cover
Contact Name
Fauziah Astrid
Contact Email
fauziah.astrid@uin-alauddin.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jtabligh@uin-alauddin.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kab. gowa,
Sulawesi selatan
INDONESIA
Jurnal Dakwah Tabligh
ISSN : 14127172     EISSN : 2549662X     DOI : -
Tabligh Journal is a scientific publication for research topics and studies on communication and da'wah. The form of publiation that we receive will be reviewed by reviewers who have a concentration in the field of Communication, specifically Da'wah and Communication.We publish this journal twice a year, in June and December. The Tabligh Journal first appeared in the printed version in 2011. This journal is managed by the Tabligh journal team under the Da'wah and Communication Faculty of Alauddin Islamic University in Makassar.
Arjuna Subject : -
Articles 315 Documents
REVITALISASI PERAN MASJID SEBAGAI BASIS DAN MEDIA DAKWAH KONTEMPORER D, M. Abzar
Tabligh Vol 13, No 1 (2012)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract; Dalam sejarahnya masjid merupakan lembaga pertama yang dibangun oleh Rasulullah Saw pada periode Madinah. Di masa sekarang ini, dapat diamati fungsi masjid yang dulu multifunction itu masih banyak yang difungsikan sebatas pada rutinitas ibadah seperti shalat berjamaah (misalnya shalat Jumat dan Ramadhan) saja, sedangkan fungsi horisontalistik (hablun minannas) terlihat masih sangat kurang. Dengan demikian dapat diketahui bahwa ditinjau dari akar sejarahnya masjid telah difungsikan sedemikian rupa, tidak saja sebatas sebagai tempat ibadah-ibadah khusus semata, tetapi juga telah difungsikan pada urusan-urusan keduniaan yang di antaranya diorientasikan pada pembinaan sumber daya umat. Masjid-masjid saat ini masih banyak yang terjebak pada memposisikan diri sebagai masjid yang bercorak "vertikalistik an sich", yaitu masjid yang hanya difungsikan untuk menyelenggarakan rutinitas-rutinitas ibadah mahdhah semata. Aktivitas dakwah pada dasamya dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai sarana yang ada, termasuk di dalamnya memanfaatkan masjid sebagai sarana dakwah. Sejak masa Rasulullah SAW masjid telah dimanfaatkan sedemikian rupa sebagai sarana kegiatan dakwah. Beberapa altematif penguatan tersebut dijalankan, dengan tetap memperhatikan kekuatan, peluang, hambatan, dan ancaman dari problem-problem yang dihadapi masjid, maka revitalisasi peran masjid sebagai basis gerakan dakwah dapat terwujud dengan nyata. Agar masjid tidak kehilangan peran dan fungsinya, maka di sarnping sebagai tempat ibadah, masjid juga harus dapat difungsikan sebagai tempat penyebaran ilmu pengetahuan, pusat kebudayaan, kegiatan sosial, ekonomi, politik, seni dan juga filsafat. Keywords; Revitalisasi, Peran Masjid, Media Dakwah Mosque is the first institution established by the Prophet in Medina period in the history. At the present time, it can be observed that the function of the mosque was first multifunction to the routine of worship such as prayer in congregation (e.g. the Friday prayers and Ramadan), whereas the function of horisontalistic (hablun minannas) looks still very poor. Thus, it can be seen that in terms of the historical roots, mosque has functioned as special worship alone, but also has functioned in the mundane affairs that are oriented towards the development of community resources. Mosques now place theirselves as a mosque called "verticalistic an sich", which only enables for organizing routines worship mahdhah. Basically a missionary activity can be done by utilizing a variety of existing facilities, including utilizing the mosque as a means of Dakwah. Mosque has been used in such a way as a means of Dakwah activities since the time of the Prophet Muhammad. Some strengthening alternative are executed that still focuses on strength, opportunities, barriers, and the threat of problems faced by mosque, so that the revitalization of the role of the mosque as a base missionary movement can be realized. In order to make the role of the mosque and its function loss, it sould be also used as a place to disseminate science, culture center, social activities, economic, politic, art, and philoshopy. Keywords; Revitalization, role of the mosque, the media of da’wah
AL-MA’IYYAH AND AL-AHÁTHAH, “THE ACCOMPANIMENT AND ENCOMPASSING OF GOD TOWARDS HIS SLAVE” IN SHEIKH YUSUF CONCEPTION Sahib, Hj. Muzdalifah
