cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 518 Documents
Artikel Kehormatan: Saat Rakyat Bicara: Demokrasi dan Kesejahteraan Manan, Bagir; Harijanti, Susi Dwi
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 1 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6409.913 KB)

Abstract

AbstrakSecara tradisional,  kesejahteraan adalah suatu kepercayaan bahwa kesejahteraan sosial merupakan tanggung jawab dari masyarakat dan tanggung jawab ini harus dipenuhi oleh pemerintah yang dilaksanakan dalam bentuk negara atau sistem pemerintahan. Demokrasi masih dipandang sebagai sistem yang paling sesuai dalam rangka tercapainya kesejahteraan sosial karena  demokrasi  memberikan  jalan bagi rakyat  untuk  berbicara. Namun, pada praktiknya demokrasi oleh masyarakat awam kerapkali diartikan sebagai pemerintah  yang sebenarnya lebih menekankan kepada demokrasi politik. Artikel ini akan memperlihatkan bagaimana kesejahteraan sosial dianalisis secara akurat dari pemikiran mengenai demokrasi sosial  yang  berjalan beriringan dengan  model demokrasi konsensus  sebagai dasar fundamental dalam menghadapiperistiwa negara dan pemerintahan.Time for People to Speak: Democracy and WelfarismAbstractTraditionally, Welfarism is the belief that social well-being is the responsibility of a community which could only be realized through state or governmental management. It is still believed that  Democracy is the  most  proper system in achieving social welfare, since it permits the people of a country to speak. In practice, however, Democracy is only understood  as a system that gives the governmental rights to the majority of the people. This article, thus, will argue that social wel fare is more precisely analyzed through the notion of Social-Democracy, which goes hand-in-hand  with the consensus model of Democracy as a fundamental base in carrying out state and governmental affairs.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v1n1.a1
Kebijakan Hukum Pidana terhadap Pengguna Narkotika sebagai Korban Bukan Pelaku Tindak Pidana: Studi Lapangan Daerah Jambi Hafrida, Hafrida
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 1 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1568.244 KB)

Abstract

Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dalam kebijakan hukum pidana melalui peraturan perundang-undangan adalah memposisikan pengguna narkotika sebagai korban yang membutuhkan rehabilitasi baik medis maupun sosial, bukan sebagai pelaku kriminal yang dijatuhi pidana penjara dan dimasukkan ke lembaga pemasyarakatan. Hal ini sangat penting mengingat data BNN menunjukan 80% pengguna narkotika adalah remaja. Provinsi Jambi sepanjang tahun 2011 menempati urutan ke-13 wilayah terbesar penyalahgunaan narkotika. Pengguna narkotika menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menempatkan pelaku pengguna narkotika sebagai pelaku tindak pidana sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a yang menyebutkan bahwa pengguna narkotika diancam dengan pidana penjara maksimal 4 (empat) tahun. Tulisan ini bersifat empiris (empirical research) berdasarkan penelitian lapangan di Pengadilan Negeri Jambi, BNN Provinsi Jambi, RSJ Jambi, dan LSM Granat. Analisis dilakukan terkait perumusankebijakan hukum pidana dalam memandang pelaku pengguna narkotika sebagai korban tindak pidana. Data lapangan menunjukkan bahwa hampir 99% putusan hakim pengadilan negeri terhadap pengguna narkotika masih berupa pidana penjara walaupun 92% hakim pada Pengadilan Negeri se-Provinsi Jambi mengatakan bahwa pidana penjara bukan merupakan tindakan yang tepat, sementara putusan hakim merupakan gerbang utama dalam penanggulan tindak pidana. Criminal Law Policy on Drug Abuser as Victim in Lieu of Criminal Suspect: Field Study in JambiAbstractThe long term goal sought abuser by criminal law policy through legislation is to put drug abusers in the position of victims in need of rehabilitations both medically and socially, and not as criminals who have to be sentenced and sent to the jail. This shift of paradigm is important as the data from Indonesian National Narcotics Board shows that out of 80% of the drug abusers are mostly teenagers; and in 2011, Jambi Province ranked 13th in Indonesia as the region with the biggest number of drug abusers. Drug abusers, according to Law Number 35 Year 2009 on Narcotics, are positioned as criminals. As formulated in the Article 127 (1) a, drug abusers are sentenced withthe maximum of 4 (four) years of prison. The field data shows that almost 99% of the sentences passed by the judges in district courts are still in the form of prison sentences, although almost 92% Judges in Jambi District Courts argue that jail time are not the proper legal sentence for drug abusers. This is quite unfortunate since judicial verdicts should be the main gate of the criminal law prevention. Therefore, the drug abusers should be seen as victim instead of criminals.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v3n1.a10
Keadilan sebagai Prinsip Negara Hukum: Tinjauan Teoritis dalam Konsep Demokrasi Hayat, Hayat
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 2 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (595.688 KB)

