cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Sari Pediatri
ISSN : 08547823     EISSN : 23385030     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 12 Documents
Search results for , issue "Vol 15, No 5 (2014)" : 12 Documents clear
Hubungan Habitual Snoring dengan Prestasi Akademis Anak Sekolah Dasar Hendri Tanu Jaya; Darmawan B. Setyanto; Hanifah Oswari
Sari Pediatri Vol 15, No 5 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (243.978 KB) | DOI: 10.14238/sp15.5.2014.313-8

Abstract

Latar belakang. Habitual snoring dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Berbagai penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara habitual snoring dengan prestasi akademis anak yang rendah, tetapi belum terdapat penelitian mengenai hal ini di Indonesia.Tujuan. Mengetahui hubungan habitual snoring dengan prestasi anak sekolah dasar berdasarkan rata-rata nilai mata pelajaran matematika, Bahasa Indonesia, dan IPA.Metode. Desain studi potong lintang dengan kriteria inklusi berupa anak habitual snoring dan non snoring minimal 6 bulan sebelum penelitian ini berdasarkan kuesioner yang diisi oleh orangtua anak.Hasil. Didapatkan prevalens snoring 29,3 dari 249 subjek dengan prevalens occasional snoring 20,08% dan habitual snoring 9,24%. Prevalens habitual snoring pada anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan anak perempuan (10,87% vs 7,2%) tetapi tidak bermakna secara statistik. Prevalens habitual snoring pada subjek kelompok usia >9 tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan kelompok usia ≤9 tahun. Dari 199 subjek yang memenuhi kriteria inklusi penelitian, terdiri dari 176 subjek non snoring dan 23 habitual snoring. Kelompok subjek habitual snoring memiliki pencapaian nilai rerata mata pelajaran matematika lebih rendah 11,47 point (nilai p=0,001), mata pelajaran IPA lebih rendah 10,75 point (nilai p= 0,001), Bahasa Indonesia lebih rendah 8,01 point (nilai p=0,01), dan pencapaian nilai rerata yang lebih rendah 10,8 point (nilai p=0,001) berdasarkan rata-rata nilai dari ketiga mata pelajaran tersebut dibandingkan kelompok subjek non snoring.Kesimpulan. Anak habitual snoring memiliki prestasi akademis yang lebih rendah dibandingkan dengan anak non snoring.
Faktor Risiko yang Berperan pada Mortalitas Sepsis Desy Dewi Saraswati; Antonius H. Pudjiadi; Mulyadi M. Djer; Bambang Supriyatno; Damayanti R. Syarif; Nia Kurniati
Sari Pediatri Vol 15, No 5 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (267.655 KB) | DOI: 10.14238/sp15.5.2014.281-8

Abstract

Latar belakang. Sepsis merupakan penyebab utama kematian bayi dan anak. Status imun pejamu dan malnutrisi merupakan faktor penting yang menentukan luaran pada sepsis. Skor pediatric logistic organ dysfunction (PELOD) adalah sistem skoring disfungsi organ pada sakit kritis, untuk memprediksi mortalitas pasien sepsis.Tujuan. Mengetahui faktor risiko usia, status gizi, dan skor PELOD terhadap mortalitas sepsis.Metode. Retrospektif analitik berupa data rekam medis pasien berusia 1 bulan – 18 tahun di PICU RSCM bulan Apri1- Agustus 2011 dengan diagnosis sepsis menurut kriteria konsensus sepsis internasional.Hasil. Sembilanpuluh dua dari 209 pasien mengalami sepsis, 22 (23,9%) di antaranya meninggal. Median usia subjek 15 (rentang 2-192) bulan dengan sebaran terbanyak pada kelompok usia 1 bulan – 1 tahun (62%). Sebagian besar subjek (57,61%) memiliki status gizi kurang. Fokus infeksi tersering adalah infeksi saraf pusat dan gastrointestinal, masing-masing 32 (34,77%) subjek. Gizi buruk (p<0,001; OR 26,88;IK95% 4,74-152,61) dan skor PELOD ≥20 (p<0,001; OR 78,8;IK95%14,23-436,36) merupakan faktor risiko yang secara independen berperan terhadap mortalitas sepsis pada anak.Kesimpulan. Gizi buruk dan skor PELOD ≥20 berperan terhadap mortalitas sepsis pada anak. Usia <5 tahun tidak terbukti sebagai faktor risiko mortalitas sepsis pada anak.
Faktor Prognosis Kematian Sindrom Syok Dengue Anggy Pangaribuan; Endy Paryanto Prawirohartono; Ida Safitri Laksanawati
Sari Pediatri Vol 15, No 5 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp15.5.2014.332-40

