cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
Published by Universitas Brawijaya
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 70 Documents
Search results for , issue "Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2023" : 70 Documents clear
URGENSI PENGATURAN INDEMNITAS BAGI DIREKSI PERSEROAN TERBATAS (STUDI PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DAN MODEL BUSINESS CORPORATION ACT (2020)) Veronica Magdalena Soesilo
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Veronica Magdalena Soesilo, Sihabudin, Reka Dewantara Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: veronicavs@student.ub.ac.id Abstrak Penelitian ini berawal dari adanya kekosongan norma dalam UUPT, khususnya mengenai perlindungan hukum bagi direksi. Hal ini dikarenakan perlindungan yang diberikan oleh UUPT hanya berupa business judgement rule. Berbeda dengan Model Business Corporation Act 2020 yang mengatur adanya pemberian ganti rugi kepada direksi atas biaya pembelaan akibat gugatan derivatif yang diajukan terhadap direksi, apabila direksi mampu membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah atau lalai dalam menjalankan tugas pengurusan perseroan terbatas. Menarik untuk mengetahui dan menganalisis urgensi pengaturan indemnitas dalam UUPT serta mengidentifikasi, menganalisis, dan menemukan konsep pengaturan indemnitas bagi direksi perseroan terbatas ke depan yang berkepastian hukum. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, perbandingan, dan konseptual. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan akses internet, yang kemudian dianalisis menggunakan interpretasi gramatikal, autentik, dan komparatif. Urgensi pengaturan indemnitas dalam UUPT dibedakan menjadi urgensi filosofis, yuridis, dan sosiologis. Konsep pengaturan indemnitas dalam UUPT harus memerhatikan 4 (empat) unsur yaitu, para pihak, penyebab indemnitas, ketentuan ganti rugi, dan pengaturan indemnitas dalam UUPT dan/atau anggaran dasar. Kata Kunci: indemnitas, direksi, business judgement rule, perseroan terbatas, dan korporasi Abstract This research departed from the loophole, particularly in Law concerning Limited Liability Companies (henceforth referred to as UUPT) concerning legal protection for the director. The protection guaranteed by UUPT has been in the form of business judgment rule. In comparison, Model Business Corporation Act 2020 governs the provision of compensation to the director of a company for the cost of defense following a derivative claim filed against the director if the director can prove that he is not guilty and is negligent in executing the tasks for the limited liability company. This research aims to investigate and analyze the urgency of the regulation concerning indemnity in UUPT and identify, analyze, and find the concept of the regulation that guarantees legal certainty concerning indemnity for the director of the company concerned. This research employed a normative-juridical method and statutory, comparative, and conceptual approaches. Primary, secondary, and tertiary data were obtained from library research and internet access and further analyzed using grammatical, authentic, and comparative approaches. This urgency is classified further into philosophical, juridical, and sociological aspects. This concept governs the indemnity in UUPT, which should consider these four elements: parties, the cause of indemnity, compensation, and the regulation of indemnity in UUPT and/or articles of association. Keywords: indemnity, director, business judgment rule, limited liability company, and corporate.
