cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Sari Pediatri
ISSN : 08547823     EISSN : 23385030     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 1,509 Documents
Saat Terbaik Pemberian Suplementasi Zat Besi pada Bayi 0 Bulan sampai 6 Bulan Harapan Parlindungan Ringoringo; Iskandar Wahidiyat; Bambang Sutrisna; Rahayuningsih Setiabudy; Rulina Suradi; Rianto Setiabudy; Sapatawati Bardososono
Sari Pediatri Vol 10, No 3 (2008)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp10.3.2008.163-70

Abstract

Latar belakang. Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan salah satu masalah kesehatan gizi di Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan prevalensi ADB pada bayi 0-6 bulan 61,3%.Tujuan. Mengetahui berapa insidens defisiensi besi dengan atau tanpa anemia, dan kapan mulai terjadi deplesi besi atau defisiensi besi sebelum terjadi ADB pada bayi berusia 0-6 bulan.Metode. Desain penelitian adalah studi kohort prospektif dengan pembanding eksternal. Di antara 211 bayi yang ikut penelitian, terdiri dari 143 bayi yang lahir dari ibu tanpa anemia dan 68 bayi yang lahir dari ibu dengan anemia. Pemeriksaan darah tepi lengkap, gambaran darah tepi, saturasi transferin (ST) dilakukan saat bayi berusia 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 bulan. Diagnosis ADB berdasarkan 1) kadar Hb <14g/dL untuk usia 0-3 hari, <11g/dL untuk usia 1 bulan, <10g/dL untuk usia 2-6 bulan, 2) mikrositik dan atau hipokrom, 3) kadar Hb meningkat setelah diberi terapi besi, 4) RDW >14%, 5) Indeks Mentzer >13; 6) Indeks RDW >22,0. Deplesi besi bila ST <30% untuk usia 0-1 bulan, ST <21% untuk usia 2-6 bulan. Defisiensi besi bila ST <20% untuk usia 0-1 bulan, ST <16% untuk usia 2-6 bulan.Hasil. Insidens deplesi besi, defisiensi besi, ADB berturut-turut 28,0, 27,0, dan 40,8%; artinya 95,8% bayi mempunyai status besi bermasalah. Insidens deplesi besi, defisiensi besi, ADB paling tinggi pada bayi berusia 0 bulan, berturut-turut 9,5, 14,2, dan 11,8%.Kesimpulan. Insidens deplesi besi, defisiensi besi, ADB paling tinggi pada bayi berusia 0 bulan. Suplementasi zat besi elemental dengan dosis 1 mg/kg/hari hendaknya diberikan pada semua bayi aterm sejak lahir.
Sensitisasi Alergen Makanan dan Hirupan pada Anak Dermatitis Atopik Setelah Mencapai Usia 2 Tahun Sondang Sidabutar; Zakiudin Munasir; Aman B Pulungan; Aryono Hendarto; Alan R Tumbelaka; Kemas Firman
Sari Pediatri Vol 13, No 2 (2011)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (69.036 KB) | DOI: 10.14238/sp13.2.2011.147-51

Abstract

Latar belakang. Dermatitis atopik (DA) merupakan manifestasi awal atopic marchyang berhubungan dengan alergi makanan. Alergen penyebab dan faktor risiko yang memengaruhi penting diketahui. Tujuan. Mengetahui sensitisasi dan faktor risiko alergi pada DA setelah usia 2 tahun. Metode. Penelitian deskriptif potong lintang terhadap 35 subjek DA sejak Januari-Maret 2011. Sensitisasi diketahui dengan uji tusuk kulit. Hasil. Sensitisasi terjadi pada 29 subjek dari 35 subjek, dengan faktor risiko pajanan asap rokok ditemukan pada 21 subjek, faktor risiko alergi sedang dan tinggi 19 subjek, tidak mendapat ASI eksklusif 9 subjek, dan makanan padat usia dini 21 subjek. Sensitisasi alergen makanan ditemukan pada 26 subjek.Kesimpulan. Sebagian besar subjek DA mengalami sensitisasi oleh alergen makanan. Faktor risiko pajanan asap rokok, faktor risiko alergi sedang dan tinggi, tidak mendapat ASI eksklusif, dan mendapat makanan padat usia dini ditemukan lebih sering pada anak DA
Cakupan Imunisasi Dasar Anak Usia 1-5 tahun dan Beberapa Faktor yang berhubungan di Poliklinik Anak Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Banda Aceh TM Thaib; Dora Darussalam; Sulaiman Yusuf; Rusdi Andid
Sari Pediatri Vol 14, No 5 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.5.2013.283-7

