cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
Medicina
Published by Universitas Udayana
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 234 Documents
KEUNGGULAN FARMAKODINAMIK CLOPIDOGREL SEBAGAI ANTIPLATELET DIBANDINGKAN ANTIPLATELET LAIN Jawi, I M
Medicina Vol 39 No 1 (2008): Januari 2008
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pada keadaan normal platelet tidak dapat beragregasi atau adhesi, namun bila terjadi gangguan fungsi platelet atau terjadi kerusakan pada endotel pembuluh darah dapat terjadi adesi dan aggregasi platelet. Agregasi platelet dapat menyebabkan kelainan yang fatal seperti acut myocardial infarction, ischaemic heart disease, stroke,dan lain-lain. Semua kelainan tersebut dapat diatasi atau dicegah dengan obat-obat antiplatelet. Hingga saat ini telah beredar puluhan jenis obat antiplatelet dengan kebaikan dan kekurangan masing-masing. Salah satu dasar pertimbangan dalam pemilihan obat yang dipakai adalah farmakodinamik dari obat-obat antiplatelet, sehingga pengetahuan tentang farmakodinamik dari obat-obat amat diperlukan. Adanya berbagai reseptor pada permukaan platelet merupakan salah satu faktor penentu farmakodinamik dari obat-obat anti platelet. Reseptor ADP( Adenosin diphosphat) terutama P2Y12 merupakan peran sentral dalam aktivasi dan agregasi platelet sehingga obat yang dapat menghambat/antagonis reseptor ADP merupakan harapan baru dari obat-obat antiplatelet. Clopidogrel merupakan antagonis reseptor ADP yang baru selain ticlopidin. Clopidogrel dikatakan lebih efektif dibandingkan aspirin dan obat lain pada kasus myocardial infark, ischaemic stroke, dan vascular desease, oleh karena itu nampaknya pemahaman menganai mekanisme kerja clopidogrel perlu deketahui.
Faktor-faktor yang memengaruhi status imunisasi pada anak dengan infeksi human immunodeficiency virus Jayanti, Kadek Surya; Wati, Ketut Dewi Kumara; Adnyana, IGAN Sugitha; Suarta, I Ketut
Medicina Vol 47 No 2 (2016): Mei 2016
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (451.65 KB)

Abstract

Imunisasi merupakan salah satu intervensi kesehatan masyarakat yang secara langsung mengurangi pembiayaan kesehatan. Anak dengan infeksi human immunodeficiency virus (HIV) merupakan populasi yang rentan terhadap penyakit yang dapat dicegah melalui imunisasi sehingga imunisasi sangat direkomendasikan. Kelengkapan status imunisasi pada anak dapat dipengaruhi oleh pendidikan ibu, usia ibu, berat badan lahir, penyakit yang diderita, dan persepsi orangtua. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status imunisasi dasar pada anak dengan infeksi HIV dan faktor-faktor yang berpengaruh. Penelitian ini menggunakan desain potong-lintang. Data didapat dari rekam medis. Analisis data menggunakan metode bivariat dan multivariat dengan tingkat kemaknaan P<0,05. Dari analisis multivariat didapatkan bahwa usia saat diagnosis kurang dari 12 bulan berhubungan dengan status imunisasi pada anak dengan infeksi HIV [RP=0,07 (IK95% 0,02 sampai 0,25), P<0,0001)]. Simpulan dari penelitian ini adalah usia pasien saat didiagnosis dengan infeksi HIV kurang dari 12 bulan merupakan salah satu faktor risiko untuk tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap. Immunization is one of public health intervention which directly reduces health cost. Children with human immunodeficiency virus (HIV) infection are vulnerable for suffering preventable diseases which could be prevented through immunization. Thus makes immunization is strongly recommended. Factors that are determinants of childhood immunization are maternal education, maternal age, birth weight, accompanying disease, and parental perception on immunization. The aim of this study was to reveal immunization status on children with HIV infection and the determinant factors. This study used a cross-sectional design. Data was taken from medical record. We used bivariate and multivariate analysis with significant level of P<0.05. Multivariate analysis showed that age at diagnosis less than 12 months was associated with immunization status on children with HIV infection [PR=0.07 (95%CI 0.02 to 0.25), P<0.0001)]. The conclusion of the study was age at diagnosis less than 12 months was determinant factor for not receiving complete immunization.
TUMOR OVARIUM: PREDIKSI KEGANASAN PRABEDAH BUDIANA, I NYOMAN GEDE
Medicina Vol 44 No 3 (2013): September 2013
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (132.728 KB)

