cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Sari Pediatri
ISSN : 08547823     EISSN : 23385030     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 1,509 Documents
Efektivitas Kombinasi Artesunat-Klindamisin dengan Kinin-Klindamisin pada Pengobatan Malaria FalciparumTanpa Komplikasi pada Anak Erika S. Panjaitan; Syahril Pasaribu; Muhammad Ali; Munar Lubis; Chairuddin P. Lubis; Ayodhia P. Pasaribu
Sari Pediatri Vol 13, No 6 (2012)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp13.6.2012.420-5

Abstract

Latar belakang. Kombinasi antimalaria termasuk artemisinin sering tidak sesuai secara farmakokinetika sehingga berpotensi untuk resistensi. Untuk itu penilaian terhadap kombinasi artemisinin dengan obat yang mempunyai waktu paruh yang pendek diperlukan dalam pengobatan malaria falciparumtanpa komplikasi pada anak. Tujuan. Untuk membandingkan efektifitas kombinasi artesunat-klindamisin dengan kinin-klindamisin pada pengobatan malaria falciparumtanpa komplikasi pada anak.Metode. Penelitian dilakukan dengan metode uji klinis acak terbuka yang dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2010 di Mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara. Subjek berusia 7 sampai 12 tahun dan dijumpai Plasmodium falciparumpada pemeriksaan darah tepi. Kelompok I menerima kombinasi artesunat-klindamisin (artesunat 4mg/kg, dan klindamisin 7mg/kg, per dosis). Kelompok II menerima kombinasi kinin-klindamisin (kinin 4 mg/kg dan klindamisin 7mg/kg, per dosis). Kedua kelompok beri obat dua kali sehari selama tiga hari berturut-turut. Parasitemia dihitung pada hari 1, 2, 3, 7, 14, dan 28. Analisis didasarkan intention to treat analysis.Hasil. Penelitian diikuti dua ratus anak. Adequate clinical parasitological respons dari artesunat-klindamisin dijumpai berbeda secara bermakna dibandingkan kinin-klindamisin 94% dan 62% (p=0,0001). Kesembuhan artesunat-klindamisin dicapai hari ke-3 dan ke-4 belas 97% (p=0,001). Kesembuhan kinin-klindamisin dicapai pada hari ke-14 dan ke-28 92% (p=0.236). Pada pengamatan tidak dijumpai efek samping yang serius.Kesimpulan.Kombinasi artesunat-klindamisin lebih efektif dari pada kinin-klindamisin pada pengobatan malaria falciparumtanpa komplikasi pada anak
Profil Lipodistrofi dan Dislipidemia pada Pasien Prepubertas dengan HIV yang Mendapat Terapi ARV di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Yessi Yuniarti; Aryono Hendarto; Nia Kurniati; Djajadiman Gatot; Pramita Gayatri; Mulya Rahma Karyanti
Sari Pediatri Vol 18, No 1 (2016)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (568.896 KB) | DOI: 10.14238/sp18.1.2016.55-62