Abstract

Latar belakang. Program pengembangan imunisasi sudah berjalan sejak tahun 1974 untuk penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), yaitu satu kali imunisasi BCG, empat kali imunisasi polio, tiga kali imunisasi DPT, tiga kali imunisasi hepatitis B, dan satu kali imunisasi campak sebelum berumur 12 bulan. Sasaran yang hendak dicapai Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010-2014 adalah meningkatkan cakupan imunisasi dasar lengkap bayi usia 0-11 bulan menjadi 90%. Saat ini berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, cakupan imunisasi dasar lengkap secara nasional baru mencapai 53,8%, sedangkan Propinsi Aceh baru mencapai 37,0%.Tujuan. Mengetahui cakupan imunisasi dasar anak balita usia 1-5 tahun, alasan imunisasi yang tidak lengkap, serta mengetahui hubungan antara pendidikan orangtua dan pendapatan keluarga dengan kelengkapan imunisasi. Metode. Penelitian potong lintang menggunakan kuesioner dengan subjek orangtua anak usia 1-5 tahun yang berkunjung ke Poliklinik Anak RSIA Banda Aceh selama kurun waktu 8 minggu (12 Desember 2011 sampai 27 Januari 2012). Cakupan bayi dengan imunisasi dasar lengkap adalah persentase bayi umur <12 bulan yang telah mendapat imunisasi dasar lengkap. Hubungan antara 2 kelompok variabel dianalisis dengan uji Chi-squaredan Kolmogorov-Smirnov.Hasil.Seratus tiga anak diikutsertakan dalam penelitian. Cakupan imunisasi dasar pada anak usia 1-5 tahun 86 (83,5%) lengkap, 16 (15,5%) tidak lengkap, dan 1 (1%) tidak pernah diimunisasi. Alasan tidak pernah diimunisasi atau tidak melengkapi imunisasi adalah ibu cemas akan efek samping 12 (70,6%), 4 (23,5%) sering sakit, dan 1 (5,9%) orangtua beralasan imunisasi haram. Terdapat hubungan yang bermakna antara sebaran pendidikan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar (p<0,05). Kesimpulan.Cakupan imunisasi dasar pada subjek penelitian 83,5%. Terdapat hubungan yang bermakna antara sebaran pendidikan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar (p<0,05).
Manfaat Terapi Pijat pada Konstipasi Kronis Anak Muzal Kadim; Bernie Endyarni
Sari Pediatri Vol 12, No 5 (2011)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp12.5.2011.342-6

Abstract

Latar belakang. Konstipasi sering ditemukan pada anak dan menimbulkan masalah sosial maupun psikologi.Data menunjukkan 95% kasus konstipasi anak merupakan konstipasi fungsional. Penelitian memperlihatkandampak yang baik dari terapi pijat yang dihubungkan dengan berbagai kondisi dan penyakit pada anak.Tujuan. Melihat implikasi klinis terapi pijat terhadap pasien konstipasi kronis pada anak.Metode. Penelitian prospektif intervensional dilakukan dengan randomisasi dan menggunakan kontrol,terhadap kasus konstipasi berusia 2-14 tahun di Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Kesehatan AnakRSUPN Cipto Mangunkusumo sejak bulan Februari hingga Juni 2006.Hasil. Jumlah subyek penelitian 16 orang terdiri dari 7/16 laki-laki dan 9/16 perempuan. Rerata umur subyek4,1 tahun (SB=+1,3). Frekuensi buang air besar (b.a.b) pasien konstipasi fungsional mengalami peningkatansetelah diberikan terapi pijat. Jumlah pasien yang mengalami kicipirit, dengan tinja keras berkurang lebihbanyak pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol. Jarak terlama antara b.a.b kelompokperlakuan mengalami penurunan yang lebih besar (6,7+3,2 hari menjadi 3,7+1,7 hari) dibandingkan kelompokkontrol (5,2+2,4 hari menjadi 3,3+1,0 hari). Lama waktu b.a.b kelompok perlakuan berkuranglebih banyak (21,2+18,2 menit menjadi 14,37+8,6 menit) dibandingkan kelompok kontrol (15,6+9,4 menitmenjadi 11,8+9,2 menit). Waktu yang dibutuhkan untuk terjadi perbaikan terhadap konstipasi kelompokperlakuan lebih singkat (29,2+24,9 hari) dibandingkan kelompok kontrol (32,2+20,8 hari).Kesimpulan. Terapi pijat dapat membantu mempercepat perbaikan konstipasi kronis fungsional
Kejadian Infeksi Saluran Kemih di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Syafruddin Haris; Anisah Sarindah; Yusni Yusni; Raihan Raihan
Sari Pediatri Vol 14, No 4 (2012)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (77.173 KB) | DOI: 10.14238/sp14.4.2012.235-40

