cover
Contact Name
Iqbal Bafadal
Contact Email
iqbalbafadal@uinmataram.ac.id
Phone
+62818362124
Journal Mail Official
jurnal.qawwam@uinmataram.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota mataram,
Nusa tenggara barat
INDONESIA
Qawwam: Journal for Gender Mainstreaming
ISSN : 19789378     EISSN : 25809644     DOI : https://doi.org/10.20414/qawwam.v13i2.1729
Qawwam: Journal for Gender Mainstreaming has been enlisted with p-ISSN: 1978-9378 and e-ISSN: 2580-9644 and published per semester on January-June and July-December by Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) of Universitas Islam Negeri Mataram (Mataram State Islamic University). This Qawwam: Journal for Gender Mainstreaming focuses on gender mainstreaming, women empowerment, child and familily, and other actual issues relevant to the focus and scope of journal.
Articles 60 Documents
Menumbuhkan Motivasi Belajar Anak Sekolah Dasar Melalui Strategi Pembelajaran Aktif Learning By Doing Rosidah Rosidah
QAWWAM Vol. 12 No. 1 (2018): Qawwam: Journal for Gender Mainstreaming
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/qawwam.v12i1.748

Abstract

Motivasi merupakan suatu dorongan atau alasan yang menjadi dasar semangat seseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan strategi pembelajaran merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan tertentu dalam kegiatan belajar mengajar. Berbicara mengenai strategi pembelajaran dalam lingkup sekolah dasar sebagaimana kita ketahui selama ini bahwa pembelajaran hanyaberpusat pada guru (teachercentered) yaitu guru yang lebih agresif dan aktif dalam proses pembelajaran yang berorientasi pada target penguasaan materi dan pengembangan intelektual siswa dengan penekanan pengembangan aspek kognitif. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar masalah peserta didik tidak antusias dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas, sehingga guru dituntut untuk menerapkan strategi pembelajaran sesuai dengan materi secaraaktif dan menyenangkan untuk menumbuhkan motivasi belajar anak. Dalam hal ini, salah satu alternative strategi pembelajaran yang bisa diaplikasikan oleh guru di sekolah dasar yakni learning by doing. Learning by doingini merupakan belajar yang dilakukan secara langsung (belajar dengan melakukan), sehingga materi ajar yang disampaikan guru akan lebih melekat dalam diri peserta didik. Bentuk pengajaran dalam konteks learning by doing yakni: 1) menumbuhkan motivasi belajar anak. 2) mengajak anak didik beraktivitas. 3) mengajar dengan memperhatikan perbedaan individual. 4) mengajar dengan umpan balik. 5) mengajar dengan pengalihan. 6) penyusunan pemahaman yang logis dan psikologis.
Pendidikan Humanis dalam Keluarga: Konstruksi Pola Asuh Orang Tua dalam Mempersiapkan Generasi Masa Depan Mira Mareta
QAWWAM Vol. 12 No. 1 (2018): Qawwam: Journal for Gender Mainstreaming
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/qawwam.v12i1.749

Abstract

Keluarga sebagai lembaga pendidikan tertua memiliki peran utama dalam pembentukan karakter anak, maka dibutuhkan keterampilan orang tua dalam proses pengasuhan dan pendidikan dalam keluarga. Oleh karenanya mendidik anak merupakan kerja sepanjang usia orang tua yang membutuhkan bekal pengetahuan dan pemahaman yang sangat komplek. Selain kedekatan (hubungan emosional) antar anggota keluarga, adaptabilitas (proses berbagi peran dalam keluarga), dan komunikasi antar anggota keluarga menentukan keberhasilan dalam proses pengasuhan, ternyata mendidik anak juga tidak dapat dilepaskan dari aspek pemahaman agama orang tua, karena pemahaman agama memberikan gambaran bagaimana orang tua mendefiniskan tentang anak, dunia anak hari ini, dan dunia di masa depannya. Kompleksitas persoalan kemanusiaan menuntut perlunya kontruksi pola asuh orang tua yang humanis, sehingga melahirkan anak yang memiliki komitmen kuat atau kesetiaan terhadap kemanusiaan di era digital.
Urgensi Bermain Sebagai Stimulasi Perkembangan Otak dan Solusi Mengatasi Kekerasan (Child Abuse) dalam Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Warni Djuwita
QAWWAM Vol. 12 No. 1 (2018): Qawwam: Journal for Gender Mainstreaming
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/qawwam.v12i1.750