Abstract

Latar belakang. Terapi antiretroviral (ARV) kombinasi telah berhasil menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien HIV, tetapi menimbulkan efek samping jangka panjang berupa sindrom lipodistrofi.Tujuan. Mengidentifikasi adanya lipodistrofi dan dislipidemia pada pasien prepubertas dengan HIV yang mendapatkan terapi ARV jangka panjang.Metode. Penelitian potong lintang dilakukan pada 76 pasien HIV usia prepubertas di Poli Alergi Imunologi RSCM. Pemeriksaan klinis lipodistrofi dilakukan oleh tenaga klinis, tebal lipatan kulit (TLK) triceps dan subscapular, lingkar pinggang serta rasio lingkar pinggang-panggul. Data kadar CD4 awal, status gizi awal terdiagnosis, jenis terapi ARV, dan lama terapi ARV didapatkan dari rekam medis. Subyek juga dilakukan analisis diet, pemeriksaan profil lipid, dan gula darah puasa.Hasil. Subyek prepubertas dengan HIV yang mendapatkan terapi ARV yang mengalami lipodistrofi dan dislipidemia berturut-turut 47% dan 46%. Subyek lipodistrofi berupa lipohipertrofi 35%, lipoatrofi 5%, dan tipe campuran 7%. Mayoritas subyek lipodistrofi memiliki massa lemak tubuh, serta TLK triceps dan subscapular normal. Subyek lipohipertrofi dan tipe campuran seluruhnya memiliki rasio lingkar pinggang-panggul meningkat. Terdapat hubungan yang bermakna antara penggunaan regimen ARV 2NRTI + PI meningkatkan risiko 6,9 kali untuk terjadinya dislipidemia (p=0,001 IK95%: 2,03-23,7) dibandingkan regimen 2NRTI+ NNRTI.Kesimpulan. Prevalensi lipodistrofi dan dislipidemia cukup tinggi pada pasien prepubertas dengan HIV yang mendapatkan terapi ARV. Mayoritas subyek yang mengalami lipodistrofi memiliki massa lemak tubuh, TLK triceps dan subscapular yang normal.
Perbedaan Kadar Feritin Serum pada Anak dengan Bukan Tuberkulosis Paru Dominggus Nicodemus Lokollo; Dwi Wastoro; Lisyani Suromo
Sari Pediatri Vol 11, No 5 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp11.5.2010.335-40

Abstract

Latar belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang dapat menimbulkanmorbiditas dan mortalitas pada anak meningkat. Anemia merupakan komplikasi yang biasa terjadi padaTB paru. Mekanisme anemia yang tepat pada TB paru belum diketahui secara jelas. Kadar feritin adalahparameter yang pertama menunjukkan penurunan simpanan besi.Tujuan. Membuktikan kadar feritin serum anak TB paru lebih rendah dibandingkan dengan yang bukanTB paru.Metode. Studi belah lintang pada 44 anak yang datang di Bangsal Poliklinik Paru Anak, Poliklinik Umum,dan Bangsal Anak RS. Dr. Kariadi Semarang, usia 1-14 tahun dengan diagnosis TB dan bukan TB Paruberdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dilakukan pemeriksaan kadar feritinserum dengan metode ELISA. Wawancara dengan orang tua anak menggunakan alat bantu kuesioner.Analisis statistik kadar feritin menggunakan uji Mann-Whitney.Hasil. Rerata kadar feritin serum pada kelompok TB paru lebih rendah (49,16±69,85) dibandingkan dengankelompok bukan TB Paru (93,40±187,83), p=0,021. Status anemia pada kelompok paru lebih rendah(20,5%) daripada kelompok bukan TB Paru (27,3%), p=0,36. Status gizi baik pada kelompok TB parulebih rendah (20,6%) dibanding kelompok bukan TB paru (35,3%), p=0,215.Kesimpulan. Kadar feritin serum anak TB paru lebih rendah dibandingkan dengan anak bukan TB paru.
Manifestasi dan Komplikasi Gastrointestinal pada Purpura Henoch Schonlein Martani Widjajanti
Sari Pediatri Vol 13, No 5 (2012)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (168.797 KB) | DOI: 10.14238/sp13.5.2012.334-9