Abstract

Latar belakang. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah umum untuk berbagai keadaan bertumbuhdan berkembang biaknya mikroorganisme dalam saluran kemih dalam jumlah yang bermakna.Tujuan. Mengetahui kejadian dan kuman penyebab ISK pada anak rawat inap di RSUD Dr. Zainoel AbidinBanda Aceh.Metode. Penelitian observasional dengan pengambilan sampel menggunakan sampel urin porsi tengah(midstream urine) dan kateterisasiHasil. Bakteri penyebab ISK pada anak di ruang rawat inap anak RSUD Dr.Zainoel Abidin Banda Aceh adalahbakteri Pseudomonas aeroginosa 4 (28,56%) kemudian diikuti oleh Escherichia coli 3(21,43%), Klebsielasp 3 (21,43%) dan Stafilokokus aureus 2 (14,29%). Hasil uji sensitivitas pada setiap bakteri berbeda-beda.Bakteri yang diuji telah mengalami resistensi terhadap antibiotik golongan sefalosporin generasi I,II,III.Golongan meropenem masih sensitif terhadap bakteri Gram negatif batang, namun bakteri Gram positifkokus yaitu Stafilokokus aureus resisten terhadap antibiotik ini.Kesimpulan. Bakteri penyebab ISK di ruang rawat inap anak yang terbanyak adalah Pseudomonas aeroginosayang sensitif dengan antibiotik golongan meropenem.
Masalah Emosi dan Perilaku pada Anak dan Remaja di Poliklinik Jiwa Anak dan Remaja RSUPN dr. Ciptomangunkusumo (RSCM), Jakarta Tjhin Wiguna; Paul Samuel Kris Manengkei; Christa Pamela; Agung Muhammad Rheza; Windy Atika Hapsari
Sari Pediatri Vol 12, No 4 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (212.992 KB) | DOI: 10.14238/sp12.4.2010.270-7

Abstract

Latar belakang. Anak dengan masalah emosi dan perilaku mempunyai kerentanan untuk mengalamihendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, terutama dalam fungsi belajar dan sosialisasi. Masalah tersebutseringkali sulit dikenali oleh orangtua sehingga anak dengan masalah ini datang berobat dalam kondisiyang cukup berat.Tujuan. Untuk mengetahui persepsi orangtua terhadap perubahan emosi dan perilaku pada anak merekapada saat berkonsultasi di Poliklinik Jiwa Anak dan Remaja RSCM Jakarta selama periode November2009–Mei 2010.Metode. Penelitian deskriptif dengan menggunakan data sekunder dari catatan medik anak dan remaja diPoliklinik Anak dan Remaja RSCM, selama periode November 2009 – Mei 2010. Kriteria inklusi adalah,catatan medik lengkap mengenai data anak beserta orangtuanya, dan kuesioner Strength and DifficultiesQuestionaire (SDQ) diisi dengan lengkap.Hasil. Selama periode enam bulan didapatkan 161 subjek penelitian yang memenuhi kriteria yang sudahditentukan. Enam puluh lima koma sembilan puluh persen dari seluruh subjek penelitian berada pada usiakurang dari 12 tahun dan mempunyai tingkat pendidikan setara dengan sekolah dasar. Proporsi terbesaradalah masalah hubungan dengan teman sebaya 54,81%, dan masalah emosional 42,2%.Kesimpulan. Masalah teman sebaya dan emosi merupakan masalah yang terbesar yang dijumpai pada pasienanak dan remaja yang datang berobat ke Poliklinik Jiwa Anak dan Remaja RSCM. Perlu dipertimbangkanuntuk menerapkan suatu program keterampilan sosial di masyarakat atau sekolah sehingga diharapkandapat menurunkan masalah ini di kemudian hari.
Studi Deskriptif Infeksi HIV pada Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Adam Malik Medan Rita Evalina
Sari Pediatri Vol 14, No 2 (2012)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.2.2012.73-8

