cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 518 Documents
Editorial : Meluruskan Makna Demokrasi Latipulhayat, Atip
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 1 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (440.151 KB)

Abstract

Apabila dihitung sejak pertama kali diterbitkan, yaitu pada tahun 1976, maka Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum (PJIH) ini akan mendekati usia 40 tahun. Satu usia yang bukan saja matang, tapi seharusnya berada pada periode puncak (keberhasilan) – periode emas. Tahun ini (2014), PJIH belum genap berusia 40 tahun, dan masih tersisa dua tahun menuju periode puncak. Saat ini, PJIH ditangani oleh manajemen baru, tepatnya dikelola oleh para dosen muda dengan semangat dan visi baru untuk menjadikan PJIH bukan hanya sebagai medium pemenuhan angka kumulatif formal untuk melengkapi syarat kenaikan pangkat, tapi terkandung hasrat kuat untuk menjadikan jurnal ini sebagai wahana yang mampu memfasilitasi interaksi pemikiran yang kritis, objektif, dan jujur.  DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v1n1.a0
Konstitusionalitas Pengaturan Pemerintahan Daerah di Indonesia: Suatu Eksperimen yang Tidak Kunjung Selesai Rosadi, Otong
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 3 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (614.931 KB)

Abstract

AbstrakPada Pasal 18 UUD 1945 diamanatkan agar pemerintah menjalankan otonomi seluas-luasnya dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Meski demikian, sejak diberlakukannya UU Nomor 1 Tahun 1945, UU Nomor 22 Tahun 1948, dan beberapa perundang-undangan lain hingga UU Nomor 32 Tahun 2004 dan kini UU Nomor 23 Tahun 2014, menunjukkan kecenderungan untuk menganut sistem rumah tangga otonomi yang berbeda-beda. Pada sisi lain, dalam Pasal 18 UUD 1945 tidak secara tegas diatur mengenai pemegang titik berat otonomi. Politik perundang-undangan pemerintahan daerah yang berlaku menyisakan pertanyaan penting apakah Pasal 18 UUD 1945 (sebelum perubahan) dan Pasal 18, Pasal 18A dan Pasal 18B UUD 1945 (pasca perubahan) merupakan politik hukum yang tetap, yang dapat dijadikan dasar konstitusionalitas bagi politik perundang-undangan pemerintahan daerah. Apabila demikian, akan timbul pertanyaan baru terkait penyusunan (politik) perundang-undangan pemerintahan daerah. Apakah hal tersebut merupakan kebijakan hukum yang terbuka (open legal policy) sehingga pemerintah dan DPR bisa semaunya memberikan tafsir dan mengisi maksud Pasal 18 sesuai dengan politik perundang-undangan pemerintahan daerah yang dikehendakinya atau bukan? Perbedaan materi muatan dalam setiap peraturan perundang-undangan dan penempatan titik berat pada level (satuan) pemerintahan yang berbeda-beda membuktikan bahwa pola pengaturan pemerintahan daerah di Indonesia merupakan suatu eksperimen yang tidak pernah selesai.Constitutionality of Local Government Regulations in Indonesia: A Never Ending ExperimentAbstractArticle 18 of the 1945 Constitution instructs the implementation of widest possible autonomy in the performance of Regional Government. However, since the implementation of Law Number 1 of 1945, Law Number 22 of 1948, and other legislations up to Law Number 32 of 2004 and even Law Number 23 of 2014, there has been a tendency of adopting differing systems (bylaws) of autonomy between the laws. Meanwhile, Article 18 of the 1945 Constitution does not strictly assign a particular governmental level or unit as the emphasis for the implementation of autonomy. Such legal politics invites a major question to be addressed, namely whether the legislations, including Article 18 of the 1945 Constitution (pre-amandment), as well as Article 18, 18A, and 18D of the 1945 Constitution (post-amandment) are not fixed legal politics to serve as the constitutionally for the legislations on regional government? And if so, is the legislation on regional government an open legal policy that allows the Peoples Consultative Assembly (DPR) and the government to freely interpret the content of Article 18A as they wish? The differing emphasis on the governmental level and unit for autonomy demonstrates that the matter of regional government somehow is a never-ending experimentation. This article utilizes normative and historical approaches in conductiong content analysis on regional goverment legislations. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v2n3.a7
Perjanjian Baku dan Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Bisnis Sektor Jasa Keuangan: Penerapan dan Implementasinya di Indonesia Satory, Agus
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 2 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (615.431 KB)