RATIO DECIDENDI HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA PENJARA PADA ANAK YANG MEMBAWA SENJATA TAJAM TANPA HAK (Studi Putusan Nomor 52/Pid.Sus-Anak/2020/PN Bks) Gilang Sulung Dermawan
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Gilang Sulung Dermawan, Nurini Aprilianda, Ardi Ferdian Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: gilangsd@student.ub.ac.id Abstrak Indonesia merupakan negara hukum yang di dalam sendi kehidupannya terdapat anak yang merupakan bagian dari keberlangsungan hidup masyarakat dan keberlangsungan hidup bangsa. Di masa sekarang salah satu kenakalan anak ialah tawuran dengan melibatkan senjata tajam atau yang dalam bahasa hukum disebut sebagai perkelahian beramai-ramai. Terdapat salah satu asas penting dalam peradilan anak yaitu Asas Kepentingan Terbaik Bagi Anak. Asas ini berarti bahwa setiap pengambilan keputusan harus memperhatikan tumbuh kembang anak. Hakim memiliki peran penting dalam menjatuhkan putusan dengan wajib memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak melalui dasar pertimbangannya (ratio decidendi). Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak terdapat 2 (dua) jenis sanksi yaitu sanksi pidana, yang berorientasi untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan sanksi tindakan, yang bertujuan untuk memberi pertolongan agar pelaku berubah menjadi lebih baik dan tidak mengulangi perbuatannya lagi. Dalam Putusan Nomor 52/Pid.Sus-Anak/2020/PN Bks terdapat konflik hukum antara Putusan Hakim Pengadilan Negeri Bekasi dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak karena masih terdapat hak-hak anak yang dilanggar seperti tidak ada upaya diversi dan Hakim kurang memperhatikan prinsip ultimum remedium dengan tidak menempatkan pidana penjara sebagai last resort sehingga dinilai tidak sesuai dengan tujuan pemidanaan anak yang mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak. Kata Kunci: ratio decidendi hakim, pemidanaan anak, senjata tajam Abstract In Indonesia as a state of law, the existence of a child represents the sustainability of the life of the society and the state. Brawls involving children carrying sharp weapons have often happened. In terms of the principle of the best interest of the child, every decision made must take into account the growth of the child concerned. In this case, judges play an important role in delivering verdicts without overlooking the principle of the best interest of the child with ratio decidendi (the basis of consideration). Law Number 11 of 2012 concerning the Judicial System of Juvenile Crime mentions two sanctions: a criminal sanction intended to deter offenders and a correctional sanction intended to ensure that an offender will not repeat the conduct. However, a conflict arises between Decision Number 52/Pid.Sus-Anak/2020/PN Bks and Law Number 11 of 2012 concerning the Judicial System of Juvenile Crime because some rights of the child are violated, where no diversion measures are taken and the judges do not consider the ultimum remedium principle by not giving imprisonment as the last resort. Thus, it is seen as inappropriate with the objective of sentencing the child and the principle of the best interest of the child. Keywords: judges’ ratio decidendi, child sentencing, sharp weapons
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN DATA KESEHATAN MELALUI STANDAR PENGAMANAN KHUSUS OLEH PLATFORM PENYELENGGARA LAYANAN ELECTRONIC HEALTH (E-HEALTH) Eltafa Mubtahilah Ilallah
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Eltafa Mubtahilah Ilallah, Yuliati, Djumikasih Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: eltafaa@student.ub.ac.id Abstrak Selama ini penyelenggara e-health hanya berpedoman pada beberapa aturan yaitu perlindungan konsumen, perlindungan data pribadi dan telemedicine saja. Indonesia masih belum memiliki aturan secara komprehensif dan terkhusus mengenai e-health maupun perlindungan data konsumen pengguna layanan tersebut. Berdasarkan hal itu, penulis bertujuan menganalisis dengan mengangkat rumusan masalah yaitu: (1) Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen sebagai pengguna layanan kesehatan oleh platform penyelenggara e-health dalam melindungi data kesehatan konsumen di Indonesia? (2) Bagaimana pengaturan terbaik mengenai perlindungan hukum bagi konsumen pengguna platform layanan e-health terkait standar pengamanan khusus bagi data kesehatan di Indonesia? Penulisan skripsi ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan perbandingan. Dari hasil tersebut, penulis memperoleh bahwa ketidaklengkapan pengaturan mengenai e-health ditunjukkan dengan belum adanya aturan mengenai e-health secara khusus, terlebih mengenai data kesehatan milik konsumen. Platform penyelenggara e-health hanya berpedoman pada aturan perlindungan konsumen, perlindungan data pribadi, dan telemedicine. Maka dibutuhkan pengaturan yang khusus mengatur mengenai hal tersebut. Pengaturan terbaik mengenai perlindungan hukum bagi konsumen layanan e-health terkait standar pengamanan khusus bagi data kesehatan di Indonesia dapat merujuk pada aturan milik Amerika Serikat yang tercantum pada