Abstract

Latar belakang.Purpura Henoch Schonlein (PHS) merupakan penyakit vaskulitis sistemik yang sering terjadi pada anak. Gejala yang timbul pada PHS seringkali melibatkan berbagai organ, mulai dari kulit, persendian, saluran cerna, ginjal, dan organ lain. Permasalahan pada sistem gastrointestinal termasuk yang sering dijumpai pada pasien PHS dengan gejala bervariasi dari ringan sampai berat.Tujuan.Mengetahui manifestasi klinis PHS dan komplikasi yang mengenai sistem gastrointestinal di RSAB Harapan Kita Jakarta.Metode.Penelitian deskriptif data dari Rekam Medik pasien PHS di RSAB Harapan Kita Jakarta dalam kurun waktu 7 tahun, yaitu sejak Januari 2004 sampai dengan Desember 2010. Subyek penelitian mencakup semua pasien anak usia di bawah 18 tahun yang didiagnosis PHS. Dilakukan pencatatan dan penilaian manifestasi klinis dan komplikasi yang terjadi pada sistem gastrointestinal.Hasil. Didapat 70 kasus PHS, dengan rentang usia antara 2 tahun sampai dengan 16 tahun. Pasien lakilaki 39 (55,7%) lebih banyak daripada perempuan 31 (44,3%) anak. Semua pasien mengalami purpura, dan kelainan gastrointestinal dijumpai pada 50 (71,4%) kasus, gangguan persendian pada 30 (42,9%) kasus sedangkan kelainan pada ginjal dijumpai pada 11 (15,8%) kasus. Manifestasi klinis pada sistem gastrointestinal berupa nyeri perut 41 (82%) kasus, muntah 28 (56%) kasus, konstipasi 11 (22%) kasus, dan melena 6 (12%) kasus. Komplikasi pada sistem gastrointestinal adalah perdarahan masif 1(2%) kasus dan intususepsi ringan 1 (2%) kasus.Kesimpulan. Manifestasi klinis sistem gastrointestinal pada PHS sering dijumpai. Manifestasi klinis tersering yang dikeluhkan berupa nyeri perut, terkadang mendahului terjadinya purpura pada kulit, sehingga menyulitkan diagnosis. Komplikasi yang ditemukan adalah perdarahan masif dan intususepsi, namun tidak memerlukan tindakan pembedahan.
Hubungan antara Skor Apgar dengan Kadar Glukosa Darah pada Bayi Baru Lahir Emil Azlin
Sari Pediatri Vol 13, No 3 (2011)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp13.3.2011.174-8

Abstract

Latar belakang. Kadar glukosa harus dipertahankan antara 75-100 mg/dL sebagai substrat yang adekuatbagi otak. Kadar yang terlalu tinggi dapat menyebabkan peningkatan laktat di otak sehingga akan merusakintegritas otak, peningkatan edema, dan mengganggu autoregulasi vaskular. Kadar yang rendah akanmenyebabkan eksitotoksik asam amino sehingga akan memperluas infark. Hipoglikemia dapat disebabkanoleh berkurangnya kadar glukosa karena pelepasan katekolamin atau karena hiperinsulinisme yang seringdijumpai pada bayi yang menderita asfiksia.Tujuan. Menilai hubungan antara skor Apgar dengan kadar glukosa darah pada bayi baru lahir cukup bulandan kurang bulan.Metode. Penelitian potong lintang dilakukan pada bayi baru lahir cukup bulan dan kurang bulan antara bulan,Februari – Juli 2006, di Rumah Sakit Pirngadi Medan. Data jenis kelamin, berat badan, panjang badan, skorApgar menit pertama dan kelima, suhu rektal, pemeriksaan hemogram darah dan pemeriksaan kadar glukosadarah pada hari pertama dilahirkan dicatat, dari ibu diambil data maternal berupa umur, berat badan, jumlahparitas, umur kehamilan, dan tekanan darah. Data disajikan secara deskriptif. Hubungan skor Apgar dengankadar glukosa darah dihitung menggunakan statistik Pearson Chi-square, bermakna apabila nilai p<0,05.Hasil. Terdapat 32 bayi kurang bulan terdiri dari 17 laki-laki, 15 perempuan dan 32 bayi cukup bulan terdiri dari15 laki, 17 perempuan. Skor Apgar menit pertama rerata (6,7±0,8) pada kelompok kurang bulan dan (7,1±1,6)pada kelompok cukup bulan. Skor Apgar menit kelima rerata (8,1±0,7) pada kelompok kurang bulan, (8,6±1,2)pada kelompok cukup bulan dan rerata kadar glukosa darah masing-masing (87,6±22,4) mg/dL pada bayi cukupbulan, dan (99,2±30,3) pada bayi kurang bulan. Terdapat hubungan terbalik yang sangat lemah antara skor Apgardengan kadar glukosa darah pada bayi yang cukup bulan dan kurang bulan dengan p=0,001.Kesimpulan. Terdapat hubungan terbalik yang sangat lemah antara skor Apgar dengan kadar glukosa darahbayi baru lahir cukup bulan dan kurang bulan. 
Terapi dan Suplementasi Besi pada Anak Dedy Gunadi; Bidasari Lubis; Nelly Rosdiana
Sari Pediatri Vol 11, No 3 (2009)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp11.3.2009.207-11