Abstract

Ketika konsumen tertarik dengan promosi yang ditawarkan pelaku usaha jasa keuangan, sesungguhnya ia tidak menyadari persoalan yang akan dihadapi berikutnya. Persoalan akan timbul ketika konsumen menghadapi formula perjanjian baku yang di dalamnya banyak terdapat klausula baku yang mengharuskan konsumen setuju. Pada praktiknya, saat ini tidak ada jasa keuangan yang tidak menggunakan format perjanjian dan klausula baku dalam bertransaksi dengan para konsumen. Bentuk perjanjian semacam ini jelas memposisikan konsumen sebagai pihak yang tidak punya daya tawar, sehingga, apapun isi dari perjanjian baku tersebut mau tidak mau harus disetujui, meskipun pada dasarnya konsumen mengetahui bahwa isi perjanjian memberatkan dirinya. Dalam wacana perlindungan konsumen, hal ini dikenal sebagai prinsip take it or leave it. Penggunaan perjanjian baku dengan sendirinya membuka peluang bagi penyedia jasa keuangan untuk memasukkan semua klausula yang menguntungkan dirinya. Biasanya konsumen yang berhubungan dengan jasa keuangan akan menjumpai berbagai kewajibannya sudah tertuang dalam perjanjian tanpa dapat dinegosiasikan. Kewajiban tersebut diantaranya mengenai biaya yang harus ditanggungnya, suku bunga, pemberian kuasa sepihak, serta semua kewajiban yang akan timbul di kemudian hari. Praktis sangat sedikit hak konsumen dituangkan dalam perjanjian baku ini. Standard Contract and Consumer Protection on Business Transaction of Financial Sector: Indonesias Practice and Implementation AbstractConsumers are usually unaware of issue might arrise when they were interested on the financial services entity offer. The issue might arrise when consumer given a standard contract formulas that loaded with standard clauses, which been prepared for the consumers to be approved. These days, there is noneof financial services entity that do not use a standard contract format which contained standard clauses in their contract with customers. The form of standard contract is obviously set the consumer to lose their bargain power. It makes the consumers does not have any choice beside consent even it they know that the contract is harmful for them.  In the discourse of consumer protection, this mechanism is known as the principle of “take it or leave it”.The use of a standard contract by itself open an opportunity for financial service providers to include all the clauses that benefit him. Usually consumer-related financial services will find a variety of obligations stated in the contract can be negotiated without. Example of costs that must be borne, interest rates, giving unilateral power, and all the obligations that will arise in the future. Practically very little consumer rights set forth in this standard contract.Keywords: standard contract, consumer protection, financial services, financial services businesses, bargaining position.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v2n2.a4
Optimalisasi Pengelolaan dan Pemanfaatan Aset Tanah dan Bangunan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang Melaksanakan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK BLU) dalam Rangka Meningkatkan Pelayanan Pendidikan Sugiharti, Dewi Kania
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 2 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (573.492 KB)

