dimana saja tanpa perawatan khusus sehingga berpotensi menjadi sumber bahan obat, terutama pengobatan kecemasan dan depresi dengan lebih sedikit efek samping. Interaksinya dengan obat atau herbal lainnya masih perlu dieksplorasi karena belum tersedia data yang cukup, sehingga penggunaannya tetap harus berhati-hati. Kata kunci: Mimosa pudica, antidepresan, antiansietas, gangguan suasana hati, telaah semi-sistematik
AKTIVITAS PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULAR KOMBINASI EKSTRAK ETANOL BUAH DELIMA DAN LIDAH BUAYA Novi Irwan Fauzi; Irma Mardiah
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia Vol 14 No 2 (2021): Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jtoi.v14i2.4120

Abstract

ABSTRACT Glaucoma is the second leading cause of blindness in the world. One of many strategies for controlling intraocular pressure to prevent blindness due to glaucoma is by inhibiting the production and/or increasing drainage of fluid in the eyeball. One of the potential natural remedies for such control is pomegranate (Punica granatum L.) and aloe vera (Aloe vera L.). This study aimed to evaluate the activity of lowering intraocular pressure of pomegranate and Aloe vera combination ethanol extracts in rats with ocular hypertension. Pomegranate and aloe vera were extracted by maceration method using 70% ethanol. Thirty rats were randomly divided into six groups, namely normal control group, rats with ocular hypertension control, drug control (acetazolamide 25 mg/kg BW p.o), pomegranate extract 500 mg/kg BW p.o, Aloe vera extract 500 mg/kg BW p.o, and extract combination p.o (each extract 500 mg/kg BW). Induction of ocular hypertension was performed by administering twelvedrops of 1% prednisolone acetate to the right eye. Intraocular pressure was measured using the schiotz tonometer before induction, after induction, and one hour after treatment. The combination of pomegranate and aloe vera extract given to rats with ocular hypertension showed a better potential to reduce intraocular pressure than a single administration of each extract, the percentage of reduction in intraocular pressure was 33.6±9.1%, 28.2±13.8%, and 29.9±8.1%, respectively. However, the combination of the two extracts did not show additive or synergistic effects and the potential of reducing intraocular pressure was lower than the acetazolamide drug. Keywords: Intraocular pressure, pomegranate, Aloe vera ABSTRAK Glaukoma merupakan penyebab kebutaan terbanyak ke dua di dunia. Strategi pengendalian tekanan intraokular untuk mencegah kebutaan akibat glaukoma dapat dilakukan dengan cara menghambat produksi dan atau melancarkan drainase cairan dalam bola mata. Salah satu sumber bahan baku alami yang potensial untuk pengendalian tersebut adalah buah delima (Punica granatum L.) dan lidah buaya (Aloe vera L.). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi efek penurunan tekanan intraokular kombinasi buah delima dan lidah buaya pada tikus yang mengalami hipertensi okular. Buah delima dan lidah buaya diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan etanol 70%. Secara acak, 30 ekor tikus dibagi kedalam 6 kelompok yaitu kelompok kontrol normal, kontrol tikus yang mengalami hipertensi okular, kontrol obat (asetazolamid 25 mg/kgBB p.o), ekstrak buah delima 500 mg/kgBB p.o, ekstrak lidah buaya 500 mg/kgBB p.o., kombinasi ekstrak p.o (masing – masing ekstrak 500 mg/kgBB). Induksi hipertensi okular dilakukan dengan pemberian 12 tetes prednisolon asetat 1% pada mata kanan. Tekanan intraokular diukur menggunakan tonomoter schiotz sebelum induksi, setelah induksi dan satu jam setelah pemberian perlakuan. Kombinasi ekstrak buah delima dan lidah buaya yang diberikan pada tikus yang mengalami hipertensi okular menunjukkan potensi yang lebih baik dalam menurunkan tekanan intraokular dibandingkan pemberian tunggal masing–masing ekstrak, persentase penurunan tekanan intra okular berturut-turut 33,6±9,1%, 28,2±13,8% dan 29,9±8,1%. Namun, pemberian kombinasi kedua ekstrak tersebut tidak menunjukkan efek aditif ataupun sinergis serta potensi dalam menurunkan tekanan intraokular masih dibawah obat asetazolamid. Kata kunci: Tekanan intraokular, buah delima, lidah buaya
PENDEKATAN ETNOBOTANI TUMBUHAN OBAT UNTUK PERMASALAHAN SEKSUAL SUKU TENGGER DI DESA ARGOSARI, LUMAJANG, INDONESIA Weka Sidha Bhagawan; Ubaidillah Abdel Barsyaif; Mochammad Amrun Hidayat
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia Vol 14 No 2 (2021): Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jtoi.v14i2.4169