Abstract

Keberadaan hukum ditentukan oleh perilaku, sifat, dan sikap yang berada dalam jiwa manusia sebagai kondrat berkehidupan dan bermasyarakat. Pengaturan kaidah hukum tentang tatanan manusia tidak hanya berpedoman kepada aturan baku yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan saja, melainkan juga berpedoman kepada segala norma dan nilai moral yang melekat kepada setiap warga negara di dalam sebuah negara. Hukum dalam konteks negara Indonesia yang menganut sistem demokrasi menjunjung nilai-nilai keadilan yang ada didalamnya yang secara prinsip berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebagai hukum positif dalam suatu negara hukum, penegakan hukum dituntut agar dilakukan secara profesional, proporsional, baik, adil, serta bijak sehingga sesuai dengan kaidah-kaidah kemanfaatan, kebaikan dan kesetaraan dalam hukum itu sendiri. Negara yang demokratis mengedapankan konsep keadilan hukum dalam menciptakan negara hukum yang memberikan rasa adil kepada setiap warga negaranya dengan peraturan-peraturan yang teratur dalam penegakannya, sehingga menghasilkan hukum yang baik dan berkualitas demi mencapai tujuan keadialan serta kesejahteraan bagi rakyat Indonesia seutuhnya sebagai pemegang kekuasaan dan kedaulatan Negara.Justice as the Principles of Law: Theoretical Review of Democracy Concept AbstractThe existence of the law is determined by the behavior, character, and attitude that resides in the human psyche as an existance and society nature. The regulation of the rules of law of the human order is not just hold on to standard rules stipulated in the legislation, but in relation to the norms and moral values inherent to every citizen in a country. Law in the Indonesias context embraces democratic system upholding the values of justice that is there in, in principle, justice for all Indonesian people. As the law of the State in State law requires law enforcement professional, proportionate, fair and good and wise in the rules of expediency, kindness, and equality in the law itself. Democratic state distinguished concept of legal justice in the law state that gives a sense of justice to every citizen with regular rules in enforcement, resulting in good quality and qualified that aims to achieve justice and prosperity for the people of Indonesia as a whole authority and sovereignty of the country. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v2n2.a10
Pengaturan Transaksi Elektronik dan Pelaksanaannya di Indonesia Dikaitkan dengan Perlindungan E-Konsumen Priowirjanto, Enni Soerjati
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 2 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (576.482 KB)

