Claim Missing Document
Check
Articles

Found 21 Documents
Search

STRATEGI REGENERASI MEMORI KOLEKTIF KAWASAN MELALUI METODE URBAN AKUPUNKTUR (STUDI KASUS: PELABUHAN SUNDA KELAPA) Cornelius Chelvanno Jacksen; Irene Syona Darmady
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 5 No. 1 (2023): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v5i1.22631

Abstract

Sunda Kelapa Port is an important and a historical component for Indonesia, as a archipelagic state, ships, sea, and port have become the identity of Indonesian. Sunda Kelapa Port is one of the oldest port in Indonesia, where the location has been used since 5th centuries until today, through many governments, cultures, and technologies, Sunda Kelapa is also the forerunner to the formation of the City of Jakarta. Currently, Sunda Kelapa Port has experienced a degradation of its historical and maritime identity since 2021, due to regulations that limit tourists from tourism activities. The limitation causing disappearance of maritime memories that embedded in Sunda Kelapa Port, traditional loading and unloading activities is stopped and people start to forget it existence. The Phinisi ship that is anchored at the Sunda Kelapa Port is also in danger of disappearing from the Sunda Kelapa Harbor, as well as Jakarta. The loss of the existence of historical elements in the Sunda Kelapa Port can be caused by the loss of reasons to preserve due to limitations, such as traditional loading and unloading requiring more workers, which are currently being replaced with cranes. Pinisi ships also have limitations that iron ships do not have, such as the types of goods that can be carried and the technology contained in iron ships. This loss of attraction and historical relics have caused the loss of the collective memory of Sunda Kelapa Harbor. Like communities that have a high level of mutual cooperation fade away, leaving behind memories and stories about the Sunda Kelapa Harbor. Urban acupuncture method expected to produce a architecture intervention, and injecting a new activity that can revive Jakarta's maritime memory/ identity by reviving tourism activities, without disturbing port activities or the security of port subjects, by increasing citizen involvement, the collective memory of Sunda Kelapa Harbor can be regenerated. Keywords:  collective memory;  degradation; maritime; Sunda Kelapa; urban acupuncture Abstrak Pelabuhan Sunda Kelapa adalah sebuah komponen yang penting dan bersejarah bagi Negara Indonesia, sebagai negara kepulauan, kapal, laut, dan pelabuhan sudah menjadi identitas Warga Indonesia. Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan salah satu pelabuhan tertua di Indonesia, dimana lokasi tersebut mulai digunakan sejak abad ke-5 hingga saat ini, melewati banyak pemerintahan, budaya, dan perkembangan teknologi, Sunda Kelapa juga merupakan cikal bakal terbentuknya Kota Jakarta. Saat ini Pelabuhan Sunda Kelapa mengalami degradasi identitas sejarah dan maritim sejak tahun 2021, dikarenakan pembatasan aktivitas pelabuhan oleh pengelola setempat menjadi kendala bagi pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Pembatasan kegiatan wisata ini dapat menyebabkan degradasinya jejak peninggalan maritim, seperti kegiatan bongkar muat tradisional yang sudah berhenti dilakukan dalam pelabuhan. Kapal Pinisi yang berlabuh di Pelabuhan Sunda Kelapa juga terancam hilang dari Pelabuhan Sunda Kelapa, maupun Jakarta. Hilangnya keberadaan unsur sejarah di Pelabuhan Sunda Kelapa dapat disebabkan hilangnya alasan untuk melestarikan yang dikarenakan keterbatasan yang dimiliki, seperti dengan bongkar muat tradisional membutuhkan lebih banyak buruh, yang saat ini diganti dengan mesin derek. Kapal Pinisi juga memiliki keterbatasan yang tidak dimiliki kapal besi, seperti jenis barang dapat dibawa, dan teknologi yang terdapat di kapal besi. Hilangnya daya tarik dan peninggalan sejarah ini menyebabkan hilangnya memori kolektif Pelabuhan Sunda Kelapa. Masyarakat yang memiliki tingkat gotong royong yang tinggi menjadi pudar, dan meninggalkan memori maupun kisah mengenai Pelabuhan Sunda Kelapa. Metode urban akupunktur diharapkan dapat menghasilkan intervensi arsitektur dan injeksi aktivitas baru agar jejak maritim Sunda Kelapa dan Jakarta dapat hidup kembali, dengan membangkitkan kegiatan wisata, tanpa mengganggu kegiatan pelabuhan maupun keamanan subjek pelabuhan, dengan meningkatkan keterlibatan warga, memori kolektif Pelabuhan Sunda Kelapa dapat teregenerasi kembali.
AKTIVITAS KOMERSIAL SEBAGAI BENTUK ADAPTASI DAN INISIASI RUANG KEWIRAUSAHAAN DI LINGKUNGAN PERUMAHAN. STUDI KASUS: KELAPA GADING TIMUR Irene Syona Darmady; Theresia Budi Jayanti; Agnatasya Listianti Mustaram
Pawon: Jurnal Arsitektur Vol 8 No 1 (2024): PAWON: Jurnal Arsitektur
Publisher : Program Studi Arsitektur Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36040/pawon.v8i1.5313