Security Rule dalam Code of Federal Regulation 2013 yang berisikan beberapa standar pengamanan seperti administrative, physical, dan technical safeguard. Namun perlu dikaji terlebih dahulu mengenai hubungan hukum bagi para pihak yang terlibat dalam layanan e-health yakni platform penyelenggara, konsumen, serta dokter. Kata Kunci: e-health, perlindungan hukum, konsumen, data kesehatan Abstract E-health has been based on several regulations concerning consumer protection, personal data protection, and telemedicine. Indonesia, however, does not have any overarching regulations concerning e-health and the protection of the personal data of consumers as service users. Departing from this issue, this research aims to investigate (1) the legal protection of consumers as e-health users by the e-health platform in protecting the data of the consumers in Indonesia and (2) the best regulation regarding legal protection for consumers as e-health platform users in the case of the standard of special security of health data in Indonesia. This research employs a normative-juridical method and statutory, conceptual, and comparative approaches. The research result reveals that this regulatory incompleteness is marked by the absence of specific regulations governing e-health, especially regarding the health data of users. So far, the platform providing e-health has only referred to the regulations concerning consumer protection, personal data protection, and telemedicine. This indicates that a specific regulation is required to govern the issue by referring to the regulations that apply in the USA, specifically in Security Rule in Code of Federal Regulation 2013 which regulates security standards including administrative, physical, and technical safeguard. It is also essential to first analyze the legal connection for the sake of all parties involved in e-health services such as the platform, consumers, and doctors. Keywords: e-health, legal protection, consumer, health data
ANALISIS YURIDIS PENGATURAN LARANGAN TINDAKAN TRADEMARK SQUATTING DALAM PENDAFTARAN MEREK DI INDONESIA SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN PADA MEREK TERKENAL (STUDI KASUS SENGKETA MEREK PIERRE CARDIN DAN KASUS SENGKETA MEREK KEEN) Syarifa Khoirunnisa Hakim
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Syarifa Khoirunnisa Hakim, Yuliati, Diah Pawestri Maharani Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: syarifa_hakim@student.ub.ac.id Abstrak Di dalam pengaturan pendaftaran merek di Indonesia mulai dari syarat-syarat permohonan dan prosedur pendaftarannya memungkinkan banyak terjadinya tindakan Trademark Squatting. Selain itu, peraturan perundang-undangan di Indonesia juga tidak memberikan pedoman mengenai bukti-bukti apa saja yang harus diajukan oleh pemilik merek terkenal untuk dapat menunjukkan keterkenalan mereknya dan kriteria mengenai lembaga survei yang bersifat mandiri. Oleh karena itu, keadaan inilah yang menjadikan adanya ketidaklengkapan hukum dan memungkinkan terjadinya tindakan Trademark Squatting di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami dan menganalisis terkait kriteria atau kategori dapat dikatakan sebagai tindakan Trademark Squatting yang melanggar perlindungan merek terkenal apabila dikaitkan pada kasus sengketa merek PIERRE CARDIN dan KEEN yang diindikasikan sebagai tindakan Trademark Squatting, serta pengaturan larangan tindakan Trademark Squatting dalam pendaftaran merek di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan komparatif dan pendekatan kasus. Kemudian menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier dengan menggunakan interpretasi gramatikal dan sistematis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan-permasalahan yang terjadi di Indonesia, yaitu kasus PIERRE CARDIN dan kasus KEEN dapat diindikasikan sebagai tindakan Trademark Squatting dikarenakan telah memenuhi unsur-unsur definisi dan kriteria atau kategori dari tindakan tersebut. Kemudian juga dapat diketahui bahwa UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis memiliki celah hukum yang memungkinkan terjadinya tindakan Trademark Squatting di Indonesia, maka Penulis berkesimpulan sebagai bentuk pencegahan dan meminimalisir terjadinya tindakan Trademark Squatting, yaitu dalam membentuk atau mengubah peraturan perundang-undangan di Indonesia dapat berkaca dengan peraturan perundang-undangan yang ada di Amerika Serikat. Kata Kunci: merek terkenal, pendaftaran merek, trademark squatting Abstract Trademark registration in Indonesia ranging from the requirements to the procedures of the registration has left room for trademark squatting. Moreover, the laws in Indonesia do not provide what evidence well-known mark holders have to present and the criteria of independent survey institutions. This condition has left a legal loophole where trademark squatting happens in Indonesia. This research aims to understand and analyze the criteria and categories that can be classified as trademark squatting that violates the protection of well-known marks linked to the dispute arising between PIERRE CARDIN and KEEN. This research also aims to understand