Abstract

Usia emas, usia stimulasi fungsi otak. otak tumbuh sangat pesat mencapai 70-8% diawal kehidupan anak, bayi 3 bulan ojtaknya telah membentuk koneksi yang jumlahnya 2 kali orang dewasa sekitar 1000 triliun melalui berbagai aktivitas visual, auditori, sensori dan motori Neurobiologis perkembangan otak dipicu oleh stimulasi dan pengalaman-pengalaman baru1 Silberg cara terbaik untuk mengembangkan jaringan hubungan pada otak anak kecil adalah dengan memberinya apa yang dibutuhkan, yakni suatu lingkungan yang menarik untuk dijelajahi, yang aman, dipenuhi dengan orang-orang yang merespons kebutuhan emosional maupun intellektualnya, yakni melalui program bermain2. Musfiroh Tadkiroatun Stimulasi lingkungan ibarat pahatan yang bekerja membentuk sel-sel otak sehingga otak dapat berkembang dengan baik. Stimulasi yang menyenangkan, yang memberikan keleluasaan anakuntuk bereksplorasi melalui kegiatan menyanyi, menari, melukis, atau kegiatan bermain lainnya ( Erikson, 1990, dalam Gutama. 2003)3. dalam bermain ada penyaluran bagi energi emosional yang terpendam, bermain merupakan sarana bagi anak untuk menyalurkan ketegangan atau traumatik (kekerasan) yang disebabkan oleh pembatasan lingkungan terhadap prilaku mereka. Melalui program bermain, solusi untuk menetralisir, memori bawah sadar anak, untuk tidak menjadi catatan-catatan buruk (child abuse) yang terbawa hingga dewasanya dalam agamapun bergerak dan bermain itu tersirat dalam Sabda Rosulillah Saw " keringat anak kecil menambah kecerdasannya diwaktu dewasa" ( HR. AT-Tarmidzi)
Eksistensi Wanita Pemecah Batu Antara Peran Gender dan Adaptasi Ekonomi Rumah Tangga Oryza Pneumatica I.
QAWWAM Vol. 12 No. 1 (2018): Qawwam: Journal for Gender Mainstreaming
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/qawwam.v12i1.781

Abstract

Pada masyarakatyangmenganut sistem patriarkis, fungsiekonomis keluarga diperankan oleh suami sebagai kepala rumah tangga, sedangkan, eksistensi diri seorang wanita identik dengan pekerjaan domestik dalam rumah tangga.Desakan kebutuhan ekonomi menjadi tantangan nyata yang harus disikapi oleh keluarga termasuk mendorong peran wanita untuk turut membantu fungsi ekonomi rumah tangga.Ketika wanita bekerja di luar rumah, khususnya sebagai pemecah batu maka terdapat pergeseran peran dan fungsi yang tentunya melekat pada pemahaman wanita tersebut sebagai bagian dari eksistensi diri. Adapun tujuan penelitian ini yakni ingin mengetahui bagaimana eksistensi diri yang dipahami oleh wanita pemecah batu dalam fungsi dan peran gender di dalam rumah tangga, dan bagaimana eksistensi diri yang dipahami oleh wanita pemecah batu dalam fungsi dan peran komplementer ekonomi rumah tangga. Penelitian ini menggunakan pendekatan teoritis eksistensi Jean Paul Sartre.Pendekatan penelitian yang dipergunakan adalah kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Eksistensi diri yang dipahami oleh wanita pemecah batu dalam fungsi dan peran gender di dalam rumah tangga adalah sebagai manifestasi perluasan fungsi-fungsi peran gender yang tidak saja terkonsentrasi pada peran konvensional mengatur penghasilan saja, namun disertai upaya-upaya untuk turut membantu peran ekonomi suami. Selain itu, eksistensi diri yang dipahami wanita pemecah batu dalam aktivitas ekonominya sebagai wujud pengabdian terhadap keluarga dengan turut meringankan beban suami serta melengkapi peran suami. Sedangkan Eksistensi diri yang dipahami oleh wanita pemecah batu dalam fungsi dan peran komplementer ekonomi rumah tangga yakni pertama sebagai manifestasi kontribusi istri dalam upaya menambah penghasilan keluarga dengan memanfaatkan waktu disela-sela peran sebagai ibu rumah tangga dengan cara yang produktif. Kedua Eksistensi kemandirian istri yang tidak semata bergantung kepada penghasilan suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga.
Peran Orang Tua sebagai Pembentuk Emosional Sosial Anak Nurul Lailatul Khusniyah
QAWWAM Vol. 12 No. 1 (2018): Qawwam: Journal for Gender Mainstreaming
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/qawwam.v12i1.782