Abstract

Pertumbuhan angka penduduk yang meningkat pesat beriringan dengan pembangunan suatu wilayah. Hal ini dapat dilihat secara nyata dari pertumbuhan kota metropolitan seperti DKI Jakarta. Pembangunan suatu kota diinisiasikan oleh pemerintah maupun pengembang. Pembangunan ini difokuskan untuk memfasilitasi penduduk dan menjamin kesejahteraan penduduk. Namun, upaya pemerintah dan pengembang sendiri masih meliki kekurangan sehingga penduduk secara aktif harus mampu beradaptasi dengan dinamika pertumbuhan kota metropolitan itu sendiri. Upaya yang dilakukan penduduk secara sadar adalah dengan memanfaatkan ruang kota sebagai komoditas. Salah satu ruang yang paling sering dianggap sebagai komoditi hingga dialih fungsikan oleh penduduk adalah lahan dengan fungsi hunian. Konversi fungsi dan bercampur dengan aktivitas komersial dalam lahan yang sama kerap kali terjadi. Tanah dianggap menjadi bentuk aktualisasi diri dari ruang atau tempat yang dimanfaatkan untuk kegiatan yang memiliki nilai komersialisasi lebih tinggi. Kelapa Gading Timur merupakan objek studi nyata yang banyak mengalihfungsikan lahan hunian menjadi komersial dengan bentuk aktivitas usaha sektor makanan. Kumpulan aktivitas komersial makanan pada lahan hunian tersebut membentuk sebuah pola khusus pada ruang kota. Kini terlihat status dan perananannya menjadi sebuah aktivitas pendukung bagi perumahan di kawasan Kelapa Gading Timur. Studi ini dilakukan untuk mengidentifikasi jenis aktivitas komersial sebagai hasil dari perubahan fungsi lahan hunian di kawasan Kelapa Gading Timur. Metode obsevasi lapangan, kategorisasi tipe digunakan untuk memahami kondisi dan karakteristik pola perubahan.
PENERAPAN KONSEP TRANSPROGRAMMING SEBAGAI PENDEKATAN PERANCANGAN WADAH OBSERVASI DAN PERAWATAN REMAJA DEPRESI Joseph Tjandra Azriel; Irene Syona Darmady
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 5 No. 2 (2023): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v5i2.24216