Abstract

ABSTRACT The people of Tengger in Argosari village receive their knowledge of traditional medicine from their ancestors. This traditional knowledge is inherited and subsequently preserved across generations. This ethnobotanical medicinal plant study began with the participation observatory method and interviewed 28 local Tenggerese people who were selected by purposive and snowball sampling. Ethnobotanical data were analyzed to understand the proportion of cited plants. The analysis was calculated to obtain species use-value (SUV), family use-value (FUV), and fidelity level (FL). We have inventoried 16 species of plants belonging to 9 families to treat five types of sexual problems. The result showed that Piper betle L. had the highest SUV (1.21). Zingiberaceae was recorded as the largest family (6 plant species) with high FUV (0.69). Rhizome (47,06%) and leaves (41.18%) are the most dominant parts used as ingredients in traditional medicine. The majority of Argosari villagers prepare medicinal plants by decoction techniques (94.12%), then use them orally (94.12%). Pimpinella pruatjan Molkenb. (purwoceng) that is used for aphrodisiac has the highest FL value (78.57%). So it has the potential to be developed related to its pharmacological effects and the content of its active secondary metabolites. Since P. pruatjan is categorized as rare and protected species, so it requires a policy on its use as raw material for traditional medicines. Keywords: Ethnobotany, Medicinal plants, Sexual problems, Tengger tribe, Argosari Village. ABSTRAK Masyarakat suku Tengger di desa Argosari mendapatkan ilmu pengobatan tradisional dari nenek moyang mereka. Pengetahuan tumbuhan obat ini diwariskan dan selanjutnya dilestarikan dari generasi ke generasi. Pendekatan etnobotani tumbuhan obat ini dimulai dengan metode participation observatory dan mewawancarai 28 masyarakat lokal suku Tengger yang diseleksi secara purposive dan snowball sampling. Analisis data etnobotani digunakan untuk memahami proposi tumbuhan yang tersitasi, yaitu: species use-value (SUV), family use-value (FUV), dan fidelity level (FL). Studi ini telah berhasil menginventarisasi 16 spesies tumbuhan yang termasuk dalam 9 famili untuk pengobatan 5 jenis penyakit permasalahan seksual. Sirih (Piper betle L.) memiliki SUV tertinggi yaitu 1,21, sedangkan Zingiberaceae terdata sebagai famili terbanyak (6 spesies tumbuhan) dengan FUV tertinggi (0,69). Rimpang (47,06%) dan daun (41,18%) merupakan bagian yang dominan digunakan sebagai bahan obat tradisional. Mayoritas masyarakat desa Argosari mempreparasi tumbuhan obat tersebut dengan tehnik dekokta (94,12%), selanjutnya menggunakannya secara oral (94,12%). Pimpinella pruatjan Molkenb. (purwoceng) yang berfungsi sebagai tumbuhan afrodisiak memiliki nilai FL tertinggi (78,57%), sehingga sangat berpotensi dikembangkan terkait efek farmakologis dan kandungan metabolit sekunder aktifnya. P. pruatjan termasuk dalam spesies langka dan dilindungi sehingga memerlukan kebijakan dalam pemanfaatannya sebagai bahan baku ramuan obat tradisional. Kata kunci: Etnobotani, Tumbuhan obat, Permasalahan seksual, Suku Tengger, Desa Argosari.
STUDI AKTIVITAS ANTIPLATELET DAN ANTITROMBOSIS EKSTRAK AIR DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) Indah Hastuti; Arief Nurrochmad; Ika Puspitasari; Nanang Fakhrudin
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia Vol 14 No 1 (2021): Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jtoi.v14i1.4227