Abstract

Latar belakang. Sindrom syok dengue (SSD) merupakan bentuk klinis yang paling berat dari demam berdarah dengue (DBD) dan mempunyai angka kematian yang tinggi. Prediktor kematian pada DSS masih berbeda-beda, sehingga sangat penting untuk meneliti faktor prognosis yang mempengaruhi kematian SSD pada anak.Tujuan. Mengetahui faktor prognosis kematian anak dengan SSD.Metode. Metode penelitian yang digunakan adalah kohort retrospektif. Subyek adalah pasien SSD sesuai kriteria WHO 1997 yang dirawat di Instalasi Kesehatan Anak RSUP Dr. Sardjito dari Januari 2006 – Juli 2012. Faktor prognosis yang diteliti adalah usia, jenis kelamin, status obesitas, tipe infeksi, keterlambatan berobat, manajemen cairan, derajat trombositopenia, koagulopati, perdarahan mayor, prolonged shock, ensefalopati, disfungsi hati, gagal hati fulminan, disseminated intravascular coagulation (DIC), edema paru dan hipoksemia. Analisis regresi Cox digunakan untuk mengetahui kemaknaan faktor prognosis kematian pada DSS.Hasil. Selama periode Januari 2006 – Juli 2012 terdapat 221 pasien DSS dengan angka kematian 27%. Sembilanpuluh enam pasien diikutkan dalam penelitian dan 33(34%) subyek di antaranya meninggal. Analisis multivariat menunjukkan manajemen cairan sebelum masuk rumah sakit Dr. Sardjito yang tidak adekuat (HR 2,658; IK 95% 1,146;6,616), perdarahan mayor (HR 8,223; IK 95% 1,741;38,831) dan prolonged shock (HR 15,805; IK 95% 3,486;71,660) merupakan faktor prognosis independen kematian pada anak dengan SSD.Kesimpulan. Manajemen cairan sebelum masuk rumah sakit rujukan yang tidak adekuat, perdarahan mayor dan prolonged shock merupakan faktor prognosis independen kematian pada anak dengan SSD.
Bacterial Meningeal Score (BMS) Sebagai Indikator Diagnosis Meningitis Bakterialis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Arydina Arydina; Elisabeth S Herini; Agung Triono
Sari Pediatri Vol 15, No 5 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (267.409 KB) | DOI: 10.14238/sp15.5.2014.274-80