Abstract

Untuk meningkatkan kelangsungan hidup penderita kanker ovarium, dilakukan upaya untukmemprediksi keganasan tumor tersebut sebelum dilakukan pembedahan, karena adanya perbedaanpenanganan pada tumor jinak dan kanker ovarium. Terdapat berbagai modalitas untuk mendeteksikeganasan tumor ovarium prabedah. Mulai dari pemeriksaan klinis melalui anamnesis danpemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang seperti petanda tumor dan ultrasonografi. Untukmeningkatkan akurasi dalam mendeteksi keganasan tumor ovarium prabedah, dibuat berbagai sistemskoring. Indeks keganasan Sudaryanto, memakai batasan total skor e” 3 menunjukkan risiko keganasantinggi, sedangkan total skor < 3 menunjukkan risiko keganasan rendah. Melalui pemeriksaan USG,dibuat sistem skoring morfologi berdasarkan struktur permukaan dalam tumor, ketebalan dinding,septa, dan echogenitas tumor yang disebut indeks morfologi Sassone-Timor Tritsch. Denganmenggunakan batas skor 9, ditetapkan skor < 9 menunjukkan prediksi jinak dan skor e” 9 menunjukkanprediksi ganas. Batasan ini memiliki sensitifitas 94%, spesifisitas 87%, nilai duga positif 60%, dannilai duga negatif 93,6%. Metode lainnya adalah Risk of Malignancy Index (RMI). RMI mengintegrasikanstatus menopause penderita, temuan USG, dan kadar CA 125 serum. Nilai cut-off 200 digunakanuntuk membedakan tumor ovarium yang jinak dan ganas serta mempunyai sensitifitas 87% danspesifisitas 97%. The Risk of Ovarian Malignancy Algorithm (ROMA) merupakan upaya koreksi RMIdengan menambahkan biomarker human protein epididymis 4 (HE4) dan menghilangkan USG. Untukmemprediksi kanker ovarium tipe epitel, ROMA mempunyai sensitifitas dan spesifisitas masingmasingsebesar 89% dan 83%. Jadi, terdapat berbagai modalitas untuk memprediksi keganasantumorovarium dengan akurasi berbeda-beda. Penerapannya disesuaikan dengan sarana dan prasaranayangtersedia sesuai dengan kondisi tempat pelayanan kesehatan.
HYPERLACTATEMIA AS PREDICTOR MORBIDITY IN ACUTE MYOCARDIAL INFARCTION Bagiari, Ketut Erna; Rina, Ketut; Iswari, Ida Sri
Medicina Vol 46 No 2 (2015): Mei 2015
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (229.49 KB)