Abstract

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih mendalam tentang pengaruh peran orang tua terhadap pembentukan sosial emosi anak-anak usia dini. Partisipan penelitian ini adalah para orang tua (ayah dan ibu) serta anak-anak yang duduk di bangku sekolah taman kanak- kanak di Kecamatan Ampenan. Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yang meneliti tentang fenomena sosial. Proses pengumpulan data menggunakan angket, observasi, dan wawancara. Teknik analisis data menggunakan credibility, transferability, dependability, danconformability serta uji pakar psikologi anak. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada pengaruh yang sangat signifikan peran orang tua terhadap pembentukan kepribadian dan sosial emosional anak-anak, yang berdampak pada kesuksesan dan kepribadian anak di masa dewasa.
Hak Asasi Perempuan Dalam Islam Nazar naamy
QAWWAM Vol. 12 No. 2 (2018): Qawwam: Journal for Gender Mainstreaming
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/qawwam.v12i2.792

Abstract

Interpretasi tentang HAM serta ayat-ayat yang berkaitan dengan perempuan hanya dipandang sebelah mata dan lebih banyak muatan politik belaka.Kaum perempuan selalu menjadi objek kekerasan dan tidak dipandang sebagai manusia, dimana dalam kelas sosial selalu menjadi objek kekerasan, seperti kekerasan terhadap perkawinan, kejahatan pelacuran, banyaknyajanda-jandayangmasihdibawahumur. Konsep HAMituseolah- olah hanya berlaku bagi kaum laki-laki yang selalu merasa superioritas sedangkan kaum perempuan selalu tersubordinasi. KonsepHAM dalam Islam tentu tidak secara mudah diterima di negara Islam, hal demikian terjadikarena umat Islam selalu memiliki anggapan yang negatif bahwa HAM itu seolah-olah produk dari Barat yangakhirnya berdampakpada kesombongan intelektual serta kemalasan kita untuk mengkaji secara mendalam tentang HAM dalam Islam. Isu apakah HAM ada dalam Islam atau tidak, tentu melahirkan rumusan HAM pada akhir tahun 1948 ketika itu berhasil mencanangkan piagam hak asasi manusia. HAM adalah bagian dari Islam, karena Islam itu sangat universal berlaku untuk segala zaman, dan Islam juga tidak pernah memandang perbedaan antara laki-laki dan perempuan, akan tetapi karena pemahaman individu dan kelompok itulah yang membuat Islam itu menjadi inklusif dan terbatas, sehingga dalam mengartikan konsep HAM masih dipandang sebelah mata dalam dunia Islam. Konsep HAM itu sudah ada dalam tubuh Islam yang dimana dalam sejarah kehidupan dan perjalanan Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan kita bahwa tidak ada perbedaan posisi kaum laki-laki dan perempuan, tidak ada diskriminasi satu sama lain dan terlebih lagi dalam konteks sekarang sejak munculnya konsep HAM yang mengusung equality antara laki-laki dan perempuan dimata hukum dan tidak ada diskriminasi antara satu sama lain, karenaIslam sesungguhnya sudah lebih ramah terhadap kaum perempuan.
Konstruksi Model Perlindungan Perempuan Berbasis Kearifan Lokal dalam Tradisi Masyarakat Pedalaman: Studi Atas Budaya Masyarakat Pedalaman di Desa Pemepek Lombok Tengah Nisfawati Laili Jalilah
QAWWAM Vol. 12 No. 2 (2018): Qawwam: Journal for Gender Mainstreaming
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/qawwam.v12i2.793

