cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota cirebon,
Jawa barat
INDONESIA
Diya Al-Afkar: Jurnal Studi al-Quran dan al-Hadis
ISSN : 23030453     EISSN : 24429872     DOI : -
Core Subject : Education,
Diya al-Afkar adalah jurnal ilmiah yang memfokuskan studi al-Quran dan al-Hadis. Jurnal ini menyajikan karangan ilmiah berupa kajian ilmu-ilmu al-Quran dan al-Hadis, penafsiran/pemahaman al-Quran dan al-Hadis, hasil penelitian baik penelitian pustaka maupun penelitian lapangan yang terkait tentang al-Quran atau al-Hadis, dan/atau tinjauan buku. Jurnal ini diterbitkan secara berkala dua kali dalam setahun.
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 12, No 2 (2024): Desember" : 10 Documents clear
SAINS GEOGRAFI DALAM AL-QUR’AN: Mengungkap Isyarat Ilmiah dalam Ayat-Ayat Kawniyah Hakim, Lukmanul; Fitri, Nurmaya; Islami, Nurdina; Wulandari, Fitriani
Diya Al-Afkar: Jurnal Studi al-Quran dan al-Hadis Vol 12, No 2 (2024): Desember
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/diyaafkar.v12i2.18721

Abstract

This article examines the science of geography in the Qur’an, including an understanding of the Kawniyah verses which are in line with the discussion of the science of geography. This article aims to expand insight into how the text of the Qur’an can be integrated into geographical studies by revealing the scientific signal contained in the verses of the Qur’an and the role of science in responding to this phenomenon. This research uses a qualitative approach with a focus on library research. The data obtained comes from books, journal articles and various literature related to the topic discussed. The method used in this research is descriptive analysis. The results of the analysis show that there are at least two geographical studies, namely physical geography and social (human) geography. Physical geography cues can be found in Kawniyah verses, such as Q.S. Nūḥ [71]: 19-20 about the shape of the earth in the form of an expanse and Q.S. Al-Naml [27]: 88 explains the phenomenon of walking mountains supported by the theory of plate tectonics. Furthermore, signs of social geography are found in Q.S. Āli ‘Imrān [3]: 96 regarding the first house, namely the Kaaba in Mecca, and reveals scientific facts that geographically the Kaaba reflects a building with a trapezoidal construction that never changes. Tulisan ini mengkaji tentang sains geografi dalam Al-Qur’an meliputi pemahaman terkait ayat-ayat Kawniyah yang selaras dengan pembahasan ilmu geografi. Artikel ini bertujuan untuk memperluas wawasan mengenai bagaimana teks Al-Qur’an dapat diintegrasikan dalam kajian geografi dengan mengungkap isyarat-isyarat ilmiah yang termuat dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan peran sains dalam merespon fenomena tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan fokus pada penelitian kepustakaan. Data yang diperoleh berasal dari buku-buku, artikel jurnal dan berbagai literatur yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis deskriptif. Hasil analisis menunjukkan bahwa kajian geografi setidaknya ada dua, yaitu geografi fisik dan geografi sosial (manusia). Isyarat geografi fisik dapat ditemukan dalam ayat-ayat Kawniyah, seperti Q.S. Nūḥ [71]: 19-20 tentang bentuk bumi yang berupa hamparan dan Q.S. Al-Naml [27]: 88 menjelaskan tentang fenomena gunung berjalan dengan didukung oleh teori lempeng tektonik. Selanjutnya, isyarat geografi sosial terdapat dalam Q.S. Āli ‘Imrān [3]: 96 mengenai rumah pertama yakni Ka’bah yang berada di Makkah serta mengungkap fakta-fakta ilmiah bahwa secara geografi Ka’bah mencerminkan bangunan dengan kontruksi trapesium yang tidak pernah berubah.
RELASI AGAMA-BUDAYA DALAM TRADISI MASYARAKAT OSING: Studi Ritual Mocoan Lontar Hadis Dagang Suhendra, Ahmad
Diya Al-Afkar: Jurnal Studi al-Quran dan al-Hadis Vol 12, No 2 (2024): Desember
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/diyaafkar.v12i2.18732

