cover
Contact Name
Achmad Zainal Arifin, Ph.D
Contact Email
achmad.arifin@uin-suka.ac.id
Phone
+6281578735880
Journal Mail Official
sosiologireflektif@uin-suka.ac.id
Editorial Address
Laboratorium Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, UIN Sunan Kalijaga Jl. Adisucipto 1, Yogyakarta, Indonesia, 55281
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Jurnal Sosiologi Reflektif
ISSN : 19780362     EISSN : 25284177     DOI : https://doi.org/10.14421/jsr.v15i1.1959
JSR focuses on disseminating researches on social and religious issues within Muslim community, especially related to issue of strengthening civil society in its various aspects. Besides, JSR also receive an article based on a library research, which aims to develop integrated sociological theories with Islamic studies, such as a discourse on Prophetic Social Science, Transformative Islam, and other perspectives.
Articles 11 Documents
Search results for , issue "Vol 14, No 1 (2019)" : 11 Documents clear
STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK DPC PDI PERJUANGAN SURABAYA PADA PEMILU LEGISLATIF 2019 Abdul Hakim; Redi Panuju
Jurnal Sosiologi Reflektif Vol 14, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/jsr.v14i1.1701

Abstract

Dewan Pengurus Cabang (DPC) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Surabaya  is a local political partywhich succeeded in preserving its victory in the 2019 Legislative Election with the acquisition of 15 seats. This study aims to determine the political communication strategies used by the Indonesian Democratic Party of Struggle (PDIP) during the 2019 elections. This study uses a qualitative approach with employing in-depth interview and observationmethods. The data obtained were analyzed through an interactive analysis model including data reduction, data display, and drawing conclusions. This research founds the PDI Perjuangan political communication model is more based on the transactional model. This communication model illustrates the ongoing communication process between the sender of the message (party and candidates) and the recipient of the message (community). Of course, during the campaign there were obstacles or disturbances, one of which was  money politics. As a consequence, the community should elects their candidates and parties during the 2019 Elections.DPC Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Kota Surabaya merupakan politik lokal yang berhasil mempertahankan kemenangan di Pemilu Legislatif 2019 dengan perolehan 15 kursi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stategi komunikasi politik yang dipakai PDI Perjuangan selama Pemilu 2019. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode observasi  dan wawancara mendalam. Data yang diperoleh dianalisis dengan model analisis interaktif meliputi reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan. Temuan penelitian ini adalah model komunikasi politik PDI Perjuangan lebih pada model transaksional. Model komunikasi ini menggambarkan proses komunikasi yang berlangsung secara berkesinambungan antara pengirim pesan (partai dan caleg) serta penerima pesan (masyarakat). Kendala uatam selama kampanye yaitu politik uang, sebagai umpan balik (feedback), masyarakat memilih caleg dan partai tersebut saat Pemilu 2019.
URGENSI REKONSTRUKSI SOSIOLOGI BAGI KAJIAN CYBER SOCIETY Husnul Muttaqin
Jurnal Sosiologi Reflektif Vol 14, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/jsr.v14i1.1552