Abstract

Latar belakang. Anak mendapat infeksi HIV terutama akibat transmisi selama dalam kandungan, saat persalinan, dan saat mendapat air susu ibu. Bayi dan anak yang terinfeksi HIV kemungkinan akan berkembang menjadi acquired immunodeficiency syndrome(AIDS) atau akan tetap asimtomatis sampai beberapa tahun sebelum terjadi infeksi oportunistik. Tujuan. Menilai profil infeksi HIV di Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Rumah Sakit Umum Pusat Adam Malik, Medan.Metode. Penelitian deskriptif retrospektif terhadap semua anak dengan infeksi HIV antara tahun 2006 sampai 2010. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Hasil. Selama periode 5 tahun didapatkan 53 anak dengan diagnosis infeksi HIV (35 laki-laki dan 18 perempuan), 46 (86,8%) lahir secara spontan dan 7 (13,2%) dengan seksio sesaria. Dari riwayat pemberian makan saat bayi, Asi dan formula diberikan kepada 41 (77,4%) anak dan 12 (22,6%) anak hanya mendapat susu formula. Supresi imun berat terdapat pada 38 (71,7%) anak, supresi imun sedang pada 8 (15,1%), supresi imun ringan pada 2 (3,8%) anak dan 5 (9,4%) anak tanpa supresi imun. Malnutrisi berat ditemukan pada 30 (56,6%) anak, 16 (30,1%) malnutrisi sedang, dan 7 (13,2%) anak gizi normal. Gambaran klinis adalah malnutrisi berat pada 30 (56,6%) anak, kandidiasis mulut 18 (34%) anak dan diikuti dengan diare berkepanjangan 14 (26,4%) anak dan tuberkulosis pada 13 (24,5%) anak. Empat puluh lima (84,9%) anak memiliki kedua orang tua positif terinfeksi HIV, 6 (11,3%) anak hanya ibu yang positif HIV, dan 2 (3,8%) anak kedua orang tuanya tidak terinfeksi HIV (satu anak adopsi dan satu lagi ada riwayat transfusi). Tiga puluh tujuh (69,8%) anak sudah mendapat terapi antiretroviral (ART), 8 (15,2%) anak belum terindikasi ART, dan 8 (15,2%) anak hilang dari pemantauan. Tiga puluh sembilan (73,6%) anak masih hidup, 6 (11,3%) anak sudah meninggal, dan 8 (15,1%) anak tidak diketahui. Kesimpulan. Anak dengan infeksi HIV mayoritas lahir secara spontan, mendapat ASI campur susu formula dan mengalami malnutrisi berat serta supresi imun berat saat diagnosis ditegakkan.
Pengaruh Obat Anti Epilepsi Terhadap Gangguan Daya Ingat pada Epilepsi Anak Mustarsid Mustarsid; Fadhilah Tia Nur; Shinta Riana Setiawati; Harsono Salimo
Sari Pediatri Vol 12, No 5 (2011)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp12.5.2011.302-306

Abstract

Latar belakang. Epilepsi merupakan penyakit kronik yang dapat menurunkan kualitas hidup, di antaranyagangguan daya ingat.Tujuan. Mengetahui prevalensi gangguan daya ingat, serta pengaruh lama pengobatan, dan jumlah obatanti epilepsi.Metode. Penelitian potong lintang untuk mengetahui prevalensi gangguan daya ingat, serta pengaruh lamapengobatan, dan jumlah obat anti epilepsi terhadap gangguan daya ingat pada pasien epilepsi anak. Penelitinadilakukan di Poliklinik Neurologi Anak RSUD Dr Moewardi Surakarta dalam kurun waktu September2010 – November 2010, pada 50 subyek.Hasil. Gangguan daya ingat dialami 46% subyek di antara 50 subyek yang diteliti. Analisis bivariat mendapatkanpengaruh lama pengobatan lebih dari 2 tahun dengan OR 13,14 (CI 95% 3,29-2,47), jumlahobat anti epilepsi lebih dari satu obat dengan OR 0,6 (CI 95% 0,18-2,02). Analisis regresi logistik gandamendapatkan faktor yang mempengaruhi daya ingat adalah lama pengobatan lebih dari 2 tahun denganOR 17,3 (CI 95% 1,13- 279,17).Kesimpulan. Gangguan daya ingat dialami 46% pasien epilepsi anak. Lama pengobatan lebih dari duatahun berpengaruh terhadap terjadinya gangguan daya ingat pada pasien epilepsi anak.
Luaran Bayi Kurang Bulan Late Preterm I Wayan Dharma Artana
Sari Pediatri Vol 14, No 1 (2012)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (195.857 KB) | DOI: 10.14238/sp14.1.2012.62-6

