cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Pengembangan Inovasi Pertanian
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Majalah Pengembangan Inovasi Pertanian diterbitkan empat kali per tahun pada bulan Maret, Juni, September, dan Desember oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Majalah ini merupakan majalah ilmiah yang memuat naskah ringkas orasi dankebijakan pertanian dalam arti luas. Tulisan dan gambar dapat dikutip dengan menyebutkan sumbernya.
Arjuna Subject : -
Articles 62 Documents
INOVASI TEKNOLOGI PENGENDALIAN OPT RAMAH LINGKUNGAN PADA CABAI: UPAYA ALTERNATIF MENUJU EKOSISTEM HARMONIS Hasyim, Ahsol; Setiawati, Wiwin; Lukman, Liferdi
Pengembangan Inovasi Pertanian Vol 8, No 1 (2015): Maret 2015
Publisher : +622518321746

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Cabai merupakan salah satu komoditas pilihan bagi petani karena mempunyai nilai jual yang tinggi. Pengusahaan cabai dilakukan secara intensif tanpa mempertimbangkan prinsip pertanian berkelanjutan sehingga mengakibatkan timbulnya ledakan organisme pengganggu tanaman (OPT), penurunan kesuburan tanah, dan pencemaran lingkungan. Selain itu, introduksi sistem pertanaman monokultur dan varietas modern menyebabkan hilangnya keragaman genetik, sebagai contoh 70% spesies burung dan 49% spesies tanaman kini terancam. Hal ini diperparah oleh perubahan iklim yang meningkatkan serangan OPT dan menurunkan produksi cabai antara 25-100%. Pengendalian OPT ramah lingkungan akhir-akhir ini dikembangkan dalam usaha tani cabai untuk menurunkan penggunaan pestisida sintetis. Oleh karena itu, perlu dikembangkan teknologi yang dapat mengatasi dampak variabilitas iklim dan kejadian cuaca ekstrem. Indikator keberhasilan pengendalian OPT ramah ling-kungan ialah (1) keseimbangan ekosistem tetap terjaga; (2) biodiversitas tetap lestari; (3) residu pestisida minimal; dan (4) biaya produksi menurun. Teknologi pengendalian OPT ramah lingkungan dapat diterapkan bila pemerintah berfungsi sebagai fasilitator melalui kebijakan dengan memberikan insentif kepada produsen untuk mengadopsi cara pengendalian OPT ramah lingkungan dan insentif bagi konsumen yang mengonsumsi produk bersih. Dukungan terhadap kegiatan penelitian pengendalian OPT ramah lingkungan perlu pula ditingkatkan. Peraturan perundangan dalam diseminasi dan implementasi pertanian berwawasan lingkungan perlu pula diperkuat.
MODEL PERCEPATAN PENGEMBANGAN PERTANIAN LAHAN RAWA LEBAK BERBASIS INOVASI Effendi, Dedi Soleh; Abidin, Zainal; Prastowo, Bambang
Pengembangan Inovasi Pertanian Vol 7, No 4 (2014): Desember 2014
Publisher : +622518321746

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembangunan pertanian menghadapi tantangan yang semakin kompleks terkait dengan perubahan iklim, keterbatasan dan degradasi sumber daya alam, serta isu perdagangan global. Ketersediaan lahan subur makin berkurang akibat alih fungsi lahan, di sisi lain permintaan komoditas pangan terutama beras makin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah pen-duduk. Oleh karena itu, upaya peningkatan produksi pangan ke depan diarahkan pada lahan suboptimal termasuk lahan rawa lebak. Pengembangan lahan rawa lebak untuk pertanian memer-lukan teknologi pengelolaan lahan dan air serta teknologi budi daya yang sesuai untuk memperoleh hasil yang optimal, selain kondisi sosial ekonomi masyarakat, kelembagan, dan prasarana yang memadai. Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan teknologi spesifik lokasi yang layak dikembangkan di lahan rawa dengan sasaran akhir konservasi dan peningkatan produksi komoditas pertanian. Pengembangan lahan rawa lebak dila-kukan melalui empat subsistem, yaitu subsistem pengembangan lahan, budi daya, mekanisasi dan pascapanen, serta kelemba-gaan. Inovasi pertanian bisa dijadikan landasan bagi pengem-bangan model-model percepatan pembangunan pertanian di lahan rawa lebak. Peran aktif institusi terkait diperlukan sejak awal untuk mempermudah perencanaan dan pelaksanaannya.
PENYAKIT KARAT PADA KRISAN DAN PENGENDALIAN RAMAH LINGKUNGAN DALAM ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 Hanudin, Hanudin; Marwoto, Budi; Djatnika, I.
Pengembangan Inovasi Pertanian Vol 8, No 1 (2015): Maret 2015
Publisher : +622518321746

