Claim Missing Document
Check
Articles

Found 22 Documents
Search

Estetika Adegan Bondres Wayang Tantri oleh Dalang I Wayan Wija I Dewa Ketut Wicaksandita; I Ketut Sariada; Hendra Santosa
PANGGUNG Vol 30, No 1 (2020): Polisemi dalam Interpretasi Tradisi Kreatif
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1201.838 KB) | DOI: 10.26742/panggung.v30i1.1146

Abstract

ABSTRACTBebondresan is a scene that is raised in order to entertain the audience. The scene of the bonding on theTantri puppet play Bhagawan Kundala Nangun Yadnya by Dalang Wija was brought up with a varietyof creativity that no other Dalang had ever done. This gave rise to appreciation in the form of applausefrom the audience who indicated the fulfillment of the wonderful taste of the aesthetic values that emerged.The main purpose of this research is to find out the aesthetics of the bebondresan scene. The researchmethod in the form of observation, interviews and documentation is the source of data acquisition by theauthor, which is then reduced and analyzed using instrumental aesthetic theory and aesthetic theoriesof aesthetics. The results of this study later found that the form of the bondres scene was formed visuallyin the form of three puppet Bondres namely, men holding drums, sexy women and agile old women,the structure consisted of three two-dimensional leather puppets, a drum and tambourine combinedthrough puppet play patterns, musical instruments and vocal wayang dialogues. The aesthetics of theBondres scene lies in, (1) ‘interrelations’, namely wholeness which is seen from the interrelationship,integration and harmony in the elements forming the scene; (2) ‘complexity’ that is interwoven betweenthe elements in the structure that are staged through complex playing patterns; (3) ‘prominence’ whichis the presentation of the results of the achievement of creativity by Dalang Wija which is seen from thecharacteristics of the artwork, the background of the mastermind’s abilities and his motivation.Keywords: Bondres Scene, Wayang Tantri, I Wayan WijaABSTRAKAdegan bondres merupakan sebuah adegan yang dimunculkan dengan tujuan untukmenghibur penonton. Adegan bondres pada wayang Tantri lakon Bhagawan Kundala NangunYadnya oleh Dalang Wija dimunculkan dengan beragam kreativitas yang tidak pernahdilakuakn Dalang lain. Hal ini memunculkan apresiasi berupa tepuk tangan dari penoton yangmengindikasikan terpenuhinya rasa nikmat indah atas nilai estetis yang muncul. Tujuan utamapenelitian ini ialah untuk mengetahui estetika dari adegan bebondresan. Metode penelitianberupa observasi, wawancara dan dokumentasi menjadi sumber perolehan data oleh penulisyang selanjunya direduksi dan dianlisis menggunakan teori estetika instrumental dan teoriestetika sifat estetis. Hasil penelitian ini selajutnya menemukan bahwa wujud adegan bondresini terbentuk secara visual berupa tiga wayang bondres yaitu, pria memegang kendang, wanitasexy dan wanita tua lincah, strukturnya terdiri atas tiga buah wayang kulit dua dimensi, sebuahkendang dan tamborin yang dikombinasi melalui pola bermain wayang, alat musik dan vokaldialog wayang. Estetika adegan bondres ini terletak pada, (1) ‘keterkaitan’ yaitu keutuhan yangdilihat dari keterkaitan, keterpaduan dan harmoni pada elemen-elemen pembentuk adegan;(2) ‘kerumitan’ yang terjalin di antara elemen-elemen pada struktur yang dipentaskan melaluipola bermain yang kompleks; (3) ‘penonjolan’ yaitu presentasi hasil pencapaian kreativitasoleh Dalang Wija yang dilihat dari ciri-ciri karya seni, latar belakang kemampuan dalang danmotivasinya.Kata Kunci: Adegan Bondres, Wayang Tantri, I Wayan Wija
Bentuk dan Gerak Wayang Kaca dalam Pentas Wayang Tantri Sebuah Kreativitas Seni Modern Berbasis Kebudayaan Lokal I Dewa Ketut Wicaksandita
PANTUN Vol 3, No 1 (2018): Estetika Budaya Urban
Publisher : Pascasarjana ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (871.156 KB) | DOI: 10.26742/pantun.v3i1.802

Abstract

Wayang Tantri is one of Wayang arts which is still productive and creative in performing Wayang Kaca (glass wayang) in some scenes of their performance. The visual of the performance is the re?ection of light with the motif of forms and paterns of the traditional Balinese leather puppet(wayang kulit). The creation is conducted by I Wayan Wija by enriching the movements of wayang tetikesan adapted from Balinese leather puppet. The subject of the analysis is wayang kaca in the play of Wayang Tantri of I Wayan Wija’s Sang Aji Dharma Kepastu in Bali record. The aim of thispaper is to identify the form and movement of Wayang. The analysis is explored within local ideas in the form of the wayang. The data are collected through observation, interview, and document study to the video of the subject of the analysis which is more or less about 2 hours. The theory applied is Instrumental Aesthetics and Estetika Pedalangan. The result shows that wayang kaca is Dalang Wija’s thought on the manifestation of Dewa (God) which is re?ected in the form of light (dev) in the performance. The basic materials are created into various forms of Balinese wayang characterssuch as Barong, dewa-dewi, penari baris, etc. The tetikesan model applied in wayang kaca is adapted movements from traditional wayang comprising “gerak wantah” and “gerak maknawi.Keywords: Wayang Tantri, wayang Kaca, form, movement.
Konsep Dasa Paramartha pada Karakterisasi Tokoh Aji Dharma dalam Pertunjukan Wayang Tantri oleh I Wayan Wija I Dewa Ketut Wicaksandita; Hendra Santosa; I Ketut Sariada
Dance and Theatre Review: Jurnal Tari, Teater, dan Wayang Vol 3, No 1 (2020): May 2020
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1037.378 KB) | DOI: 10.24821/dtr.v3i1.4415

