cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX ADMINISTRATUM
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Science, Education,
Arjuna Subject : -
Articles 1,124 Documents
HAK-HAK MASYARAKAT ADAT ATAS TANAH DITINJAU DARI PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Chandra, Ade
LEX ADMINISTRATUM Vol 3, No 2 (2015): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam tesis ini yaitu pendekatan yuridis normatif yang dilengkapi pendekatan sejarah hukum dan perbandingan hukum. Penelitian ini menitikberatkan pada studi literatur, jurnal, artikel yang dihimpun dari berbagai pustaka. Metode analisis data dilakukan dengan proses yaitu bahan-bahan atau data-data yang terkumpul, diidentifikasi atau dipilih sesuai dengan kebutuhan atau yang terkait dengan objek penelitian, kemudian dianalisis dengan menggunakan teori-teori, konsep-konsep dan kaidah-kaidah hukum sebagaimana yang terdapat dalam rangka pemikiran guna memberikan jawaban terhadap identifikasi permasalahan yang dituangkan dalam bab sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Selama status sebagai masyarakat adat belum diakui, maka masyarakat adat di Indonesia juga sulit untuk menjadi subjek hukum yang diakui negara Indonesia dalam konteks hukum hak asasi manusia internasional. Faktor identitas kolektif yang diklaim masyarakat adat, justru sekarang ini menjadi ladang bagi para politisi untuk mengangkat isu-isu primordial dan bukannya menjadi faktor yang memuluskan jalan menuju pencapai keadilan. Isu masyarakat adat justru mengalami degradasi pengertian yang tajam dalam politik Indonesia ketika kampanye-kampanye politik di daerah membawa isu entisitas, adat, dan keturunan. Dalam konteks Indonesia, kategori-kategori besar seperti suku, suku bangsa atau etnis justru akan mempersulit perjuangan masyarakat adat dari perspektif hak asasi manusia. Ada dua hal yang dapat digunakan untuk menjelaskannya. Pertama, konsep-konsep etnis atau suku bangsa di Indonesia tidak dapat dihubungkan dengan status sebagai subjek hukum hak atas tanah. Kata kunci: hak asasi manusia, tanah, adat, masyarakat
SANKSI PIDANA DALAM PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR DPD DAN DPRD MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2012 Ali, Aulia Rahman
LEX ADMINISTRATUM Vol 4, No 2 (2016): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana klasifikasi tindak pidana pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 dan bagaimana sanksi pidana pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Klasifikasi tindak pidana pemilihan sesuai dengan Undang-undang nomor 8 tahun 2012 yakni tindak pidana yang berupa pelanggaran dengan tindak pidana berupa kejahatan, dimana tindak pidana berupa pelanggaran yang diatur dalam Pasal 273 sampai Pasal 291 sedangkan tindak pidana berupa kejahatan diatur dalam Pasal 292 sampai Pasal 321, apa yang diatur sebagai tindak pidana kejahatan juga secara konseptual dipahami sebagai pelanggaran. 2. Sanksi yang ada dalam ketentuan undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 tentang pemilihan legislatif meliputi sanksi ancaman pidana paling lama atau sistem maksimum yang berupa pidana kurungan, penjara dan denda, selain itu juga dikenal sanksi kode etik terkait dengan pelanggaran administrasi maupun pelanggaran pidana pemilu. Kata kunci: Sanksi pidana, Pemilihan umum, Anggota DPR, DPD, DPRD.