Abstract

ABSTRACT The mature breadfruit leaves (Artocarpus altilis) infusion has been traditionally used by Indonesian folks for curing heart diseases and stroke. The key mechanisms underlying these diseases are platelet aggregation and thrombosis. There is no evidence about the efficacy of the water extract of A. altilis leaves (EADS) against platelet aggregation and thrombosis, in order to provide scientific evidence regarding its use by the community. This study aimed to investigate the antiplatelet and antithrombotic activities of EADS. Ticagrelor, an antiplatelet drug agonist of P2Y12 receptor was used as a positive control. The antiplatelet activity of EADS was assessed in vitro by Light Transmittance Aggregometry (LTA) method using human platelet induced by Adenosine Diphosphate (ADP); whereas the antithrombotic activity was evaluated in vivo using Acute Pulmonary Thromboembolism (APT) method in male adult Swiss mice induced by the mixture of epinephrine (0.7 mg/kg bw) and collagen (11 mg/kg bw). The number and the onset of dead and paralysis mice were observed; and the number of thrombus was calculated under the microscope. We found that EADS demonstrated a weak antiplatelet activity (IC50>1000 µg/mL). Based on the number and the onset of dead and/or paralysis, as well as the number of thrombus, we found that EADS failed to exhibit antithrombotic activity at the doses of 200, 300, and 400 mg/kg bw. TLC analysis showed that EADS did not contain 2-geranyl-2,3,4,4’-tetrahydroxydihydrochalcone (GTDC), the antiplatelet compound in the ethanolic extract of A. altilis leaves (EEDS) in our previous research. Keywords: Artocarpus altilis, platelet aggregation, antithrombotic, Light Transmittance Aggregometry, Acute Pulmonary Thromboembolism ABSTRAK Rebusan daun sukun yang sudah tua (Artocarpus altilis) secara tradisional digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk mengobati penyakit jantung dan stroke. Agregasi platelet dan trombosis merupakan faktor penting pada patofisiologi kedua penyakit tersebut. Penelitian aktivitas antiplatelet dan antitrombosis dari Ekstrak Air Daun Sukun (EADS) belum pernah dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antiplatelet dan antitrombosis dari EADS guna memberikan bukti ilmiah terkait pemanfaatannya oleh masyarakat. Ticagrelor, obat antiplatelet yang merupakan agonis dari reseptor P2Y12 digunakan sebagai kontrol positif. Uji aktivitas antiplatelet dilakukan secara in vitro menggunakan metode Light Transmittance Aggregometry (LTA) dengan platelet yang diambil dari darah manusia dan digunakan induktor agregasi platelet berupa Adenosin Difosfat (ADP, 10µM). Parameter yang diamati adalah persen penghambatan agregasi platelet. Uji aktivitas antitrombosis dilakukan secara in vivo menggunakan metode Acute Pulmonary Thromboembolism (APT) pada mencit jantan dewasa galur Swiss dengan induktor trombosis berupa campuran epinefrin (0,7 mg/kgBB) dan kolagen (11 mg/kgBB). Parameter yang diamati adalah jumlah dan onset kematian, paralisis, serta jumlah trombus berdasarkan analisis histopatologi. Hasil uji menunjukkan bahwa EADS memiliki aktivitas antiplatelet yang lemah (IC50>1000 µg/mL). EADS tidak memiliki aktivitas antitrombosis yang terlihat dari ketidakmampuan dalam melindungi mencit dari paralisis dan/atau kematian serta tidak adanya penurunan jumlah trombus yang bermakna pada mencit yang diberi perlakuan ekstrak dibandingkan kelompok kontrol pelarut. Analisis KLT menunjukkan bahwa EADS tidak mengandung senyawa aktif antiplatelet 2-geranyl-2,3,4,4’-tetrahydroxydihydrochalcone (GTDC) yang ada dalam ekstrak etanol daun sukun (EEDS) pada penelitian sebelumnya. Kata Kunci: Artocarpus altilis, agregasi platelet, antitrombosis, Light Transmittance Aggregometry, Acute Pulmonary Thromboembolism
PENGARUH ELISITOR KITOSAN TERHADAP KANDUNGAN WITHANOLID TUNAS IN VITRO AKSESI TANAMAN Physalis angulata DARI PULAU MADURA Retno Mastuti; Jati Batoro; Budi Waluyo
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia Vol 14 No 1 (2021): Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jtoi.v14i1.4301