Abstract

AbstrakIndonesia telah memiliki pengaturan mengenai transaksi elektronik sejak Pemerintah Indonesia menetapkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE). Peraturan mengenai kegiatan transaksi elektronik tersebut dalam praktiknya masih banyak terjadi kesalahan penerapan. Penulisan artikel ini bertujuan untuk menggambarkan: (1) Konsep perlindungan konsumen yang diatur dalam UU ITE dan PP PSTE, dan (2) Penerapan dari konsep perlindungan konsumen dalam transaksi elekronik. Konsep perlindungan konsumen dalam transaksi elektronik harus didasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU PK). Pemerintah Indonesia harus meningkatkan upaya dan dukungan dalam menerapkan peraturan-peraturan tersebut terhadap transaksi elektronik. Selain itu kerja sama para pihak pengguna atau pelaku transaksi elektronik sangat diperlukan untuk dapat mewujudkan kepastian hukum.Kata Kunci: transaksi elektronik, perlindungan konsumen, konsumen transaksi elektronik, UU ITE, pelaku usaha. Regulations on Electronic Transactions and its Implementation in Indonesia in Relation to the Protection of E-Consumer’s RightsAbstract Indonesian government already established electronic transaction regulation by enacting Law Number 11 Year 2008 Concerning Electronic Information and Transactions (UU ITE) and Government Decree Number 82 Year 2012 Concerning the Enforcement of Electronic System and Transactions (PP PSTE). However, regulation misconducts still take place in their implementation. The purpose of this article is to illustrate: (1) The concept of consumer protection in UU ITE and PP PSTE, and (2) The implementation of the regulations, specifically ones dedicated for consumers protection in eletronic transaction (e-consumers). The concept of consumers protection in electronic transaction should be based on Law Number 8 Year 1999 Concerning Consumer Protection (UU PK). Indonesian government needs to increase their effort and support to enforce said regulations in electronic transaction. On the other hand, the cooperation between online transaction users need to be enhanced to increase legal certainty.Keywords: electronic transaction, consumer protection, E-consumer, Electronic Information and Transaction Law, businessmen.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v1n2.a5
Penyelesaian Tindak Pidana Lalu Lintas Melalui Pendekatan Restorative Justice Sebagai Dasar Penghentian Penyidikan dan Perwujudan Asas Keadilan Dalam Penjatuhan Putusan Putri, Nella Sumika; Tajudin, I.
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 1 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (631.908 KB)

Abstract

Penyelesaian tindak pidana kecelakaan lalu lintas di Indonesia dapat diselesaikan melalui sistem peradilan pidana,namun pada umumnya pelaku mengadakan proses perdamaian di luar pengadilan dengan keluarga korban sehingga terjadi kesepakatan perdamaian antara para pihak. Model perdamaian tersebut dikenal dengan model pendekatan restorative justice yang sampai saat ini belum diakomodir dalam peraturan perundang-undangan sehingga aparat penegak hukum menjadi ragu untuk menjadikan kesepakatan perdamaian sebagai pertimbangan untuk menghentikan atau melanjutkan penyidikan. Putusan pengadilan juga belum menempatkan perdamaian antara para pihak sebagai dasar untuk melepaskan pelaku. Mekanisme ini hanya terbatas sebagai pertimbangan untuk meringankan pidana kepada terdakwa. Berdasarkan hasil penelitian, upaya pendekatan restorative justice dalam perkara kecelakaan lalu lintas lebih memberikan rasa keadilan baik bagi pelaku maupun korban. Akan tetapi, pelaksanaan penghentian penyidikan karena telah dilakukan pendekatan restorative justice dalam tindak pidana kecelakaan lalu lintas tidak dapat dilakukan secara absolut karena terdapat beberapa kriteria yang harus dijadikan patokan dalam pengambilan keputusan mengenai penyidikan.  The Settlement of Traffic Accident Through Restorative Justice Approach as a Basis for Termination of Investigation and Principle of Justice of a Judgment AbstractTraffic accident crime is resolved by the criminal court. Mostly, however, the perpetrators hold a peace process outside the court with the victims and their families in the model of an agreement among them. This model is known as the restorative justice model. There is no specific legislation on restorative justice as an alternative approach to adjudicate traffic accident, which makes it difficult for the law enforcer to consider restorative justice as a basis to continue or discontinue an investigation. Furthermore, there is no court regulation justifying the use of restorative justice approach as a groundwork to release the perpetrators. This thesis finds that restorative justice approach is more equitable in solving traffic accident crime cases than the regular criminal justice system. However, to absolutely discontinue investigation of traffic accident due to the use of restorative justice is unlikely to be implemented since there are several benchmarks to be fulfilled before any decisision is reached.Keywords: traffic accident, mediation, discontinued investigation, restorative justice, justice principle.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v2n1.a9
Hak Masyarakat Adat (Indigenous Peoples) atas Sumberdaya Alam: Perspektif Hukum Internasional Muazzin, Muazzin
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 2 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (655.501 KB)