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Mutu bunga krisan merupakan salah satu faktor penting dalam menghadapi persaingan global dan menjadi indikator utama keberhasilan pengelolaan usaha tani krisan. Berbagai faktor dapat menurunkan mutu bunga potong/pot krisan, di antaranya cekaman lingkungan fisik, serangan penyakit, dan lemahnya sumber daya manusia. Di antara ketiga faktor tersebut, serangan penyakit paling berpengaruh terhadap mutu produk florikultura. Pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), tuntutan terhadap penerapan standar keamanan pangan dan lingkungan makin tinggi seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan lingkungan. Tuntutan tersebut berimplikasi terhadap praktik budi daya tanaman pertanian, termasuk krisan. Penggunaan bahan kimia sintetis yang berdampak buruk terhadap lingkungan dan kesehatan tidak dapat dipertahankan lagi. Tulisan ini membahas penyakit pada tanaman hias, epidemiologi penyakit, prinsip pengendalian penyakit ramah lingkungan, dan penerapannya menyongsong era MEA pada 2015. Sejak pengembangan industri krisan di Indonesia pada 1980-an, usaha krisan menghadapi kendala utama serangan penyakit. Besarnya kerugian yang diakibatkan oleh serangan penyakit ditentukan oleh tipe epidemiologi. Untuk mencegah kerugian akibat infeksi penyakit, perlu penerapan pengendalian penyakit ramah lingkungan dengan prinsip melakukan tindakan yang tepat pada saat patogen berada dalam fase perkembangan yang paling lemah dengan menggunakan tindakan yang memerhatikan kelestarian lingkungan dan keamanan pangan.
PERCEPATAN PENGEMBANGAN PERTANIAN LAHAN KERING IKLIM KERING DI NUSA TENGGARA Mulyani, Anny; Nursyamsi, Dedi; Las, Irsal
Pengembangan Inovasi Pertanian Vol 7, No 4 (2014): Desember 2014
Publisher : +622518321746

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Wilayah Nusa Tenggara memiliki iklim kering dengan curah hujan kurang dari 2.000 mm/tahun. Sekitar 72% wilayahnya berbukit dan bergunung dengan solum tanah dangkal dan berbatu. Kondisi ini menjadi tantangan dalam pengembangan pertanian. Oleh karena itu, Balitbangtan melaksanakan kegiatan percepatan pengembangan pertanian di lahan kering beriklim kering sejak tahun 2010 sampai sekarang. Hasil identifikasi sumber daya alam dan sosial ekonomi menunjukkan permasalahan utama yang dihadapi dalam pengembangan pertanian ialah curah hujan rendah, ketersediaan air terbatas, serta produktivitas dan indeks pertanaman rendah (IP < 100). Di beberapa lokasi terdapat sumber air permukaan (sungai, embung, dam parit, mata air) dan air tanah yang belum dimanfaatkan. Oleh karena itu, Balitbangtan melakukan eksplorasi sumber air dan desain distribusinya dengan sistem gravitasi untuk dimanfaatkan pada musim kemarau untuk area 5-15 ha. Selanjutnya, masyarakat diperkenalkan dengan inovasi teknologi varietas unggul, pengelolaan hara (pupuk organik, pupuk hayati, pembenah tanah), pembuatan kandang komunal, dan pengelolaan limbah menjadi kompos. Pembelajaran yang dapat diambil dari kegiatan ini ialah sulitnya mengubah etos kerja dan kebiasaan petani untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam secara optimal. Ke depan, selain teknik budi daya, diperlukan pendampingan dan pembinaan kelembagaan secara intensif, termasuk memotivasi petani dalam pengembangan pertanian di wilayahnya.
PENYAKIT HUANGLONGBING TANAMAN JERUK (Candidatus Liberibacter asiaticus): ANCAMAN DAN STRATEGI PENGENDALIAN Nurhadi, Nurhadi
Pengembangan Inovasi Pertanian Vol 8, No 1 (2015): Maret 2015
Publisher : +622518321746