Abstract

ABSTRACT Chitosan is often applied to in vitro culture systems to induce the biosynthesis of a plant's secondary metabolites. The accumulation and profile of secondary metabolites of the same plant species growing in different environments can vary. This study aims to identify and measure withanolide compounds of in vitro shoots of Physalis angulata accessions. Samples obtained from three regions in Madura Island, namely Sampang (A1), Sumenep (A2 and A4), and Pamekasan (A5). Withanolide compounds of in vitro shoots derived from different types of explants after treated with chitosan were also identified and measured. In vitro nodal and apical shoot explants were used for shoot induction on MS medium + BAP 2 mg/L + 0.05 mg/L IAA. In vitro shoots were elicited for six weeks in the shoot induction medium supplemented with 125 mg/L chitosan. Subsequently, in vitro culture of shoots regenerated from explants of nodal (B) and apical shoots (C) without (B1) and with (B2 and C) elicitation of chitosan were extracted and analyzed by HPLC to detect and measure the withanolide compounds. In vitro shoot extracts from all regions contained 38 types of withanolide compounds. The level of the withanolide compound in each region was different. Chitosan increased withanolide levels in vitro shoots regenerated from nodal explant A1, A2, and A4. The withanolide level in vitro shoot regenerated from apical shoot explants A1 and A4 were higher than that in A2 and A5. These results indicated that the in vitro shoots of P. angulata plant accession in Sampang, Sumenep, and Pamekasan had different levels of withanolide. Chitosan was able to increase the accumulation of withanolide compounds in vitro shoots of P. angulata. The types of explants showed different responses in the synthesis and accumulation of withanolide. This study showed that in vitro systems can be used to produce P. angulata plants and increase the level of withanolides compounds. These results indicated that the use of the in vitro system was able to supply P. angulata and withanolide production to support the supply of traditional medicine raw material. Keywords: accession, chitosan, elicitor, Physalis, withanolides ABSTRAK Elisitor kitosan sering digunakan pada tanaman untuk menginduksi biosintesis senyawa metabolit sekunder secara in vitro. Akumulasi dan profil senyawa metabolit sekunder spesies tanaman sama yang tumbuh di lingkungan berbeda dapat bervariasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengukur senyawa withanolid pada tunas in vitro aksesi Physalis angulata yang diperoleh dari tiga wilayah di Pulau Madura, yaitu Sampang (A1), Sumenep (A2 dan A4) dan Pamekasan (A5). Senyawa withanolid pada tunas in vitro yang berasal dari jenis eksplan yang berbeda setelah dielisitasi dengan kitosan juga diidentifikasi dan diukur. Eksplan nodus dan tunas apikal in vitro digunakan untuk induksi tunas pada medium MS + BAP 2 mg/L + IAA 0,05 mg/L. Tunas in vitro dielisitasi selama enam minggu di medium induksi tunas yang ditambah dengan kitosan 125 mg/L. Selanjutnya kultur tunas in vitro hasil regenerasi eksplan nodus (B) dan tunas apikal (C) tanpa (B1) dan dengan (B2 dan C) elisitasi kitosan diekstrak dan dianalisis dengan HPLC untuk mendeteksi dan mengukur senyawa withanolidnya. Ekstrak tunas in vitro dari semua wilayah mengandung 38 jenis senyawa withanolid. Jenis withanolid yang sama menunjukkan kadar yang berbeda di setiap wilayah. Kitosan meningkatkan rata-rata kadar withanolid tunas in vitro hasil regenerasi eksplan nodus dari wilayah A1, A2 dan A4. Tunas in vitro hasil regenerasi eksplan tunas apikal setelah elisitasi menunjukkan kadar withanolid lebih tinggi pada aksesi A1 dan A4, tetapi lebih rendah pada aksesi A2 dan A5. Pada penelitian ini diketahui bahwa tunas in vitro setiap aksesi dari setiap wilayah di Pulau Madura memiliki kadar withanolid yang berbeda. Elisitor kitosan mampu meningkatkan akumulasi senyawa withanolid pada tunas in vitro P. angulata. Jenis eksplan memberikan respons berbeda pada sintesis dan akumulasi withanolid. Hasil ini menunjukkan bahwa pemanfaatan sistem in vitro berpeluang untuk penyediaan bahan tanam P. angulata maupun produksi withanolid dalam rangka mendukung penyediaan bahan baku jamu. Kata kunci: aksesi, elisitor, kitosan, Physalis, withanolid
KUALITAS HIDUP PASIEN BATU SALURAN KEMIH YANG MENGGUNAKAN RAMUAN JAMU DI KLINIK JEJARING SAINTIFIKASI JAMU Ulfatun nisa; Peristiwan R Widhi Astana; Wayan Dani M Jannah; Agus Triyono; Danang Ardiyanto; Zuraida Zulkarnain; Ulfa Fitriani; Fajar Novianto
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia Vol 14 No 1 (2021): Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jtoi.v14i1.4365