KEBIJAKAN DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH Mandagi, Falen Jovana
LEX ADMINISTRATUM Vol 6, No 3 (2018): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana mekanisme pembentukan kebijakan daerah menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan bagaimana meknisme pembatalan Peraturan daerah (Perda) dan Peraturan kepala daerah (Perkada) Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan daerah. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Kebijakan daerah menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah terbagi atas 2 (dua), yaitu Peraturan daerah (Perda) dan Peraturan Kepala Daerah (Perkada). Mekanisme pembentukan Perda dimulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, penetapan, dan penngundangan. Mekanisme pembentukan perkada pada umumnya sama dengan perda dimulai dari perencanaan sampai pada pengundangan, namun dibedakan pada penyelenggaraan mekanisme tersebut, misalnya dalam hal pengundangan. Perda di undangkan dalam lembaran daerah, sedangakan Perkada diundangkan dalam berita daerah. 2. Mekanisme Pembatalan Perda dan Perkada pada umumnya sama. Perbedaanya terletak pada Perda dan Perkada Provinsi dan Perda dan Perkada Kabupaten/Kota, dimana mekanisme pembatalan Perda dan Perkada Provinsi diajukan ke presiden melalui menteri dalam negeri, sedangkan perda dan perkada kabupaten kota diajukan ke gubernur sebagai wakil pemerintah pusat yang ada di daerah.Kata kunci: Kebijakan daerah, pemerintah daerah
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TINDAKAN EKSPLOITASI ANAK (KAJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002) Piri, Megalia Tifany
LEX ADMINISTRATUM Vol 1, No 2 (2013): Lex administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap eksploitasi anak  dan bagaimana upaya dan peran pemerintah dalam mencegah terjadinya eksploitasi pekerja anak.  Berdasarkan penelitian kepustakaan disimpulkan bahwa: 1. Eksploitasi terhadap anak kerap terjadi di indonesia mulai terlihat dan dilakukan oleh organisasi yaitu terkecil. Perlindungan anak terhadap tindakan ekploitasi bagi pekerja anak haruslah mendapat perlindungan dari negara, pemerintah, masyarakat dan orang tua. Jadi orang tua, keluarga, masyarakat dan negara bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Demikian pula dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembang­annya secara optimal dan terarah. 2. Begitu banyak undang-undang serta peraturan-peraturan daerah lainnya yang dibuat oleh pemerintah guna untuk mencegah terjadinya eksploitasi anak di dunia kerja di Indonesia. Ada begitu banyak dasar-dasar hukum tentang perlindungan anak salah satunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979. Upaya apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada Pekerja Anak : Kontekstualisasi berarti hukum itu perlu diperbaiki dan dilengkapi secara terus menerus sesuai dengan perkembangan realitas sosial yang ada. Sosialisasi hukum juga perlu ditingkatkan oleh masyarakat, khususnya mereka yang barangkali akan menjadi calon korban eksploitasi (dalam hal ini khususnya pekerja anak) sehingga tercipta kesadaran hukum, dalam arti tahu apa yang menjadi haknya dan sadar akan bahaya yang mengintai mereka. Kata kunci: eksploitasi anak
PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP KEBEBASAN MENYATAKAN PENDAPAT DIKAITKAN DENGAN DELIK PIDANA PASAL 156 KUHP DI MEDIA SOSIAL Astuti, Fitria
LEX ADMINISTRATUM Vol 5, No 5 (2017): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kebebasan Berpendapat merupakan suatu topik yang sedang hangat dibicarakan saat ini, kebebasan berpendapat merupakan salah satu dari Hak Asasi Manusia yang dilindungi baik secara asional maupun Internasional. Saat ini sedang marak mengenai kebebasan berpendapat yang dikaitkan denganpencemaran nama baik, penyebaran berita ohon, ujara kebencian bahkan penistaan agama. Bagaimana orang bisa bebas mengelurarkan pendapat apabila dibatasi oleh peraturan-peraturan yang terkesang mengekan nkebebasan seseorang untuk mengeluarkan pendapatnya. Bahkan yang paling hangat dibicarakan bagaimana kebebasan berpendapat berkahir menjadi suatu ujaran kebencian sebagaimana diatur dan dipidana dalam pasal 156 KUHP. Apakah penerapan pasal 156 KUHP merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM yang ada di Indonesia sebagaimana pandangan negara-negara barat yang menginginkan pencabutan Pasal 156 KUHP dalam peraturan di Indonesia.Kata kunci: Perlindungan hak asasi manusia, kebebasan menyatakan pendapat, delik pidana
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Simanjuntak, William A.