Abstract

AbstrakSelama dekade terakhir, hukum internasional telah berkembang lebih baik dengan mempertimbangkan hak masyarakat adat atas sumber daya alam yang kemudian memengaruhi hukum berbagai negara. Meskipun demikian, dalam praktiknya, hak masyarakat adat atas sumber daya alam tidak selalu dijamin dan ditegakkan. Selain itu, hak masyarakat adat tersebut kurang mendapatkan pengakuan hukum formal meskipun dalam beberapa tahun terakhir beberapa negara telah mengesahkan undang-undang untuk melindungi hak masyarakat adat atas sumber daya alam. Artikel ini berusaha untuk menganalisis kerangka hukum internasional yang memberikan perlindungan secara memadai terhadap isu-isu tentang hak masyarakat adat atas sumber daya alam. Konvensi ILO 169 telah menetapkan beberapa hak masyarakat adat yang penting, seperti free dan informed consent, consultation, dan compensation. Ketentuan konvensi tentang hak atas sumber daya alam memiliki pengaruh terhadap berbagai negara dalam penyusunan instrumen lainnya. Konvensi juga digunakan sebagai referensi dalam kasus hukum domestik, misalnya di Bolivia, Argentina, Venezuela, dan pengadilan regional. The United Nations Declaration on the Rights of Indig­enous Peoples (UNDRIP) merupakan dokumen penting bagi pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat di tingkat internasional. Deklarasi ini mengakui hak-hak kolektif, termasuk the right to self-determination dan the right to cultural heritage and intel­lectual property. Referensi tentang hak atas tanah dapat ditemukan di seluruh deklarasi. Pasal 26 merupakan salah satu ketentuan utama. Ketentuan ini memiliki visi yang jauh ke depan, terutama pengakuan bahwa masyarakat adat memiliki hak atas tanah yang mereka miliki secara tradisional dan menguasai sumber daya yang mereka miliki. Berdasarkan Pasal 32, negara berkewajiban menerapkan the free, prior and informed consent dari masyarakat adat sebelum memberikan persetujuan proyek-proyek yang dapat memengaruhi tanah mereka.Kata kunci: hak atas sumber daya alam, hak masyarakat adat, hukum internasional, Konvensi ILO 169, sumber daya alam. The Rights of Indigeneous People over Natural Resources: International Law PerspectivesAbstractOver the past decade, international law has evolved so as to better take into consideration indigenous peoples natural resources rights and has influenced in many ways the law of numerous states. However, in practice, indigenous peoples natural resources rights are not always guaranteed and enforced. Furthermore, most of the indigenous peoples lack formal legal recognition of their natural resources rights, although in recent years some states have adopted legislation to secure indigenous peoples natural resources rights. This article seeks to analyze whether within the framework of international law, a suf­ficient protection to indigenous peoples regarding natural resources rights issues has been provided. ILO Convention 169 entrenches important indigenous peoples rights such as free and informed consent, consultation and compensation. Its provisions on natural resources rights have had an influence on states and on the drafting of other instruments. The Convention has also been used as a point of reference in domestic case law in regional courts (for example in Bolivia, Argentina, and Venezuela). The United Nations Declaration on the Rights of Indig­enous Peoples (UNDRIP) represents an important step towards the recognition and protection of indigenous peoples rights at international level. It acknowledges numerous collective rights, including the right to self-determination and the right to cultural heritage and intel­lectual property. References to land rights can be found throughout the Declaration. Article 26 is one of the key provisions; it is far reaching, especially in recognizing that indigenous peoples have a right over the lands they have traditionally owned and have control over the resources that they possess. It also acknowledges that states must give legal recognition to these lands and that customary land tenure must be respected. Article 32 requires states to obtain the free, prior and informed consent of indigenous peoples before approving projects that can affect their lands.Keywords: rights to natural resources, indigenous peoples rights, international law, ILO Convention 169, natural resources.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v1n2.a7
Konflik versus Kooperasi: Upaya Penyelesaian Sengketa Laut Tiongkok Selatan dan Integrasi ASEAN ke Iklim Ekonomi Global Pratama, Garry Gumelar
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 1 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2031.058 KB)