Abstract

AbstrakPerguruan Tinggi Negeri Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PTN-PK BLU) merupakan instansi pemerintah yang diberi kewenangan untuk melakukan pengelolaan keuangan badan layanan umum, dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan bidang pendidikan kepada masyarakat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan PTNPKBLU berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, serta penerapan praktik bisnis yang sehat. Berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2005 dan PP Nomor 6 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 38 Tahun 2008, fleksibilitas tersebut hanya berlaku dalam pengelolaan keuangan. Tanah dan bangunan yang berada dalam penguasaan PTNPKBLU, wajib dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi PTNPKBLU tersebut. Secara normatif, tidak ada ketentuan yang memberikan wewenang kepada kuasa pengguna barang untuk memanfaatkannya untuk tujuan lain. Aturan memberi peluang untuk mendayagunakan barang milik negara yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi, yaitu dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan, namun pemanfaatan tersebut hanya dapat dilakukan oleh pengelola barang, bukan oleh kuasa pengguna barang. Dalam hal ini, kuasa pengguna barang milik negara hanya berwenang dan bertanggung jawab untuk menyerahkan tanah dan/atau bangunan yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kantor yang dipimpinnya tersebut, kepada pengguna barang.Kata Kunci: aset, bangunan, pengelolaan keuangan, perguruan tinggi negeri, tanah.Optimization on Management and Utilization of State Universitys Land and Building Assets which Perform Financial Management in Order to Upgrade Education ServiceAbstractState University implementing PK BLU is a government agency with the right to use Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK BLU) to better increase educational service in order to improve the intellectual life of the people of Indonesia. Flexibility in a State University implementing PK BLU has to be based on economic principles, productivity, and fairness. Based on Government Regulation 23/2005 and Government Regulation 6/2006 amended by Government Regulation 38/2008, its flexibility applies only in financial management. Land and building in the possession of the State University PK BLU, are to be used in accordance with their designated tasks and functions. Normatively, there is no regulation that gives authority to the proxy of asset user to perform optimization beyond its designated purpose. Regulation gives opportunity to utilize state owned assets which are not used in accordance with the designated tasks and functions in forms lease, pinjam pakai, cooperative utilization, bangun serah guna/ bangun guna serah without ownership changing. However, the utilization could only be conducted by asset manager, not the proxy of asset user. The proxy asset user of state owned asset has only the right and responsibility to assign unused land and building for the interest of the asset users.Keywords: asset, building, financial management, land, state university. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v1n2.a4
Pengakhiran Sepihak Perjanjian Perdagangan Internasional Sefriani, Sefriani
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 1 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (599.389 KB)

Abstract

Diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan pada bulan Maret 2014 mengundang kontroversi. Pasal 85 dalam undang-undang ini memberi kesempatan pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau pemerintah untuk membatalkan atau mengakhiri suatu perjanjian perdagangan yang telah diratifikasi dengan alasan kepentingan nasional. Sebagaimana diketahui dalam hukum internasional berlaku prinsip pacta sunt servanda. Negara yang terikat pada suatu perjanjian internasional harus melaksanakan perjanjian internasional tersebut dengan itikad baik. Permasalahan yang diajukan dalam tulisan ini menyangkut legalitas pengakhiran perjanjian secara sepihak dengan alasan kepentingan nasional. Pengakhiran sepihak perjanjian internasional hanya dapat dibenarkan apabila sesuai dengan hal yang diatur oleh perjanjian internasional itu sendiri atau apabila perjanjian tidak mengaturnya maka harus sesuai dengan apa yang diatur dalam Vienna Convention on the Law of Treaties (VCLT) 1969.Unilateral Termination of International Trade AgreementAbstractThe enactment of Law on Trade (Law 7/2014) on March 2014 has drawn controversies, since Article 85 of the law provides the opportunity to the house of representative (DPR) or government to withdraw or terminate a trade agreement that has been ratified by Indonesia on behalf of the national interest. It is a familiar concept that international law applies the principle of pacta sunt servanda. The countries bound to an agreement should implement the agreement in good faith. The problem proposed by this article is concerned the legality of unilateral termination of a trade agreement on the ground of national interest. Unilateral termination of an international treaty can be justified if it is in accordance with what is stipulated by international agreement itself or if the agreement is not mentioned then it must be in accordance with what is stipulated in the Vienna Convention on the Law of Treaties (VCLT) 1969. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v2n1.a6
Pengembangan Potensi Dana Zakat Produktif Melalui Lembaga Amil Zakat (LAZ) untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Rosmawati, Rosi
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 1 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6034.598 KB)