Abstract

Latar belakang. Meningitis bakterialis merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas yang penting pada anak. Anak dengan meningitis biasa datang ke rumah sakit dan mendapat antibiotik intrakranial tanpa menunggu hasil kultur. Hal ini dilakukan karena membedakan meningitis bakterialis dan meningitis bukan bakteri pada awal perjalanan penyakit terkadang sulit. Beberapa indikator dapat digunakan untuk membedakan hal itu. Salah satunya adalah bacterial meningeal score (BMS), terdiri dari pengecatan gram cairan serebrospinal positif, protein cairan serebrospinal ≥80 mg/dL, neutrofil darah tepi ≥10.000 sel/mm3, riwayat kejang, neutrofil absolut cairan serebrospinal ≥1000 sel/ mm3.Tujuan. Mengetahui apakah bacterial meningeal score merupakan indikator yang baik untuk menegakkan diagnosis meningitis bakterialis akut pada bayi dan anakMetode. Uji diagnostik pada anak usia >1 bulan-18 tahun, yang dicurigai sebagai meningitis berdasarkan kriteria WHO, mulai Februari 2011 sampai dengan April 2011. Diagnosis meningitis bakterialis ditegakkan apabila hasil kultur ditemukan bakteri.Hasil. Di antara 31 anak subjek penelitian, 16 laki-laki. Semua datang dengan demam, kejang (29/31), penurunan kesadaran (15/31), dan tanda meningeal (17/31). Pengecatan gram positif pada 9/31 sampel dan kultur positif 12/31 sampel. Hasil analisis statistik didapatkan sensitivitas BMS 83,3%, spesifisitas 89,5%, nilai praduga negatif 83,3%, nilai praduga positif 89,5%, likelihood ratio positif 7,92, dan likelihood ratio negatif 0,186. Bakteri yang tumbuh dari hasil kultur adalah P. aerogenosa, S.epidermidis and Paracoccus sp, Bacillus. Sp dan Enterococcus sp.Kesimpulan. Bacterial meningeal score merupakan indikator yang baik untuk menilai meningitis bakteri pada bayi dan anak karena memiliki sensitivitas, spesifisitas, nilai praduga negatif, nilai praduga positif, likelihood ratio positif dan likelihood ratio negatif yang tinggi.
Pola Kuman dan Uji Kepekaan Antibiotik pada Sepsis Neonatorum di Unit Perawatan Neonatus RSUD dr. Pirngadi Kota Medan Rasyidah Rasyidah
Sari Pediatri Vol 15, No 5 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp15.5.2014.341-4

Abstract

Latar belakang. Sepsis neonatorum merupakan masalah utama dan penyebab kematian terbanyak di negara berkembang. Pemakaian antibiotik yang tidak tepat akan mengakibatkan resistensi kuman dan memperburuk kondisi pasien sehingga diperlukan data jenis kuman serta resistensinya terhadap antibiotik.Tujuan. Mengetahui pola kuman dan uji kepekaan antibiotik pada pasien sepsis neonatorum di Unit Neonatus RSUD dr. Pirngadi Kota Medan.Metode. Penelitian deskriptif mengambil data dari rekam medis pasien sepsis neonatorum dengan hasil kultur darah terbukti sepsis di Unit Neonatus RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan sejak April 2010 sampai dengan April 2012. Data dianalisis menggunakan program SPSS 17.0. dengan tampilan frekuensi dan persentase.Hasil. Didapat 129 neonatus dengan tersangka sepsis yang dilakukan kultur darah, 61 di antaranya terbukti sepsis, dua dieksklusi karena data rekam medis tidak lengkap sehingga didapat 59 subjek penelitian dengan 64,4% laki-laki. Didapat 10 (16,9%) neonatus meninggal. Jenis kuman yang terbanyak dijumpai adalah Enterobacter sp (62,7%), diikuti Proteus sp (27,1%), Klebsiella sp (8,5%) dan Proteus vulgaris (1,7%). Antibiotik seperti amikasin memiliki resistensi 40,7%, ampisilin 83,1%, sefotaksim 72,9%, dan gentamisin 54,2% terhadap seluruh sampel yang diuji.Kesimpulan. Penyebab sepsis neonatorum terbanyak adalah Enterobacter sp. Sebagian besar bakteri penyebab sepsis mempunyai resistensi yang tinggi terhadap ampisilin dan sefotaksim.
Gangguan Ginjal Akut pada Demam Berdarah Dengue Harun Arrasyd Rydha; Syarifuddin Rauf; Dasril Daud
Sari Pediatri Vol 15, No 5 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp15.5.2014.307-12