Abstract

The purpose of this article is to conduct an analysis regarding the Mocoan Lontar Ḥadīth Trade tradition in Kemiren Village, Glagah, Banyuwangi, East Java. Many Osing people, who are the original Banyuwangi tribe, also live in the village. Apart from that, this article also aims to find out the construction of religious and cultural relations with the existence of trade Ḥadīth mocoan lontar in Osing society. Therefore, in this case the focus of this research was formulated on how does trading Ḥadīth affect the daily lives of the Osing people? How do the Osing people position trade Ḥadīth in relation to religion? To answer these questions, research data was collected by conducting an interview with one of the local traditional leaders. The data analysis techniques used are data reduction, data presentation and drawing conclusions. The results of the research show that there is the reading or mocoan of Lontar Trade Ḥadīth as a form of preserving local traditions. The mocoan tradition is not only limited to culture, but there are religious aspects and philosophical values contained in the reading of the Mocoan Lontar Trade Ḥadīth for the Osing people.Artikel ini bertujuan untuk melakukan analisa terkait tradisi mocoan Lontar Hadis Dagang yang ada di Desa Kemiren, Glagah, Banyuwangi Jawa Timur. Masyarakat Osing yang menjadi suku asli Banyuwangi juga banyak tinggal di desa tersebut. Selain itu, artikel ini juga bertujuan untuk untuk mengetahui konstruksi relasi agama dan budaya dengan adanya mocoan lontar hadis dagang dalam masyarakat Osing. Sebab itu, dalam hal ini dirumuskan focus penelitian ini pada bagaimana lontar hadis dagang bagi keseharian masyarakat Osing? Bagaimana masyarakat Osing memposisikan hadis dagang dalam hubungannya dengan agama? Karena penelitian ini lapangan (field research) maka untuk menjawab pertanyaan tersebut dilakukan pengambilan data penelitian dengan melakukan interview (wawancara) dengan salah satu tokoh adat setempat. Adapun teknik analisis data digunakan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan adanya pembacaan atau mocoan Lontar Hadis Dagang sebagai bentuk pelestarian tradisi local. Tradisi mocoan itu tidak hanya sebatas budaya semata, melainkan ada aspek religious dan nilai filosofis yang terkandung di dalam pembacaan mocoan Lontar Hadis Dagang bagi masyarakat Osing.
LIVING QUR’AN DALAM TRADISI PEMBACAAN SURAH AL-INSHIRĀH DI LEMBAGA TAMAN PENDIDIKAN IHYAUL ULUM CANGAAN GRESIK Wahidah, Kurnia; Saddad, Ahmad
Diya Al-Afkar: Jurnal Studi al-Quran dan al-Hadis Vol 12, No 2 (2024): Desember
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/diyaafkar.v12i2.18850

Abstract

This research examines the tradition of reciting Surah Al-Inshirāh at the Ihyaul Ulum Education Park Institution in Cangaan, Gresik Regency, from the perspective of Living Qur'an. The study aims to reveal the "because" and "in order" motives of this tradition using Alfred Schutz's phenomenological approach. Data was collected through observation, interviews, and documentation. The findings indicate that the "because motive," or the reason motive, includes remembering Allah SWT, obtaining rewards, following OSIS regulations, and knowing the virtues of Surah Al-Inshirāh. Meanwhile, the "in order motive," or the purpose motive, includes istiqomah (consistency), a calmer heart, obtaining the virtues of the surah, increasing faith in Allah, and facilitating memorization and preventing forgetfulness. The tradition of reciting Surah Al-Inshirāh has the potential to be applied in other Islamic educational institutions, with the impact of increasing student spirituality, which can be adapted through integration into daily activities and providing understanding of its meaning and virtues. Penelitian ini mengkaji tradisi pembacaan Surah Al-Inshirāh di Lembaga Taman Pendidikan Ihyaul Ulum Cangaan Kabupaten Gresik dalam perspektif Living Qur'an. Penelitian bertujuan untuk mengungkap motif "because" dan "in order" dari tradisi ini menggunakan pendekatan fenomenologi Alfred Schutz. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Temuan menunjukkan bahwa Because motive, atau motif sebab, meliputi mengingat Allah Swt., mendapatkan pahala, mengikuti peraturan OSIS, dan mengetahui fadilah dari Surah Al-Inshirāh. Sementara itu, in order motive, atau motif tujuan, mencakup istiqomah, hati menjadi lebih tenang, mendapatkan faḍīlah dari surah tersebut, meningkatkan iman kepada Allah, serta memudahkan dalam menghafal dan tidak mudah lupa. Tradisi pembacaan Surah Al-Inshirāh memiliki potensi untuk diterapkan di lembaga pendidikan Islam lainnya, dengan dampak peningkatan spiritualitas siswa yang dapat diadaptasi melalui integrasi dalam kegiatan harian dan pemberian pemahaman tentang makna serta fadhilahnya. 
ECOLOGICAL SOLUTIONS IN THE INTERPRETATION OF MARĀḤ LABĪD: Linkage to Modern Issues Aziz, Diyaul Diyaul; Zulfa, Helmi Adam; Ichwan, Moh. Nor
Diya Al-Afkar: Jurnal Studi al-Quran dan al-Hadis Vol 12, No 2 (2024): Desember
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/diyaafkar.v12i2.18581