Abstract

AbstrakKegiatan membayar zakat mempunyai hubungan vertikal yaitu hubungan antara Allah SWT. sebagai Tuhan dan manusia sebagai mahkluk-Nya. Namun, kegiatan membayar zakat juga bersifat muamalat karena mempunyai hubungan horizontal yaitu antara manusia dengan manusia. Pengelolaan zakat bertujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna zakat yang berdampak pada terwujudnya keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan. Permasalahan yang dijumpai dalam praktik adalah mengenai penerapan pengembangan potensi dana zakat produktif dan fungsi LAZ dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dihubungkan dengan Undang-Undang Pengelolaan Zakat. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Pengumpulan data dan informasi diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan wawancara, selanjutnya dianalisis secara yuridis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan potensi dana zakat produktif melalui fungsi dan peranan LAZ untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menurut Undang-undang Pengelolaan Zakat, adalah melalui program Pembiayaan Modal Usaha bagi fakir miskin dengan menerapkan asas-asas syariat Islam sesuai dengan pendayagunaan dana zakat. Fungsi dan peranan LAZ memberikan kemandirian ekonomi kepada fakir miskin dan berperan sebagai sarana keagamaan yang meningkatkan manfaat dana zakat. Saran dalam pengembangan potensi dana zakat produktif melalui LAZ adalah dengan melakukan bimbingan dan penyuluhan kepada mitra pembiayaan modal usaha individu dengan lebih intensif, yaitu melalui pengawasan, penyuluhan, pencatatan, dan pendokumentasian transaksi ekonomi syariah untuk menciptakan laporan keuangan usaha yang otentik. Upaya tersebut diharapkan agar proses pengembangan dana zakat produktif terkawal secara syariah sekaligus menumbuhkan kepercayaan kepada masyarakat pelaksana.Kata Kunci: Badan Amil Zakat, Dompet Dhuafa, pengelolaan zakat, zakat produktif, kesejahteraan.Developing the Potency of Productive Zakat Funds through Lembaga Amil Zakat for the Prosperity of the SocietyAbstractThe paying of zakat denotes a vertical relationship between God and human as His creations. However, it could also be considered Muamalat, because it denotes the horizontal relationship between humans as well. Management of Zakat aims to increase the effectiveness and efficiency of the impact of zakat on the realization of justice, social welfare, and reduction of poverty. The problems in the practical implementation of the development of the potential of productive zakat funds, functions and role of LAZ improve the welfare of people related with the Zakat Management Act. This research applies an analytical descriptive study with normative juridical approach. The data and information are obtained from research literature, then undergoes legal qualitative analysis. The study indicates that the application of development of the potential of productive zakat funds utilizing the function and role of LAZ to improve the welfare of people under Zakat Management Act, is better done through Venture Capital Funding program for the poor under the principles of Islamic law on the realization of zakat funds. The development of the potential of productive zakat funds by utilizing the LAZ to improve the welfare of the community through Venture Capital Funding program for the poor have to guidance and counseling for individual venture capital financing partners more intensively, namely monitoring, counseling, making record and documentation of Islamic financial transactions to create financial statements of the business are authentic, so can be guarded in sharia.Keywords: Amil Zakat Institution, Dompet Dhuafa, management of zakat, productive zakat, and welfare.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v1n1.a10
Perkembangan Politik Hukum Pemerintahan Desa Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Kusnadi, Agus
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 3 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (577.965 KB)

Abstract

AbstrakDesa merupakan bentuk pemerintahan lokal yang sudah terbentuk dari masyarakat adat yang sudah ada sebelum berdirinya negara Republik Indonesia. Pemerintahan lokal tersebut terdiri dari sistem nilai dan lembaga pemerintahan yang tumbuh dan berkembang yang diwariskan secara turun-temurun. Setelah Indonesia merdeka, desa menjadi salah satu unsur pemerintahan formal dalam sistem desentralisasi. Terdapat beberapa undang-undang yang mengatur mengenai pemerintahan desa yang diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa yang menempatkan desa sebagai daerah administratif di bawah kecamatan. Setelah itu, pemerintahan desa menjadi bagian dari pemerintahan daerah dan diatur di dalam undang-undang pemerintahan daerah, baik dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 maupun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pada tahun 2014, pengaturan tentang desa kembali dipisahkan dari pengaturan pemerintahan daerah melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Berdasarkan uraian di atas, menjadi penting untuk dapat mengkaji arah perkembangan politik hukum pemerintahan desa, setidaknya berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.The Development of Village Governance Legal Policy According to Law Number 23 of 2004 Concerning Local Government and Law Number 6 of 2014 Concerning VillageAbstractThe village is a form of local government that has been formed from the indigenous communities that existed before Republic of Indonesia was found. The local government consists of a value system and government bodies that grow and develop that inherited from generation to generation. After Indonesian independence, the village became one of the elements of formal governance within a decentralized system. There are several laws regulating the village administration of which is Law Number 5 of 1979 on Village Government which places the village as the area under the administrative districts. After that, the village government to be part of the local government and regulated in the laws of local government, both in Law Number 22 of 1999 and Law Number 32 of 2004 on Local Government. In 2014, the re-setting of the village is separated from regulation of local government through Law Number 6 of 2014 on village. Based on the illustration above, it becomes important to assess the direction and development of village governance law legal policy, at least based on Law Number 32 Year 2004 on Local Government and Law Number 6 of 2014 on Village. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v2n3.a8
Kewenangan KPK untuk Melakukan Penyidikan dan Penuntutan Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Kerangka Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Suseno, Sigid
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 1 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6268.531 KB)