Tabligh Vol 14, No 2 (2013)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract; Sheikh Yusuf al-Maqassary (1626-1699), adalah seorang penulis produktif yang telah menulis risalah lebih dari 38, sebagai pedoman bagi masyarakat muslim khususnya bagi para pengikutnya. Meskipun Sheikh Yusuf berpegang teguh pada transendensi Allah, ia percaya bahwa Allah meliputi segala sesuatu (al-aháthah) dan ada di mana-mana (al-maiyyah) atas ciptaan-Nya. Namun, dia sangat berhati-hati untuk tidak mengikat dirinya dengan doktrin panteisme dengan mengatakan, meskipun Allah muncul sendiri dalam ciptaan-Nya, itu tidak berarti bahwa ciptaan-Nya adalah Allah sendiri, semua ciptaan hanyalah makhluk alegoris atau metaforis (al -maujúd al-majazi), bukan wujud yang sebenarnya (al-maujúd haqiqi). Jadi, menurut Syekh Yusuf, kata Tuhan dalam ciptaan-Nya tidak berarti kehadiran Allah sendiri dalam diri mereka, tetapi sifat ilmunya-Nyalah meliputi hamba-Nya, dan keadaannya yang bersama dengan hamba-Nya, bukan keadaan hamba bersama-sama dengan Allah, karena itu tidak mungkin, kecuali bagi hamba yang berada dalam kondisi dzikr (hanya mengingat Allah) dan tidak mengingat wujud lain selain Allah. Oleh karena itu, Sheikh Yusuf menganggap bahwa salah bagi seorang sufi yang telah mencapai puncak pengalaman spiritual, merasa fana fillah dan baqa bihi, atau telah memasuki keberadaan Tuhan, kemudian dia mengatakan perasaannya dengan kata-kata shataháts, seperti: Ana-Allah (saya Allah), Ana al-Haqq (Akulah Paling Benar), Subhani (Maha Suci aku), dll. Adapun konsep kebersamaan dan liputan Tuhan ini terhadap hamba-Nya kebanyakan tertuang dalam risalahnya “Zubdat al-Asrár and Sirr al-Asrár”, akan tetapi, pembahasannya mungkin terlalu panjang, jika kita harus mengambil dari kedua teks tsb. Oleh karena itu penulis hanya memilih satu teks saja, yakni “Zubdat al-Asrár. Kata Kunci: Syaikh Yusuf al-Maqassary, Pendampingan, Tuhan dan HambaNya, “Zubdat al-Asrár” Sheikh Yusuf al-Maqassary (1626-1699), was a prolific writer who has written a treatise of more than 38, as a guide for the Muslim community in particular for his followers. Although Sheikh Yusuf cling to the transcendence of God, he believes that Allah encompasses everything (al-aháthah) and there everywhere (al-maiyyah) over his creation. However, he was very careful to not bind himself with the doctrine of pantheism to say, although God manifests itself in His creation, it does not mean that his creation is God himself, all creation is only allegorical or metaphorical creature (al -maujúd al- majazi), not the actual form (al-existent haqiqi). Thus, according to Sheikh Yusuf, said the Lord in His creation does not mean the presence of God in themselves, but their knowledge is His nature includes his servants, and the circumstances which along with his servant, not a slave state together with God, because it is not possible, except for the servants who are in a state of dhikr (remembrance of Allah only) and do not remember any other form other than Allah. Therefore, Sheikh Yusuf considers that one for a Sufi who has reached the pinnacle of spiritual experience, feel mortal fillah and baqa bihi, or has entered the existence of God, then he said his feelings with words shataháts, such as: Ana-God (my God), "Ana al-Haqq (I am the Most True), Subhani (Glory I), etc. The concept of togetherness and coverage of the Lord is against His servants mostly contained in his treatise "Zubdat Sirr al-Asrar al-Asrar and", however, the discussion may be too long, if we have to take from the second text page. Therefore, the authors only choose one text only, namely "Zubdat al-Asrar. Key words: Sheikh Yusuf al-Maqassary, the Accompaniment and Encompassing, God and His slaves, “Zubdat al-Asrár”
KONSTRUKSI MEDIA MASSA DALAM PENGEMBANGAN DAKWAH Syobah, Nurul
Tabligh Vol 14, No 2 (2013)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract; Keberadaan media massa sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Media massa mampu membentuk opini bahkan mengubah perilaku masyarakat. Seiring dengan itu, kehadiran media membawa nilai positif juga negatif. Sementara itu, aktivitas diarahkan membentuk perilaku yang baik bagi masyarakat sehingga media diharapkan juga dapat memberi kontribusi melalui pemberitaan dalam pengembangan dakwah dalam masyarakat. Kegiatan dakwah menjadi semarak dengan merambah dunia media massa yang terintegrasi. Dalam perkembanganya, media mampu melakukan rekonstruksi sosial dalam membentuk opini publik terhadap realitas di tengah-tengah masyarakat. Keberadaan media massa di tengah masyarakat sangat