Abstract

Depression is one of the leading mental disorders in the world, including among teenagers. According to the National Adolescent Mental Health Survey in 2022, as many as one in three teenagers aged 10-17 years in Indonesia experience a mental disorder, including depression. The causes vary, but depression is generally not detected among teenagers. This is caused by the stigma that depression is synonymous with psychiatric disorders and madness; this phenomenon is supported indirectly by the architectural conditions of psychology clinics that are generally too sterile and intimidating like hospitals. As a result, parents do not take depression seriously and teenagers who suffer from it do not receive proper observation or treatment. This drives depressed teenagers to turn to alcohol, drugs, self-harm, or even suicide despite being in the prime age to form social skills, choose majors, and develop personal potential for their future. Therefore, teenagers who suffer from depression are vulnerable users who must be given empathy so they may receive proper observation, treatment, and rehabilitation. Architecture is capable of playing a role in the empathic process by using empathic architecture as an approach. Utilizing transprogramming as an approach to architectural design and interviews as qualitative methods, the collection of data aims to position teenagers with depression as users in architectural space. The end result is a space where teenagers with depression would be able to receive observation and treatment without feeling intimidated. Keywords:  Empathic Architecture; Observation; Teen Depression; Transprogramming; Treatment Abstrak Depresi merupakan salah satu gangguan mental terkemuka di dunia, termasuk di tengah kalangan remaja. Menurut National Adolescent Mental Health Survey di tahun 2022, sebanyak satu dari tiga remaja berusia 10 - 17 tahun di Indonesia memiliki gangguan mental, termasuk depresi. Penyebabnya beragam, namun depresi umumnya tidak terdeteksi pada usia remaja. Hal ini merupakan dampak dari stigma bahwa depresi identik dengan gangguan kejiwaan dan kegilaan; fenomena ini didukung secara tidak langsung oleh kondisi arsitektur klinik psikologi yang umumnya bersifat terlalu steril dan mengintimidasi seperti rumah sakit. Akibatnya, orang tua tidak menanggapi depresi dengan serius dan remaja yang menderita tidak mendapat observasi atau perawatan yang selayaknya diberikan. Hal ini mendorong remaja depresi untuk beralih ke alkohol, obat-obatan, menyakiti diri sendiri, atau bahkan bunuh diri meski sedang berada di usia prima untuk membentuk keterampilan sosial, memilih jurusan, dan mengembangkan potensi pribadi untuk masa depan masing-masing. Oleh karena itu, remaja yang mengalami depresi diposisikan sebagai vulnerable user yang harus diberikan empati agar mendapat observasi, perawatan, dan rehabilitasi yang selayaknya diterima. Arsitektur mampu berperan dalam proses empati tersebut dengan menggunakan pendekatan arsitektur empati. Dengan metode transprogramming dalam rancangan arsitektur serta metode kualitatif berupa wawancara, data yang diambil bertujuan untuk memposisikan remaja depresi sebagai user dalam ruang arsitektur. Hasil akhir berupa perencanaan sebuah wadah dimana remaja depresi dapat menerima observasi dan perawatan tanpa merasa terintimidasi.
PENERAPAN KONSEP PLAYFUL DALAM PERENCANAAN PROYEK RUMAH BERMAIN LANSIA DI KAWASAN KEBON JERUK, JAKARTA BARAT Ivonne Tiara Hilarisani; Irene Syona Darmady
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 5 No. 2 (2023): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v5i2.24217

Abstract

The elderly are a group that experiences the aging process and will face various challenges in living their daily lives. The elderly population in Indonesia continues to increase every year with the elderly population reaching more than 7% of the total population, so it is necessary to make efforts to improve the welfare of the elderly in accordance with the Elderly Welfare Law. One of the problems that often arise in the elderly is loneliness caused by a lack of social interaction with their peers. Social interaction has a positive impact on the quality of life of the elderly. The author empathizes with the elderly who experience loneliness and need social interaction with their peers. Therefore, one effort that can be done is to create a place that is entertaining, interactive and useful for the elderly. The purpose of this research is to involve the architecture of empathy in overcoming the problem of loneliness in the elderly, and to find out the approaches that can be used in overcoming the problem of loneliness in the elderly. The design method applied in the design is playful architecture. This concept emphasizes joy and happiness. The goal is to create an inviting space to play, experiment and have fun. and provide a pleasant experience for visitors. It can also help increase productivity, creativity and strengthen social bonds within the community. Keywords: architecture; elderly; empathy; playful Abstrak Lansia merupakan kelompok yang mengalami proses penuaan dan akan menghadapi berbagai tantangan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Populasi lansia di Indonesia terus meningkat tiap tahunnya dengan populasi lansia mencapai lebih dari 7% dari total populasi penduduk, sehingga perlu melakukan upaya untuk mensejahterakan lansia sesuai dengan Undang-Undang Kesejahteraan Lanjut Usia. Salah satu masalah yang sering muncul pada lansia adalah kesepian yang diakibatkan karena kurangnya interaksi sosial dengan teman-teman sebayanya. Interaksi sosial memiliki dampak positif terhadap kualitas hidup lansia. Penulis berempati kepada lansia yang mengalami kesepian dan membutuhkan interaksi sosial dengan teman-teman sebayanya. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan tempat rekreasi dan sosialisasi yang menghibur, interaktif, dan bermanfaat untuk lansia. Tujuan dari penulisan ini adalah melibatkan arsitektur empati dalam sebuah perencanaan proyek yang dapat mengatasi masalah kesepian pada lansia. Metode dalam penulisan ini adalah observasi lapangan dan wawancara, serta menerapkan konsep arsitektur empati dan playful architecture. Konsep ini menekankan pada keceriaan dan kebahagiaan. Tujuannya adalah untuk menciptakan ruang yang mengundang untuk bermain, bereksperimen, dan bersenang-senang. Serta memberikan pengalaman yang menyenangkan bagi pengunjungnya. Hal ini juga dapat membantu meningkatkan produktivitas, kreativitas, dan memperkuat ikatan sosial dalam komunitas.
PERANCANGAN RUANG BELAJAR KOLABORATIF BAGI GURU DAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DENGAN KONSEP THERAPEUTIC DESIGN Birgitta Eleonora Berliana; Irene Syona Darmady
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 5 No. 2 (2023): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v5i2.24218