Abstract

Dalam bentangan Sejarah, Posisi Perempuan terangkum dalam frase Sterotipe, Marjinalisasi, Double burden, dan Violence. Kondisi ini selanjutnya menyebabkan perjuangan kesetaraan posisi dalam ranah kehidupan baik publik maupun domestik. Namun kondisi diatas tidak berlaku bagi beberapa komunitas adat, seperti dalam tradisi local masyarakat pedalaman di Desa Pemepek Lombok Tengah. Konsep perlindungan perempuan yang dilestarikan secara turun temurun dalam tradisi masyarakat desa pemepek ini selanjutnya menjadikan penelitian ini menemukan titik urgensinya. Dengan menggunakan teori antropologi budaya, dan beberapa teori dalam Islam kaitannya dengan perempuan sebagai pisau analisa. Penelitian ini menemukan bahwa konsep perlindungan kaum perempuan dalam bentuk sekenem dan sekepat sebagai tempat perempuan banyak melakukan aktivitas sosialnya sebagai salah satu bentuk upaya penjagaan. Bentuk perlindungan di dalam tradisi masyarakat desa Pemepek terdapat dalam 3 (tiga) aspek, yaitu aspek perlindungan moral, perlindungan sosial, dan perlindungan hukum. Kaitannya dengan perlindungan moral, maka dengan adanya sistem budaya masyarakat pedalaman di Desa Pemepek tentang keharusan bagi perempuan nemin di sekenem atau sekepat memberikan kesadaran bagi masyarakat Desa Pemepek tentang pentingnya pendidikan moral bagi anak-anak perempuan yang mereka miliki
Pandangan MUI NTB Terhadap Aturan Pendewasaan Usia Pernikahan Di Nusa Tenggara Barat Enik Citrawati
QAWWAM Vol. 12 No. 2 (2018): Qawwam: Journal for Gender Mainstreaming
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/qawwam.v12i2.794

Abstract

Nusa Tenggara Barat merupakan daerah dengan tingkat kasus pernikahan usia dini tertinggi di Indonesia. Kondisi ini mendapatkan perhatian pemerintah provinsi NTB, karena dikhawatirkan akan mengganggu proses pembangunan kualitas sumberdaya manusia NTB. Bentuk perhatian pemerintah tersebut dituangkan dengan mengeluarkan aturan tentang pendewasaan usia pernikahan bagi masyarakat. Penelitian ini bermaksud memahami pandangan MUI NTB terkait dengan intervensi pemerintah yang mengatur batas usia pernikahan tersebut, karena dalam Islam, tidak ada ketentuan tentang batas usia pernikahan, dan jika terjadi kasus yang tidak ada ketentuan hukumnya dalam Islam, maka MUI merupakan lembaga yang memiliki otoritas untuk memberikan fatwa hukumnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa MUI sependapat dengan apa yang dilakukanpemerintahyangmengaturtentangpendewasaanusiapernikahan bagi masyarakat, mengingat mudharat yang diakibatkan dari perilaku masyarakat yang melakukan pernikahan usia dini, dan alasan pemerintah mengeluarkan aturan tersebut untuk kemaslahatan masyarakat.
Pergeseran Orientasi Adopsi Anak di Kalangan PNS: Studi di Lombok Tengah Tuti Harwati
QAWWAM Vol. 12 No. 2 (2018): Qawwam: Journal for Gender Mainstreaming
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/qawwam.v12i2.795