urgen bahkan mampu mempengaruhi pola pikir bahkan perilaku masyarakat. Ketika sebuah peristiwa dikonstruksi media menjadi tayangan bermuatan dakwah dan diakses publik yang meliputi umat Islam selaku mad’u, tentu konstruksi media atas teks atau tayangan dalam konstruk dakwah merupakan harapan bagi pengembangan dakwah melalui media massa yang diyaikini pengaruhnya signifikan. Media massa diyakini dapat memberi kesan khusus dan efek terhadap individu, kelompok atau lingkungan tertentu. Secara personal (individu) media massa dapat memberi pengaruh pada tiga level yaitu efek kognitif, afektif dan konasi. Media menyadari bahwa dakwah merupakan kebutuhan masyarakat termasuk informasi atau pemberitaan soal agama. Dalam konteks ini media mengemasnya dalam bentuk pemberitaan yang mengandung pesan-pesan keagamaan yang diangkat dari peristiwa keagamaan. Proses ini dilakukan dalam bentuk merekonstruksi peristiwa menjadi berita yang diakses publik. Kata Kunci: Konstruksi, Media, Pengembangan, Dakwah The existence of mass media is very influential on peoples lives. The media was able to form an opinion even change peoples behavior. Along with it, the presence of the media brought positive value is also negative. Meanwhile, activity directed to form good behavior for the community so that the media is also expected to contribute through da’wa in the news in the development of society. Proselytizing activities by venturing into the vibrant world of integrated media. In the expansion, is able to perform the reconstruction of social media in shaping public opinion against the reality in the midst of society. The existence of the mass media in society is very urgent even be able to influence peoples behavior even mindset. When an event is constructed into impressions charged media of da’wa and accessible to the public which includes Muslims as madu, construction of the media over the text or impressions in the construct of hope for the development of da’wa is da’wa through mass media believed significant influence. The mass media is believed to give a special impression and effect on individuals, groups or particular environments. Personal (individual) mass media can make an impact at three levels, namely the effects of cognitive, affective and konasi. Media realized that the mission is a community needs including information or news about religion. In this context the media packaging in the form of reports that contain religious messages are removed from the religious events. This process is done in the form of reconstructing the events in the news are accessible to the public. Keywords: Construction, Media, Development, Dawah
URGENSI KOMUNIKASI POLITIK DAKWAH Suharto, Suharto
Tabligh Vol 14, No 1 (2013)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract; Komunikasi merupakan sebuah suatu proses dalam mana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain. komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara “yang memerintah” dan “yang diperintah”. Komunikasi dakwah komunikasi berisi pesan-pesan dakwah/nilai-ajaran Islam. komunikasi apabila dikaitkan dengan komunikasi politik dan komunikasi dakwah, maka dapat ditarik sebuah benang merah bahwa sadar atau tidak, proses penyampaian materi dakwah oleh da’I atau komunikator kepada khalayak atau mad’u atau komunikan membutuhkan piranti lunak dan keras seperti strategi, taktik dan media dalam berdakwah. komunikasi politik dakwah, tidaklah terlalu berbeda dengan proses komunikasi politik pada umumnya. Bahwa semua muballiq atau da’i harus mampu merencakan desain rancang bangun aksi dakwahnya yang lebih terstruktur dan kongkret. Komunikasi persuasif adalah perilaku komunikasi yang bertujuan mengubah, memodifikasi atau membentuk respon (sikap atau perilaku) dari penerima. Komunikasi persuasif adalah komunikasi yang bertujuan untuk mengubah atau mempengaruhi kepercayaan, sikap, dan perilaku seseorang sehingga bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator. Tujuan komunikasi persuasif identik dengan tujuan utama dakwah, yakni menanamkan believe (keyakinan) dan mengubah attitude (sikap/perilaku). Pada muaranya adalah terwujudnya tujuan utama dari komunikasi politik dakwah adalah “terwujudnya kebahagiaan didunia dan akhirat yang diridhoi Allah”. Kata Kunci; Komunikasi, Politik, Dakwah Communication is a process in which a person or persons, groups, organizations, and communities create and use information in order to connect with the environment and other people. Political