Abstract

Architecture can resolve or respond to problems that occur both in the human sphere and its environment driven by a sense of empathy. This research is a form of empathy for one of the social problems that exist in Jakarta. Sekolah Luar Biasa or SLB is an educational institution that aims to help students who have physical and or mental limitations to develop behavior, knowledge, and skills as individuals and as part of a social community. This research departs from empathy for teaching staff or teachers who devote themselves to providing teaching, and assistance to students with special needs in SLB. Being a teacher in SLB is a heavy burden, as it requires basic knowledge of learning programs, an understanding of student characteristics, and the right way of assisting students with special needs. On the other hand, limited school facilities to support the continuity of education for teachers and students with special needs are obstacles that teachers must face. Demands do not only come from school, each teacher also has a life outside of work that must be lived, such as meeting personal needs, and meeting family needs. These factors have an impact on the emergence of stress experienced by SLB teachers. This research aims to resolve these problems through a collaborative learning space program in a container designed with a therapeutic design approach. Keyword: collaborative learning space; extraordinary school; stress; teachers; therapeutic design  Abstrak Arsitektur dapat mengatasi atau menanggapi permasalahan yang terjadi baik di lingkup manusia maupun lingkungannya yang didorong oleh karena rasa empati. Penelitian ini merupakan bentuk empati penulis terhadap salah satu permasalahan sosial yang ada di Jakarta. Sekolah Luar Biasa atau SLB merupakan institusi pendidikan yang bertujuan untuk membantu para murid yang memiliki keterbatasan fisik dan atau mental supaya mampu mengembangkan perilaku, pengetahuan, dan keahlian sebagai individu maupun sebagai bagian dari komunitas sosial. Penelitian ini berangkat dari empati terhadap tenaga pengajar atau guru yang mengabdikan dirinya untuk memberikan pengajaran dan pendampingan kepada para murid dengan kebutuhan khusus di SLB. Menjadi guru di SLB dihadapkan dengan beban yang begitu berat, karena membutuhkan pengetahuan dasar mengenai program pembelajaran, pemahaman tentang karakteristik murid, dan cara pendampingan yang tepat untuk murid berkebutuhan khusus. Di sisi lain, keterbatasan fasilitas sekolah untuk menunjang kelangsungan pendidikan bagi guru dan murid berkebutuhan khusus menjadi kendala yang harus dihadapi para guru. Tuntutan tidak hanya datang dari sekolah, setiap guru juga memiliki kehidupan di luar pekerjaannya yang harus dihidupi, seperti memenuhi kebutuhan pribadi, dan memenuhi kebutuhan keluarga. Faktor-faktor tersebut berdampak pada timbulnya stress yang dialami guru SLB. Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan tersebut melalui program collaborative learning space dalam wadah yang dirancang dengan pendekatan therapeutic design.
DESAIN RUANG KOMUNAL SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI LAHAN SEMPIT DI KAWASAN KAMPUNG RAWA JAKARTA PUSAT Mustaram, Agnatasya Listianti; Jayanti, Theresia Budi; Darmady, Irene Syona; Agustin, Laura Tri
Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia Vol. 7 No. 2 (2024): Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jbmi.v7i2.31888