Abstract

This research examines the ecological understanding of the Tafsir Marāḥ Labīd by Imam Nawawi al-Bantani, especially related to kauniyah verses in the Qur'an. This research uses a qualitative method with a content analysis approach to Marāḥ Labīd's interpretation. It relates it to contemporary environmental issues, such as climate change and the exploitation of natural resources. The study results show that Imam Nawawi emphasized the importance of maintaining the balance of nature as part of human responsibility as a caliph on earth. This interpretation also highlights the obligation of humans not to damage the environment because such actions are a form of disobedience to Allah. In addition, the study found that the interpretation of verses related to the creation of nature and the prohibition of earth damage is very relevant to modern ecology, which emphasizes sustainability and moderation in the use of natural resources. As such, Marāḥ Labīd's interpretation provides a strong ethical guide in facing global ecological challenges, making it relevant to study environmental conservation efforts in the modern era. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemahaman ekologi yang terkandung dalam Tafsir Marāḥ Labīd karya Imam Nawawi al-Bantani, terutama terkait ayat-ayat kauniyah dalam Al-Qur'an. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis isi (content analysis) terhadap tafsir Marāḥ Labīd, serta mengkaitkannya dengan isu-isu lingkungan kontemporer, seperti perubahan iklim dan eksploitasi sumber daya alam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Imam Nawawi menekankan pentingnya menjaga keseimbangan alam sebagai bagian dari tanggung jawab manusia sebagai khalifah di bumi. Tafsir ini juga menyoroti kewajiban manusia untuk tidak merusak lingkungan karena tindakan tersebut merupakan bentuk ketidaktaatan kepada Allah. Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa penafsiran ayat-ayat terkait penciptaan alam dan larangan kerusakan di bumi sangat relevan dengan konsep ekologi modern, yang menekankan keberlanjutan dan moderasi dalam penggunaan sumber daya alam, Dengan demikian tafsir Marāḥ Labīd memberikan panduan etis yang kuat dalam menghadapi tantangan ekologi global, menjadikannya relevan untuk dikaji dalam upaya pelestarian lingkungan di era modern. 
Limitasi Menghardik Anak Yatim dalam Surah Al-Maun: Implementasi Teori Hudud Muhammad Syahrur S.Ud, Muhammad Khoirul Anwar
Diya Al-Afkar: Jurnal Studi al-Quran dan al-Hadis Vol 12, No 2 (2024): Desember
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/diyaafkar.v12i2.18779