communication is communication involving political messages and political actors, or related to power, government, and government policies. With this understanding, as an applied science, political communication is not new. Political communication can also be understood as communication between the "ruling" and "ruled". Communications provides communications da’wa message of da’wa / value-Islam. Communication when linked with political communication and da’wa communication, it can be a common thread that consciously or not, the process of delivering material of da’wa by preachers or the communicator to the public or madu or communicant requires software and hardware such as strategy, tactics and media in preaching. Da’wa of political communication, it is not too different from the process of political communication in general. That all muballiq or preachers should be able to plan your actions preaching engineering design more structured and concrete. Persuasive communication is communication that is aimed at changing behavior, modify or establish response (attitude or behavior) of the receiver. Persuasive communication is communication that aims to change or influence the beliefs, attitudes, and behavior so as to act in accordance with what is expected by the communicator. Persuasive communication purposes identical with the main purpose of propaganda, namely embed believe (faith) and change the attitude (attitude / behavior). In the estuary is the realization of the main goals of political communication propaganda is "the realization of happiness in the world and the hereafter blessed God". Keywords; Communication, Politics, Da’wa
KEPEMIMPINAN DAKWAH Mahmuddin, Mahmuddin
Tabligh Vol 15, No 2 (2014)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract Dalam dunia modern, masalah administrasi makin mendapat posisi penting dalam pelaksanaan segala usaha, termasuk kehidupan organisasional. Pimpinan memainkan peranan yang sangat penting, bahkan dikatakan amat menentukan dalam usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Seorang pimpinan harus benar-benar mengetahui metode atau cara pengambilan keputusan serta teknik-teknik lainnya guna menghindari kesalahan yang fatal dan dapat merugikan dirinya dan organisasinya. Manusia sebagai pemimpin akan menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan memimpin manusia. Dalam konteks ini makna keadilan yang pertama adalah keadilan yang benar-benar menempatkan manusia pada harkat kemanusiaannya. Untuk menjalankan fungsi keadilan, seorang pemimpin dituntut memiliki sifat-sifat kepemimpinan penunjang lainnya seperti pengetahuan, kearifan, kesabaran, kesederhanaan dan sifat terpuji lainnya, sehingga pada dirinya memang terdapat suatu otoritas yang memungkinkan ia menjalankan kepemimpinann yang adil tersebut. Setiap pemimpin sekurang-kurangnya memiliki tiga ciri yaitu persepsi sosial, kemampuan berpikir abstrak dan keseimbangan emosional. Kepemimpinan dakwah merupakan suatu kemampuan khusus yang dimiliki oleh pelaksana dakwah untuk mempengaruhi perilaku orang lain sesuai yang diinginkan oleh pelaksana dakwah. Tugas seorang pemimpin dalam arti kepemimpinan dakwah betul-betul merupakan tugas yang sangat besar dan mulia, dan tugas ini tidak dapat dipikul oleh semua orang, karena selain tugasnya yang berat, juga tanggung jawab menggerakkan dan memengaruhi orang lain secara suka rela. Tanggung jawab dunia dan akhirat. Itulah salah satu masalah yang tidak semua orang mampu melakukannya. Keywords; Kepemimpinan, Dakwah In the modern world, more and more administrative problems got an important position in the implementation of all the efforts, including organizational life. Leadership plays a very important role, even said to be very decisive in the effort to achieve goals that have been set previously. A leader must really know the method or manner of decision making as well as other techniques in order to avoid a fatal error and can harm himself and his organization. Humans as a leader will perform the function of leadership to lead people. In this context the meaning of the first justice is justice really put a man on the dignity of humanity. To perform the function of justice, a leader is required to have leadership qualities and other supporting such knowledge, wisdom, patience, modesty and good character of the other, so that in itself is there an authority that allows it to run the fair kepemimpinann. Every leader has at least three characteristics, namely the social perception, the ability to think abstractly and emotional balance. Leadership propaganda is a special ability possessed by implementing propaganda to influence the behavior of others as desired by implementing propaganda. The task of a leader in the sense of propaganda leadership really is an enormous task and noble, and this task can not be borne by everyone, because in addition to the heavy duty, also the responsibility to mobilize and influence others voluntarily. Responsibilities of the world and the hereafter. That is one problem that not everyone is able to do so. Keywords; Leadership, Da’wa