Abstract

Latar belakang. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat di berbagai bagian dunia, 50 juta orang terinfeksi virus dengue setiap tahun, 500.000 DBD syok (DSS) dengan angka kematian 2,5%.Tujuan. Mengetahui proses gangguan ginjal akut (GnGA) sebagai komplikasi DBD.Metode. Penelitian potong lintang pada 86 pasien DBD yang dirawat di RS Wahidin Sudirohusodo, RS Islam Faisal, dan RS Ibnu Sina Makassar, � �� � � �� � �� ��� � mulai September 2011 sampai Mei 2012. Konfirmasi diagnosis DBD dengan pemeriksaan IgM dan IgG anti virus dengue, dibagi menjadi DSS dan DBD non syok (DBD-NS).Hasil. Di antara 86 pasien, 37(43.%) DSS dan 49(57,0%) DBD-NS. Rerata kreatinin serum dan eKK pasien DBD-NS 1,11mg/dl dan 50,35 ml/men/1,73m2. Rerata kreatinin serum dan eKK pasien DSS 2,48 mg/dl dan 20,335 ml/men/1,73m2; derajat GnGA menurut pRIFLE adalah pRIFLE-F 36,05% pada pasien pasien DSS, pRIFLE-R dan-I 17,44% dan 31,39% pada pasien DBD-NS. Analisis statistik memperlihatkan rerata kreatinin serum pasien DSS (2,481 mg/dl) lebih tinggi secara bermakna dibandingkan pasien DBD-NS (1,116 mg/dl), rerata eKK pasien DSS (20,335 ml/men/1,73m2) lebih rendah dibandingkan DBD-NS (50,351 ml/men/1,73m2), dan derajat GnGA pRIFLE-F secara bermakna lebih banyak (36,05%) pada pasien DSS dan derajat GnGA pRIFLE-R dan pRIFLE-R-I lebih banyak dijumpai pada pasien DBD-NS (17,44% dan 31,39%).Kesimpulan. Gangguan ginjal akut (GnGA) pada umumnya ditemukan pada kasus DSS maupun DBD-NS. Derajat GnGA yaitu pRIFLE-F ditemukan pada DSS sedangkan GnGA pRIFLE-R dan pRIFLE-I pada DBD-NS.
Gambaran Enzim Transaminase pada Anak Obesitas Vegetarian I Ketut Adi Wirawan; IGN Sanjaya; PG Karyana; IGL Sidiartha
Sari Pediatri Vol 15, No 5 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (196.231 KB) | DOI: 10.14238/sp15.5.2014.289-93

Abstract

Latar belakang. Seperempat anak dengan obesitas disertai dengan peningkatan enzim transaminase, yaitu alanin tranferase (ALT), dan aspartat transferase (AST). Diet vegetarian saat ini mulai banyak diminati, salah satu tujuannya adalah untuk mencegah obesitas, walaupun obesitas besitas dapat terjadi pada anak-anak vegetarian dan non-vegetarian.Tujuan. Mengetahui dan membandingkan rerata kadar enzim transaminase pada anak obesitas dari komunitas vegetarian dengan anak bukan vegetarian.Metode. Desain penelitian potong lintang dengan subjek anak obesitas diet vegetarian dan non vegetarian. Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh anak obesitas. Populasi terjangkau adalah anak dengan obesitas dengan diet vegetarian dan non-vegetarian di Denpasar pada periode Januari sampai Februari 2010.Hasil. Di antara 44 subjek penelitian, 22 anak obesitas pada kelompok diet vegetarian, dan 22 anak obesitas non vegetarian. Rentang usia antara usia 4 tahun sampai 14 tahun. Kejadian obesitas lebih banyak pada anak laki-laki dan berpendidikan sekolah dasar. Tidak ada perbedaan rerata IMT, tekanan darah sistolik dan diastolik antara kedua kelompok. Dari gambaran enzim transaminase didapatkan perbedaan bermakna (p=0,017) pada kadar ALT antara kedua kelompok. Proporsi peningkatan kadar ALT lebih banyak kejadiannya pada anak obesitas non vegetarian (40,9%), dibandingkan anak obesitas vegetarian (27,3%), tetapi tidak bermakna secara statistik.Kesimpulan. Anak obesitas dengan diit vegetarian mempunyai rerata kadar ALT yang lebih rendah daripada anak obesitas non vegetarian.
Gambaran Klinis Fixed Drug Eruption pada Anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Afaf Susilawati; Arwin AP. Akib; Hindra Irawan Satari
Sari Pediatri Vol 15, No 5 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (199.707 KB) | DOI: 10.14238/sp15.5.2014.269-73