Abstract

Housing in a small area with dense population often becomes an obstacle for the society to obtain proper facilities. As residents of a certain area, people often face challenges with limited shared space. In certain contexts, communal space is temporarily scattered along the streets. The location of Kampung Rawa was chosen as the venue for the PKM (Community Service) due to the condition of the area that is situated on a confined area and lacking communal space. This Community Service Activity (Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat) is carried out in an effort to respond to the problems faced by the community, especially the residents of Kampung Rawa, through the application of architectural knowledge. Kampung Rawa, which is part of the Johar Baru District, Central Jakarta, is one of the most densely populated settlements in Jakarta and has even been referred to as one of the most densely populated in Southeast Asia. In 2021, the population density of the Johar Baru District reached 60,788 people/km², which inevitably contributes to the rise of various social issues. One of them is the lack of communal spaces for community interaction. The presence of active communal spaces is considered to be one of the solutions to urban problems and also serves as a place for interaction. In designing a good communal space, all aspects of society need to be considered so that it can benefit not only one group of people but various groups. One of the things that are needed to be done is to interact directly with the community of Kampung Rawa, to get to know them more deeply in terms of their activities, limitations, and other contextual needs. This PKM (Community Service Program) utilizes a qualitative approach along with a phased design method to develop spaces for community activities and communal areas. ABSTRAK Hunian di lahan sempit dengan kepadatan tinggi kerap menjadi kendala bagi masyarakat untuk mendapatkan kecukupan fasilitas yang memadai. Sebagai penghuni suatu wilayah, seringkali warga dipersoalkan dengan keterbatasan ruang untuk bersama. Dalam lingkup tertentu, ruang bersama terbatas berada pada jalan-jalan kecil yang sifatnya sementara. Lokasi Kampung Rawa terpilih sebagai lokasi pelaksanaan PKM mengingat kondisi kampung yang berada pada lahan sempit dan tidak memiliki ruang komunal. Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat ini dilakukan dalam upaya menanggapi masalah yang masyarakat hadapi khususnya warga Kampung Rawa melalui penerapan ilmu-ilmu arsitektur. Kampung Rawa yang merupakan bagian dari Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat yang merupakan salah satu pemukiman terpadat di Jakarta bahkan pernah disebut sebagai salah satu pemukiman terpadat di Asia Tenggara. Pada tahun 2021, kepadatan penduduk Kecamatan Johar Baru mencapai 60.788 jiwa/km² dan hal ini tentunya menimbulkan berbagai masalah sosial. Salah satu diantaranya adalah ketiadaan tempat ruang komunal untuk masyarakat berinteraksi. Keberadaan ruang komunal yang aktif dianggap menjadi salah satu solusi masalah perkotaan sekaligus menjadi tempat untuk berinteraksi. Dalam mendesain ruang komunal yang baik maka segala aspek dalam masyarakat perlu diperhatikan sehingga dapat memberikan manfaat tidak hanya terhadap satu golongan masyarakat tetapi berbagai golongan. Salah satu hal yang harus dilakukan adalah berinteraksi langsung dengan masyarakat Kampung Rawa, untuk mengenal mereka lebih dalam dari segi aktivitas, keterbatasan, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya yang kontekstual. Metode yang digunakan pada PKM ini adalah metode kualitatif dan metode tahapan perancangan ruang untuk berkegiatan warga dan ruang komunal
PENDEKATAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN RUANG KOMUNAL ANAK: STUDI KASUS DI RW 04 RT 07 KAMPUNG RAWA, JOHAR BARU, JAKARTA PUSAT jayanti, Theresia; Agnatasya Listianti Mustaram; Irene Syona Darmady; Laura Tri Agustin
Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia Vol. 7 No. 3 (2024): Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jbmi.v7i3.32700