the bank on trademark squatting in trademark registration in Indonesia. With a normative-juridical method and statutory, comparative, and case approaches, this research analyzed primary, secondary, and tertiary data using grammatical and systematic interpretations. The research result reveals that the dispute between PIERRE CARDIN and KEEN indicates trademark squatting since it meets the elements of the definition and criterion, or category of this action. Moreover, Law Number 20 of 2016 concerning Trademarks and Geographical Indications has a legal loophole that probably leaves room for trademark squatting in Indonesia. Therefore, prevention and reduction of the potential of trademark squatting can take into account the formulation and amendment of the legislation in Indonesia by taking laws in the US as examples. Keywords: well-known trademark, trademark registration, trademark squatting
URGENSI PENGATURAN PENDAFTARAN BADAN USAHA BUKAN BERBADAN HUKUM (BUBBH) YANG BELUM TERDAFTAR DI PENGADILAN NEGERI Dalila Altayra Irawan
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalila Altayra Irawan, Amelia Sri Kusuma Dewi, Setiawan Wicaksono Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: dalilairawan@student.ub.ac.id Abstrak Permasalahan yang diangkat penulis adalah mengenai substansi dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 17 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Persekutuan Komanditer, Persekutuan Firma, dan Persekutuan Perdata (Permenkumham PPKPFPP) yang tidak mengatur mengenai keberadaan Badan Usaha Bukan Berbadan Hukum (BUBBH) yang tidak terdaftar di Pengadilan Negeri. Hal ini berdampak pada BUBBH yang tidak terdaftar tersebut tidak memenuhi syarat untuk melakukan pendaftaran di Sistem Administrasi Badan Usaha (SABU). Syarat yang dimaksudkan terdapat dalam Pasal 10 ayat (2) dan ketentuan peralihan Pasal 23 ayat (1) Permenkumham PPKPFPP. Dengan tidak diaturnya pendaftaran bagi BUBBH yang sudah berdiri namun tidak didaftarkan di Pengadilan Negeri, menunjukkan adanya kekosongan hukum dalam proses pendaftaran bagi BUBBH tersebut. Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep, dan pendekatan komparatif. Di masa yang akan datang, Indonesia dapat melakukan perubahan pada Permenkumham PPKPFPP. Bagi BUBBH yang belum terdaftar di Pengadilan Negeri, dapat menyertakan dokumen pendukung untuk membuktikan eksistensi BUBBH agar kemudian dapat melakukan pendaftaran. Agar kedepannya BUBBH tertib administrasi untuk melakukan pendaftaran, perlu adanya penegakan hukum yang sesuai yaitu dengan penerapan sanksi lebih spesifik adalah penerapan sanksi administratif. Untuk mewujudkannya, diperlukan perubahan pada Permenkumham PPKPFPP agar menjadi suatu produk hukum yang ideal. Kata Kunci: pengaturan, pendaftaran, badan usaha, badan usaha bukan berbadan hukum Abstract This research discusses the substance in the Regulation of the Minister of Law and Human Rights Number 17 of 2018 concerning the Registration of Commanditaire Vennootschap/CV/Limited Partnership, Firm, and Civil Partnership (henceforth referred to as Permenkumham PPKPFPP) that does not regulate the existence of non-juridical person legal entity (henceforth referred to as BUBBH) not registered in the District Court. This issue has left impacts on the unregistered BUBBH, thereby failing to meet the requirement of the registration of the Legal Entity Administrative System (henceforth referred to as SABU). This requirement is outlined in Article 10 paragraph (2) and the transitional provision of Article 23 paragraph (1) of Permenkumham PPKPFPP. The absence of this regulation for BUBBH not registered in the District Court indicates a legal loophole in the process of registration. This research employs a normative-juridical method and statutory, conceptual, and comparative approaches. In the time to come, Indonesia can make some adjustments in the Permenkumham PPKPFPP for more a more ideal legislative product that is capable of guaranteeing protection and legal certainty for both businesses and the members of the public. The unregistered BUBBH should submit supplementary documents proving the establishment of the BUBBH to allow for a registration process through SABU. For a more appropriate administrative process of registration, there should be proper legal enforcement that complies with the implementation of an administrative sanction as a more specific sanction imposition. Thus, amendments to the Permenkumham PPKPFPP Number 17 of 2018 need to take place to bring about an ideal legislative product. Keywords: regulation, registration, legal entity, non-juridical person legal entity
URGENSI PENGATURAN BATASAN KEWENANGAN LEMBAGA INDEPENDEN DALAM PENETAPAN KONDISI INSOLVEN LEMBAGA PENGELOLA INVESTASI Naufal Fauzi