Abstract

Latar belakang. Erupsi obat pada kulit merupakan manifestasi terbanyak dari reaksi simpang obat. Fixed drug eruption (FDE) merupakan salah satu erupsi obat pada kulit yang sering ditemukan, tetapi angka prevalensnya sangat bervariasi. Walaupun gejala yang timbul bukan merupakan gejala yang fatal, FDE bisa menimbulkan masalah kosmetik yang berlangsung kronik. Gejala yang ringan dan ketidaktahuan dokter menyebabkan kasus FDE tidak banyak dilaporkan.Tujuan. Mengetahui proporsi FDE dibandingkan alergi obat yang bermanifestasi di kulit lainnya, serta profil pasien FDE yang meliputi profil usia, jenis kelamin, atopi, manifestasi klinis, predileksi lesi, dan obat yang terkait.Metode. Penelitian deskriptif dengan mengambil data rekam medik di RS. Cipto Mangunkusumo selama sepuluh tahun (Januari 2000-Desember 2009). Subjek diambil berdasarkan keterangan kode diagnosis alergi obat. Subjek dengan diagnosis FDE diambil data-data demografis, klinis, dan riwayat penggunaan obat sebelum munculnya gejala klinis FDE.Hasil. Dari 142 subjek dengan alergi obat, 96 didapatkan rekam medis yang lengkap. Diagnosis FDE terdapat pada 56 subjek. Proporsi yang sama didapatkan antara laki-laki dan perempuan dengan kelompok usia terbanyak pada usia di atas 5 tahun. Riwayat atopi didapatkan pada 32% subjek. Semua subjek menunjukkan awitan kurang dari 24 jam. Manifestasi klinis yang muncul berupa lesi hiperpigmentasi, lesi lebih dari satu di daerah wajah, bibir, ekstremitas atas, ekstremitas bawah, genitalia, dan badan. Terdapat 5 subjek dengan lesi berbentuk bula, dan 8 subjek dengan erosi kulit. Satu subjek harus dilakukan sistostomi karena nekrosis di mukosa penis. Kotrimoksasol merupakan obat tersering terkait dengan FDE selain parasetamol, amoksisilin, tetrasiklin, dimenhidrinat.Kesimpulan. Proporsi FDE ditemukan 58% dengan umur terbanyak di atas 5 tahun, dan perbandingan yang sama antara lelaki dan perempuan. Lesi hiperpigmentasi merupakan bentuk kelainan kulit yang paling sering ditemukan dan muncul paling sering di bibir. Kotrimoksasol merupakan obat tersering yang dikaitkan dengan FDE.
Ketepatan Skoring McIsaac untuk Mengidentifikasi Faringitis Group A Streptococcus pada Anak Emalia Damayanti; Yulia Iriani; Yuwono Yuwono
Sari Pediatri Vol 15, No 5 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp15.5.2014.301-6

Abstract

Latar belakang. Pemberian antibiotik faringitis Group A Streptococcus (GAS) penting untuk mencegah komplikasi demam rematik dan penyakit jantung rematik. Namun, gambaran klinis saja tidak dapat diandalkan untuk memastikan atau menyingkirkan faringitis GAS. Skoring McIsaac merupakan sistem penilaian klinis untuk memprediksi faringitis GAS yang penggunaannya dapat meningkatkan ketepatan identifikasi kasus faringitis GAS serta kebutuhan akan antibiotik.Tujuan. Menguji ketepatan skoring McIsaac dalam mendiagnosis faringitis GAS anak.Metode. Uji diagnostik yang dilakukan dari bulan Januari-Agustus 2012 pada 96 anak usia 3-14 tahun dengan faringitis akut di RSUP Dr Mohammad Hoesin dan Puskesmas Pembina, Palembang. Skoring McIsaac dihitung berdasarkan empat gejala klinis yang hasilnya dibandingkan dengan rapid antigen detection test (RADT) atau biakan usap tenggorok apabila RADT negatif. Analisis data menggunakan piranti lunak SPSS versi 17.0 dan Stata SE 10.0.Hasil. Ditemukan 13,54% faringitis GAS. Titik potong optimal skoring McIsaac ≥4 dengan sensitivitas 84,62% (IK 95% 54,55-98,08%), spesifisitas 68,67% (IK 95% 57,56-78.41%), nilai duga positif 29,73% (IK 95% 15,87-46,98%), dan nilai duga negatif 96,61% (IK 95% 88,29-99,59%). Untuk nilai 5 mempunyai sensitivitas 38,46% (IK 95% 13,86-68,42%), spesifisitas 98,8% (IK 95% 93,47-99,97%), nilai duga positif 83,33% (IK 95% 35,88-99,58%), dan nilai duga negatif 91,11% (IK 95% 83.23-96,08%).Kesimpulan. Diagnosis faringitis GAS dapat disingkirkan apabila hasil skoring McIsaac <4, memerlukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut (RADT atau biakan usap tenggorok) pada hasil skoring 4, dan sangat mungkin (98,8%) untuk hasil skoring 5.
Pengukuran Indeks Syok untuk Deteksi Dini Syok Hipovolemik pada Anak dengan Takikardia: telaah terhadap perubahan indeks isi sekuncup Markus M. Danusantoso
Sari Pediatri Vol 15, No 5 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (262.144 KB) | DOI: 10.14238/sp15.5.2014.319-24