Abstract

Acute myocardial infarction (AMI) still have high prevalence of morbidities and mortality, and thereforewe need a reliable marker that represent the severity of the disease. Degree of hypoperfusion canmeasure by lactate production. Lactate is a byproduct of anaerob metabolism and marker of tissuehypoperfusion.The prognostic role of lactate for morbidity in patients with AMI has not been elucidatedso far. There is no previous study to determine the role of hyperlactatemia as predictor of morbidity inAMI patients in Indonesia.The aim of this study was to assess whether lactate is an independentprognostic predictor morbidity patient with AMI in Sanglah Hospital, Denpasar. This was anobservational cohort prospective study, which enrolled 70 AMI patients by consecutive sampling. Wemeasured capillary lactate level three times, at first admission, 2h, and 24 h after admission, usingrapid point-of-care analyzer accutrend lactatemeter. We observed for morbidities and the subsets(cardiogenic shock, heart failure, arrhythmia) during hospitalization. The result of this study were theAMI patients with hyperlactatemia have an almost 3-fold [hazard ratio (HR) =2.578,95%confidenceinterval (CI)=1.278 to 5.199, P=0.008)increased risk of morbidity, a 15-fold increased risk ofcardiogenicshock of(HR =15.231, 95% CI =1.848 to 700.579,P=0.0014) and a 5-fold increased risk of heart failure(HR=5.269, 95% CI =1.913 to 15.796,P=0.0002) compared with subject without hyperlactatemia. Onthe other hand, hyperlactatemia was not associated as a predictor of arrhythmia (HR = 1.35, 95% CI =0.344 to 4.627,P=0.3051).Hyperlactatemia is an independent predictor of morbidity, cardiogenic shock,and heart failure in AMI patients. On the other hand, hyperlactatemia is not an independent predictorof arrhythmia in AMI patients. [MEDICINA 2015;46:71-6].Prevalensi morbiditas dan mortalitas pada infark miokard akut (IMA) masih cukup tinggi, dengandemikian dibutuhkan biomarker yang reliabel menggambarkan keparahan penyakit. Derajat hipoperfusidapat dinilai dengan mengukur produksi laktat.Laktat merupakan produk metabolisme anaerob danpenanda hipoperfusi jaringan. Peran laktat sebagai prognosis morbiditas pada pasien IMA hinggasaat ini belum diketahui. Hingga saat ini belum ada studi untuk menentukan peran hiperlaktasemiasebagai prediktor morbiditas IMA di Indonesia. Studi ini dilakukan untuk menilai apakah laktatsebagai prediktor independen prognosis morbiditas pasien IMA di Rumah Sakit Sanglah, Denpasar.Penelitian ini merupakan studi observasional kohort prospektif yang melibatkan 70 pasien IMA dengancara konsekutif. Dilakukan tiga kali pemeriksaan kadar laktat kapiler secara serial yaitu saat pertamakali masuk rumah sakit, 2 jam, dan 24 jam setelahnya dengan menggunakan alat analisis cepataccutrend lactatemeter. Selama perawatan diamati adanya morbiditas, syok kardiogenik, gagal jantung,dan aritmia. Pada penelitian didapatkan hiperlaktasemia pada pasien IMA merupakan prediktormorbiditas risiko hampir 3 kali lipat (HR =2,578,IK 95% = 1,278 sampai 5,199, P=0,008), prediktorsyok kardiogenik sebesar 15 kali lipat (HR =15,231, IK 95% = 1,848 sampai 700,579,P=0,0014) danprediktor gagal jantung 5 kali lipat (HR=5,269, IK 95% = 1,913 sampai 15,796,P=0,0002) dibandingkanpasien tanpa hiperlaktasemia. Hiperlaktasemia tidak terbukti sebagai prediktor aritmia(HR = 1,35,IK 95% = 0,344 sampai 4,627, P=0,3051).Hiperlaktasemia merupakan prediktor independen morbiditas,syok kardiogenik, dan gagal jantung pada pasien IMA. Hiperlaktasemia tidak terbukti sebagai prediktorindependen aritmia pada pasien IMA. [MEDICINA 2015;46:71-6].
THE PREVALENCE OF ANEMIA, KNOWLEDGE, AND NUTRIENT CONSUMPTION AMONGST PREGNANT WOMEN IN PUSKESMAS TAMPAKSIRING I, GIANYAR, BALI Aryani, Putu; Laksmi Utari, Ni Made
Medicina Vol 43 No 2 (2012): Mei 2012
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (330.389 KB)

Abstract

According to the pregnant women’s registration data in Puskesmas Tampaksiring I, there were three cases of anemia in June 2007, which were occurred among the poor and less educated pregnant women. Therefore, the goals of this study were to determine the prevalence of anemia, knowledge and the nutrient consumption among pregnant women in Tampaksiring, Gianyar. The study was conducted from July 2007 to September 2007, used cross-sectional descriptive quantitative method. Data was collected by structured interview using questionaire and haemoglobin examination using the Sahli Method. A sample of 45 pregnant woman were choosen from the register in Puskesmas Tampaksiring. Results of the studies showed that 80% of the sample were suffering from anemia. The knowlegde of the sample about nutrition was divided into three categories, namely “good level of knowledge” (13.3%), “sufficient knowledge” (62.2%), and “insufficient knowledge” (24.4%). The consumption patterns did not support the iron and folic acid needs of these women. It was found that most of the sample’s diet contained more vegetables than fish or meat, which are known to be good sources of iron and folic acid. In addition, during pregnancy, they continued to drink coffee and tea, which inhibit the absorption of iron in small intestine. For nutritional intake during pregnancy, we found that levels of protein, vitamins A and  C were above the standard although intake of energy, calcium, Fe and vitamin B were below the recomended daily amounts.
Perbedaan antara geriatric depression scale kelompok usia lanjut dengan insomnia dan geriatric depression scale kelompok usia lanjut tanpa insomnia Ake, Anselmus; Kuswardhan, RA Tuty
Medicina Vol 47 No 3 (2016): September 2016
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (62.526 KB)