Abstract

Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan jenis anemia yang paling sering ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Hal ini sehubungan dengan kemampuan ekonomi yang terbatas, masukan protein hewani yang rendah, dan infestasi parasit. Dari hasil survei rumah tangga di Indonesia pada tahun 1995 didapati ADB 40,5% pada anak balita dan 47,2% pada anak usia sekolah. Defisiensi besi dapat menyebabkan gangguan terhadap respon imun sehingga rentan terhadap infeksi, gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi kognitif, tumbuh kembang, dan perubahan tingkah laku. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala pucat menahun tanpa disertai perdarahan maupun pembesaran organ dan dipastikan dengan pemeriksaan kadar besi dalam serum. Terapi besi dengan dosis 3-6 mg besi elemental/kgBB/hari diberikan kepada semua pasien ADB dengan monitor kenaikan kadar hemoglobin setelah 2-4 minggu. Terapi dilanjutkan 4-6 bulan setelah kadar hemoglobin mencapai normal untuk menambah isi cadangan besi, dan terapi terhadap penyakit dasarnya harus diberikan. Suplementasi besi harus diberikan pada bayi yang mempunyai risiko tinggi terhadap kejadian ADB seperti bayi berat badan lahir rendah (BBLR), prematur, bayi yang mendapat susu formula rendah besi, dan bayi lahir dari ibu yang menderita anemia selama kehamilan
Pengaruh Perilaku Ibu Terhadap Status Kesehatan Anak Baduta di Provinsi Jawa Tengah Lilis Heri Mis Cicih
Sari Pediatri Vol 13, No 1 (2011)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp13.1.2011.41-8

Abstract

Latar belakang. Kesehatan merupakan hak dasar anak yang harus dipenuhi. Anak yang sehat menjadiinvestasi bagi modal manusia. Masa baduta adalah masa yang penting, karena merupakan masa kritisdalam kesehatan dan masa emas dalam pertumbuhan otak. Salah satu faktor berpengaruh terhadap statuskesehatan baduta adalah perilaku ibu.Tujuan. Mengetahui pengaruh perilaku ibu terhadap status kesehatan baduta (bawah dua tahun) diProvinsi Jawa Tengah. Provinsi yang memiliki jumlah penduduk banyak dan masih menghadapi berbagaipermasalahan kesehatan balita.Metode. Data yang digunakan adalah Susenas tahun 2007, dengan unit analisis baduta yang tinggal bersamaibunya. Metode analisis meliputi analisis deskriptif, odds ratio (OR), regresi logistik multinomial, denganmelakukan pengujian statistik Chi-square. Status kesehatan dicerminkan oleh keluhan kesehatan, sementaraperilaku ibu dilihat dari status pemberian ASI eksklusif dan imunisasi dasar lengkap.Hasil. Baduta yang mengalami keluhan kesehatan 42,47%. Dilihat dari status pemberian ASI eksklusif,baduta yang pernah mendapatkan ASI lebih sehat daripada yang tidak pernah mendapatkan ASI. Sementarauntuk baduta yang berstatus imunisasi tidak lengkap lebih rendah status kesehatannya dibandingkan badutayang status imunisasinya lengkap atau belum lengkap.Kesimpulan. Secara bersama-sama, status pemberian ASI dan kelengkapan imunisasi baduta berpengaruhsignifikan terhadap status kesehatan baduta
Sikap Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak Terhadap Tugas Administrasi Rumah Sakit Soepardi Soedibyo; R. Adhi Teguh P.I; Dede Lia Marlia
Sari Pediatri Vol 14, No 4 (2012)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (67.79 KB) | DOI: 10.14238/sp14.4.2012.218-23