Abstract

Latar belakang. Bayi kurang bulan (BKB) mempunyai risiko tinggi terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan prematuritas. Kejadian BKB late pretermadalah 75% dari kelahiran BKB.Tujuan. Mengetahui dan membandingkan luaran lama rawat, kesakitan dan kematian BKB late pretermdengan bayi cukup bulan (BCB).Metode. Penelitian kohort prospektif, subyek faktor risiko adalah BKB late pretermdan BCB sebagai kontrol, yang lahir di RSUP Sanglah Denpasar mulai Januari 2010 sampai Desember 2010. Perhitungan analisis untuk mencari hubungan antara faktor risiko BKB late preterm dengan lama rawat, kejadian kesakitan dan kematian, dilakukan analisis multivariat dengan regresi logistik dan chi square.Hasil. Didapatkan perbedaan bermakna di antara kedua kelompok mengenai lama rawat <3 hari (p=0,027; RR=2,76; IK 95%,12-6,15), kesakitan (p=0,016; RR= 3,84; IK 95% 2,06-8,49) kematian (p=0,001; RR=6,6; IK 95% 1,46-9,37).Kesimpulan.Bayi kurang bulan late preterm memiliki risiko lebih tinggi menjalani waktu perawatan di rumah sakit, kejadian kesakitan, dan kematian dibandingkan BCB.
Gambaran Fungsi Kognitif HIV Anak yang Telah Memperoleh Terapi Antiretrovirus Herlina Herlina; Nia Kurniati; Titis Prawitasari; Soedjatmiko Soedjatmiko; Sri Rezeki Hadinegoro; Irawan Mangunatmadja; Darmawan B. Setyanto
Sari Pediatri Vol 18, No 2 (2016)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp18.2.2016.100-5

Abstract

Latar belakang. Pasien HIV anak berisiko tinggi mengalami gangguan neurokognitif akibat keterlibatan sistem saraf pusat (SSP). Pemberian antiretrovirus (ARV menurunkan viral load di SSP sehingga mencegah penurunan fungsi kognitif.Tujuan. Memberikan gambaran fungsi kognitif pasien HIV anak dalam terapi ARV.Metode. Studi potong lintang dilakukan terhadap pasien HIV anak berusia 5-15 tahun. Penilaian kognitif dilakukan dengan instrumen Wechsler intelligence scale for children IV (WISC IV) dilanjutkan dengan pemeriksaan elektroensefalografi untuk membuktikan kerusakan akibat keterlibatan SSP pada infeksi HIV.Hasil. Sembilan puluh pasien HIV anak (median usia 9 tahun) telah memperoleh ARV selama  1-124 bulan dengan median 69 bulan. Hasil rerata verbal, performance, dan full-scale IQ (FSIQ) berturut-turut adalah 88,66 (SB 15,69), 85,30 (SB 15,35), dan 85,73 (SB 15,61). Dua puluh tiga (25,6%) subjek memiliki verbal IQ abnormal, 34 (37,8%) performance scale abnormal, dan 32 (35,6%) FSIQ abnormal. Hasil EEG abnormal didapatkan pada 22 subjek (22,4%) dan tidak memiliki hubungan dengan stadium klinis, usia dan lama pemberian ARV, serta viral load. Stadium HIV menunjukkan hubungan bermakna dengan komponen verbal scale IQ dan FSIQ (p=0,042 dan p=0,044). Hasil IQ tidak memiliki hubungan dengan usia pemberian ARV, lama pemberian ARV, dan viral load.Kesimpulan. Pasien HIV anak yang telah mendapat terapi ARV selama 1-124 bulan memiliki rerata IQ abnormal pada verbal, performance, dan FSIQ meskipun jika dinyatakan dalam bentuk kategori, lebih dari 50% subjek memiliki IQ normal pada ketiga skala WISC. 