QUR’ᾹNIC DᾹʻῙ (In Search of His Qualification) Jafar, Iftitah
Tabligh Vol 13, No 2 (2012)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract; Makalah ini mencoba mencermati kualifikasi dai yang dicanangkan Al-Qur’an. Kualifikasi ini sangat penting dan menentukan kredibilitas seorang dai dalam menapaki tugasnya di tengah-tengah masyarakat. Sebagai komunikator, seorang dai memang seharusnya memenuhi standar atau kualifikasi tersendiri agar pelaksanaan dakwahnya dapat berhasil sebagaimana diharapkan. Al-Qur’an sebagai pedoman dakwah menyediakan berbagai kualifikasi yang selayaknya menjadi modal dasar bagi seorang dai. Al-Qur’an mensyaratkan misalnya bahwa seorang dai hendaknya dari kalangan kaumnya sendiri mengingat adanya kedekatan dan persamaan: bahasa, kultur dan kecenderungan. Terma-terma bi lughati qawmih, akhᾱhum dan minhum merefleksikan kedekatan tersebut. Konsep ini lebih diperkuat dengan penekanan kesamaan bahasa antara dai dan mad’unya. Di samping itu kualitas pesan sangat ditekankan Al-Qur’an yang antara lain tercermin dalam konsep berdakwah alᾱ bashῑrah yakni materi ceramah diperkuat dengan pembuktian-pembuktian, misalnya, hasil penelitian para ahli di laboratorium. Termasuk concern Al-Qur’an adalah kualitas pribadi seorang dai yang terrefleksi dalam kefasihan berbicara, posisinya sebagai teladan dan panutan dalam ilmu dan amal yang disimbolkan dengan konsep khayra ummah. Selain itu posisinya sebagai figur moderat baik dalam pandangan keagamaan maupun sikap dan prilakunya yang dilukiskan dengan konsep ummatan wasathan. Perpaduan aplikasi konsep-konsep tersebut dalam diri seorang dai akan menambah kredibilitasnya di mata masyarakat sebagai obyek dakwahnya. Sekaligus tentunya sebagai modal dasar kesuksesannya dalam mengemban dakwah di tengah-tengah masyarakat. Kata Kunci: Qur’an, Dᾱʻῑ, Kualifikasi This paper tries to examine the qualifications of dᾱʻῑ proclaimed by the Quran. It is really essential and determines the credibility of dᾱʻῑ in treading duties in the middle of society. As a communicator, a dᾱʻῑ is supposed to meet its own standards or qualifications in order to be successful implementation of his Dakwah as expected. Quran as guidelines provide a wide range of qualifications that should be the basis for a dᾱʻῑ. The Quran requires such that a preacher should be from among his own people in view of the proximities and similarities: language, culture and trends. The terms of bi lughati qawmih, akhᾱhum, and minhum reflect the closeness. This concept is reinforced by the suppression of common language between dᾱʻῑ and its madu . In addition, the quality of the message is emphasized from the Quran that is reflected in the concept of alᾱ bashῑrah which is the lecture material is reinforced with proofs, for example, research’s outcome from experts in the laboratory. Following to the Quran indicates the personal qualities of the dᾱʻῑ that is reflected in eloquence, his position as a role model, and science and charity symbolized by the concept of khayra ummah. Furthermore, his position as moderate figure either in a habit and attitude of religious that is depicted in ummatan wasathan concept.The combination of the application of these concepts of the dᾱʻῑ will contirbute to its credibility in the public as an object message. At the same time, it can be also a capital for its success in doing Dakwah in the middle of society. Key Words: Qur’an, dᾱʻῑ, qualification
MUHAMMAD ABDUH : KONSEP RASIONALISME DALAM ISLAM Abbas, Nurlaelah