Abstract

AbstrakPemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TPK) tidak hanya untuk menjatuhkan pidana terhadap pelaku tetapi juga untuk mengembalikan keuangan negara yang disebabkan oleh TPK. Salah satu upaya untuk mengefektifkan penegakan hukum terhadap TPK adalah dengan mengatur kewenangan penyidikan terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk penyidik tindak pidana asal (Kejaksaan dan KPK) dalam UU TPPU. Namun, dalam praktik kewenangan penyidikan terhadap TPPU (Pasal 74 UU TPPU) telah menimbulkan permasalahan hukum khususnya mengenai kewenangan KPK untuk melakukan penuntutan terhadap TPPU dalam kerangka pemberantasan TPK. Kewenangan penyidikan terhadap TPPU yang diberikan kepada KPK sangat pen_ng dalam pemberantasan TPK. TPK sebagai predicate crime memiliki kaitan erat dengan TPPU sebagai proceeds of crime. Pelaku TPK yang memiliki tujuan untuk memperoleh harta kekayaan secara ilegal umumnya melakukan pencucian uang untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya tersebut. Dengan adanya kewenangan KPK untuk melakukan penyidikan terhadap TPPU, KPK dapat melacak harta kekayaan pelaku berdasarkan hasil penyidikan TPK dan sebaliknya melakukan penyidikan terhadap TPK berdasarkan hasil penyidikan terhadap TPPU dengan menggunakan paradigma follow the money. Walaupun KPK memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap TPPU sehingga dapat mengoptimalkan penegakan hukum terhadap TPK, tetapi tidak adanya pengaturan yang tegas mengenai kewenangan KPK untuk melakukan penuntutan dalam UU TPPU menimbulkan masalah dalam penegakan hukum terhadap TPK baik efektivitasnya maupun Hak Asasi Manusia (HAM). Mengingat KPK dalam UU TPPU tidak secara tegas diberi kewenangan untuk melakukan penuntutan terhadap TPPU maka penuntutannya harus dilakukan melalui Kejaksaan sebagai lembaga penuntutan baik menurut KUHAP maupun UU Kejaksaan. Oleh karena itu, masalah koordinasi menjadi masalah penting dalam upaya pemberantasan TPK.Kata Kunci: investigasi, KPK, tindak pidana korupsi, pencucian uang, penuntutan.  The Authority of KPK (the Indonesian Corruption Eradication Commission) to Investigate and Prosecute Money Laundering in order to Combat CorruptionAbstractCorruption eradication measures are made not merely to punish the perpetrator, but also to recover the assets of the State, lost because of the corruption. One of the efforts to make law enforcement to combat corruption more effective is by regulating the authority of the Prosecutor and Corruption Eradication Commission (the CEC) as predicate investigators of crime to investigate money laundering under the Anti-Money Laundering Law. However, in practice, the authority to investigate money laundering (Article 74 Anti-Money Laundering Law) has raised some issues, especially about the authority of the CEC to prosecute money laundering. The prosecutor and the CECs authority of investigation in money laundering are important to combat corruption. As predicate crime, corruption is connected to money laundering as one procedure of the crime. The purpose of the perpetrators of money laundering is to illegally enrich themselves by concealing or disguising the money. With the authority of the Prosecutor and the CEC to investigate money laundering, they can trace the perpetrators wealth according to the corruption investigations result. Otherwise, the Prosecutor and the CEC can conduct investigation of corruption according to the money laundering investigations result by using follow the money paradigm. However, the Prosecutor and the CECs authority are still insufficient to combat money laundering. It is because the CEC does not have the authority to prosecute money laundering. In practice, the coordination between the two institutions is becoming an issue. Therefore, in order to deal with the issue, the authority to prosecute money laundering should ideally be done by the Prosecutor according to Anti-Money Laundering Law and Indonesian Procedural Law.Keyword: investigation, Corruption Eradication Commission, corruption, money laundering, prosecution.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v1n1.a6
Eksistensi Hak Budget DPR dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Susanto, Mei
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 1 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1328.408 KB)