Abstract

Latar belakang. Syok merupakan gawat darurat yang sering terjadi pada anak dengan manifestasi klinis awal takikardia sebagai kompensasi atas penurunan indeks isi sekuncup (IIS). Indeks syok (rasio laju jantung terhadap tekanan darah sistolik) berhubungan erat dengan IIS pada orang dewasa dan dapat digunakan menilai beratnya syok serta keberhasilan resusitasi cairan secara sederhana dan murah. Hal ini belum pernah dicoba untuk diterapkan pada anak.Tujuan. Menilai kemampuan indeks syok sebagai deteksi dini syok hipovolemik pada anak dengan takikardia.Metode. Uji diagnostik dan studi kuasi eksperimental (the one group pretest-posttest design) pada anak dengan takikardia yang dilakukan resusitasi cairan. Indeks isi sekuncup diukur dengan alat USCOM (ultrasound cardiac output monitor). Indeks syok dan IIS diukur sebelum dan setelah resusitasi cairan. Peningkatan IIS ≥10% setelah resusitasi cairan merupakan baku emas keberhasilan resusitasi cairan.Hasil. Duapuluh delapan (70%) di antara 40 subjek penelitian memiliki IIS rendah dan indeks syok sebelum resusitasi cairan berkisar antara 1,12-2,04. Duabelas (30%) subjek dengan IIS normal dan indeks syok sebelum resusitasi cairan berkisar antara 1,00-1,74. Tidak terbukti terdapat korelasi antara indeks syok dengan IIS sebelum (p= 0,845; r 0,32) dan setelah resusitasi cairan (p= 0,112; r 0,256). Penurunan indeks syok optimal setelah resusitasi cairan adalah ≥0,02 (IK 95% 0,504 sampai 0,835) dengan sensitivitas 60,71% dan spesifisitas 66,67%.Kesimpulan. Pengukuran indeks syok tidak terbukti dapat digunakan untuk deteksi dini syok hipovolemik pada anak dengan takikardia. 