LEX ADMINISTRATUM Vol 3, No 5 (2015): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Metode pendekatan yang dipilih dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) dari peraturan perundang-undangan maupun karya ilmiah, di samping itu untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, juga digunakan pendapat atau pemikiran konseptual yang berhubungan dengan peraturan yang mengatur tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Kaitannya dengan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejahatan yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun kelompok dalam wilayah negara atau lintas wilayah negara meningkat seperti kejahatan penyuapan, teroris, penyelundupan tenaga kerja, narkotika, pencucian uang, korupsi dan masih banyak lagi kasus pencucian uang yang telah memberikan peluang lembaga perbankan ikut terlibat. Implementasi tindak pidana pencucian uang dalam pemberantasan korupsi dalam penegakannya telah diatur dengan berbagai peraturan perundang-undangan terkait seperti Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997, Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997, Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999, diikuti dengan diterbitkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001, Undang-Undang Nomor 30 tahun 2003, Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002, Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003, Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002. Pemerintah telah banyak berupaya dengan baik pembenahan regulasi maupun aparat penegak hukum dalam rangka khusus berkaitan dengan kejahatan tindak pidana pencucian uang dalam pemberantasan korupsi yang telah melanda dan menyentuh semua lini kehidupan masyarakat. Namun negara Indonesia masih dalam kategori negara yang korup. Kata kunci: pencucian uang, korupsi.
HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA DALAM KONTEKS UU NO. 22 TAHUN 1997 DAN PERUBAHAN UU NO. 35 TAHUN 2009 Aruro, Piktor
LEX ADMINISTRATUM Vol 4, No 3 (2016): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 dan perubahan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang tindak pidana narkotika dan bagaimanapelaksanaan hukuman mati bagi pengedar narkotika dalam pandanganPancasila. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Penegakan hukum merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum menjadi kenyataan, maka proses tersebut harus melibatkan para pembuat dan pelaksana hukum dan juga masyarakat. Dalam proses penegakan hukum (law enforcement),menurut UU No. 35 Tahun 2009 penerapan suatu sanksi kepada para pengguna dan pengedar tidak hanya terbatas sanksi pidana dan juga tidak selamanya penegak hukum harus memenjarakan sebanyak-banyaknya para pengguna dan pengedar narkotika. Kejahatan Narkoba menghadirkan sebuah undang-undang yang memiliki sanksi pidana yaitu UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (disingkat UU Narkotika) bahwa sanksi pidana dalam undang-undang narkotika salah satunya adalah sanksi pidana mati. 2. Hukuman mati tidak bertentangan dengan Pancasila dan hal ini tersebut dilaksanakan terhadap pelaku kejahatan-kejahatan berat yang membahayakan negara dalam arti para pelaku kejahatan tersebut sangat menggangu rasa keadilan masyarakat dan ketertiban umum, hal ini sejalan dengan pandangan bahwa Pancasila sebagai dasar negara mengandung pemikiran bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan menyandang dua aspek yaitu aspek pribadi dan aspek sosial, oleh karena itu kebebasan setiap dibatasi oleh hak asasi orang lain. Kata kunci: Hukuman mati, pengedar narkotika
PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA PEGAWAI NEGERI SIPIL DARI PENCABUTAN JABATAN YANG TIDAK SESUAI DENGAN UNDANG – UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL Wutabisu, Ronald Pitoy