Abstract

Latar belakang. Administrasi sebagai pendukung pelayanan rumah sakit yang baik dan bermutu sangatdiperlukan baik yang harus dilakukan oleh dokter, perawat, maupun tenaga lain. Namun, tugas administrasitersebut sering tumpang tindih, sehingga sering menyebabkan kerancuan. Banyak jenis tugas administrasirumah sakit dinilai tidak berhubungan dengan kewajiban seorang dokter dalam memberikan pelayanankesehatan. Sementara beban seorang peserta PPDS-IKA dinilai cukup besar, dikhawatirkan pekerjaanadministrasi ini akan mengganggu performa peserta PPDS dalam memberikan pelayanan kesehatan danpencapaian prestasi akademisnya.Tujuan. Mengetahui sikap peserta PPDS terhadap tugas administrasi di Departemen IKA RSCM.Metode. Penelitian observasional di Departemen IKA FKUI-RSCM pada bulan Agustus sampai September2011 pada semua peserta PPDS IKA FKUI yang terdaftar mulai dari Januari 2006 sampai Januari 2011.Hasil. Dari 108 responden 54 (50%) responden menganggap pembuatan coding obat-obatan asuransikesehatan (ASKES), jaminan kesehatan daerah (JAMKESDA), keluarga miskin (GAKIN), surat keterangantidak mampu (SKTM), dan lain-lain merupakan pekerjaan administrasi yang paling menyita waktu. Semuaresponden menganggap tugas administrasi rumah sakit dapat menganggu pelayanan terhadap pasien.Enampuluh tiga (58,3%) responden menganggap tugas administrasi rumah sakit akan mengurangi performaPPDS IKA dalam memberikan pelayanan kesehatan.Kesimpulan. Tugas administrasi rumah sakit yang paling menyita waktu yaitu pembuatan coding. Tugasadministrasi rumah sakit dianggap tidak bermanfaat serta mengganggu dan mempengaruhi kinerja danperforma peserta PPDS IKA.
Ewing's Sarcoma Family Tumors pada ANak [Keganasan Kelompok Sarkoma Ewing] di RS Cipto Mangunkusumo Teny Tjitra Sari; Djajadiman Gatot; Endang Windiastuti
Sari Pediatri Vol 13, No 2 (2011)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (77.844 KB) | DOI: 10.14238/sp13.2.2011.117-22

Abstract

Latar belakang.Terapi multimodalitas pada Ewing’s sarcoma family tumors(keganasan kelompok sarkoma Ewing) telah banyak meningkatkan keberhasilan terapi. Guna menilai keberhasilan terapi diperlukan data mengenai luaran pasien keganasan kelompok sarkoma Ewing.Tujuan.Mengetahui gambaran klinis dan luaran pasien sarkoma Ewing yang dirawat di Divisi Hematologi Onkologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS Cipto Mangunkusumo Metode.Studi deskriptif dilakukan pada pasien yang didiagnosis keganasan kelompok sarkoma Ewing di Divisi Hematologi Onkologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS Cipto Mangunkusumo, pada tahun 2000–2010. Terapi yang diberikan adalah kemoterapi, pembedahan, dan radioterapi. Hasil. Selama periode pengamatan sepuluh tahun dijumpai 26 pasien keganasan kelompok sarkoma Ewing dari seluruh 2112 pasien keganasan anak. Usia berkisar 6 bulan – 13 tahun 1 bulan (median 8 tahun 3 bulan). Lokasi tersering adalah ekstremitas, tulang belakang, dan pelvis. Sebagian besar pasien (16 dari 26 pasien) datang dengan stadium lanjut. Kemoterapi terutama diberikan pada lokasi tumor aksial (12 dari 26 pasien), sedangkan pembedahan yang dilanjutkan kemoterapi dilakukan bila lokasi tumor berada di ekstremitas (4 dari 26 pasien). Pasien meninggal lebih banyak dengan lokasi tumor di aksial (9 pasien) dibanding ekstremitas (3 pasien). Jumlah pasien hidup lebih banyak yang berusia < 10 tahun dibanding umur yang lebih tua (6 berbanding 1). Residif terjadi pada dua pasien dengan jangka waktu 11 bulan.Kesimpulan. Luaran pasien keganasan kelompok sarkoma Ewing masih jauh dari memuaskan. Pasien meninggal lebih banyak daripada pasien hidup, terutama letak tumor di aksial. Sebagian besar pasien datang pada stadium lanjut dan telah mengalami metastasis. Modalitas yang lebih intensif perlu diberikan untuk meningkatkan luaran pasien keganasan kelompok sarkoma Ewing.
Infeksi Gigi Sebagai Faktor Pencetus Terbanyak Henoch-Schonlein Purpura dengan Keterlibatan Ginjal Budi Setiabudiawan; Reni Ghrahani; Gartika Sapartini; Minerva Riani Kadir
Sari Pediatri Vol 14, No 6 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (81.445 KB) | DOI: 10.14238/sp14.6.2013.369-73