Abstract

The rapid changes in information technology raise questions about the relevance of sociological theories in explaining the new reality of cyber society. At least, there are two important questions that must be answered by sociologists:  first, what are the characteristics of cyber reality that become the new study area of sociology? Second, how should sociology been reconstructed to understand the new model of society in cyberspace? These questions will be explored through a meta-theory study. Meta-theory is intended to study the basic structre of sociological theory, especially in the form of reflective analysis of existing theories. One of itsmain concerns is determining the object of study in a particular discipline.Through meta-theory study, this research comes to two conclusions. First, virtual reality has different characters from real life. But, frequently, virtual reality is experienced by individuals like everyday life reality, or even more real than real reality. Through the characteristics of simulation, interaction, artificiality, immersion, telepresence, networked communication and anonymity, virtual reality is transformed into a part of everyday life that cannot be separated from human life. Second, facing this new reality, sociology must adjust its scientific construction. Reconstruction of sociology can be initiated by defining what are the objects of sociological studies regarding the issues of cyber society. Based on three paradigms of Ritzer, this study concludes that social fact, social definition and social behavior paradigms must be reinterpreted, especially in relation to the importance for sociological paradigms to include non-human aspects in its theoretical buildings.Perkembangan teknologi informasi yang demikian cepat memunculkan pertanyaan soal relevansi teori-teori sosiologi dalam menjelaskan realitas baru dunia cyber. Setidaknya, ada dua hal penting yang harus dijawab oleh sosiologi: pertama, bagaimana karakteristik realitas cyber yang menjadi wilayah kajian baru sosiologi? Kedua, bagaimana sosiologi harus direkonstruksi untuk dapat memahami model masyarakat baru di dunia cyber? Kedua pertanyaan tersebut akan ditelaah melalui kajian metateori. Metateori dimaksudkan untuk mengkaji struktur dasar teori sosiologi, terutama dalam bentuk analisis reflektif atas teori-teori yang sudah ada. Salah satu konsen utama kajian metateori adalah menentukan objek kajian yang dipelajari dalam satu disiplin ilmu tertentu. Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan. Pertama, realitas virtual memiliki karakter yang berbeda dengan realitas nyata dalam kehidupan sehari-hari. Hanya saja, tak jarang realitas virtual itu dialami oleh individu tak ubahnya seperti kenyataan hidup sehari-hari, atau bahkan lebih nyata dari kenyataan riil. Melalui karakter simmulation, interaction, artificiality, immersion, telepresence, networked communicationdan anonimity, realitas virtual menjelma menjadi bagian kehidupan sehari-hari yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Kedua, menghadapi realitas baru ini, sosiologi mau tidak mau harus menyesuaikan bangunan keilmuannya. Rekonstruksi sosiologi dapat dimulai dengan mendefinisikan apa yang sebenarnya menjadi objek kajian sosiologi masyarakat cyber. Berangkat dari tiga paradigma Ritzer, penelitian ini mengambil kesimpulan paradigma fakta sosial, definisi sosial dan perilaku sosial harus dimaknai ulang, terutama dalam kaitan dengan pentingnya paradigma sosiologi untuk menyertakan aspek non-human dalam bangunan teoritisnya.
AKTIVISME GERAKAN KEAGAMAAN DALAM KONTEKS KEBUDAYAAN : Antara Penegakan Syariat dan Anomali Fuat Edi Kurniawan; Defbry Margiansyah
Jurnal Sosiologi Reflektif Vol 14, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/jsr.v14i1.1605

Abstract

This academic work discusses about an activism of the religious movement recently emerging as a response against Liberal Islam in Indonesia. The rise of such  movement is interesting to be studied in order to search a deeper understanding on the relationship between expression of religious piety and culture in the context of Indonesia. This article focuses on the case of the enforcement to shut down a transgender Islamic school (Pesantren Waria) and the rejection of Easter celebration conducted by Religious forum in Yogyakarta. The analysis of the article’s identified problems are explained into three forms of conclusion; First, the phenomenon of religious movement activism is understood as a counter culture through which they set a standard of conduct derived from their own conception of truth. Second, there is construction of collective religious identity integrated with ethnic identity. Third, such religious identity construct is increasingly established as moral legitimacy in existing social order. As consequence, the movement perceives that the society no longer needs a set of values derived from external circumstances such as egalitarianism, humanity, gender justice, and others.Artikel ini membahas aktivisme gerakan keagamaan kontemporer yang akhir-akhir ini muncul sebagai respon balik terhadap Islam liberal di Indonesia. Kemunculan gerakan keagamaan ini menarik untuk dikaji sebagai pemahaman mengenai hubungan ekspresi kesalehan umat beragama dan konteks kebudayaan di Indonesia. Dalam artikel ini mengambil kasus di Yogyakarta yang dilakukan oleh forum keagamaan yang melakukan penutupan paksa pesantren waria dan penolakan acara paskah. Ketidaksesuaian produk kebudayaan dengan nilai-nilai agama dominan (Islam) menjadi alasan utama gerakan keagamaan yang cenderung radikal ini untuk melakukan tindakan-tindakan penolakan. Artikel ini mengidentifikasi setidaknya kedalam tiga kesimpulan; Pertama, fenomena aktivisme gerakan keagamaan dipahami sebagai deviant subculture, mereka menentukan standar berperilaku yang diyakini mereka sebagai kebenaran. Kedua, terbentuknya identitas kolektif keagamaan yang terintegrasi dengan identitas etnik. Ketiga, semakin kuatnya legitimasi moral dalam tatanan sosial. Mereka merasa tidak memerlukan lagi perangkat nilai lain yang datang dari luar, seperti nilai egaliter, kemanusiaan, dan keadilan. 
FAKTOR PENYEBAB KONFLIK TANAH ULAYAT ANTARA PELADANG PENDATANG VS MASYARAKAT ADAT DI DESA TAMIAI KABUPATEN KERINCI Syamsuddin Anas; Susi Fitria Dewi; Junaidi Indrawadi
Jurnal Sosiologi Reflektif Vol 14, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/jsr.v14i1.1702