Abstract

Negara-negara ASEAN tengah mencanangkan untuk melaksanakan integrasi ekonomi, tak hanya intra-regional namun juga integrasi regional terhadap iklim ekonomi global. Namun demikian, negara-negara ASEAN sampai saat ini masih menghadapi sengketa internasional mengenai Laut Tiongkok Selatan. Sengketa antara negara-negara ASEAN dan Tiongkok tersebut dianggap sebagai sengketa yang paling rumit pada abad ke-21. Terlebih lagi, Tiongkok cenderung untuk menghindari hukum internasional dalam isu tersebut. Tulisan ini akan menganalisi bagaimana Sengketa Laut Tiongkok Selatan yang sulit diselesaikan dengan hukum internasional dapat menghambat integrasi ASEAN ke iklim ekonomi global. Dalam hal ini, peran serta ASEAN dalam menyelesaikan masalah sengketa internasional harus diberikan porsi yang sama besarnya dengan upaya integrasi ekonomi. Untuk itu, artikel ini juga akan berusaha mencari model penyelesaian sengketa internasional yang dapat dilakukan ASEAN untuk meredam konflik dan mendorong kesuksesan integrasi ekonomi ASEAN ke iklim ekonomi global.Conflict v. Cooperation: The South China Sea Dispute Settlement and ASEAN Integration to Global EconomicAbstractASEAN is planning to implement an economic integration, not only intra-regional economic integration but also integration to the global economic. Nevertheless, ASEAN countries up until now are still facing international disputes concerning the South China Sea. The dispute between ASEAN countries and China is regarded as the most complex dispute in the 21st Century. Moreover, China tends to avoid international law in the issue. This paper will analyze how the complicated South China Sea international dispute may impede ASEAN integration to the global economic. In this regard, the role of ASEAN in resolving the international dispute should be given the same portion as economic integration efforts. To that end, this article will also seek international dispute resolution model that can be used by ASEAN to reduce conflict and enhance the success of ASEANs economic integration to the global economic. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v3n1.a2
Pemenuhan Hak atas Perumahan dan Kawasan Permukiman yang Layak dan Penerapannya Menurut Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya di Indonesia Kurniati, Nia
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 1 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7929.413 KB)

Abstract

AbstrakSetiap manusia memiliki hak untuk hidup sejahtera yang melekat pada diri mereka sejak lahir. Salah satunya adalah hak untuk bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau. Tanggung jawab negara dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman merupakan amanat Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 28 H ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pemenuhan kewajiban oleh negara untuk menyelenggarakan pembangunan perumahan dan permukiman bagi rakyatnya adalah untuk memenuhi hak-hak sipil dan politik (sipol), dan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob) warga negara. Pemenuhan atas tempat tinggal yang layak merupakan kewajiban pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam The International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights yang diratifikasi melalui UU No. 11 Tahun 2005. Pada kenyataannya, belum semua masyarakat dapat menikmati perumahan yang layak. Hal itu disebabkan oleh perbedaan perumbuhan dan perkembangan daerah dan perhatian pemerintah yang kecil terhadap masyarakat berpenghasilan rendah. Solusi dari permasalahan itu dapat dilakukan salah satunya dengan menyinkronkan UUD 1945, UU No. 1 Tahun 2011, dan UU No. 5 Tahun 2005 sebagai petunjuk dalam mengembangkan dan menyediakan rumah-rumah untuk masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah melalui kepemilikan “Rumah Swadaya”, “Rumah Umum”, “Rumah Khusus”, “Rumah Negara”, dan “Rumah Komersial” yang perpanjangan perlindungan hukum bagi masyarakat terkait penyediaan rumah yang layak. Negara harus segera memberikan perlindungan hukum serta jaminan untuk masyarakat yang tidak memiliki rumah dengan melakukan perjanjian maupun diskusi dengan kelompok-kelompok masyarakat terkait.Kata Kunci: hak atas perumahan, pemukiman yang layak, perumahan masyarakat berpenghasilan rendah, rumah susun, tanggung jawab negara. The Fulfilment of the Right of the Adequate Housing in Indonesia within the Framework of the Implementation of the International Covenant on Economic, Social, and Cultural RightsAbstractEvery person has the right to prosperous life which has been inherited since they were born. One of the implementation of this right is to live in a decent and affordable house. The responsibility of the State in providing decent and affordable house for their citizen is mandated by the Preambule and Article 28H paragraph (1) of the 1945 Constitution of Republic Indonesia, which stipulates that every person shall have the right to live in physical and spiritual prosperity, to have a home and to enjoy a good and healthy environment, and shall have the right to obtain medical care. The fulfillment of such obligation by the government in providing decent and affordable housing for its citizens in order to meet their civil and political, economic, social, and cultural rights based on the International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights ratified by Law Act No. 11 Year 2005. In reality, however, not all of the citizens of Indonesia have enjoyed their rights to live in a decent house. This is due to different regional growth and development as well as the lack of attention by the government on citizens who have low-income. One of the solution for this legal problem is to synchronize the legal rules regulated under the 1945 Constitution, Act No. 1 Year 2011 regarding Housing and Shelter, and Act No. 11 Year 2005 regarding The Ratification of The International Covenant of Economic, Social and Cultural Rights as guidance in developing and providing decent housings for citizens, especially low-income citizens (MBR), through the ownership of “Rumah Swadaya”, “Rumah Umum”, “Rumah Khusus”, “Rumah Negara”, and “Rumah Komersil”, each having different functions. Any mechanism is used, there shall be an extent of legal protection for the citizen’s rights with regards to the provision of decent houses. The State must immediately provide legal protection and assurance for citizens who have no access to decent and affordable houses by making an arrangement or discussion with the stakeholders and the relevant groups of the community.Keywords: rights to housing, affordable housing, low price housing, low cost apartement, state responsibility.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v1n1.a5
Book Review: Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945 (Perumusan dan Undang-Undang Pelaksanaannya) Susanto, Mei
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 3 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (488.705 KB)