Tabligh Vol 15, No 1 (2014)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract; Muhammad Abduh seorang Pemikir Pembaru Islam yang sangat berpengaruh di dalam sejarah pemikiran Islam. Pemikirannya membawa dampak yang signifikan dalam berbagai tatanan kehidupan pemikiran masyarakat meliputi aspek penafsiran Al-Quran, pendidikan, social masyarakat, politik, peradaban dan sebagainya. Islam adalah agama yang terdiri dari beberapa aspek yang saling berhubungan, satu dengan yang lainnya. Yaitu Aqidah (Teologi), Syariah (Hukum Islam), dan Akhlak (tasawuf). Namun dalam hal ini, penulis memilih fokus pembahasan pada pemikiran dalam bidang akidah (teologi) dan hukum karena kedua ini sangat menentukan kehidupan seseorang dalam bertindak. Kepercayaan pada kekuatan akal, membawa Muhammad Abduh selanjutnya kepada faham yang mengatakan bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam kemauan dan perbuatan. Dalam teologi dan falsafah terdapat dua konsep mengenai hal tersebut. Pertama, pendapat mengatakan bahwa semua perbuatan manusia telah ditentukan semenjak aza, sebelum ia lahir, dan faham ini dalam teologi Islam disebut jabariah. Dalam teologi Barat pendapat ini disebut fatalisme atau predestination. Kedua, bahwa manusia mempunyai kebebasan sungguh pun terbatas sesuai dengan keterbatasan manusia dalam kemauan dan perbuatan. Faham ini dalam Islam disebut qadariyah, dan dalam teologi Barat disebut free will and free act. Pemikiran Muhammad Abduh sangat berpengaruh dalam dunia Islam baik di Mesir maupun negara-negara Arab lainnya, sehingga muncul ulama-ulama modern seperti Mustafa al-Maraghi, Mustafah Abd Raziq, Tantawi Jauhari, Ali Abd al-Raziq dan Rasyid Ridha, pengarang-pengarang dalam bidang agama seperti Farid Wajdi, Ahmad Amin, Qasim Amin juga di Indonesia tidak sedikit gerakan pembaruan yang dicetuskan sepert Ahmad Surkati dan gerakan al-Irsyad, Ahmad Dahlan dan gerakan Muhammadiyah dll. Kata Kunci: Konsep, Rationalisme Muhammad Abduh an Islamic reformer thinker who is very influential in the history of Islamic thought. Their thinking is a significant impact on the livelihood of various aspects of peoples minds include interpretation of the Quran, educational, social, society, politics, civilization and so on. Islam is a religion which consists of several interrelated aspects, one with the other. That Aqeedah (theology), Sharia (Islamic law), and Morals (Sufism). But in this case, the authors chose to focus the discussion on the thinking in the field of Aqeedah (theology) and the second law because it largely determines the life of someone in the act. The belief in the power of reason, bringing Muhammad Abduh next to the ideology that says that man has the freedom to will and deed. In theology and philosophy, there are two concepts about it. First, it argued that all human actions have been determined since aza, before he was born, and this ideology in Islamic theology called jabariah. In the opinion of Western theology is called fatalism or Predestination. Secondly, that man has the freedom really is limited in accordance with the limitations of the human will and deed. This ideology in Islam called Qadariyah, and in Western theology is called free will and free act. Thought Muhammad Abduh very influential in the Islamic world both in Egypt and other Arab countries, making it appear modern scholars such as Mustafa al-Maraghi, Abd Mustafah Raziq, Tantawi Jauhari, Ali Abd al-Raziq and Rashid Rida, authors in field of religion as Farid Wajdi, Ahmad Amin, Amin Qasim also in Indonesia is not the slightest movement triggered updates sepert Ahmad Surkati and movement al-Irshad Ahmad Dahlan and Muhammadiyah movement etc. Keywords: Concept, Rationalism
ISLAM DAN GERAKAN FUNDAMENTALIS M. Tahir, M. Tahir
Tabligh Vol 13, No 1 (2012)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract; Islam sebagai sebuah agama besar di dunia, tidak lepas dari pengaruh politik, sosial dan ekonomi dan budaya yang tidak jarang cukup mempengaruhi keberadaannya di tengah-tengah masyarakat. Dalam hubungannya dengan Islam, istilah fundamentalisme seringkali digunakan secara tidak seimbangan dan tidak netral, bahkan cendrung memiliki makna labelisasi dan penyebutan yang bersifat mapan terhadap fenomena gerakan dalam kehidupan sosial, politik dan keagamaan. Fundamentalisme adalah fakta global dan muncul pada semua kepercayaan sebagai tanggapan pada masalah-masalah modernisasi. fundamentalisme dilatarbelakangi oleh berbagai faktor yang sangat kompleks dan pelik, yang tidak semata-mata murni bersifat keagamaan, namun berkaitan dengan kepentingan politik, ekonomi, sosial dan idiologis. Semua agama mengajarkan nilai-nilai luhur untuk kemaslahatan hidup manusia. Manusia telah berperan untuk memperbarui peran agama di berbagai wilayah dunia menjadi sebagai sebuah ideologi tatanan publik sehingga dalam masyarakat idiologi-idiologi keagamaan