Abstract

Latar belakang.Henoch Schonlein purpura (HSP) dengan keterlibatan ginjal memiliki prognosis yang lebih buruk, dan infeksi gigi merupakan faktor risiko terbanyak terjadinya HSP dengan keterlibatan ginjal. Tujuan.Menganalisis hubungan antara riwayat infeksi gigi dan terjadinya HSP dengan keterlibatan ginjal pada anak.Metode.Penelitian retrospektif dengan rancangan potong lintang terhadap 146 anak yang didiagnosis HSP berdasarkan kriteria American College of Rheumatology(ACR) sertaEuropean League Against Rheumatism(EULAR), Pediatric Rheumatology International Trials Organization(PRINTO), dan Pediatric Rheumatology European Society(PRESS). Penelitian dilakukan di Divisi Alergi-imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, periode Januari 2006− Desember 2012. Data pasien diambil dari rekam medis dan dianalisis menggunakan uji Chi square.Hasil.Didapatkan 146 anak dengan HSP, 93(63,7%) laki-laki dan 53(36,3%) perempuan dengan rasio 1,8:1. Rerata usia pasien 8,05±2,9 tahun. Sembilan puluh dua pasien (63%) diduga mengalami infeksi sebagai pencetus terjadinya HSP. Didapatkan 41 pasien HSP dengan keterlibatan ginjal (28%), yaitu proteinuria 6 (14,6%), hematuria 9 (22,0%), serta proteinuria dan hematuria 26 (63,4%) Infeksi gigi merupakan faktor pencetus terbanyak dibandingkan dengan faktor pencetus lainnya pada HSP dengan keterlibatan ginjal, yaitu 25 pasien (61%) dengan p=0,025; Odd ratio(OR) 2,7 (1,1–6,4) dengan interval kepercayaan 95%.Kesimpulan. Anak dengan riwayat infeksi gigi memiliki risiko tinggi untuk terjadi HSP dengan keterlibatan ginjal.