Abstract

The level of conflict between local inhabitants and settlers in the village of Tamiai, Kerinci regency is quite high. The causes of the conflicts are also varied, ranging from local elections, village sentiments, claims for the ownership of ulayat lands. The last conflict, ulayat lands, has been occurring for more than two years, which reached its critical period in March 2018 when 72 motorcycles were burned and several people injured and hospitalized. The conflict was triggered by unsatisfactory decision made by two parties, locals and sttlers, in overcoming the problem of ownership claim upon ulayat lands which has been used for years by settlers. In this case the costumary institution was unable to provide a win-win solution for both parties. Throughout this paper, we will show how the local government should take more initiative for conducting dialogue among both parties. A crucial role of the local government in replacing the position of costumary institution in overcoming the conflict should be a good lesson learned for other similar cases. Tingkat konflik antar warga, khususnya antara pendatang dan warga lokaldi Kabupaten Kerinci bisa dikatakan cukup tinggi. Penyebab terjadinya konflik tersebut juga bermacam-macam, seperti: konflik pemilu, konflik perkelahian antar desa serta konflik perebutan tanah ulayat. Konflik tanah ulayat sendiri sudah berlangsung selama kurang lebih 2 tahun, dengan puncak konflik berupa perebutan tanah ulayat yang teerjadi pada bulan Maret 2018, yaitu terjadinya bentrokan luar biasa antar kedua belah pihak mengakibatkan terjadinya pembakaran kendaraan roda dua sebanyak 72 unit dan korban luka yang terkena senjata tajam maupun lemparan batu. Penyebab terjadinya konflik karena ketidakpuasan kedua belah pihak terhadap penyelesaian masalah yang terjadi. Konflik terjadi karena ketidakmampuan pihak lembaga adat serta adanya ego dari masing-masing kelompok yang tinggi dalam menyelesaian permasalahan yang terjadi. Sampai saat ini berbagai cara sudah dilakukan, namun tidak ada jalan keluar atau solusi yang menguntungkan kedua belah pihak. Dalam hal ini, penyelesaian melalui mediasi Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci perlu untuk dilakukan dengan tujuan agar konflik ini benar-benar selesai tanpa ada kerugian bagi pihak yang berkonflik.
KERUKUNAN HIDUP ANTAR UMAT BERAGAMA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI KAMPUNG LOLOAN, JEMBRANA, BALI Sabarudin Sabarudin; Mahmud Arif
Jurnal Sosiologi Reflektif Vol 14, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/jsr.v14i1.1722

Abstract

Diversity is the reality of Indonesian life, whether ethnically, linguistically, culturally, or religiously. In that context, examining the diversity of Balinese society is certainly very interesting considering it is not just a "reality", but also a necessity and a need. Thus, the pockets of community diversity become an important benchmark because it is like a seeding ground for pluralism and the articulative medium of community experimentation in addressing differences. This is where the attractive village of Loloan Jembrana as a village that is predominantly Muslim in the midst of strong Hindu influence. This village can be a picture of a plural-culturally religious community life. The village has a historical uniqueness and local wisdom that has managed to glue the knot of interfaith togetherness.Keragaman adalah realitas kehidupan bangsa Indonesia, baik secara etnis, bahasa, budaya, ataupun agama. Dalam konteks itu, menelisik keragaman masyarakat Bali tentu sangat menarik mengingat ia tidak sekedar sebuah “kenyataan”, melainkan juga sebuah kemestian dan kebutuhan. Dengan demikian, kantong keragaman masyarakat menjadi tolok ukur penting karena ia ibarat tempat penyemaian benih pluralisme dan medium artikulatif eksperimentasi masyarakat dalam menyikapi perbedaan. Di sinilah menariknya Kampung Loloan Jembrana sebagai sebuah desa yang mayoritas penduduknya Muslim di tengah kuatnya pengaruh Hindu. Kampung ini bisa menjadi gambaran kehidupan masyarakat yang plural secara kultur-keagamaan. Kampung itu memiliki keunikan historis dan kearifan lokal yang selama ini berhasil merekat simpul kebersamaan lintas iman.
TRADISI NGAJAHUL: Fikih Pemakaman dan Kohesi Sosial Pada Masyarakat Muslim Priangan Yayan Suryana
Jurnal Sosiologi Reflektif Vol 14, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/jsr.v14i1.1721