Abstract

Insomniamerupakangejaladari depresipada usia lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuiperbedaanantarageriatric depression scale (GDS) kelompokusia lanjut dengan insomnia dan GDS kelompokusia lanjut tanpainsomnia. Penelitian ini merupakan studi observasional dengan rancangan potong-lintang analitik. Penelitiandilakukanpadaindividuberusia 60 tahunkeatas. Untukmengetahuiperbedaanantara GDSdenganinsomniadantanpa insomniadigunakanuji Mann-Whitney.Sebanyak 87sampelmasukdalampenelitianini.Rerataumurpenderitaadalah 69,23tahundenganrangeantara 60 sampai 98 tahun. Uji Mann-Whitneymendapatkanperbedaanbermaknaantara GDS kelompokusialanjut dengan insomnia dan GDS kelompokusialanjuttanpa insomnia(P<0,001). Padapenelitian ini didapatkanperbedaanbermaknaantara GDS kelompokusialanjutdengan insomnia dan GDS kelompokusialanjuttanpa insomnia. Disarankan pada semua individu dengan insomnia harus dilakukan skrining untuk depresi,begitu juga sebaliknya.[MEDICINA.2016;50(3):12-16].Insomnia can be a symptom of depression in the elderly. This studywasaimedto determine thedifference betweengeriatric depression scale (GDS) group of elderly with insomnia and without insomnia. This study was anobservational study with cross-sectional analytical design. The study was conducted in individuals with the age 60yearsoldorabove. The Mann-Whitney testwasused to determine thedifference between GDS group of elderly withinsomnia and without insomnia. A total of 87 sampleswereincluded in this study. The meanofagewas69.23 yearsoldwith a range between 60 to 98 years old. Mann-Whitney test showed that thereweresignificant differencesbetweenGDS group ofelderly with insomnia and GDS group of elderly without insomnia(P<0.001).In this studywefound asignificantdifference between GDS group of elderly with insomnia and without insomnia.We suggest that inelderlyindividuals with insomnia should be screening for depression, and vice versa. [MEDICINA. 2016;50(3):1216].
REAKSI TUBUH TERHADAP BEBAN KERJA MENYETRIKA DI BAGIAN SETRIKA GARMEN XX, DENPASAR, BALI Adiputra, Nyoman
Medicina Vol 45 No 2 (2014): Mei 2014
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (212.84 KB)

Abstract

Untuk menilai reaksi fisiologis tubuh terhadap beban kerja menyeterika, telah dilakukan pengukuran pada 10 orang pekerja laki-laki dewasa, di Fabrik Garmen X-X Denpasar. Aspek yang dinilai meliputi: denyut nadi kerja direkam dengan ‘’BHL6000"; pengeluaran kalori dengan alat caloric counter; waktu setrika perlembar bahan diukur dengan stopwatch; dan kelelahan dengan observasi istirahat curian. Hasil yang diperoleh: a) denyut nadi istirahat 60,0 (SB 4,24) per menit; b) denyut nadi kerja maksimal 121,0 (SB 1,41) per menit; c) reratadenyut nadi rata-rata selama bekerja 77,5 (SB 6,32) per menit; d) sedangkan rerata denyut nadi totalnya selama menyeterika 17.118,0 (SB 1.159,6) denyut; e) kebutuhan kalori selama pengukuran 170 kcal; f) kalori untuk tugas tersebut 51,4 kcal; g) tugas yang dilakukan bernilai kalori rata-rata 0,86 kcal/kg/menit. h) waktu setrika rata-ratanya: 3,0 (SB 0,95) menit perlembar baju. Disimpulkan bahwa tugas menyetrika baju produk Garmen X-X tergolong beban kerja yang ringan. [MEDICINA 2014;45:84-7]  
EFEKTIVITAS INTEGRASI TERAPI METADON DENGAN LAYANAN PSIKOSOSIAL TERHADAP KESEHATAN PSIKIS PENYALAHGUNA NARKOBA Wulanyani N M, Swasti
Medicina Vol 39 No 1 (2008): Januari 2008
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah medico-psiko-sosio-kultural yang sangat kompleks. Salah satu terapi yang diterapkan di Bali sejak tahun 2003 adalah terapi metadon. Walaupun secara teoritis mudah, namun kemungkinan kambuhnya juga sangat tinggi. Oleh karena itu dipandang perlu untuk mengintegrasikan layanan psikososial ke dalam terapi ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efektivitas integrasi tersebut terhadap kesehatan psikisnya. Layanan psikososial berupa Cognitive Behavior therapy, Narcotic anonymous, terapi kelompok, konseling individual, yoga dan terapi kerja. Sepuluh orang narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Denpasar berjenis kelamin laki-laki berusia 20 -30 tahun diberikan perlakuan selama 6 bulan dengan rancangan treatment by subject. Alat ukur disajikan dengan pre dan post test berupa skala Motivasi Berprestasi, Self Esteem dan skala Locus of Control. Hasil pengolahan data dengan t-pair test (? = 0.05) menunjukkan bahwa hasrat berprestasi meningkat secara signifikan (p=0.035, p<0.05), self esteem meningkat dengan sangat signifikan (p=0.005, p<0.01), dan locus of control bergeser ke arah internal secara signifikan (p= 0.01, p<0.05). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa integrasi layanan psikososial terhadap terapi metadon telah meningkatkan kesehatan psikis narapidana, sehingga disarankan agar terapi farmakologi terutama yang diberikan dalam waktu panjang dan kompleks seperti halnya terapi metadon, juga disertai dukungan layanan psikososial agar pengobatan menjadi lebih optimal.
RETRO-ORBITA EXTRAPLEURAL SOLITARY FIBROUS TUMOR Mahastuti, Ni Made; Saputra, Herman; Gotra, I Made
Medicina Vol 46 No 3 (2015): September 2015
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (296.745 KB)