Abstract

AbstractAt first glance, rebuking orphans in Surah Al-Maun is a form of absolute threat to anyone who is suspected of carrying out negative actions towards them. So we are still very doubtful because on the one hand it actually has an unfavorable impact on the behavior of the orphans themselves. Responding to this case, this article attempts to explain how to re-read Surah al-Maun using Muhammad Syahrur's hudud (limitation) theory. Hudud theory itself offers a dynamic method of interpreting the Qur'an in order to continue to find the relevance of verses to the context of time and place which is divided into minimum limits and maximum limits. The method used in this research is qualitative by projecting the findings in descriptive-analytical form. This article concludes that the prohibition on rebuking orphans contained in QS Al-Maun is a maximum limit that cannot be exceeded by every Muslim so that there are certain affirmations and goals included in it. The goal to be achieved by this order is to realize benefits for the lives of orphans. This context also cannot be separated from the element of historicity at the time the verse was revealed.AbstrakMenghardik anak yatim dalam surah Al-Maun sekilas sebagai bentuk ancaman mutlak bagi siapa saja yang terindikasi melakukan tindakan negatif kepada mereka. Sehingga masih sangat sangsi karena di satu sisi justru berdampak tidak maslahat untuk perilaku anak yatim itu sendiri. Merespon kasus tersebut, artikel ini berusaha mengurai untuk membaca kembali Surah al-Maun dengan menggunakan teori hudud (limitasi) Muhammad Syahrur. Teori hudud sendiri menawarkan sebuah metode penafsiran Al-Qur’an yang dinamis agar tetap menemukan relevansi ayat dengan konteks masa dan tempat yang dibagi menjadi limit minimal dan limit maksimal. Adapun metode yang digunakan dalam riset ini adalah kualitatif dengan memproyeksikan hasil temuan dalam bentuk diskriptif-analitis. Artikel ini berkesimpulan jika larangan menghardik kepada anak yatim yang termuat dalam QS Al-Maun merupakan batasan maksimal yang tidak boleh dilampaui oleh setiap muslim sehingga ada penegasan dan tujuan tertentu yang masuk di dalamnya. Tujuan yang hendak dicapai oleh perintah tersebut ialah terwujudnya kemaslahatan untuk kehidupan anak yatim. Konteks ini juga tidak bisa terpisah dari unsur historisitas pada saat ayat tersebut turun.
ANALISIS RASM DAN QIRĀ‘ĀT MANUSKRIP TAFSĪR JALĀLAYN KARYA KIAI SAHID PATI Farida, Umma; Nuzulia, Mitatun
Diya Al-Afkar: Jurnal Studi al-Quran dan al-Hadis Vol 12, No 2 (2024): Desember
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/diyaafkar.v12i2.18703

Abstract

This study aims to explore information and identify the manuscript of Tafsīr Jalālayn by Kiai Sahid located in Tayu, Pati, Central Java by emphasizing the study of writing techniques (rasm) and reading (qirā’āt). This study conducted a literature study (library research) using a philological approach and analyzed using content analysis technique in a critical descriptive manner. The study results found that the manuscript copy of Tafsīr Jalālayn was written by Kiai Sahid. The interpretation of verses in the Javanese language by Kiai Sahid to the manuscript of Tafsīr Jalālayn was carried out in 1966 as a learning medium for students at Islamic boarding schools. The writing technique (rasm) used in this manuscript. The rasm used by Kiai Sahid in writing the manuscript of Tafsīr Jalālayn uses a dictation writing technique (rasm imla'i). Meanwhile, the reading technique (qirā’āt) used in this manuscript is the qirā’āt of Imam Ashim narrated by Imam Ḥafs as the qirā’āt that is popular and widely used in Indonesian society. In addition, the manuscript of Tafsīr Jalālayn by Kiai Sahid is different from the book of Tafsīr Jalālayn by Imam Jalāluddīn al-Suyūṭī and Jalāluddīn al-Maḥallī in terms of its physical condition, from the aspects of binding, sheets, and pages of the manuscript, the number of lines per page and page numbering, the size of the manuscript and writing, illumination, language, script, and type of calligraphy, the color of the writing, rasm, qirā’āt, and scholia. Penelitian ini bertujuan untuk menggali informasi dan mengidentifikasi manuskrip Tafsīr Jalālayn karya Kiai Sahid yang berada di Tayu, Pati, Jawa Tengah dengan menekankan pada kajian teknik penulisan (rasm) dan bacaannya (qirā’āt). Penelitian ini menempuh kajian kepustakaan (library research) dengan menggunakan pendekatan filologi, dan dianalisis menggunakan analisis konten (content analysis) secara deskriptif kritis.  Hasil penelitian menemukan bahwa manuskrip salinan Tafsīr Jalālayn ini ditulis oleh Kiai Sahid. Pemberian makna dalam bahasa Jawa (makna pegon) oleh Kiai Sahid terhadap manuskrip Tafsīr Jalālayn ini dilakukan pada tahun 1966 yang bertujuan untuk media pembelajaran para santri di pondok pesantren. Teknik penulisan (rasm) yang digunakan dalam manuskrip ini. Adapun rasm yang digunakan Kiai Sahid dalam penulisan manuskrip Tafsīr Jalālayn ini, yakni menggunakan rasm imlā‘ī. Sedangkan qirā’āt yang digunakan dalam manuskrip ini, yakni qirā’āt Imam ‘Āṣim riwayat Imam Ḥafs sebagaimana qirā’āt yang populer dan banyak digunakan dalam kalangan masyarakat Indonesia. Selain itu, manuskrip Tafsīr Jalālayn karya Kiai Sahid berbeda dengan kitab Tafsīr Jalālayn karya Imam Jalāluddīn al-Suyūṭī dan Jalāluddīn al-Maḥallī secara kondisi fisiknya, dari aspek penjilidan, lembar, dan halaman naskah, jumlah baris setiap halaman dan penomoran halaman, ukuran naskah dan tulisan, iluminasi, bahasa, aksara, dan jenis khat, warna tulisan, rasm dan qirā’āt, dan scholia.
MODEL TAFSIR MAQĀṢIDĪ ALA MUHAMMADIYAH: Studi Ayat-Ayat Tentang Konsep Negara dalam Tafsir At-Tanwir Zaeni, Ahmad; Hajar, Siti
Diya Al-Afkar: Jurnal Studi al-Quran dan al-Hadis Vol 12, No 2 (2024): Desember
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/diyaafkar.v12i2.18831