Abstract

Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah merupakan undang-undang yang sering mengalami perubahan. Hal tersebut disebabkan karena: (i) struktur ketatanegaraan yang berubah melalui Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dari tahun 1999-2002; (ii) materi muatan dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah cukup banyak; (iii) hubungan antara pemerintah pusat dan daerah yang sering mangalami ketegangan (spanning); dan (iv) banyak pihak yang mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi, sehingga beberapa materi yang ada dalam Undang-Undang Pementerintahan Daerah pun banyak yang berubah. Secara keseluruhan telah terjadi 3 (tiga) kali perubahan pasca reformasi, yaitu melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 (UU Pemda 1999), Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (UU Pemda 2004), dan terakhir melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v2n3.a11
Editorial: Mencari Sistem Hukum Indonesia yang Otentik Latipulhayat, Atip
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 3 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (449.656 KB)

Abstract

Mencari dan menemukan sistem hukum Indonesia yang asli dan otentik, yang akan menjadi identitas sekaligus pedoman bangsa Indonesia dalam berhukum dan bernegara, tampaknya masih panjang dan berliku. Menemukan otentisitas sistem hukum Indonesia adalah usaha untuk menelusuri jejak kehidupan bangsa Indonesia dan nilai-nilai hukum yang dianut dan dipraktikkan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah dengan menggali tradisi hukum (legal tradition) yang pernah ada dan hidup dalam masyarakat Indonesia. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v1n3.a0

Page 6 of 52 | Total Record : 518


Filter by Year

2014 2025


Filter By Issues
All Issue Vol 12, No 1 (2025): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 11, No 3 (2024): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 11, No 2 (2024): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 11, No 1 (2024): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 10, No 3 (2023): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 10, No 2 (2023): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 10, No 1 (2023): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 9, No 3 (2022): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 9, No 2 (2022): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 9, No 1 (2022): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 8, No 3 (2021): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 8, No 2 (2021): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 8, No 1 (2021): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 7, No 3 (2020): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 7, No 2 (2020): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 7, No 1 (2020): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 6, No 3 (2019): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 6, No 2 (2019): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 6, No 1 (2019): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 5, No 3 (2018): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 5, No 2 (2018): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 5, No 2 (2018): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 5, No 1 (2018): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 5, No 1 (2018): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 4, No 3 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 4, No 3 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 4, No 2 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 4, No 2 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 4, No 1 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 4, No 1 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 3 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 3 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 2 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 2 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 1 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 1 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 3 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 3 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 2 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 2 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 1 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 1 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 3 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 3 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 2 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 2 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 1 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 1 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) More Issue