dan politik saling berkelindan. Agama telah dipakai untuk mencapai kepentingan seseorang atau kelompok tertentu yang telah mengakibatkan politisasi agama dalam wilayah-wilayah privat dan publik. Pada saat terjadinya ideologisasi dan politisasi agama, maka kekerasan atas nama agama tidak bisa dihindarkan. Dengan demikian kesucian agama atau Tuhan itu sendiri tidak bisa dipersilahkan. dalam Islam yang menghalalkan kekerasan terhadap siapapun dan dalam bentuk apapun yang membahayakan perdamaian hidup manusia di muka bumi ini. Sudah sejak lama diketahui bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamin yang seharusnya menjadi dasar bagi setiap kelompok Muslim untuk bersikap dan bertindak di manapun dan kapanpun. Kata Kunci; Gerakan, Fundamentalisme Islam as a major religion in the world cannot be separated from the influence of political, social and economic and cultural influence that are rarely enough affect its presence in the society. In relation of Islam, fundamentalism is often used inappropriately balance and neutral, even tends to have a meaning that is well established and the mentioned of the phenomenon of social, political and religious movements. Fundamentalism is a global fact and appears on all of the trust as a response to the problems of modernization. Fundamentalism is motivated by a variety of factors that are very complex and complicated, which is not merely a purely religious, but also politic, economic, social and ideology. All religions teach the noble values for the benefit of human life. Humans have contributed to renew the role of religion in the various regions of the world to make as an ideology of public order, so that religion ideology and politic are intertwined in society. Religion has been used to achieve the interests of a person or entity that has resulted in the politicization of religion in the areas of private and public. At the time of the ideology and the politicization of religion take place, violence in the name of religion cannot be avoided. Thus, the sanctity of religion or God could not be allowed in Islam that justifies violence against anyone and in any form which endanger the peace of human life on this earth. It has long been known that Islam is rahmatan lil alamin that should be the basis for any Muslim group to behave and act wherever and whenever they are. Keywords; Movement, Fundamentalism
PERANAN SAINS DALAM MENGENAL TUHAN Jidi, La
Tabligh Vol 14, No 2 (2013)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract; Kaum Muslim bersikap lebih kritis pada sains. Bahkan, ada percobaan menafsirkan sains dalam perspektif Islam karena pada prinsipnya, Islam menegaskan perlunya menfasirkan segenap aspek kehidupan selaras dengan keimanan. Dalam artian bahwa ilmu dan pengetahuan mempunyai pengertian yang berbeda secara mendasar. Pengetahuan dalam arti knowlegde adalah hasil daripada aktifitas mengetahui, yaitu tersingkapnya suatu kenyataan ke dalam jiwa hingga tidak keraguan terhadapnya. Tujuan utama pendukung sains Islam adalah menegaskan bahwa Islam ataupun sains sama-sama bersandar pada sikap tertentu tentang rasionalitas. Jenis rasionalitas yang digunakan oleh sains melibatkan kepercayaan yang sama dengan yang ada pada agama. Pada saat tertentu, perlu ada pendekatan yang berbeda terhadap sains yang selaras dengan masyarakat sekitarnya. Karena itu, sains tidak lebih meyakinkan daripada agama. Keduanya sama-sama melibatkan keyakinan tertentu pada serangkaian asas yang tak berdalil. Orang bisa mengatakan bahwa sains tampaknya berhasil, tetapi demikian pula halnya dengan agama. pencarian para ilmuwan muslim terhadap fenomena alam disebabkan fakta bahwa mereka menganggap masalah sains ini merupakan salah satu cara terbaik untuk lebih dekat dengan Allah. Sains sebenarnya dapat mempertebal keyakinan dan keimanan. Namun demikian iman juga dapat digoyahkan oleh sains seandainya dicampuradukkan dengan pemahaman agama. Pengkaitan fenomena alam dengan ayat-ayat suci secara serampangan bisa jadi malah akan memberikan pemahaman yang salah. Bagi para agamawan yang kurang memahami sains, tindakan ini akan menyesatkan. Kata Kunci: Peranan, Ilmu, Pengetahuan Muslims to be more critical in science. In fact, there are experiments to interpret science in the Islamic perspective because, in principle, Islam stressed the need menfasirkan all aspects of life in harmony with faith. In the sense that science and knowledge have a fundamentally different understanding. Knowledge in the sense of