Abstract

This article examines the analytical model of Maqāṣidī interpretation of verses about the state according to Muhammadiyah. Muhammadiyah has produced institutional tafsir works, such as Tafsir At-Tanwir. One of its interpretations addresses verses about the state, which gave rise to the concept of Dār al-‘Ahd wa al-Shahādah. This concept orbits around the values of mercy and moderation while considering current and contemporary contexts. Such an interpretation represents a Maqāṣidī approach that actualizes Qur'anic values to benefit present-day realities. This study is crucial because Muhammadiyah, one of the world's largest Islamic organizations, offers a unique Maqāṣidī interpretation model that contributes significantly to the discourse on moderation. The methodology employed to construct the Muhammadiyah-style Maqāṣidī Tafsir model for state-related verses includes inductive reasoning and content analysis. The findings of this study are twofold: first, Muhammadiyah interprets state-related verses using a thematic-taḥlīlī approach combined with the Maqāṣidī method; second, the Muhammadiyah-style Maqāṣidī interpretation model consists of five procedural steps: i) collecting all verses relevant to the theme through linguistic analysis and intratextual methods; ii) examining prophetic traditions or hadiths related to the verses using intertextual methods; iii) extracting ethical values by identifying connections between relevant verses, their historical context, and contextual hadith dialectically (intertextual analysis); iv) determining dynamic Maqāṣid based on the complexity of current and contemporary contexts; and v) conceptualizing the findings. Artikel ini bertujuan untuk membahas model analisis tafsir Maqāṣidī terhadap ayat-ayat tentang negara menurut Muhammadiyah. Muhammadiyah telah menghasilkan buku tafsir kelembagaan seperti Tafsir At-Tanwir. Salah satu produk penafsirannya adalah tafsir ayat-ayat tentang negara yang telah melahirkan konsep Dār al-‘Ahd wa al-Shahādah (negara hasil konsensus dan negara kesaksian), dengan menjadikan nilai rahmah dan moderasi sebagai orbit penafsiran disertai mempertimbangkan kondisi kekinian dan kedisinian. Penafsiran semacam ini merupakan produk pendekatan Maqāṣidī yang mereaktualisasikan nilai universal al-Qur’an untuk kemaslahatan yang sesuai kondisi kekinian. Kajian ini penting karena Muhammadiyah, salah satu organisasi Islam terbesar di dunia, menawarkan model tafsir Maqāṣidī yang unik, yang memberikan kontribusi signifikan terhadap wacana moderasi. Metode yang digunakan untuk mengonstruk model Tafsir Maqāṣidī ala Muhammadiyah terkait ayat-ayat negara ini terdiri dari metode istqirā’ (induktif) dan metode analisis isi.  Hasil penelitian ini yaitu pertama,  penafsiran Muhammadiyah terkait ayat-ayat negara menggunakan metode Taḥlīlī tematik cum Maqāṣidī; kedua, secara teknis model tafsir Maqāṣidī ala Muhammadiyah terdiri dari lima langkah penafsiran yaitu; i) menghimpun seluruh ayat yang relevan dengan tema (analisis bahasa dan metode intratekstualitas); ii) penelusuran tradisi kenabian (hadis) yang relevan dengan ayat (metode intertekstualitas); iii) mengekstrak nilai-nilai etis dengan cara menentukan berbagai kaitan antara ayat yang relevan dengan konteks historisnya lalu menghubungkan secara dialektis dengan kontekstual hadis (secara intertekstual); iv) menentukan Maqāṣid yang dinamis berdasarkan kompleksitas konteks kekinian dan kedisinian; dan v), konseptualisasi.  
PENGARUH QIRĀ’ĀT TIGA TERHADAP PENAFSIRAN AL-RAḤMĀN: Studi Pola Perbedaan Shaykh ‘Abd-Fattāḥ ‘Abd al-Ghānī al-Qāḍī Firdausiana, Fuadiyati
Diya Al-Afkar: Jurnal Studi al-Quran dan al-Hadis Vol 12, No 2 (2024): Desember
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/diyaafkar.v12i2.18767