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Huanglongbing (HLB), di Indonesia dikenal sebagai citrus vein phloem degeneration (CVPD), adalah penyakit paling penting pada tanaman jeruk sejak awal 1960-an. Upaya pengendalian penyakit telah dilakukan melalui eradikasi total maupun selektif dan infus antibiotik, namun belum berhasil. Selanjutnya, pada tahun 1985-1990 diimplementasikan program nasional melalui (1) produksi bibit jeruk bebas penyakit, (2) manajemen kebun yang baik, dan (3) pengendalian penyakit yang efisien untuk melindungi tanaman baru dari infeksi ulang. Program tersebut berhasil mewujudkan industri jeruk modern dan meningkatkan produktivitas dari 10 t/ha pada tahun 1970-1993 menjadi 35 t/ha pada 1994-2012. Namun, luas panen menurun dari 65 menjadi 45 ribu ha terutama akibat serangan HLB. Hasil penelitian HLB selama satu dekade terakhir memberikan pema-haman yang komprehensif tentang karakteristik epidemi HLB. Pengembangan pengendalian HLB diarahkan untuk memfor-mulasikan strategi pengendalian yang logis, realistis, dan efektif guna mendukung program pengembangan kawasan jeruk di 22 provinsi. Strategi pengendalian HLB meliputi: (1) penyusunan peta kesesuaian agroekologi dan endemisitas HLB untuk lokasi pengembangan jeruk, (2) pengembangan point of care sebagai pusat pemantauan dan penanganan dini HLB, (3) pengembangan sistem pemantauan HLB dan vektor D. citri berbasis komputer untuk memfasilitasi tindakan eliminasi, sanitasi, dan pengelolaan sumber inokulum, (4) pembangunan jaringan antara point of care dan petani/kelompok tani dalam sosialisasi pengendalian penyakit; dan (5) sosialisasi Peraturan Menteri Pertanian No. 39 Tahun 2006 tentang Produksi, Sertifikasi, dan Distribusi Benih Bina. Strategi terakhir dimaksudkan untuk menjamin ketersediaan bibit jeruk bebas penyakit tepat jumlah, tepat waktu, dan tepat varietas.
PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KOPI BERBASIS INOVASI DI LAHAN KERING MASAM Hafif, Bariot; Prastowo, Bambang; Prawiradiputra, Bambang Risdiono
Pengembangan Inovasi Pertanian Vol 7, No 4 (2014): Desember 2014
Publisher : +622518321746