Abstract

Dewasa ini, muncul fenomena menarik bahwa tujuan mengangkat anak, terutama oleh seseorang yang memiliki latar belakang sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak lagi semata-mata hanya karena ingin memiliki anak atau membantu si anak (angkat), melainkan lebih disebabkan karena adanya tunjangan PNS, yaitu anak angkat adalah termasuk yang mendapatkan tunjangan sebesar 2% dari gaji pokok PNS (vide pasal 16 ayat 2 PP No. 7 Tahun. 1977 Tentang Gaji Pegawai Negeri Sipil). Indikasi ini semakin terlihat ketika anak yang diangkat merupakan anak dari kerabat dekat calon orang tua asuh, seperti keponakan, cucu dan sebagainya. Padahal, tanpa mengangkat anak dari keluarga dekatnya seseorang tidak akan terhalang untuk memberikan kasih sayang, nafkah, dan bantuan pendidikan misalnya, sehingga patut diduga ada motif lain dalam kasus pengangkatan anak yang dilakukan oleh seorang PNS. Dari hasil penelitian terungkap bahwa: Pertama: Motif dan tujuan adopsi anak yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Lombok Tengah dapat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu motif dari calon orang tua angkat atau pengangkat dan motif dari orang tua kandung calon anak angkat. Adapun alasan dari calon orang tua angkat, antara lain karena: kesepian, tidak mempunyai keturunan dan atas dasar perasaan sosial. Sedangkan motif dari orang tua kandung calon anak angkat, yaitu: faktor ekonomi dan untuk meningkatkan kesejahteraan anak. Kedua: Bentuk pergeseran orientasi adopsi atau pengangkatan anak yang dilakukan oleh para pegawai negeri sipil di Lombok Tengah tidak hanya dilakukan demi kesejahteraan calon anak angkat, melainkan juga demi calon orangtua angkat supaya mendapatkan tunjangan anak dalam daftar gaji. Ketiga: Implikasi hukum terhadap pergeseran orientasi adopsi atau pengangkatan anak oleh pegawai negeri sipil di Kabupaten Lombok Tengah dapat dibenarkan secara legal-formal. Sebab, menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil Pasal 16 ayat 2 yang memuat tunjangan anak sebesar 2 % per anak dari gaji pokok. Namun demikian, tindakan tidak menjadikan keluarga, baik keponakan dan khususnya cucu sebagai anak angkat dalam kasus ini harus lebih didahulukan dalam rangka untuk mencegah dampak negatif di kalangan ahli waris yang lain, meskipun menurut peraturan yang berlaku tidak ada halangan bagi seorang kakek dan nenek untuk mengangkat cucu kandungnya sebagai anak angkat.
PELAKSANAAN DIVERSI PADA SISTEM PERADILAN ANAK Darmini Darmini
QAWWAM Vol. 13 No. 1 (2019): Gender Mainstreaming
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/qawwam.v13i1.1436

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan diversi dalam restoratif justice pada Sistem Peradilan Pidanak Anak. Penulisan memakai metode jenis penelitian hukum normatif (normative legal research), yaitu penelitian yang dilakukan atas pasal-pasal aturan hukum untuk menentukan asas-asas hukum, mengetahui sinkronisasi vertikal / horizontal, mengetahui aspek sejarah hukum dan mengetahui perbandingan antara sistem-sistem hukum. Tujuan secara umum penelitian ini untuk mengetahui konsep ide diversi yang digagas oleh pemerintah melalui badan legislatif yang dituangkan dalam berbagai produk hukum khusus menyangkut perlindungan hukum bagi pelaku anak yang bermasalah dengan hukum dalam terlibat konflik hukum. Tujuan secara khusus penelitian ini adalah untuk meneliti penuangan ide-ide diversi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, sebagai dasar dan acuan penegak hukum dalam proses peradilan bagi anak yang berkonflik dengan hukum. Ide adalah gagasan, pemikiran tentang suatu objek atau fenomena, sehingga ide diversi dalam hal ini adalah gagasan, pemikiran tentang diversi. Diversi bukanlah sebuah upaya damai antara anak yang berkonflik dengan hukum dengan korban atau keluarganya akan tetapi sebuah bentuk pemidanaan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dengan cara nonformal. Aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya, baik penyidikan, penuntutan, pemeriksaan, dan penentuan putusan perkara pada sidang pengadilan hendaknya mengutamakan penerapan diversi sebagai salah satu alternatif dari penerapan pidana penjara. Perlu dilakukan sosialisasi secara masif mengenai diversi kepada masyarakat.