Abstract

This paper presents an analysis of the death rituals carried out by Muslims in the Priangan region known as ngajahul. Ngajahul is done on the sixth or seventh day after the death.  Ritual analysis of the death illustrates that the ritual  is not only a spiritual-fiqhiyyah aspect, but also has a role in describing social relations. The graveyard  or a cemetery, is not only shows the grave, but also describes the relationship between the deceased, the family and the social environment. This research usesa sociological perspective to produce the concept of relationship between rituals of death and society, especially related to the issue of maintaining social cohesion. This concept illustrates that rituals of thedeath are not as depicted in recitation forums that see the death rituals as a tradition loaded with spiritual nuanced. Ngajahul is a tradition that also produces social interaction and involvement in social life simultaneously Tulisan  ini menyajikan sebuah analisis tentang ritual kematian yang dilakukan oleh umat Islam di wilayah Priangan yang dikenal dengan istilah ngajahul.  Ngajahul dilakukan pada hari ke enam atau ketujuh setelah kematian. Analisis  mengenai ritual kematian menggambarkan bahwa ritual kematian bukan hanya merupakan aspek yang bersifat sipiritual-fiqhiyyah, namun juga memiliki peran dalam menggambarkan relasi sosial. Bangunan kuburan yang terhampar di tempat pemakaman, bukan hanya menunjukkan kuburan an sich, tetapi juga menggambarkan relasi antara orang yang meninggal, keluarga dan lingkungan sosialnya. Penelitian dengan cara pandang normatif-sosiologis ini menghasilkan konsep bahwa  ritual kematian  dan masyarakat, khususnya masyarakat muslim dalam berbagai aspeknya  disebut sebagai mengandung kohesi sosial.  Konsep ini memberikan gambaran bahwa ritual kematian tidaklah sebagaimana digambarkan dalam forum-forum pengajian  yang melihat ritual kematian  sebagai tradisi yang sarat dengan  ritual yang bernuansa spiritual. Ngajahul merupakan tradisi yang menghasilkan  interaksi sosial dan keterlibatan-keterlibatan dalam kehidupan sosial yang diproduksi secara bersamaan.
PARADIGMA PERUBAHAN SOSIAL PERSPEKTIF CHANGE AGENT DALAM AL-QURAN (Analisis Tematik Kisah Nabi Yusuf as) Icol Dianto
Jurnal Sosiologi Reflektif Vol 14, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/jsr.v14i1.1476

Abstract

Social change can be studied through the classical theory of sociology, which is known as the theory of historical circle. This theory explains that history is a recurring process.Social change is not moving along a straight line but rather it follows a circle. According to the theory, history becomes a decisive factor in the process of social change. Historical events cannot be separated from the actors of history (actor), namely the leaders that ultimately affect the course of changes that occur in society. This paper  attempts to present the study of social change perspective of history of a great man, namely the Prophet Yusuf. The success of the Prophet Yusuf inrescuing the Egyptians from the long drought deserves to be studied, both his position as the messenger of Allah and his status as a human being who has its own charm. Using the thematic interpretation method to interpret Quranic verses and fenomenological analysis methods to analyze topics related to the social phenomena contained in the story of Prophet Yusuf, this research founds that the concept of social change in the story of Yusuf lies on three aspects, namely the integrity of solid sturdiness, the concept of clear social change, and the planned process of social change. Perubahan sosial dapat dikaji melalui teori klasik sosiologi yakni teori lingkar sejarah. Teori ini menjelaskan bahwa sejarah merupakan proses yang berulang, perubahan sosial tidak bergerak menurut garis lurus melainkan melingkar. Menurut teori tersebut, sejarah menjadi faktor penentu dalam proses perubahan sosial. Peristiwa sejarah tidak dapat dipisahkan dari pelaku sejarah (actor), yakni profil orang besar yang pada akhirnya mempengaruhi jalannya perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat. Dalam paper ini penulis berupaya menyajikan kajian perubahan sosial perspektif sejarah orang besar, yakni Nabi Yusuf as. Keberhasilan Nabi Yusuf as menyelamatkan rakyat Mesir dari masa kemarau yang panjang patut untuk dikaji, baik posisinya sebagai utusan Allah dan statusnya sebagai manusia biasa yang memiliki daya tarik tersendiri. Dengan menggunakan metode analisis tafsir tematik untuk menafsir ayat-ayat al-Quran dan metode analisis fenomenologi untuk menganalisis topik yang terkait dengan fenomena sosial yang ada dalam kisah Nabi Yusuf. Penulis mendapatkan konsep perubahan sosial dari kisah Yusuf as atas tiga aspek, yaitu integritas ketokohan yang mantap, konsep perubahan sosial yang jelas dan proses perubahan sosial yang terencana.
PERSEPSI PEDAGANG KAKI LIMA ALUN-ALUN KOTA PASURUAN TERHADAP KEBIJAKAN RELOKASI Taufiq Ramdani
Jurnal Sosiologi Reflektif Vol 14, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/jsr.v14i1.1671