knowlegde is the result rather than the activity to know, that the exposure of a reality to the soul to no doubt about it. The main purpose of science advocates assert that Islam is Islam or science are equally rests on a certain attitude about rationality. Type of rationality used by science involving the same beliefs as that of the religion. At some point, there needs to be a different approach to science that is in harmony with the surrounding community. Therefore, science is no more convincing than religion. Both involve a certain confidence in a series of principles that do not postulate. One could say that science seemed to work, but so does religion. Muslim scientists search for a natural phenomenon caused by the fact that they considered the issue of science is one of the best ways to get closer to God. Science can actually strengthen confidence and faith. However, faith can also be swayed by science if mixed with religious understanding. The linking natural phenomena with sacred verses at random may actually would give a wrong understanding. For the clergy who do not understand the science, this action would be misleading. Keywords: Role, Science, Know
STRATEGI DAKWAH TERHADAP MASYARAKAT AGRARIS Mahmuddin, Mahmuddin
Tabligh Vol 14, No 1 (2013)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract; Syariat Islam yang dijadikan landasan oleh umat manusia, berawal dari Nabi Muhammad saw. syariat tersebut berupa risalah yang bersumber dari ajaran ilahi yang diperuntukkan bagi umat manusia. Untuk mengetahui risalah tersebut, memerlukan pengamalan dan pemahaman yang tepat. Alquran dan Sunnah merupakan sumber syariat Islam yang dijadikan sebagai pedoman hidup bagi umat manusia, terutama bagi umat Islam. Syariat Islam merupakan senjata yang ampuh dalam menentang berbagai faham yang sesat, pandangan yang keliru tentang Islam dan berbagai persoalan agama Islam. Seluruh ciri atau karakteristik masyarakat pedesaan di atas sangat berpengaruh terhadap konsep berdakwah di pedesaan. Bagaimana seorang dai dapat menyesuaikan metode dakwahnya dengan keadaan masyarakat pedesaan yang cenderung menerima sikap pasrah dan kurang komunikatif dengan orang golongan di atasnya (orang kaya). Pentingnya strategi dakwah adalah untuk mencapai tujuan, sedangkan pentingnya suatu tujuan adalah untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Kondisi masyarakat agraris yang cenderung memiliki waktu yang terbatas di waktu malam dan lebih banyak bekerja pada siang hari serta lebih banyak di rumah pada malam hari, maka langkah dakwah yang strategis adalah dakwah melalui face to face atau melalui rumah ke rumah. Masyarakat agraris cenderung butuh tempat bertanya masalah-masalah agama setiap saat. Oleh karena itu, pada kondisi tersebut mendorong dai untuk melaksanakan pendampingan terhadap mad’u, agar mereka mudah menyelesaikan masalahnya dengan tepat waktu. Materi dakwah yang tepat buat mereka adalah masih berkisar pada aqidah, akhlak dan muamalah. Kata Kunci: Strategi, Dakwah, Komunitas, Agraris Islamic Sharia which is premised by mankind, originated from the Prophet Muhammad. The law in the form of a treatise that comes from the divine teachings intended for humanity. To determine the treatise, requires practice and proper understanding. Quran and Sunnah is a source of Islamic law which is used as a way of life for humanity, especially for Muslims. Islamic Sharia is a powerful weapon in opposing the various schools of false, erroneous view of Islam and Islamic issues. The whole traits or characteristics of rural communities over very influential on the concept of preaching in the countryside. How a missionary preaching method can adjust to the situation of rural communities tend to accept resignation and less communicative with the group on it (the rich). The importance of da’wa strategy is to achieve the goal, while the importance of the goal is to get the desired results. Conditions of agrarian society that tend to have a limited time in the evening time and more work during the day and more at home in the evening, then step strategic da’wa is da’wa through face to face or through house to house. Agrarian societies tend to need a place to ask religious matters at any time. Therefore, in these conditions encourage preachers to carry out assistance to madu, so they are easy to resolve the problem in a timely manner. Material of da’wa is appropriate for them are still around on faith, morals and muamalah.

Page 1 of 32 | Total Record : 315