Abstract

ABSTRACT Urinary tract stone (UTS) is a condition caused by stone formation throughout the urinary tract which can lead to pain, bleeding, and infection. UTS affects the quality of life (QoL), both in the short and long term. This study was conducted to assess QoL of a patient with UTS that using urolithiasis jamu potion therapy (treated group) compared to a patient who used existing jamu extract (control group). The study was conducted in the clinic “Saintifikasi Jamu” network during March-December 2017, using a QoL questioner (SF-36). The sampling method used purposive randomized open-label, end blinded observation. After randomization, respondents who had signed informed consent and matched the inclusion criteria were women and men aged 17 to 60 years, patients with UTS of size <2 cm with no impairment of kidney and liver function. There were 97 patients in each group. SF-36 measurements were carried out at day 0, 28, and 56. Data were analyzed using SPSS, different tests using the Mann-Whitney Test. A total of 191 respondents followed the study with 97 people in the simplicia group and 94 people in the control group. The control group showed an increase in mean SF-36 score by 20.03% on 56th day, compared to 14.58% in the control group. There was no significant difference of the mean SF-36 score between treated and control group (p>0.05). Significant differences of mean SF-36 score were observed between before and after therapy in each group (p=0.012). Jamu potion can improve the quality of life of patients with urinary tract stones comparable to herbal extract available in market. Keywords: jamu, quality of life, SF-36, urolithiasis ABSTRAK Batu saluran kemih (BSK) adalah suatu kondisi yang disebabkan adanya batu di sepanjang saluran kemih yang dapat menimbulkan rasa nyeri, perdarahan, dan infeksi. BSK memberikan pengaruh terhadap kualitas hidup (Quality of Life [QoL]) pasien baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Penelitian ini dilakukan untuk menilai kualitas hidup pasien BSK yang menggunakan terapi ramuan jamu BSK dibandingkan dengan pasien yang menggunakan jamu ekstrak yang sudah beredar. Penelitian dilakukan di jejaring klinik Saintifikasi Jamu pada bulan Maret-Desember 2017, menggunakan kuesioner QoL (SF-36). Metode sampling menggunakan purposive randomized open label, end blinded observation. Subyek adalah responden yang telah mendatangani informed consent dan sesuai kriteria inklusi antara lain perempuan dan laki–laki usia 17 sampai 60 tahun, penderita BSK, ukuran BSK <2 cm dengan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan liver. Berdasarkan randomisasi diperoleh masing-masing 97 subyek untuk kelompok jamu dan 94 subyek untuk kelompok kontrol (jamu ekstrak). Pengukuran SF-36 dilakukan pada hari ke-0, hari ke-28 dan hari ke-56. Data dianalisis menggunakan SPSS, uji beda menggunakan Mann-Whitney Test. Pada kelompok jamu mengalami peningkatan rerata skor SF-36 20,03% dan pada kelompok kontrol hanya sebesar 14,58% pada hari ke-56. Tidak ada perbedaan rerata skor SF-36 antara kelompok jamu dan kontrol (p>0,05). Terdapat perbedaan bermakna rerata skor SF-36 antara sebelum dan sesudah perlakuan intervensi pada tiap kelompok (p=0,012). Ramuan jamu dapat meningkatkan kualitas hidup pasien batu saluran kemih sebanding dengan jamu ekstrak yang beredar di pasaran. Kata kunci: batu saluran kemih, jamu, kualitas hidup, SF-36
ETHNOMEDICINE OF MEDICINAL PLANTS USED BY TRADITIONAL HEALERS TO FACILITATE BONE INJURY HEALING IN WEST KALIMANTAN, INDONESIA Fanie Indrian Mustofa; Nuning Rahmawati; Saryanto Saryanto
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia Vol 14 No 1 (2021): Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jtoi.v14i1.4766