Abstract

The aim of this research is to know how street vendors response to the Relocation Policy at a square city of Pasuruan. This research employs a mixed method.  A quantitative approach is the main approach,  while qualitative approach is the supporting one (mixing method). To the main approach (quantitative)  is represented by survey method using Spearman Rank Correlation Analysis as a tool to analyse factors that affect street vendors’ interpretation to the relocation policy. The supporting approach (qualitative) is represented by “in-depthinterview” using Miles and Huberman interactive analysis as a tool in answering something that be related by emic meaning perspective from research that cannot be explained through quantitative approach alone.The results show that during the introduction stage, the relation of stimulus and street vendors’ response to relocation policy formed negatively. Negative interpretation shows that street vendors at the Pasuruan Town Square see relocation policy as a threat of their businesses. Factors that affect the interpretation tendency are limited knowledge on the policy consequence, hope, ability, service, facility, socialization, and ethnicityPenelitian ini dilakukan untuk menginvestigasi persepsi Pedagang Kaki Lima Alun-Alun Kota Pasuruan terhadap kebijakan relokasi serta factor-faktor yang mempengaruhi persepsi tersebut. Desain penelitian ini adalah Mixing Method. Untuk pendekatan utama (kuantitatif) menggunakan metode survei, menggunakan analisis korelasi Spearman Rank untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi interpretasi PKL terhadap kebijakan relokasi. Sedangkan pendekatan pendukung (kualitatif) diwakili in-depth-interview, menggunakan analisis interaktif Miles&Huberman sebagai perangkat untuk menjawab aspek emik penelitian. Persepsi PKL terhadap kebijakan relokasi adalah negatif. Artinya, mayoritas PKL yaitu 60 orang (89,55 %) memaknai kehadiran kebijakan relokasi sebagai ancaman bagi kelangsungan usaha mereka. Adapun PKL yang mempersepsi positif 4 orang (5,97 %) dengan pemaknaan bahwa kebijakan relokasi merupakan peluang bagi perkembangan usaha. Sedangkan PKL yang menginterpretasi kebijakan relokasi secara ambivalens sebanyak 3 orang (4,47). Artinya PKL memaknai kebijakan relokasi dalam keraguan di antara ancaman dan peluang bagi kelangsungan dan perkembangan usaha. Faktor-faktor yang mempengaruhi interpretasi PKL terhadap Kebijakan Relokasi adalah : (1) Faktor Pengetahuan (pengetahuan tentang konsekuensi dari kebijakan, pengetahaun tentang aturan berdagang di lokasi baru, dan pengetahuan tentang strategi atau cara-cara menyiasati usaha agar dapat bertahan dan berkembang di tengah persaingan ketat di lokasi baru), (2) faktor harapan atau kemauan, (3) faktor kemampuan (kemampuan strategi-teknis, kemampuan ekonomi), (4) faktor pelayanan, (5) faktor fasilitas, (6) faktor sosialisasi, dan (7)  faktor etnisitas.
ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL DAN RESTORASI SUNGAI: Studi pada Gerakan Memungut Sehelai Sampah di Sungai Karang Mumus di Kota Samarinda Suharko Suharko; Christa D M Kusumadewi
Jurnal Sosiologi Reflektif Vol 14, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/jsr.v14i1.1677