Abstract

The discourse of qirā'āt is an important discussion to be studied, due to the wide scope of knowledge accompanied by its lack of dissemination in the elements of Indonesian society. The dissemination of qirā'āt should be preserved as a form of relaying Qur'ānic knowledge from the Prophet. Especially the discussion of qirā'āt three mutammimah li al-'ashr, which are three complements of qirā'āt seven to become qirā'āt ten. This study aims to broadly introduce the qirā'āt three mutammimah li al-'ashr and provide an understanding of analyzing the differences in implications associated with interpretation. This study uses the approach of tafsir and qirā'āt criticism as well as the philological approach with the study of manuscripts. As an analytical tool, it uses the pattern of differences in qirā'āt designed by Shaykh ‘Abd-Fattāḥ ‘Abd al-Ghānī al-Qāḍī (d. 1402 AH). It is concluded that there are implications in the interpretation of various patterns, but it can be concluded in general that the first pattern of ikhtilāf fī al-lafẓi wa ittifāq fī al-ma'nā (different in pronunciation but consistent in meaning) is the majority Diskursus qirā’āt menjadi pembahasan yang penting untuk dikaji, disebabkan karena luasnya lingkup ilmu yang disertai dengan kurang tersebarluasnya di elemen masyarakat Indonesia. Penyebaran qirā’āt hendaknya terus dilestarikan sebagai bentuk estafet keilmuan Al-Qur’an yang bersambung dari Rasulullah Saw. Terutama pembahasan tentang qirā’āt tiga mutammimah li al-‘ashr, yang merupakan tiga pelengkap qirā’āt tujuh untuk menjadi qirā’āt sepuluh. Dengan adanya penelitian ini, ditujukan untuk dapat mengenalkan secara luas qirā’āt tiga mutammimah li al-‘ashr dan memberikan pemahaman analisa perbedaan implikasi yang dikaitkan dengan penafsiran. Penelitian ini menggunakan pendekatan tafsir dan kritik qirā’āt serta pendekatan filologi dengan pengkajian naskah. Sebagai pisau analisa menggunakan pola perbedaan ragam qirā’āt yang dirancang Shaykh ‘Abd-Fattāḥ ‘Abd al-Ghānī al-Qāḍī (w. 1402 H) yang mengklasifikasikan perbedaan menjadi tanawwu’ dan taghayur. Dan menghasilkan kesimpulan, bahwa terdapat implikasi dalam penafsiran dengan pola yang beragam, namun dapat diambil kesimpulan secara umum bahwa pola pertama ikhtilāf fī al-lafẓi wa ittifāq fī al-ma’nā (berbeda pada lafaz namun bersesuaian makna) menjadi mayoritas. 
TELAAH KRITIS ATAS PERAN STRATEGIS IMAM ABŪ ḤANĪFAH DALAM PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN HADIS Aziz, Muhammad Abdul
Diya Al-Afkar: Jurnal Studi al-Quran dan al-Hadis Vol 12, No 2 (2024): Desember
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/diyaafkar.v12i2.16981