Page 7 of 151 | Total Record : 1509


Filter by Year

2000 2025


Filter By Issues
All Issue Vol 27, No 3 (2025) Vol 27, No 2 (2025) Vol 27, No 1 (2025) Vol 26, No 6 (2025) Vol 26, No 5 (2025) Vol 26, No 4 (2024) Vol 26, No 3 (2024) Vol 26, No 2 (2024) Vol 26, No 1 (2024) Vol 25, No 6 (2024) Vol 25, No 5 (2024) Vol 25, No 4 (2023) Vol 25, No 3 (2023) Vol 25, No 2 (2023) Vol 25, No 1 (2023) Vol 24, No 6 (2023) Vol 24, No 5 (2023) Vol 24, No 4 (2022) Vol 24, No 3 (2022) Vol 24, No 2 (2022) Vol 24, No 1 (2022) Vol 23, No 6 (2022) Vol 23, No 5 (2022) Vol 23, No 4 (2021) Vol 23, No 3 (2021) Vol 23, No 2 (2021) Vol 23, No 1 (2021) Vol 22, No 6 (2021) Vol 22, No 5 (2021) Vol 22, No 4 (2020) Vol 22, No 3 (2020) Vol 22, No 2 (2020) Vol 22, No 1 (2020) Vol 21, No 6 (2020) Vol 21, No 5 (2020) Vol 21, No 4 (2019) Vol 21, No 3 (2019) Vol 21, No 2 (2019) Vol 21, No 1 (2019) Vol 20, No 6 (2019) Vol 20, No 5 (2019) Vol 20, No 4 (2018) Vol 20, No 3 (2018) Vol 20, No 2 (2018) Vol 20, No 1 (2018) Vol 19, No 6 (2018) Vol 19, No 5 (2018) Vol 19, No 4 (2017) Vol 19, No 3 (2017) Vol 19, No 2 (2017) Vol 19, No 1 (2017) Vol 18, No 6 (2017) Vol 18, No 5 (2017) Vol 18, No 4 (2016) Vol 18, No 3 (2016) Vol 18, No 2 (2016) Vol 18, No 1 (2016) Vol 17, No 6 (2016) Vol 17, No 5 (2016) Vol 17, No 4 (2015) Vol 17, No 3 (2015) Vol 17, No 2 (2015) Vol 17, No 1 (2015) Vol 16, No 6 (2015) Vol 16, No 5 (2015) Vol 16, No 4 (2014) Vol 16, No 3 (2014) Vol 16, No 2 (2014) Vol 16, No 1 (2014) Vol 15, No 6 (2014) Vol 15, No 5 (2014) Vol 15, No 4 (2013) Vol 15, No 3 (2013) Vol 15, No 2 (2013) Vol 15, No 1 (2013) Vol 14, No 6 (2013) Vol 14, No 5 (2013) Vol 14, No 4 (2012) Vol 14, No 3 (2012) Vol 14, No 2 (2012) Vol 14, No 1 (2012) Vol 13, No 6 (2012) Vol 13, No 5 (2012) Vol 13, No 4 (2011) Vol 13, No 3 (2011) Vol 13, No 2 (2011) Vol 13, No 1 (2011) Vol 12, No 6 (2011) Vol 12, No 5 (2011) Vol 12, No 4 (2010) Vol 12, No 3 (2010) Vol 12, No 2 (2010) Vol 12, No 1 (2010) Vol 11, No 6 (2010) Vol 11, No 5 (2010) Vol 11, No 4 (2009) Vol 11, No 3 (2009) Vol 11, No 2 (2009) Vol 11, No 1 (2009) Vol 10, No 6 (2009) Vol 10, No 5 (2009) Vol 10, No 4 (2008) Vol 10, No 3 (2008) Vol 10, No 2 (2008) Vol 10, No 1 (2008) Vol 9, No 6 (2008) Vol 9, No 5 (2008) Vol 9, No 4 (2007) Vol 9, No 3 (2007) Vol 9, No 2 (2007) Vol 9, No 1 (2007) Vol 8, No 4 (2007) Vol 8, No 3 (2006) Vol 8, No 2 (2006) Vol 8, No 1 (2006) Vol 7, No 4 (2006) Vol 7, No 3 (2005) Vol 7, No 2 (2005) Vol 7, No 1 (2005) Vol 6, No 4 (2005) Vol 6, No 3 (2004) Vol 6, No 2 (2004) Vol 6, No 1 (2004) Vol 5, No 4 (2004) Vol 5, No 3 (2003) Vol 5, No 2 (2003) Vol 5, No 1 (2003) Vol 4, No 4 (2003) Vol 4, No 3 (2002) Vol 4, No 2 (2002) Vol 4, No 1 (2002) Vol 3, No 4 (2002) Vol 3, No 3 (2001) Vol 3, No 2 (2001) Vol 3, No 1 (2001) Vol 2, No 4 (2001) Vol 2, No 3 (2000) Vol 2, No 2 (2000) Vol 2, No 1 (2000) More Issue