Abstract

ABSTRACT Medicinal plants have been used to facilitate bone injury healing in many communities. West Kalimantan is rich in diversity of medicinal plants and local wisdom owned by ethnic groups. As forest destruction is getting increases, it leads to the extinction of certain medicinal plant species there. Thus, it is crucial to document plant species with medicinal properties and traditional knowledge as valuable information passed down by generation. A semi-structured questionnaire was employed to interview 51 traditional healers from 28 ethnic groups that were selected by purposive sampling method. Field observation and specimen collection were carried out for botanical identification. A quantitative analysis was calculated to obtain plant proportion, Use Value (UV), Family Use Value (FUV), and Informant’s Consensus Factor (ICF). The result revealed there were 134 plant species of 53 botanical families from eight districts in West Kalimantan. Eleven species of plants reported having UV of species at least 0.10 (5 citations). Zingiber officinale was the most frequently used species to facilitate bone injury (22 citations; UV=0.43). The botanical family with the highest number of species was Rubiaceae (13 species) and the highest level of Family Use Value-FUV was Acanthaceae (0.13). The Informant Consensus Factor (ICF) for facilitating bone injury was 0.48. Most of the therapy in this study administered externally (85.07%), used leaves (66.67%), and a mixture composition from several plants (93.28%). The evaluation is critically required to support the medicinal plant’s scientific evidence in facilitating bone injury for both local and global communities. Moreover, the traditional healers need education regarding conservation issues, since most of the plants are still obtained from the wild. Keywords: medicinal plants, traditional healer, bone injury, West Kalimantan ABSTRAK Tanaman obat telah banyak dimanfaatkan untuk mengatasi cedera tulang di berbagai komunitas di Indonesia. Kalimantan Barat kaya akan keanekaragaman tumbuhan obat dan kearifan lokal yang dimiliki oleh kelompok-kelompok etnisnya. Saat ini, kerusakan hutan dan alih fungsinya mengancam kepunahan beberapa spesies tanaman obat. Oleh karena itu, penting untuk mendokumentasikan jenis tumbuhan yang berkhasiat obat dan juga pengetahuan tradisional sebagai informasi berharga yang disampaikan secara turun temurun. Studi ini melibatkan 51 pengobat tradisional dari 28 kelompok etnis yang diseleksi secara purposive sampling. Pengamatan lapangan dan pengambilan spesimen dilakukan untuk keperluan identifikasi botani. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mendapatkan proporsi tanaman, Use Value (UV), Family Use Value (FUV), dan Informant Consensus Factor (ICF). Studi ini mengungkapkan 134 spesies tanaman obat dari 53 familia yang terdapat pada delapan kabupaten di Kalimantan Barat. Sebelas spesies tanaman dilaporkan memiliki UV spesies setidaknya 0,10 (5 sitasi). Zingiber officinale merupakan spesies yang paling sering digunakan untuk mengatasi cedera tulang (22 sitasi; UV=0,43). Familia dengan jumlah spesies tertinggi adalah Rubiaceae (13 spesies) dan nilai FUV tertinggi adalah Acanthaceae (0,13). Informant Consensus Factor (ICF) untuk memfasilitasi cedera tulang adalah 0,48. Sebagian besar terapi diberikan secara eksternal (85,07%). Penggunaan daun sebagai bahan ramuan (66,67%) dan komposisi ramuan adalah campuran dari beberapa tanaman (93,28%). Penelitian lebih lanjut sangat diperlukan untuk memberikan bukti ilmiah tanaman obat dalam mengatasi cedera tulang, baik untuk komunitas lokal maupun global. Sebagian besar tanaman masih diperoleh dari alam tanpa upaya penanaman kembali, sehingga diperlukan edukasi terkait pengetahuan konservasi bagi pengobat tradisional. Kata kunci : tumbuhan obat, pengobat tradisional, cedera tulang, Kalimantan Barat
BIOTRANSFORMASI KANDUNGAN SENYAWA KIMIA MINYAK GURJUN BALSAM MENGGUNAKAN Aspergillus niger Khoirun Nisyak; A'yunil Hisbiyah; Lilik Nurfadlilah
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia Vol 14 No 2 (2021): Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jtoi.v14i2.4778