Abstract

Kampung Rawa, located in Johar Baru District, Central Jakarta, faces a major challenge in terms of limited land available for area development. With a dense population and diverse socio-economic conditions, this area often struggles with a lack of space for housing, public facilities, and areas for social interaction among its residents. The limited land in Kampung Rawa is often underutilized, leading to issues such as slum settlements, a lack of green spaces, and insufficient communal facilities. In this context, innovative architectural design strategies are needed to efficiently use the limited land while also considering the social needs of the community, especially for children's play areas. Approaches such as the design of multifunctional communal spaces on narrow land can be a solution to improving residents' quality of life. Through sustainable and participatory design interventions, the spatial challenges in Kampung Rawa can be addressed by creating an environment that is more friendly, functional, and conducive to social interaction. The "Dolan" concept design, which is the result of a previous community service program (PKM), is expected to provide a real solution to the communal space problems in Kampung Rawa. The implementation of this PKM adopts a participatory method, actively involving residents in the design and construction process of the communal space. Resident participation allows for the design to be adjusted to the community’s real needs, including the functions and types of spaces most required. This process also encourages a sense of ownership and responsibility toward the built space. Through this construction, it is hoped that Kampung Rawa will have an active communal space, especially for children, providing a place for play and recreation while supporting their physical, social, and emotional development. ABSTRAK Kampung Rawa, yang terletak di Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat, menghadapi tantangan utama dalam hal keterbatasan lahan yang tersedia untuk pengembangan kawasan. Dengan populasi yang padat dan kondisi sosial-ekonomi yang beragam, kawasan ini kerap dihadapkan pada masalah kekurangan ruang untuk hunian dan fasilitas publik sekaligus tempat untuk berinteraksi sosial antar warganya. Lahan sempit di Kampung Rawa sering kali digunakan secara tidak optimal, menyebabkan permasalahan seperti permukiman kumuh, kurangnya ruang hijau, dan minimnya fasilitas komunal. Dalam konteks ini, diperlukan strategi desain arsitektur yang inovatif untuk memanfaatkan lahan terbatas secara efisien, sekaligus memperhatikan kebutuhan sosial masyarakat setempat terutama sebagai ruang bermain anak-anak. Pendekatan seperti perancangan ruang komunal multifungsi pada lahan sempit dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kualitas hidup warga. Melalui intervensi desain yang berkelanjutan dan partisipatif, permasalahan ruang di Kampung Rawa dapat diatasi dengan menciptakan lingkungan yang lebih ramah, fungsional sekaligus tempat untuk berinteraksi. Desain dengan konsep ‘Dolan’ yang merupakan hasil PKM sebelumnya, diharapkan dapat menjadi solusi nyata dalam mengatasi permasalahan ruang komunal di Kampung Rawa. Pelaksanaan PKM ini menggunakan metode partisipatif, dengan melibatkan warga secara aktif dalam proses perancangan dan pembangunan ruang komunal. Partisipasi warga memungkinkan adanya penyesuaian desain dengan kebutuhan nyata komunitas, termasuk fungsi dan jenis ruang yang paling dibutuhkan. Proses ini juga mendorong rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap ruang yang dibangun. Melalui pembangunan ini diharapkan Kampung Rawa memiliki ruang komunal yang aktif khususnya untuk anak-anak sehingga dapat menjadi tempat bermain dan rekreasi serta mendukung tumbuh kembang mereka, baik secara fisik, sosial, maupun emosional.
KONSEP ERGONOMI BARU TERKAIT LANSIA SEBAGAI PRINSIP PERANCANGAN PADA SENIOR FARMERS MARKET Kimberly, Kimberly; Darmady, Irene Syona
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 1 (2024): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i1.27194