Abstract

Imam Abū Ḥanīfah is known as one of the great scholars in Islamic history who has made significant contributions to the development of jurisprudence and understanding of hadith. The relationship between fiqh and hadith is very close, because every sharia decision must refer to the revelation, the practice of the Prophet , or an analogy based on these two main sources. The works of Imam Abū Ḥanīfah consistently refer to the verses of the Qur'an and the ḥadīth of the Prophet  as the basis of law. This research aims to analyze the role and methods of Imam Abū Ḥanīfah in understanding, interpreting, and spreading hadith. Using a descriptive and analytical approach, this paper explores its contribution to narration as well as the methodology it uses in assessing hadith. In addition, this research also responds to various criticisms that have arisen against Imam Abū Ḥanīfah's understanding and approach in hadith, as well as straightening out misconceptions that have developed among scholars. Through the analysis of various sources and opinions of scholars, this paper confirms the credibility and depth of Imam Abū Ḥanīfah's knowledge in the field of hadith, which has been recognized throughout the history of Islam. Imam Abū Ḥanīfah dikenal sebagai salah satu ulama besar dalam sejarah Islam yang memiliki kontribusi signifikan dalam pengembangan ilmu fikih dan pemahaman hadis. Hubungan antara fikih dan hadis sangat erat, karena setiap keputusan syariah harus merujuk kepada wahyu, praktik Nabi Saw. atau analogi yang didasarkan pada kedua sumber utama tersebut. Karya-karya Imam Abū Ḥanīfah secara konsisten mengacu pada ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis Nabi Saw. sebagai landasan hukum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran dan metode Imam Abū Ḥanīfah dalam memahami, menafsirkan, serta menyebarkan hadis. Dengan menggunakan pendekatan deskriptif dan analitis, makalah ini mengeksplorasi kontribusinya dalam periwayatan serta metodologi yang digunakannya dalam menilai hadis. Selain itu, penelitian ini juga menanggapi berbagai kritik yang muncul terhadap pemahaman dan pendekatan Imam Abū Ḥanīfah dalam hadis, serta meluruskan kesalahpahaman yang berkembang di kalangan cendekiawan. Melalui analisis berbagai sumber dan pendapat ulama, tulisan ini menegaskan kredibilitas serta kedalaman ilmu Imam Abū Ḥanīfah dalam bidang hadis, yang telah diakui sepanjang sejarah Islam. 
DIMENSI KEBEBASAN DALAM AL-QUR’AN: Kajian Tafsir Maqāṣidī terhadap Nilai-Nilai Politik Rahman, Muhammad; Al-Munawar, Said Agil Husin; Hasyim, Arrazy
Diya Al-Afkar: Jurnal Studi al-Quran dan al-Hadis Vol 12, No 2 (2024): Desember
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/diyaafkar.v12i2.18808

Abstract

This study uses a qualitative descriptive method, and uses deductive analysis, namely explaining the political value of freedom in the Qur'an in Surah Yūnus verse 99 by combining verses that are relevant to the research and looking for correlations between verses, in order to obtain a complete and comprehensive paradigm. Then analyzed using the Maqāṣidī interpretation approach. The conclusion is that among the political values in the Qur'an that must be a reference for policy makers in national and state life is the value of freedom. When this freedom is implemented in public policy, it will have implications for the upholding of the maqashid of the Qur'an and the maqashid of sharia, namely; ḥifẓ al-dīn, ḥifẓ al-nafs, ḥifẓ al-'aql and ḥifẓ al-māl. Penelitian ini menggunakan metode jenis deskriptif yang bersifat kualitatif, dan mempergunakan analisis deduktif yaitu memaparkan nilai politik kebebasan dalam Al-Qur’an pada Surah Yūnus ayat 99 dengan cara mengkombinasikan ayat-ayat yang relevan dengan penelitian serta mencari korelasi antar ayat, guna mendapatkan paradigma yang utuh dan komprehensip. Kemudian dianalisis menggunakan pendekatan tafsir Maqāṣidī. Adapun konklusinya, bahwa di antara nilai-nilai politik dalam Al-Qur’an yang harus menjadi acuan para pemegang kebijakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu nilai kebebasan. Ketika kebebasan ini diimplementasikan dalam kebijakan publik akan berimplikasi tegaknya maqashid Al-Qur’an dan maqashid syariah yaitu; ḥifẓ al-dīn, ḥifẓ al-nafs, ḥifẓ al-’aql dan ḥifẓ al-māl.  

Page 1 of 1 | Total Record : 10