LEX ADMINISTRATUM Vol 6, No 4 (2018): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Perlindungan Hukum Pegawai Negeri Sipil dari Pencabutan Jabatan yang tidak sesuai dengan UU No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara dan PP No. 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan bagaimana Pengembalian Jabatan dan Pemulihan nama baik PNS dari Pencabutan Jabatan yang tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pegawai Negeri Sipil merupakan Pegawai Aparatur Sipil Negara yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan untuk bertugas sebagai penyelenggara tugas pemerintahan demi tujuan nasional yaitu tujuan negara. Hal ini sesuai dengan UU No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. Pencabuan jabatan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam Instansi Kepegawaian mengakibatkan munculnya sengketa kepegawaian. Demi mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya Indonesia telah membentuk suatu Upaya Administratif yang diatur dalam PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan PP No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Pertimbangan Kepegawaian. apabila Upaya Administrasi kurang memuaskan bagi Pegawai Negeri Sipil yang bersengketa hal ini dapatlah dilanjutkan kedalam Peradilan Tata Usaha Negara untuk mendapatkan kepastian hukum yang tepat. 2. Pegawai Negeri Sipil yang telah mendapatkan jawaban keadilan dari Peradilan Tata Usaha Negara ataupun dari Mahkamah Agung akan mendapatkan Rehabilitasi yang hal ini dengan pasal 121 UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dan Pasal 13 ayat (2) Pada Penjelasan dari UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.Kata kunci: Perlindungan Hukum,  Pegawai Negeri Sipil,  Pencabutan Jabatan
TINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK ATAS BANGUNAN DI RUANG BAWAH TANAH Dju'u, Eldius Nobert
LEX ADMINISTRATUM Vol 2, No 1 (2014): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hasil penelitian menunjukkan bagaimana Hak Atas Bangunan di Ruang Bawah Tanah Berdasarkan Hukum Positif  Indonesia serta Kewenangan Pengelolaan dan Pemanfaatan Bangunan di Ruang Bawah Tanah. Pertama, Kepemilikan hak atas tanah merupakan sebuah  Hak asasi manusia yang dilindungi oleh  hukum nasional yakni Undang-Undang Dasar tahun 1945 dan dalam Undang – undang No. 5 tahun 1960 tentang Agraria adalah: mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan tanah atau pemeliharaannya. Kedua, Kewenangan mengelola suatu bangunan merupakan suatu hak menguasai/pengelolaan begi semua orang yang sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masingdan tidak terlepas dari peraturan-peraturan perudang-undanganyang ada di Indonesia. Begitu juga halnya dengan mengelola bangunan yang berada diruang bawah tanah merupakan kewenangan mengusai ruang dalam tubuh bumi boleh dilakukan setiap orang, swasta, dan pemerintah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan dapat ditarik kesimpulan bahwa keberadaan hak atas bangunan dalam tanah (kepemilikan Ruang bawah tanah)  yang di lihat dari hukum positif Indonesia,dari undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Agraria sampai Peraturan Gubernur No.167 tahun 2012 tentang Ruang Bawah Tanah,ini merupakan regulasi yang ada belum kongkrit sehingga pengaturan pembangunan bangunan baik itu di ruang atas tanah maupun di ruang bawah tanah masih banyak di lakukan secara Legal. Kemudian kewenangan Pengelolaan dan Pemanfaatan bangunan di Ruang Bawah Tanah ini , pada dasarnya sama dengan kepemilikan akan bangunan di atas tanah. Sesuai yang di jelaskan dalam Undang–Undang  No. 5 Tahun 1960 tentang Agraria. Kata kunci: Bagunan, Bawah Tanah.
KAJIAN HUKUM TERHADAP AKTIVITAS WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN Maringka, Natalia Lisa