Page 8 of 151 | Total Record : 1509


Filter by Year

2000 2025


Filter By Issues
All Issue Vol 27, No 3 (2025) Vol 27, No 2 (2025) Vol 27, No 1 (2025) Vol 26, No 6 (2025) Vol 26, No 5 (2025) Vol 26, No 4 (2024) Vol 26, No 3 (2024) Vol 26, No 2 (2024) Vol 26, No 1 (2024) Vol 25, No 6 (2024) Vol 25, No 5 (2024) Vol 25, No 4 (2023) Vol 25, No 3 (2023) Vol 25, No 2 (2023) Vol 25, No 1 (2023) Vol 24, No 6 (2023) Vol 24, No 5 (2023) Vol 24, No 4 (2022) Vol 24, No 3 (2022) Vol 24, No 2 (2022) Vol 24, No 1 (2022) Vol 23, No 6 (2022) Vol 23, No 5 (2022) Vol 23, No 4 (2021) Vol 23, No 3 (2021) Vol 23, No 2 (2021) Vol 23, No 1 (2021) Vol 22, No 6 (2021) Vol 22, No 5 (2021) Vol 22, No 4 (2020) Vol 22, No 3 (2020) Vol 22, No 2 (2020) Vol 22, No 1 (2020) Vol 21, No 6 (2020) Vol 21, No 5 (2020) Vol 21, No 4 (2019) Vol 21, No 3 (2019) Vol 21, No 2 (2019) Vol 21, No 1 (2019) Vol 20, No 6 (2019) Vol 20, No 5 (2019) Vol 20, No 4 (2018) Vol 20, No 3 (2018) Vol 20, No 2 (2018) Vol 20, No 1 (2018) Vol 19, No 6 (2018) Vol 19, No 5 (2018) Vol 19, No 4 (2017) Vol 19, No 3 (2017) Vol 19, No 2 (2017) Vol 19, No 1 (2017) Vol 18, No 6 (2017) Vol 18, No 5 (2017) Vol 18, No 4 (2016) Vol 18, No 3 (2016) Vol 18, No 2 (2016) Vol 18, No 1 (2016) Vol 17, No 6 (2016) Vol 17, No 5 (2016) Vol 17, No 4 (2015) Vol 17, No 3 (2015) Vol 17, No 2 (2015) Vol 17, No 1 (2015) Vol 16, No 6 (2015) Vol 16, No 5 (2015) Vol 16, No 4 (2014) Vol 16, No 3 (2014) Vol 16, No 2 (2014) Vol 16, No 1 (2014) Vol 15, No 6 (2014) Vol 15, No 5 (2014) Vol 15, No 4 (2013) Vol 15, No 3 (2013) Vol 15, No 2 (2013) Vol 15, No 1 (2013) Vol 14, No 6 (2013) Vol 14, No 5 (2013) Vol 14, No 4 (2012) Vol 14, No 3 (2012) Vol 14, No 2 (2012) Vol 14, No 1 (2012) Vol 13, No 6 (2012) Vol 13, No 5 (2012) Vol 13, No 4 (2011) Vol 13, No 3 (2011) Vol 13, No 2 (2011) Vol 13, No 1 (2011) Vol 12, No 6 (2011) Vol 12, No 5 (2011) Vol 12, No 4 (2010) Vol 12, No 3 (2010) Vol 12, No 2 (2010) Vol 12, No 1 (2010) Vol 11, No 6 (2010) Vol 11, No 5 (2010) Vol 11, No 4 (2009) Vol 11, No 3 (2009) Vol 11, No 2 (2009) Vol 11, No 1 (2009) Vol 10, No 6 (2009) Vol 10, No 5 (2009) Vol 10, No 4 (2008) Vol 10, No 3 (2008) Vol 10, No 2 (2008) Vol 10, No 1 (2008) Vol 9, No 6 (2008) Vol 9, No 5 (2008) Vol 9, No 4 (2007) Vol 9, No 3 (2007) Vol 9, No 2 (2007) Vol 9, No 1 (2007) Vol 8, No 4 (2007) Vol 8, No 3 (2006) Vol 8, No 2 (2006) Vol 8, No 1 (2006) Vol 7, No 4 (2006) Vol 7, No 3 (2005) Vol 7, No 2 (2005) Vol 7, No 1 (2005) Vol 6, No 4 (2005) Vol 6, No 3 (2004) Vol 6, No 2 (2004) Vol 6, No 1 (2004) Vol 5, No 4 (2004) Vol 5, No 3 (2003) Vol 5, No 2 (2003) Vol 5, No 1 (2003) Vol 4, No 4 (2003) Vol 4, No 3 (2002) Vol 4, No 2 (2002) Vol 4, No 1 (2002) Vol 3, No 4 (2002) Vol 3, No 3 (2001) Vol 3, No 2 (2001) Vol 3, No 1 (2001) Vol 2, No 4 (2001) Vol 2, No 3 (2000) Vol 2, No 2 (2000) Vol 2, No 1 (2000) More Issue