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Naufal Fauzi, Reka Dewantara, Amelia Sri Kusuma Dewi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: Naufalfauzioffice@gmail.com Abstrak Lembaga Pengelola Investasi (LPI) memiliki kewenangan yang dengannya memungkinkan lembaga tersebut dipailitkan. Walau demikian, LPI memiliki mekanisme khusus yang harus terpenuhi sebelum pada akhirnya permohonan kepailitan dapat diajukan. Mekanisme khusus tersebut adalah tes insolvensi yang dilaksanakan guna menetapkan kondisi insolven LPI oleh lembaga independen yang ditunjuk oleh Menteri keuangan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis urgensi pengaturan atas batasan kewenangan lembaga independen dalam melaksanakan tes insolvensi serta menemukan formulasi pengaturan batas kewenangan lembaga independen dalam menetapkan status kondisi insolven lembaga pengelola investasi yang berkepastian hukum. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif melalui pendekatan perundang-undangan, pendekatan analitis, serta pendekatan perbandingan. Hasil penelitian menunjukan bahwa urgensi pengaturan atas batasan kewenangan lembaga independen terbagi atas beberapa aspek, diantaranya urgensi filosofis, sosiologis, yuridis, dan ekonomi. Selanjutnya formulasi pengaturan batasan kewenangan lembaga independen yang berkepastian hukum dilakukan dengan mengakomondasi ketentuan mengenai kedudukan, struktur, kualifikasi profesional yang dibutuhkan, mekanisme penunjukan oleh Menteri keuangan serta batasan kewenangan lembaga independen. Kata Kunci: lembaga independen, kondisi insolven, lembaga pengelola investasi Abstract An investment agency is authorized to be declared bankrupt. However, this agency adheres to a special mechanism that has to be fulfilled before a request for bankruptcy is submitted. This mechanism refers to the insolvency test to declare an insolvent condition of the investment agency by the independent body appointed by Finance Minister. This research aims to describe and analyze the urgency of regulating the scope of authority of an independent body in testing insolvency and find the formulation of the regulation of the scope of authority of the independent body in declaring insolvent conditions in an investment agency with legal certainty. This research employed a normative-juridical method and statutory, analytical, and comparative approaches, revealing that an independent body covers philosophical, sociological, juridical, and economic aspects. The formulation of the regulation in the scope of the authority held by the independent body with legal certainty is done by accommodating the provision regarding position, structure, and professional qualifications, the appointment mechanism set by the finance minister, and the scope of authority held by the independent body. Keywords: independent body, insolvent condition, investment management agency
ALTERNATIF PENGATURAN LAMANYA PEMBAYARAN PIDANA UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI Elias Satria Hotmatua Lumban Raja
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Elias Satria Hotmatua Lumban Raja, Alfons Zakaria, Ardi Ferdian Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: eliaslumbanraja@student.ub.ac.id Abstrak Dalam Pasal 10 Ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Pidana Tambahan Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa terpidana masih dapat membayarkan uang pengganti saat dirinya menjalani penjara pokok, maupun saat menjalani penjara pengganti. Namun pada Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Tentang TIPIKOR diterangkan bahwa pembayaran uang pengganti dilakukan oleh terpidana selambat-lambatnya hanya selama 1 (satu) bulan. Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk mengkaji pertentangan antara kedua peraturan tersebut, yang secara khusus menyoroti terkait pertentangan durasi pembayarannya, dan juga tahapan eksekusi uang pengganti di dalam kedua peraturan tersebut yang bertentangan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan konseptual. Kemudian menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier dengan menggunakan interpretasi sistematis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa pengaturan antara Pasal 10 Ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2014 dinilai bertentangan dengan Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Tentang TIPIKOR yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, terutama dalam hal durasi pembayaran, dan alur eksekusinya. Penulis memberikan alternatif pengaturan dengan cara membatasi pembayaran uang pengganti hanya selama 1 (satu) bulan, dan tidak dapat membayarkan apabila telah melewati 1 (satu) bulan, dan alur yang diterapkan dalam eksekusi uang pengganti ini tidak boleh mengulang alur yang sebelumnya. Selain itu berdasarkan ketiga poin alternatif pengaturan yang penulis berikan, maka didapati juga revisi atas rumusan pasal 10 Ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2014, hal ini dengan guna untuk membentuk rumusan yang baru dan menghindari pertentangan yang terjadi. Kata Kunci: uang pengganti, durasi pembayaran, penjara pengganti Abstract Article 10 Paragraph (2) of Supreme Court Regulation Number 5 of 2014 concerning Vicarious Money as Additional Punishment in Criminal Corruption implies that this vicarious money can still be paid by the defendant while he is serving his/her sentence. However, Article 18 Paragraph (2) of Law concerning Corruption as A Crime elucidates that the