LEX ADMINISTRATUM Vol 5, No 6 (2017): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Pengaturan Terhadap Izin Tinggal Warga Negara Asing di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 dan peraturan pelaksanaan lainnya dan bagaimana Upaya Penegakan Hukum terhadap Warga Negara Asing di Indonesia yang aktivitasnya tidak sesuai dengan Izin Tinggal yang diberikan.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan tentang izin tinggal Kepada Warga Negara Asing di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian, dan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013, Setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia wajib memiliki izin tinggal yang masih berlaku sesuai dengan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. Persyaratan yaitu memiliki Visa, Memiliki Dokumen Perjalanan, dan Tidak termasuk dalam daftar penangkalan menjadi hal yang utama kepada Warga Negara Asing untuk masuk ke Indonesia. Tanda Masuk akan menjadi Izin Tinggal bagi warga negara asing di Indonesia. 2. Penyalahgunaan izin tinggal adalah kegiatan yang dilakukan oleh Warga Negara Asing yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian izin tinggal yang diberikan kepadanya. Dalam upaya penegakan hukum terhadap Warga Negara Asing di Indonesia yang aktifitasnya tidak sesuai Izin tinggal awalnya dimulai dengan pengawasan terlebih dahulu oleh petugas yang berwenang yaitu Menteri beserta petugas keimigrasian terkait yang dibentuk oleh menteri. Pengawasan keimigrasian meliputi pengawasan terhadap lalu lintas Orang Asing yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia serta pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan Orang Asing di Wilayah Indonesia.  Konsekuensi Hukum Terhadap Penyalahgunaan Izin tinggal di Indonesia adalah dengan menggunakan tindakan hukuman Pidana dan tindakan hukuman administratif yang menjerat para pelanggar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Kata kunci: Kajian Hukum, Aktivitas Warga Negara Asing di Indonesia, Keimigrasian

Page 1 of 113 | Total Record : 1124


Filter by Year

2013 2025


Filter By Issues
All Issue Vol. 13 No. 2 (2025): Lex Administratum Vol. 13 No. 1 (2025): Lex Administratum Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Administratum Vol. 12 No. 4 (2024): Lex Administratum Vol. 12 No. 3 (2024): Lex Administratum Vol. 12 No. 2 (2024): Lex Administratum Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Administratum Vol. 11 No. 5 (2023): Lex Administratum Vol. 11 No. 4 (2023): Lex Administratum Vol. 11 No. 3 (2023): Lex Administratum Vol. 11 No. 2 (2023): Lex Administratum Vol. 11 No. 1 (2023): Lex Administratum Vol. 10 No. 5 (2022): Lex Administratum Vol 10, No 1 (2022): Lex Administratum Vol 9, No 8 (2021): Lex Administratum Vol 9, No 7 (2021): Lex Administratum Vol 9, No 6 (2021): Lex Administratum Vol 9, No 5 (2021): Lex Administratum Vol 9, No 4 (2021): Lex Administratum Vol 9, No 3 (2021): Lex Administratum Vol 9, No 2 (2021): Lex Administratum Vol 9, No 1 (2021): Lex Administratum Vol 8, No 5 (2020): Lex Administratum Vol 8, No 4 (2020): Lex Administratum Vol 8, No 3 (2020): Lex Administratum Vol 8, No 2 (2020): Lex Administratum Vol 8, No 1 (2020): Lex Administratum Vol 7, No 4 (2019): Lex Administratum Vol 7, No 3 (2019): Lex Administratum Vol 7, No 2 (2019): Lex Administratum Vol 7, No 1 (2019): Lex Administratum Vol 6, No 4 (2018): Lex Administratum Vol 6, No 3 (2018): Lex Administratum Vol 6, No 2 (2018): Lex Administratum Vol 6, No 1 (2018): Lex Administratum Vol 5, No 9 (2017): Lex Administratum Vol 5, No 8 (2017): Lex Administratum Vol 5, No 7 (2017): Lex Administratum Vol 5, No 6 (2017): Lex Administratum Vol 5, No 5 (2017): Lex Administratum Vol 5, No 4 (2017): Lex Administratum Vol 5, No 3 (2017): Lex Administratum Vol 5, No 2 (2017): Lex Administratum Vol 5, No 1 (2017): Lex Administratum Vol 4, No 4 (2016): Lex Administratum Vol 4, No 3 (2016): Lex Administratum Vol 4, No 2 (2016): Lex Administratum Vol 4, No 1 (2016): Lex Administratum Vol 3, No 8 (2015): Lex Administratum Vol 3, No 7 (2015): Lex Administratum Vol 3, No 6 (2015): Lex Administratum Vol 3, No 5 (2015): Lex Administratum Vol 3, No 4 (2015): Lex Administratum Vol 3, No 3 (2015): Lex Administratum Vol 3, No 2 (2015): Lex Administratum Vol 3, No 1 (2015): Lex Administratum Vol 2, No 3 (2014): Lex Administratum Vol 2, No 2 (2014): Lex Administratum Vol 2, No 1 (2014): Lex Administratum Vol 1, No 3 (2013): Lex Administratum Vol 1, No 2 (2013): Lex administratum Vol 1, No 1 (2013): Lex administratum More Issue