Abstract

Eksistensi hak budget Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam sistem ketatanegaraan Indonesia pada saat ini setidaknya menimbulkan dua persoalan. Pertama, mengenai keberadaan hak budget DPR, khususnya setelah dihapuskannya Penjelasan UUD Tahun 1945. Kedua, persoalan mengenai urgensi keterlibatan DPR dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang didalamnya muncul perdebatan mengenai sejauh mana keterlibatan DPR dalam pembahasan RAPBN tersebut. Pada praktiknya pun terjadi penyalahgunaan hak budget oleh oknum anggota DPR. Akibatnya muncul keinginan mengevaluasi hak budget DPR tersebut. Melalui Putusan No. 35/PUU-XI/2013, Mahkamah Konstitusi telah memangkas keterlibatan DPR dalam pembahasan RAPBN yang mendetil dari satuan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja menjadi hanya sampai unit organisasi, fungsi, dan program saja. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut dianggap telah mereposisi hak budget DPR. Namun, dalam praktiknya masih terjadi korupsi anggaran yang dilakukan oknum anggota DPR.The Existence of the Right of Budget of the House of Representatives in the Constitutional System in IndonesiaAbstractThe existence of the rights of budget of the House of Representatives in the Constitutional System in Indonesia at this moment at least raises two issues. First, regarding the existence of the right of budget of the House of Representatives in particular after the removal of Explanation of the Constitution of 1945. Second, the question of the urgency of the House of Representatives involvement in the discussion of the Draft State Budget (draft budget) in which there is a debate about the extent of the involvement of House of Representatives in the discussion of the draft budget. In practice, there is misuse of right of budget by unscrupulous members of the House of Representatives. Through Decision No. 35/PUU-XI/2013, the Constitutional Court has slashed the involvement of Parliament in the discussion of the detailed draft budget of the unit of the organization, function, programs, activities, and types of expenditure being only to organizational units, functions, and programs only. The Constitutional Court’s decision is deemed to have rights to reposition the House budget. However, in practice budget corruption committed by individual members of Parliament still occurs. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v3n1.a4
Khazanah: Mochtar Kusumaatmadja Latipulhayat, Atip
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 3 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (582.861 KB)

Abstract

Prof. Mochtar Kusumaatmadja adalah salah satu tokoh yang menempati posisi khusus dalam perkembangan pemikiran hukum dan pendidikan tinggi hukum di Indonesia. Kekhususan posisi ini terletak pada komplitnya sosok Mochtar yang bukan saja sebagai pendidik, tapi juga pemikir, praktisi, dan juga birokrat hukum. Sebagai pendidik, Mochtar adalah figur penting dibalik reformasi pendidikan tinggi hukum di Indonesia pada awal tahun 1970-an dengan menjadikan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) yang dipimpinnya sebagai laboratoriumnya. Sarjana hukum pasca kemerdekaan menurut Mochtar harus menjadi seorang “professional lawyer” atau teknokrat hukum yang mendampingi para teknokrat lainnya dalam membangun Indonesia. Untuk mewujudkan gagasan ini Mochtar kemudian memprakarsai program pendidikan klinis hukum di Fakultas Hukum Unpad sebagai proyek percontohan (pilot project). DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v1n3.a12

Page 4 of 52 | Total Record : 518


Filter by Year

2014 2025


Filter By Issues
All Issue Vol 12, No 1 (2025): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 11, No 3 (2024): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 11, No 2 (2024): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 11, No 1 (2024): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 10, No 3 (2023): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 10, No 2 (2023): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 10, No 1 (2023): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 9, No 3 (2022): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 9, No 2 (2022): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 9, No 1 (2022): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 8, No 3 (2021): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 8, No 2 (2021): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 8, No 1 (2021): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 7, No 3 (2020): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 7, No 2 (2020): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 7, No 1 (2020): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 6, No 3 (2019): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 6, No 2 (2019): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 6, No 1 (2019): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 5, No 3 (2018): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 5, No 2 (2018): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 5, No 2 (2018): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 5, No 1 (2018): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 5, No 1 (2018): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 4, No 3 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 4, No 3 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 4, No 2 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 4, No 2 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 4, No 1 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 4, No 1 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 3 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 3 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 2 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 2 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 1 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 1 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 3 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 3 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 2 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 2 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 1 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 1 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 3 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 3 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 2 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 2 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 1 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 1 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) More Issue