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sumbangan usaha tani kopi terhadap kegiatan ekonomi penduduk tidak terbatas pada produksi kopi semata, tetapi juga lapangan pekerjaan di sektor perdagangan dan jasa. Kopi umumnya dibudidayakan dalam skala kecil. Namun, lahan untuk usaha komoditas perkebunan umumnya berupa lahan kering masam sehingga produktivitas tanaman rendah. Hal ini karena lahan kering masam mengandung Al tinggi yang dapat meracuni tanaman dan mengganggu penyerapan hara, miskin hara terutama N, P, K, Ca, dan Mg, miskin bahan organik, dan miskin mikroba tanah sehingga kurang subur. Oleh karena itu, penggunaan lahan kering masam untuk usaha pertanian perlu didukung teknologi pengelolaan sumber daya lahan seperti benih unggul toleran tanah masam, pemupukan berimbang, serta konservasi tanah dan air untuk lahan berlereng. Inovasi teknologi untuk komoditas perkebunan di lahan kering masam sudah tersedia. Agar teknologi tersebut dapat diterapkan di lapangan telah disusun suatu model yang terdiri atas empat kegiatan, yaitu (1) konservasi, yaitu pengembangan agribisnis kopi dalam perspektif konservasi lahan dan agroforestri, (2) perbaikan teknik budi daya melalui peremajaan dengan klon-klon unggul yang didukung kebun entres, (3) penanganan pascapanen untuk meningkatkan kualitas biji kopi, dan (4) penguatan kelembagaan petani melalui peningkatan dinamika kelembagaan petani yang berorientasi usaha tani kopi berbasis konservasi.
Soil and Carbon Conservation for Climate Change Mitigation and Enhancing Sustainability of Agricultural Development Agus, Fahmuddin
Pengembangan Inovasi Pertanian Vol 6, No 1 (2013): Maret 2013
Publisher : +622518321746

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/pip.v6n1.2013.23-33

Abstract

Agricultural sector is a sector which is vulnerable to climate change and a source of greenhouse gas (GHG) emissions. Therefore, besides the need for adaptation, agriculture has a potential to mitigate the climate change.  This paper discusses the adaptation and mitigation of agriculture to the changing climate through soil and carbon conservation. Various soil conservation technological  innovations on mineral soils potentially increase carbon stocks and subsequently improve soil physical and chemical properties and activities of living soil organisms. Conservation of peat soil basically reduces the rate of decomposition of organic matter or GHG emissions and also prolongs the lifespan of the peat. Soil and carbon conservation  aimed to answer a variety of local issues such as sustainable agriculture and global issues such as reduction of GHG emissions from agricultural land. Rehabilitation of degraded peat shrub and peat grassland  to agricultural land potentially provides significant carbon conservation and economic benefits. Evaluation of  land status, land suitability, technology readiness, financial and institutional supports are the prerequisites needed to rehabilitate the abandoned     land into productive and higher carbon storage lands.    
MEWASPADAI LOGAM BERAT Plumbum, Kadmium, Merkuri, dan Arsenik TERHADAP KESEHATAN HEWAN DAN UPAYA PENGENDALIANNYA Bahri, Sjamsul
Pengembangan Inovasi Pertanian Vol 7, No 3 (2014): September 2014
Publisher : +622518321746

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/pip.v7n3.2014.143-153

Abstract

Logam berat Pb, Cd, Hg, dan As merupakan mineral yang bersifat toksik dalam jumlah relatif kecil sehingga dapat menyebabkan keracunan pada hewan/ternak apabila jumlahnya melampaui batas aman. Logam berat tersebut sangat potensial meracuni hewan/ternak akibat pencemaran dari industri maupun penggu-naan bahan kimia yang mengandung logam berat pada hewan/ternak, tanaman maupun pengendalian hama. Keracunan Pb, Cd, Hg, dan As pada hewan dapat terjadi di daerah industri yang menggunakan logam berat tersebut sebagai bahan baku, antara lain industri pestisida, pupuk, dan obat-obatan. Tempat pem-buangan akhir (TPA) sampah merupakan sumber pencemaran Pb dan logam berat lainnya sehingga penggembalaan hewan/ternak di TPA perlu dihindari. Apabila pakan ternak mengandalkan sampah di TPA, perlu pemisahan sampah organik dan sampah anorganik sehingga hanya sampah organik yang menjadi sumber pakan/bahan pakan ternak. Oleh karena itu, perlu kebijakan pemerintah untuk mewujudkan TPA sampah organik yang dapat menjadi tempat penggembalaan ternak. Penggunaan senyawa kimia untuk pertanian termasuk obat-obatan yang mengandung logam berat harus sesuai petunjuk. Demikian pula manajemen pemeliharaan hewan/ternak harus mengikuti konsep pemeliha-raan hewan/ternak yang baik.
MEMBALIK ARUS GUREMINASI PETANI DAN PERTANIAN Pakpahan, Agus
Pengembangan Inovasi Pertanian Vol 7, No 2 (2014): Juni 2014
Publisher : +622518321746