Abstract

The sandwich generation phenomenon raises the stereotype that the elderly are a "burden" for the younger generation. This makes the elderly want to be active, independent and productive through self-actualization. One way to overcome this problem is to provide opportunities for the elderly to work and contribute to society. Projects created to help the elderly tend to be less friendly to the elderly such as work environments that are not ergonomic, limited accessibility and services that are not in accordance with the needs of the elderly. Lack of attention to the comfort of the elderly in projects for the elderly can have a negative impact on the health and well-being of the elderly. Based on these problems, the design of the Senior Farmers Market requires an ergonomic study so that the elderly can work comfortably. Thus, ergonomic work environment design is needed to create a comfortable and safe work environment for the elderly. Ergonomics study itself is a relevant approach to understanding and improving aspects of the design of a project that can affect the comfort and productivity of its users. This study aims to explore the ergonomics study approach as a design principle in the context of a senior farmers market that is friendly to its workers who are mostly elderly. This research uses a qualitative method with a literature study approach, observation, and ergonomic analysis to identify the ergonomic needs of the elderly. Keywords: Elderly; Ergonomics; Senior farmers market Abstrak Fenomena sandwich generation memunculkan stereotype bahwa lansia adalah beban bagi generasi dibawahnya. Stereotype ini kemudian membuat lansia berkeinginan untuk mencapai kemandirian dan menciptakan kesejahtraan mereka sendiri. Hal ini membuat lansia ingin menjadi aktif, mandiri dan produktif melalui aktualisasi diri. Salah satu metode untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan memberikan kesempatan bagi lansia untuk bekerja dan berkontribusi dalam masyarakat. Proyek yang di buat untuk membantu lansia cenderung kurang ramah bagi lansia seperti lingkungan kerja yang tidak ergonomis, aksesibilitas yang terbatas dan pelayanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan lansia. Kurangnya perhatian terhadap kenyamanan para lansia dalam proyek-proyek untuk lansia dapat berdampak negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan lansia. Berdasarkan permasalahan tersebut, perancangan Senior Farmers Market yang dibuat dalam rangka membantu lansia beraktualisasi diri ini membutuhkan studi ergonomi agar para lansia dapat bekerja dengan nyaman. Oleh karena itu, desain lingkungan kerja yang ergonomis sangat penting untuk membuat tempat kerja yang aman dan nyaman bagi orang tua. Studi ini bertujuan untuk mengeksplorasi pendekatan studi ergonomi sebagai prinsip perancangan dalam konteks senior farmers market yang ramah bagi para pekerjanya yang sebagian besar merupakan lansia. Untuk menentukan kebutuhan ergonomi untuk orang lanjut usia, penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menggunakan metode studi literatur, observasi, dan analisis ergonomi yang sesuai untuk lansia.
KONSEP EKOWISATA BERBASIS PERIKANAN SEBAGAI STRATEGI TRANSFORMASI ADAPTASI DESA MUARA TELUK NAGA Matthew, Matthew; Darmady, Irene Syona
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 7 No. 2 (2025): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v7i2.35546

Abstract

The rapid expansion of the Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) area in Teluk Naga, Tangerang Regency, Indonesia, has led to significant environmental degradation and socio-economic pressure on surrounding villages, including Muara Teluk Naga Village. This village is a coastal tourism area focused on nature and fisheries, where most residents work as fishing pond owners, fishermen, and mangrove tourism managers. The development pressure and lack of competitiveness have resulted in reduced income, limited access to education, and the collapse of local businesses. This study aims to empower the Muara community and restore the degraded mangrove ecosystem through a regenerative architectural approach that integrates development with environmental rehabilitation. The design envisions a spatial framework that fosters a symbiotic relationship between environmental sustainability and local economic activity, positioning Muara Village as a strategic connector between mainland areas and surrounding islands. The research adopts a qualitative method involving observation and interviews to formulate an architectural program based on local needs and potentials. The final outcome is a spatial planning proposal that integrates ecological restoration, local economic sustainability, and community well-being. Keywords: Assimilation; balanced ecosystem; bio-centered; empowerment; regenerative architecture Abstrak Ekspansi pesat kawasan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) di Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Indonesia, telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan serta memberikan tekanan sosial-ekonomi terhadap desa-desa di sekitarnya, termasuk Desa Muara Teluk Naga. Desa ini merupakan kawasan wisata pesisir yang berfokus pada alam dan perikanan, di mana mayoritas penduduknya bekerja sebagai pemilik pemancingan, nelayan, serta pengelola wisata mangrove. Tekanan akibat perkembangan kawasan dan ketimpangan daya saing telah berdampak pada menurunnya penghasilan warga, rendahnya akses pendidikan, hingga kebangkrutan usaha lokal. Penelitian ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat Desa Muara sekaligus merehabilitasi ekosistem hutan mangrove yang mengalami degradasi, melalui pendekatan arsitektur regeneratif yang menggabungkan aspek pengembangan dan pelestarian. Desain kawasan dirancang untuk menciptakan hubungan simbiosis antara keberlanjutan lingkungan dan aktivitas ekonomi lokal, serta menjadikan Desa Muara sebagai titik penghubung antara wilayah daratan dan kepulauan sekitarnya. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif melalui observasi dan wawancara untuk merumuskan program arsitektur yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi lokal. Hasil akhir berupa perencanaan program ruang yang mampu mengintegrasikan restorasi ekologi, keberlanjutan ekonomi lokal, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
STRATEGI PERANCANGAN REGENERATIF UNTUK PUSAT EDUKASI DAN KONSERVASI HABITAT SERANGGA PENYERBUK DI KAWASAN PENJARINGAN Davita, Angela; Darmady, Irene Syona
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 7 No. 2 (2025): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v7i2.35547