payment of vicarious money should be made by the defendant within one month. Departing from this issue, this research aims to study the conflict between these two regulations which specifically address the differing duration of the payment and the flow of the vicarious money payment in the two regulations, which seems rather disorganized. This research employs a normative-juridical method and statutory and conceptual approaches. The research data consist of primary, secondary, and tertiary materials analyzed using systematic interpretation, revealing that the regulation in Article 10 Paragraph (2) of Supreme Court Regulation Number 5 of 2014 is considered to contravene Article 18 Paragraph (2) of Law concerning Corruption, amended to Law Number 20 of 2001, especially regarding the duration of payment and the flow of implementation. This research also aims to offer an alternative regulation by limiting the payment of vicarious money for just a month, and the defendant concerned can no longer pay the money while he/she is serving his/her sentence or when it exceeds one month; the flow may not be repeated. These three alternative points of the regulation offered in this research have also led to the finding of the revision of the formulation of Article 10 Paragraph (2) of Supreme Court Regulation Number 5 of 2014 to further set new formulation and avoid the conflict taking place. Keywords: vicarious money, payment duration, vicarious jail sentence
PENEGAKAN SANKSI ADMINISTRASI PASAL 54 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (STUDI KASUS DI DESA BEJI KABUPATEN PASURUAN DIKAITKAN DENGAN MENURUNNYA PEREKONOMIAN PETANI) Siti Aisyah
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Siti Aisyah, Muktiono, Anindita Purnama Ningtyas Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: chaachacing1@gmail.com Abstrak Adanya pencemaran yang dilakukan oleh sebuah perusahaan industri pelapisan logam PT. SAA menjadikan warga desa beji mengalami dampak berupa penurunan hasil panen yang berpengaruh pada perekonomian warga. Perbuatan pencemaran ini yang semula telah diberikan penegakan sanksi administrasi berupa teguran tertulis oleh Dinas Lingkungan Hidup masih belum memperbaiki pembuangan limbah perusahaan. Hal tersebut membawa beberapa problematika dalam penegakan hukum khususnya terkait sanksi administrasi ini. Proses penegakan ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor hukum, penegak hukum, sarana dan prasarana, kondisi serta budaya masyarakat. Jenis penelitian dalam skripsi ini yakni penelitian empiris yang menggunakan data deskriptif. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang didukung dengan data primer. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik Wawancara dan Studi Kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) Baku mutu air limbah yang dibuang oleh PT. SAA terbukti melebihi aturan baku mutu yang telah ditentukan sesuai hasil uji laboratorium yang dilakukan. Pasal 54 Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengenai sanksi administrasi berupa paksaan pemerintah, pembekuan izin, dan pencabutan izin lingkungan masih belum dilaksanakan. 2) Adanya dampak pada penurunan perekonomian petani akibat pencemaran limbah PT. SAA yang mencemari lahan beberapa petani dan ditinjau dari penurunan hasil panen dari tahun ke tahun. Kata Kunci: penegakan, sanksi administrasi, pencemaran lingkungan Abstract The pollution caused by PT. SAA as one of the local coating industries has raised public outcries in Beji village following declining agricultural products and the local economy. Notwithstanding the warning given as an administrative sanction by Environmental Agency following the pollution caused, the company concerned has not shown any sign of taking measures to fix this polluting waste issue. This situation certainly sparks some other issues in the imposition of the sanction simply because it is also affected by factors like law, law enforcers, infrastructure and facilities, public conditions, and cultures. This is empirical research using descriptive data to analyze. The secondary data were obtained and the primary data are supplementary to the secondary ones. The data were collected from interviews and library research. The research result reveals that 1) the quality standard of waste disposal in PT. SAA exceeds the indicator set through the laboratory test. Article 54 of Regional Regulation Number 8 of 2016 regarding administrative sanctions including governmental force, license freeze, and license revocation has not been appropriately performed. This waste pollution has also caused 2) declining agricultural products happening every year due to polluted agricultural lands. Keywords: enforcement, administrative sanction, environmental pollution
TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN PEMBELAAN DARURAT DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN MATINYA ORANG (STUDI PUTUSAN NOMOR 119/Pid.B/2021/PN Stb) Siti Hardianti Hafidhatus Sholehah