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/pip.v7n2.2014.51-60

Abstract

Evolusi pembangunan pertanian di negara maju dan di negara berkembang seperti Indonesia, terutama dalam evolusi luas lahan yang dikuasai petani dan jumlah petani menunjukkan tren yang berlawanan. Di negara maju, pembangunan telah meningkatkan luas lahan pertanian per petani dan menurunkan jumlah petani  secara nyata. Namun, tren yang sebaliknya terjadi di negara berkembang. Di samping sektor pertanian di Indonesia melemah, hal tersebut merupakan dampak negatif dari industrialisasi yang belum berhasil. Implikasinya adalah Indonesia harus merancang dan merencanakan pembangunan sebagai proses transformasi seluruh sektor ekonomi secara terintegrasi dengan menciptakan pertanian yang kokoh sebagai landasannya. Trasformasi eko-nomi harus mencapai target paling tidak setiap penurunan 1% nilai PDB pertanian dalam PDB nasional diikuti oleh penurunan tenaga kerja pertanian minimal 2%. Tenaga kerja yang keluar dari pertanian ini harus mendapat tingkat kesejahteraan atau pen-dapatan yang lebih tinggi dari keadaan sebelumnya agar tingkat kemakmuran petani meningkat dan ekonomi berkembang. Perancangan dan perencanaan transformasi ekonomi yang harus dilandasi oleh karakteristik inheren Indonesia yaitu sebagai negara kepulauan yang sangat kaya akan sumber daya laut dan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia sehingga letaknya memiliki potensi tenaga kerja dan pasar yang besar, di sepanjang khatulistiwa dengan iklim tropika sehingga memerlukan daya adaptasi yang tinggi terhadap ciri iklim tropika yaitu basah, panas dan lembap; serta memiliki keragaman budaya yang  tinggi sebagai potensi kreativitas di satu pihak tetapi tinggi pula biaya komunikasi dan pengambilan keputusan di pihak lain.
INOVASI PENGENDALIAN NEMATODA PARASITIK MENGGUNAKAN VARIETAS TAHAN UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING KOMODITAS HORTIKULTURA Marwoto, Budi
Pengembangan Inovasi Pertanian Vol 6, No 4 (2013): Desember 2013
Publisher : +622518321746

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/pip.v6n4.2013.168-178

Abstract

Pengembangan hortikultura menghadapi kendala serangan nema-toda parasitik yang menyebabkan kehilangan hasil cukup tinggi. Di Indonesia, kerugian hasil hortikultura akibat nematoda parasitik berkisar antara 20-40% dari total produksi per tahun. Salah satu cara pengendalian yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan ialah dengan menggunakan varietas tahan dikombinasikan dengan teknik pengendalian lainnya. Tingginya kebutuhan akan varietas tahan mendorong peningkatan investasi di bidang pemuliaan tanaman. Di Indonesia investasi di bidang pemuliaan tanaman meningkat 15-30%. Sasaran pengembangan varietas tahan ialah menekan kerapatan populasi nematoda pada tingkat yang tidak merugikan guna meningkatkan produksi, produktivitas, mutu hasil, dan daya saing produk hortikultura. Sasaran tersebut dapat dicapai dengan strategi sebagai berikut: (1) penggunaan varietas tahan dan teknik pengendalian lainnya dengan memerhatikan kelestarian lingkungan; (2) pengembangan sistem pemantauan populasi nematoda di lapangan; (3) diseminasi inovasi melalui sekolah lapang pengendalian hama terpadu; (4) pengembangan kerja sama pemuliaan partisipatif; dan (5) penguatan penelitian dasar di bidang biologi, ekologi, genetika, dan bioteknologi. Untuk meningkatkan investasi di bidang perakitan varietas tanaman dan perbenihan diperlukan penguatan penerapan sistem perlindungan varietas tanaman. Keberhasilan pengembangan industri pemuliaan tanaman sangat bergantung pada partisipasi masyarakat.