Abstract

ABSTRACT Gurjun balsam oil is one of the essential oils from Indonesia isolated from Dipterocarpus turbinatus resin. Gurjun balsam oil has a fragrant aroma and benefits as a traditional medicine in the Indochina region. The main chemical content of balsam gurjun oil is alfa-copaena and several other sesquiterpenes (C15H24) class compounds. In this study, biotransformation of the gurjun balsam oil with Aspergillus niger was carried out at room temperature with an agitation speed of 130 rpm and avariation of the incubation time of 24, 48, 72, and 96 hours. The biotransformation of balsam gurjun oil produced some main products as follows: alfa-copaene (60.53%), beta-caryophyllene (22.76%), humulene (3.87%), and alpha-cadinene (12.83%). The optimum incubation time with the highest copaena product was 72 hours. Biotransformation of gurjun balsam oil by Aspergillus niger does not produce new derivatives but increases the yield of the alpha-copaena. Αlpha-copaena in gurjun balsam oil has strong potential as anti-eczematic in treating skin problems. Keywords: biotransformation, gurjun balsam oil, alpha-copaena, and Aspergillus niger ABSTRAK Minyak gurjun balsam merupakan salah satu minyak atsiri asal Indonesia yang diisolasi dari resin tanaman Dipterocarpus turbinatus. Minyak gurjun balsam memiliki aroma yang harum dan digunakan sebagai obat tradisional di daerah Indocina. Kandungan kimia utama minyak balsam gurjun adalah alfa-kopaena dan beberapa senyawa golongan seskuiterpen (C15H24) lainnya. Pada penelitian ini dilakukan biotransformasi minyak gurjun balsam dengan Aspergillus niger. Proses biotransformasi dilakukan pada suhu kamar dengan kecepatan agitasi 130 rpm dan variasi waktu inkubasi 24, 48, 72, dan 96 jam. Produk yang ditransformasi kemudian dianalisis dengan Gas Chromatography-Mass Spectrometer (GC-MS). Produk utama yang dihasilkan dari biotransformasi minyak balsam gurjun adalah alfa-kopaena (60,53%), beta-karyofilena (22,76%), humulena (3,87%), dan alfa-kadinena (12,83%). Waktu inkubasi optimum dengan produk kopaene tertinggi adalah 72 jam. Biotransformasi minyak gurjun balsam oleh Aspergillus niger tidak menghasilkan turunan baru tetapi meningkatkan rendemen alfa-kopaena. Alfa kopaena memiliki potensi sebagai anti eksim yang kuat untuk mengatasi masalah kulit. Kata kunci: biotransformasi, minyak gurjun balsam, alfa-copaena, dan Aspergillus niger
VALIDATION OF SPECTROPHOTOMETRY METHOD FOR DETERMINATION OF (+)-CATECHIN IN ETHYL ACETATE FRACTION OF GAMBIR EXTRACT (Uncaria gambir Roxb.) Nanang Yunarto; Uud Nourma Reswandaru; Indah Sulistyowati; Indhira Oliffia Prameswari; Qotrunnada Linggar Pinanditi; Tri Madesa Patadungan
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia Vol 14 No 2 (2021): Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jtoi.v14i2.4846