Abstract

The development of urban areas often overlooks the sustainability of local ecosystems, particularly in providing space for biodiversity. The increasing conversion of land use, the scarcity of ecologically functional green open spaces, and the growing pressure on environmental quality have become significant challenges in architectural practice within densely populated cities like Jakarta. Specifically, the Penjaringan area is facing ecological stress due to intensive development, poor-quality green spaces, and the lack of ecological connectivity, which disrupts the natural cycles between vegetation and local fauna. This article addresses how to design a space that not only meets human activity needs but also rehabilitates and revives the ecological functions of the area through a Regenerative Approach. The main objective of this project is to create a conservation and ecological education center that functions as a habitat for pollinator insects while serving as an environmentally conscious tourism destination integrated with the local landscape and community. Through biomimicry design strategies and the use of modular dome structures, the project accommodates human needs such as education, research, and recreation, while also establishing ecological space for insects. The findings of this project include the formulation of a design scenario for sustainable coexistence between humans and pollinator species within an urban environment. Thus, this project offers a new approach to ecological architecture, that is not environmentally neutral but actively regenerates and educates. Keywords: Bees; biodiversity; habitat; pollinator; tourism Abstrak Perkembangan kawasan perkotaan sering kali mengabaikan keberlanjutan ekosistem lokal, terutama dalam penyediaan ruang bagi keanekaragaman hayati. Fenomena meningkatnya alih fungsi lahan, minimnya ruang terbuka hijau yang berfungsi ekologis, serta tekanan terhadap kualitas lingkungan telah menjadi tantangan besar dalam konteks arsitektur di wilayah perkotaan padat seperti Jakarta. Secara khusus, kawasan Penjaringan mengalami tekanan ekologis akibat intensitas pembangunan, rendahnya kualitas ruang hijau, serta minimnya konektivitas ekologis yang mengakibatkan terputusnya siklus alami antara vegetasi dan fauna lokal. Adapun isu pada artikel ini berfokus pada cara merancang suatu ruang yang tidak hanya memenuhi kebutuhan aktivitas manusia, namun juga mampu merehabilitasi dan menghidupkan kembali fungsi ekologis kawasan melalui Pendekatan Regeneratif. Tujuan utama proyek ini adalah menciptakan sebuah pusat konservasi dan edukasi ekologis yang berfungsi sebagai habitat serangga penyerbuk sekaligus destinasi wisata berwawasan lingkungan yang terintegrasi dengan lanskap dan komunitas lokal. Melalui strategi desain biomimikri dan penggunaan struktur dome modular, proyek ini tidak hanya mengakomodasi kebutuhan manusia seperti edukasi, penelitian, dan rekreasi, tetapi juga menciptakan ruang ekologis bagi serangga. Temuan dari proyek ini adalah perumusan skenario desain untuk kehidupan secara berdampingan antara manusia dan spesies penyerbuk di dalam kawasan perkotaan secara berkelanjutan. Dengan begitu, proyek ini menawarkan pendekatan baru dalam merancang arsitektur ekologis yang tidak bersifat netral terhadap lingkungan, melainkan aktif dalam meregenerasi, dan mengedukasi.