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Siti Hardianti Hafidhatus Sholehah, Masruchin Ruba’i, Eny Harjati Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: fifihartadi@student.ub.ac.id   Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan hukum perihal pembelaan darurat dalam perkara tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang dalam Putusan Nomor 115/Pid.B/2021/PN Stb yang terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang namun terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan dengan alasan pembenar pembelaan darurat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 49 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk menganalisa penerapan pembelaan darurat pada Putusan Nomor 115/Pid.B/2021/PN Stb telah terpenuhi atau tidak serta menganalisa penjatuhan pidana lepas dalam putusan ini apakah telah proporsional atau tidak. Penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode penelitian normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statue approach), pendekatan konsep (conseptual approach) dan pendekatan kasus (case approach). Bahan-bahan hukum yang telah berhasil didapatkan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode penafsiran sistematis dengan menghubungkan pasal satu dengan pasal lainnya. Terjadi ketidaksesuaian hukum dalam Putusan Nomor 115/Pid.B/2021/PN Stb yang mana penjatuhan pidana lepas terhadap terdakwa tidaklah tepat sebab dari fakta persidangan terbukti bahwa pembelaan yang dilakukannya tidak sepenuhnya memenuhi syarat-syarat dari pembelaan darurat sebagaimana tertuang dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP yaitu pertama pembelaan dilakukan tidak karena terpaksa sebab terdakwa pada saat itu masih memiliki kesempatan untuk menghindar dan kedua pembelaan terdakwa dengan serangan korban tidaklah seimbang dari segi senjata maupun segi cara. Kata Kunci: pembelaan darurat, penganiayaan, matinya orang   Abstract This research departed from the issue of necessary defence over persecution that caused the death of a person as in Decision Number 115/Pid.B/2021/PN Stb, where the defendant was proven guilty of persecution causing the death of a person. Surprisingly, the defendant was acquitted of all charges in line with Article 49 paragraph (1) of the Penal Code. This research aims to analyze the requirements of necessary defence and the implementation of this defence in Decision Number 115/Pid.B/2021/PN Stb in terms of whether the elements of necessary defence were fulfilled and whether the acquittal was proportionally given according to the principle of justice. This research used a normative method and statutory, conceptual, and case approaches. Legal materials were analyzed using systematic interpretation by connecting articles. This research reveals that there is an irrelevance in the decision concerned compared to the article referred to simply because the defence was not a fully necessary defence as outlined in Article 49 paragraph (1) of the Penal Code. First, the defendant had a chance to run away and avoided the assault. Second, the fatality of the defence was not equal to the assault in terms of either the weapon used or the way the assault was launched. Keywords: necessary defence, persecution, person’s death
DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN HINAAN PUBLIK SEBAGAI DASAR KEADAAN YANG MERINGANKAN PEMIDANAAN TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN NOMOR 29/Pid.Sus-TPK/2021/PN.JKT.PST) Muni Safina
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Muni Safina, Faizin Sulistio, Solehuddin Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: safina@student.ub.ac.id Abstrak Pada setiap putusan yang ditangani oleh hakim terdapat pertim bangan memberatkan dan meringankan yang diberikan oleh hakim sebagai pertimbangan dalam memberikan hukuman pemidaan yang akan dijatuhkan oleh hakim. skirpsi ini, penulis membahas mengenai hinaan publik yang dijadikan sebagai dasar keadaan yang meringankan pemidanaan dalam perkara tindak pidana korupsi. Kemudian penulisan karya tulis ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approeach), pendekatan konseptual (conseptual approach), dan pendekatan kasus (case approach),. Bahan hukum yang digunakan didapat dari studi kepustakaan dan studi internet. Teknik analisis yang digunakan yaitu secara gramatikal dan ekstensif. Berdasarkan permasalahan di atas, karya tulis ini memiliki tujuan penelitian Untuk mengetahui yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memberikan pertimbanngan hinaan dan cercaan publik sebagai keadaan yang meringankan hukuman pidana publik dalam putusan nomor 29/Pid.Sus-TPK/2021/PN.JKT.PST dan mengetahui hinaan publik dalam putusan nomor 29/Pid.Sus-TPK/2021/PN.JKT.PST sebagai keadaan yang meringankan hukuman pidana merupakan justifikasi yang tepat secara teoritik. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan hinaan dari masyarakat dalam hal ini hakim berpedoman dengan terdakwa masih mempunyai hak atas asas praduga tak bersalah sebelum adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa terdakwa memang terbukti melakukan tindak pidana. Pertimbangan hakim dalam memberikan hinaan publik sebagai keadaan yang meringankan masih belum tepat secara teori pemidanaan dan aliran realisme hukum. Kata Kunci: keadaan meringankan, putusan pengadilan, tindak pidana korupsi Abstract All the decisions handled by judges will lead to aspects that could either alleviate or aggravate sentencing. This research aims to discuss public humiliation serving as the basis that alleviates sentencing in corruption cases with a normative-juridical method, statutory, conceptual, and case approaches. The legal materials were obtained from the library and the internet and analyzed based on grammatical and extensive techniques. Departing from this issue, this research aims to investigate the basic considerations made by judges over public humiliation as a condition that may alleviate public sentencing as in Decision Number 29/Pid.Sus-TPK/2021/PN.JKT. PST and to investigate whether the decision concerned can be deemed a proper justification theoretically. The research results reveal that in his case, the judges referred to the condition where the defendant was entitled to the right of presumption of innocence prior to any decision with permanent legal force declaring that the defendant was proven guilty of an offense. Considering public humiliation as an alleviating factor is deemed improper from the perspectives of sentencing theory and legal realism. Keywords: alleviating factor, judicial decision, criminal corruption

Filter by Year

2023 2023


Filter By Issues
All Issue Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2023 Sarjana Ilmu Hukum, September 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2023 Sarjana Ilmu Hukum, April 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2022 Sarjana ilmu Hukum, Januari 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2022 Sarjana Ilmu Hukum, April 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2022 Sarjana Ilmu Hukum, September 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2022 Sarjana Ilmu Hukum, November 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2022 Sarjana ilmu Hukum, September 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2021 Sarjana Ilmu Hukum, April 2021 Sarjana ilmu Hukum, Desember 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2021 Sarjana ilmu Hukum, Oktober 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2021 Sarjana ilmu Hukum, November 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2020 Sarjana Ilmu Hukum, September 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2020 Sarjana Ilmu Hukum, November 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2020 Sarjana Ilmu Hukum, April 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2019 Sarjana Ilmu Hukum, November 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2019 Sarjana Ilmu Hukum, September 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2019 Sarjana Ilmu Hukum, April 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2018 Sarjana Ilmu Hukum, November 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2018 Sarjana Ilmu Hukum, April 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2018 Sarjana Ilmu Hukum, September 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2017 Sarjana Ilmu Hukum, April 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2017 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2017 Sarjana Ilmu Hukum, September 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2017 Sarjana Ilmu Hukum, November 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2016 Periode I Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2016 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2016 Sarjana Ilmu Hukum,September 2016 Sarjana Ilmu Hukum, November 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2016 Sarjana Ilmu Hukum, April 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2016 Periode II Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2015 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2015 Sarjana Ilmu Hukum, November 2015 Sarjana Ilmu Hukum, April 2015 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015 Sarjana Ilmu Hukum, September 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2014 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan, 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2014 Sarjana Ilmu Hukum, April 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2014 Sarjana Ilmu Hukum, September 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2014 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan, 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2014 Sarjana Ilmu Hukum, November 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2013 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2013 Sarjana Ilmu Hukum, April 2013 Doktor Ilmu Hukum 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2013 Sarjana Ilmu Hukum, September 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2013 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2013 Doktor Ilmu Hukum 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, November 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2012 Sarjana Ilmu Hukum, September 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2012 More Issue