Abstract

ABSTRACT Gambir leaves (Uncaria gambir Roxb.) is a plant that has been widely used by people for traditional medicine. The main compound of gambir extract is a (+)-catechin that has been proven as anti-dental plaque, antioxidant, antibacterial, and antihyperlipidemic. This study aims to validate a method for the quantitative determination of catechin in ethyl acetate fraction of gambir extract based on spectrophotometry. The validation was conducted by measuring the linearity, accuracy, and ruggedness of the method that fulfills the requirements along with the limit of detection (LoD) and limit of quantification (LoQ) determination. Determining the precision (based on %RSD and CV), 100 ppm of catechin were made to 7 replicates while accuracy was evaluated by calculating the recovery. The ruggedness of the method is determined by analyzing it on a different day. The linearity was determined by assessing the r-value on the relation between the absorbance curve and standard series concentration. The LoD and LoQ could be calculated based on the standard curve equation. The results showed the method fulfilled the linearity requirement with R 0.9996; had precision in 1.23% RSD; had accuracy in the range of 100.80% to 101.64%; the method ruggedness was not significantly different; had 3.85 ppm of LoD and 12.84 ppm of LoQ. The validation method showed a valid result, and the method can be used for routine analysis on the measurement of catechin in ethyl acetate fraction of gambir extract. Keywords: Catechin, Uncaria gambir, Method Validation, Spectrophotometry ABSTRAK Daun gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan tanaman yang telah banyak dimanfaatkan masyarakat dalam pengobatan tradisional. Senyawa utama ekstrak gambir adalah (+)-katekin yang telah terbukti sebagai anti plak gigi, antioksidan, antibakteri, dan antihiperlipidemia. Penelitian ini bertujuan untuk memvalidasi suatu metode penentuan kuantitatif katekin dalam fraksi etil asetat ekstrak gambir secara spektrofotometri. Validasi dilakukan dengan mengukur linearitas, akurasi, dan kekasaran metode yang memenuhi persyaratan beserta penetapan Limit of Detection (LoD) dan Limit of Quantification (LoQ). Penentuan presisi (berdasarkan %RSD dan CV), 100 ppm katekin dibuat 7 ulangan sedangkan akurasi dievaluasi dengan menghitung perolehan kembali. Kekasaran metode ditentukan dengan menganalisisnya pada hari yang berbeda. Linearitas ditentukan dengan mengukur nilai r pada hubungan antara kurva absorbansi dan konsentrasi seri standar. Berdasarkan persamaan kurva standar, maka LoD dan LoQ dapat dihitung. Hasil penelitian menunjukkan metode memenuhi syarat linearitas dengan R 0,9996; memiliki presisi di 1,23% RSD; memiliki akurasi pada kisaran 100,80% sampai dengan 101,64%; kekasaran metode tidak berbeda nyata; memiliki 3,85 ppm LoD; dan 12,84 ppm LoQ. Validasi menunjukkan hasil yang valid, dan metode tersebut dapat digunakan untuk analisis rutin pada pengukuran katekin dalam fraksi etil asetat ekstrak gambir. Kata kunci: Catechin, Uncaria gambir, Validasi Metode, Spektrofotometri
PHYTOCHEMISTRY PROFILE, EFFICACY, AND SAFETY OF GREEN TEA (Camellia sinensis (L.) Kuntze) FOR BREAST CANCER CHEMOPREVENTION: A SYSTEMATIC REVIEW Dwi Hartanti; Siti Rofida
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia Vol 14 No 2 (2021): Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jtoi.v14i2.4994

Abstract

ABSTRACT The consumption of tea (Camellia sinensis (L.) Kuntze), mainly green tea, is famous for various health benefits. This review summarizes the potential use of green tea and epigallocatechin gallate (EGCG) for breast cancer chemoprevention. The data were retrieved from the online publication on the Pubmed database and covered the phytochemistry, preclinical study, and clinical trial of green tea related to its use as a breast cancer chemopreventive agent. Catechins, particularly EGCG, are the chemopreventive bioactive constituents of green tea. Preclinical studies demonstrated that the anti-proliferative and induction of apoptosis potentials of green tea are mediated through several different mechanisms. However, no association between green tea intake and a lowered breast cancer risk in human studies, but it might be favorable for secondary cancer prevention. Keywords: green tea, epigallocatechin gallate, chemopreventive, breast cancer. ABSTRAK Konsumsi teh (Camellia sinensis (L.) Kuntze), terutama teh hijau, terkenal dengan berbagai manfaat kesehatannya. Ulasan ini merangkum potensi penggunaan teh hijau dan epigallocatechin gallate (EGCG) untuk kemoprevensi kanker payudara. Data diambil dari publikasi online di database Pubmed dan mencakup fitokimia, studi praklinis, dan uji klinis teh hijau terkait dengan penggunaannya sebagai agen kemopreventif kanker payudara. Katekin, terutama EGCG, adalah konstituen bioaktif kemopreventif teh hijau. Studi praklinis menunjukkan bahwa anti-proliferatif dan induksi potensi apoptosis teh hijau dimediasi melalui beberapa mekanisme yang berbeda. Namun, tidak ada hubungan antara asupan teh hijau dan penurunan risiko kanker payudara dalam penelitian pada manusia, tetapi mungkin menguntungkan untuk pencegahan kanker sekunder. Kata kunci: teh hijau, epigallocatechin gallate, kemopreventif, kanker payudara.