Abstract

Ingeneral, condition of rivers in Indonesia is degraded and polluted. River restoration is effort to recover the function and natural conditions of river. The government has implemented several programs to improve some degraded rivers. Civil society organizations (CSO) and communities have initiated various actions to restore the rivers in some regions. By positioning the concept of river restoration as part of environmental movement, the article describes the Karang Mumus river restoration initiated by a CSO in the city of Samarinda. The CSO has practiced environmental education as an entry point and platform of actions for river restoration. The environmental education has engaged individuals and social groups in the city. They have learned and practiced actions to restore the river. Even though the more actions are still needed to recover the river, to some extent the CSO has been able to put river restoration as a centre of environmental activism in the city.Kondisi umum sungai-sungai di Indonesia adalah rusak dan tercemar. Restorasi sungai adalah upaya untuk mengembalikan fungsi dan kondisi alamiah dari sungai. Pemerintah telah mengimplementasikan berbagai program untuk memperbaiki kondisi sungai yang rusak dan tercemar. Berbagai komunitas dan organisasi masyarakat sipil (OMS) telah mengambil prakarsa untuk melakukan restorasi sungai di sejumlah daerah. Dengan menempatkan restorasi sungai sebagai bagian dari gerakan lingkungan, artikel ini memaparkan gerakan restorasi sungai Karang Mumus di Kota Samarinda. OMS mempraktikkan pendidikan lingkungan sebagai titik masuk dan platform aksi dalam melakukan upaya restorasi sungai. Pendidikan lingkungan telah mampu melibatkan warga individual dan kelompok-kelompok sosial di kota ini. Mereka belajar dan mempraktikan aksi-aksi restorasi sungai. Meskipun masih dibutuhkan lebih banyak aksi, sampai pada tingkat tertentu, OMS telah mampu menempatkan aksi-aksi restorasi sungai Karang Mumus sebagai titik pusat aktivisme lingkungan di Kota Samarinda.
GERAKAN SOSIAL WARGA PARANGKUSUMO PADA KASUS PENGGUSURAN LAHAN GEO MARITIM PARK Ahmad Izudin; Suyanto Suyanto
Jurnal Sosiologi Reflektif Vol 14, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/jsr.v14i1.1661

Abstract

This paper aims to describe about unravel the tangled thread of the case of the eviction of Parang Kusumo residents in Bantul Regency, Yogyakarta. The central point outlined in this study is to explain the dynamics of social movements of people affected by evictions due to the Geo Maritim Park development plan. Analysis obtained from observations of field data through indept-interview with purposive sampling method shows that the case of the resistance movement of people affected by eviction experienced a ‘defeat’ in the public space. The defeat was identified because the strength of legal legality (land certificates) owned by residents was not strong and some even refused demonstrations initiated by the People’s Alliance to Refuse Eviction (Aliansi Rakyat Menolak Penggusuran—ARMP). As a case in the vortex of conflict, the people’s struggle to seize their rights was captured by elitist interests in the Sultan’s ground and the Pakualaman’s ground.Artikel ini hendak mengurai benang kusut kasus penggusuran warga Parang Kusumo Kabupaten Bantul Yogyakarta. Menjadi titik sentral yang diuraikan dalam kajian ini adalah menjelaskan dinamika gerakan sosial warga yang terkena dampak penggusuran akibat rencana pembangunan Geo Maritim Park. Analisa yang di dapat dari hasil pengamatan data lapangan melalui indept-interview dengan metode purposive sampling memperlihatkan bahwa kasus gerakan perlawanan warga terkena dampak penggusuran mengalami ‘kekalahan’ di ruang publik. Kekalahan tersebut teridentifikasi karena kekuatan legalitas hukum (sertifikat tanah) yang dimiliki warga tidak kuat bahkan sebagian menolak aksi demonstrasi yang diinisiasi oleh Aliansi Rakyat Menolak Penggusuran (ARMP). Sebagai kasus yang berada dalam pusaran konflik, perjuangan warga untuk merebut hak-hak mereka tersandra oleh kepentingan elitis dalam bingkai sultan ground dan pakualaman ground.

Page 1 of 2 | Total Record : 11