Page 1 of 2 | Total Record : 12


Filter by Year

2014 2014


Filter By Issues
All Issue Vol 27, No 3 (2025) Vol 27, No 2 (2025) Vol 27, No 1 (2025) Vol 26, No 6 (2025) Vol 26, No 5 (2025) Vol 26, No 4 (2024) Vol 26, No 3 (2024) Vol 26, No 2 (2024) Vol 26, No 1 (2024) Vol 25, No 6 (2024) Vol 25, No 5 (2024) Vol 25, No 4 (2023) Vol 25, No 3 (2023) Vol 25, No 2 (2023) Vol 25, No 1 (2023) Vol 24, No 6 (2023) Vol 24, No 5 (2023) Vol 24, No 4 (2022) Vol 24, No 3 (2022) Vol 24, No 2 (2022) Vol 24, No 1 (2022) Vol 23, No 6 (2022) Vol 23, No 5 (2022) Vol 23, No 4 (2021) Vol 23, No 3 (2021) Vol 23, No 2 (2021) Vol 23, No 1 (2021) Vol 22, No 6 (2021) Vol 22, No 5 (2021) Vol 22, No 4 (2020) Vol 22, No 3 (2020) Vol 22, No 2 (2020) Vol 22, No 1 (2020) Vol 21, No 6 (2020) Vol 21, No 5 (2020) Vol 21, No 4 (2019) Vol 21, No 3 (2019) Vol 21, No 2 (2019) Vol 21, No 1 (2019) Vol 20, No 6 (2019) Vol 20, No 5 (2019) Vol 20, No 4 (2018) Vol 20, No 3 (2018) Vol 20, No 2 (2018) Vol 20, No 1 (2018) Vol 19, No 6 (2018) Vol 19, No 5 (2018) Vol 19, No 4 (2017) Vol 19, No 3 (2017) Vol 19, No 2 (2017) Vol 19, No 1 (2017) Vol 18, No 6 (2017) Vol 18, No 5 (2017) Vol 18, No 4 (2016) Vol 18, No 3 (2016) Vol 18, No 2 (2016) Vol 18, No 1 (2016) Vol 17, No 6 (2016) Vol 17, No 5 (2016) Vol 17, No 4 (2015) Vol 17, No 3 (2015) Vol 17, No 2 (2015) Vol 17, No 1 (2015) Vol 16, No 6 (2015) Vol 16, No 5 (2015) Vol 16, No 4 (2014) Vol 16, No 3 (2014) Vol 16, No 2 (2014) Vol 16, No 1 (2014) Vol 15, No 6 (2014) Vol 15, No 5 (2014) Vol 15, No 4 (2013) Vol 15, No 3 (2013) Vol 15, No 2 (2013) Vol 15, No 1 (2013) Vol 14, No 6 (2013) Vol 14, No 5 (2013) Vol 14, No 4 (2012) Vol 14, No 3 (2012) Vol 14, No 2 (2012) Vol 14, No 1 (2012) Vol 13, No 6 (2012) Vol 13, No 5 (2012) Vol 13, No 4 (2011) Vol 13, No 3 (2011) Vol 13, No 2 (2011) Vol 13, No 1 (2011) Vol 12, No 6 (2011) Vol 12, No 5 (2011) Vol 12, No 4 (2010) Vol 12, No 3 (2010) Vol 12, No 2 (2010) Vol 12, No 1 (2010) Vol 11, No 6 (2010) Vol 11, No 5 (2010) Vol 11, No 4 (2009) Vol 11, No 3 (2009) Vol 11, No 2 (2009) Vol 11, No 1 (2009) Vol 10, No 6 (2009) Vol 10, No 5 (2009) Vol 10, No 4 (2008) Vol 10, No 3 (2008) Vol 10, No 2 (2008) Vol 10, No 1 (2008) Vol 9, No 6 (2008) Vol 9, No 5 (2008) Vol 9, No 4 (2007) Vol 9, No 3 (2007) Vol 9, No 2 (2007) Vol 9, No 1 (2007) Vol 8, No 4 (2007) Vol 8, No 3 (2006) Vol 8, No 2 (2006) Vol 8, No 1 (2006) Vol 7, No 4 (2006) Vol 7, No 3 (2005) Vol 7, No 2 (2005) Vol 7, No 1 (2005) Vol 6, No 4 (2005) Vol 6, No 3 (2004) Vol 6, No 2 (2004) Vol 6, No 1 (2004) Vol 5, No 4 (2004) Vol 5, No 3 (2003) Vol 5, No 2 (2003) Vol 5, No 1 (2003) Vol 4, No 4 (2003) Vol 4, No 3 (2002) Vol 4, No 2 (2002) Vol 4, No 1 (2002) Vol 3, No 4 (2002) Vol 3, No 3 (2001) Vol 3, No 2 (2001) Vol 3, No 1 (2001) Vol 2, No 4 (2001) Vol 2, No 3 (2000) Vol 2, No 2 (2000) Vol 2, No 1 (2000) More Issue