Abstract

Extrapleural solitary fibrous tumor (SFT) merupakan tumor jaringan mesenkimal tipe fibroblastikdengan gambaran haemangipericytoma-like branching vascular yang menonjol dan sangat jarangdijumpai. Penderita perempuan usia 38 tahun mengeluh mata kanan menonjol sejak 2 tahun yanglalu.  Klinis ditemukan massa menonjol di belakang mata kanan. Pada pencitraan CT scan tampakmassa solid heterogen di cavum orbita kanan, tidak menginfiltrasi bulbus okuli. Makroskopis, massasolid berbatas tegas di regio retro orbita, berukuran 6,5 x 6,5 x 6 cm. Mikroskopis, tumor berbatastegas, sebagian besar tampak hiperselular mengandung proliferasi sel spindel neoplastik diselingidengan haemangipericytoma-like branching vascular yang menonjol. Mitosis sulit ditemukan. Pulasanimunohistokimia CD34 positif kuat dan Ki67 kurang dari 5%.  Pasien didiagnosis retro-orbitaextrapleural SFT  berdasarkan temuan klinis, radiologis, makroskopis, mikroskopis yang khas sertapemeriksaan imunohistokimia.  [MEDICINA 2015;46:195-200].Extrapleural solitary fibrous tumor (SFT) is an ubiquitous mesenchymal tumour of fibroblastic type,which shows a prominent  haemangipericytoma-like branching vascular. A 38 years old woman camewith protruding right eye since 2 years ago. Clinical examination found a protruding mass in the rightretro orbita. Computed tomography scan demonstrated heterogen solid mass in right cavum orbitawithout infiltration into bulbus oculi. Macroscopically, the tumour appeared as well circumscribedsolid mass 6,5 x 6,5 x 6cm. Microscopic examination showed well circumscribed tumour, hypercellular,consist of neoplastic spindle cell proliferation intermingled with  prominent haemangiopericytomalikebranching vascular pattern . Mitoses are rarely found. CD34 stained strongly positive with lowexpressionof  Ki67 (< 5%). The diagnosis was made based on the clinical data, radiologic, histopathologicfindings,and also immunohistochemistry staining. [MEDICINA2015;46:195-200].
ABSES PERITONSIL Agus W, Fandi; Eka P, Dewa Artha
Medicina Vol 44 No 3 (2013): September 2013
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (131.126 KB)

Abstract

Abses peritonsil adalah kumpulan nanah yang terdapat pada daerah peritonsil yang merupakanjaringan ikat longgar, diantara fossa tonsilaris dan muskulus konstriktor faring superior. Penyakit inisering terjadi dan berakibat fatal bila penanganannya tidak tepat. Penatalaksanaan abses peritonsilcukup bervariasi, namun tujuan utama pengobatan tersebut adalah mengevakuasi nanah (pus) daridaerah peritonsil, mencegah kekambuhan dan mencegah terjadinya komplikasi. Dilaporkan satu kasusabses peritonsil pada wanita usia 19 tahun di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Penderitamengeluh sakit tenggorokan, sakit dinding atas mulut sebelah kanan, sukar membuka mulut, mulutberbau, dan suara bergumam. Pada pemeriksaan daerah peritonsil dekstra edema, hiperemis, terdorongkedepan, dan teraba fluktuasi. Pada penderita telah dilakukan insisi drainase, pemberian cairanintravena, antibiotik, analgetik dan posisi TrendelenBerg yang memberikan hasil yang baik.