Abstract

The Concept of Dasa Paramartha on the Characterization of Aji Dharma in a Wayang Tantri Performance by I Wayan Wija. Dasa Paramartha, as the teachings of dharma (goodness) in Hinduism, then becomes a material that is flexible enough to be displayed in broadcasting the meaning and value of ethical, moral, and social behavior education. Wayang Tantri, in the play of Sang Aji Dharma Kepastu presents the character of Prabu Aji Dharma with the characteristics trait displayed as a figure of dharma who later becomes a role model for Wayang Tantri audiences. This study aims to reveal the values of Dasa Parartha’s teachings in the characterization of Aji Dharma figures. The qualitative descriptive method with data collection in the form of observation, interviews, and study documentation of the Wayang Tantri video of Sang Aji Dharma Kepastu with a duration of approximately 2 hours, then analyzed by, The Aesthetic Pedalangan Theory supported by Semiotic Theory. The results of the research are the representation of the teachings of Dasa Parmartha, which is in the form of Tapa: physical and mental self-control; Bharata: curb lust; Samadhi: mental concentration on God; Santa: being calm and honest; Sanmata: aspiring and aiming towards goodness; Karuna: affection between living beings; Karuni: compassion for plants, goods and so on; Upeksa: being able to distinguish right from wrong, good and bad; Mudhita: trying to please others; and Maitri: eager to seek friendship based on mutual respect.Keywords: representation; Dasa Paramartha; Aji Dharma; Wayang Tantri
Struktur Dramatik Pertunjukan Wayang Parwa Lakon Erawan Rabi Oleh Dalang I Dewa Made Rai Mesi I Putu Ardiyasa; I Dewa Ketut Wicaksandita; Sang Nyoman Gede Adhi Santika
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol. 2 No. 2 (2022): Oktober
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini adalah sebuah kajian Lakon Irawan Rabi dalam Wayang Kulit Parwa, yang disajikan oleh dalang Rai Mesi. Permasalahan penelitian yang dibahas yaitu mengenai struktur dramatik lakon Irawan Rabi dalam Wayang Kulit Parwa, oleh dalang Rai Mesi. Untuk membedah masalah, peneliti memakai Metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan kualitatif. Berkenaan dengan objek penelitian berupa rekaman kaset tape recorder, maka data-data diperoleh melalui observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa Lakon Irawanmemilikistruktur dramatik yang menarik, terdiridari (1) babak I: eksposisi, konflik; (2) babak II: komplikasi; eksposisi (3) babak III: komplikasi, klimaks; (4) babak IV: resolusi dan konklusi. Tensi dramatik ini tersusun dalam alur yang terbuka, maju, dan tunggal, karena lakon Irawan Rabi terdapat satu alur cerita tanpa ada selipan cerita lain.
Wayang Bali dan Aktivisme Sosial: Studi Kasus Retorika Dan Wayang Sampah Daur Ulang Dalam Teaser Sinematografi Pahayu Gumine I Gusti Agung Bayu Senopati; I Dewa Ketut Wicaksandita
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol. 3 No. 2 (2023): Oktober
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini menyajikan studi kasus tentang penggunaan wayang Bali dalam konteks aktivisme sosial melalui produksi sinematografi berjudul "Pahayu Gumine." Penelitian ini memeriksa bagaimana retorika dan simbolisme wayang Bali digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan sosial dan ekologis dalam film tersebut. "Pahayu Gumine" menggabungkan unsur-unsur wayang tradisional dengan konsep "wayang sampah daur ulang," di mana jenis wayang, latar belakang sinematik, dan segenap unsur estetik wayang Bali (tetikesan, ukuran wayang, bahan, ekspresi dalang), serta retorika (alternasi gaya bahasa, makna kalimat, intonasi, dan penekanan) mampu berkolaborasi dengan gerakan penari dan iringan musik kontemporer mampu membahasakan properti alami berupa gunungan sampah di tempat pembuangan akhir, serta membangun kesan ketidak pedulian dan keacuhan manusia akibat penggunaan plastik berlebih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi ini berhasil menciptakan pengalaman audiovisual yang kuat dan menyampaikan pesan-pesan yang relevan tentang pelestarian lingkungan dan keberlanjutan. Wayang Bali memainkan peran penting dalam memperkuat narasi film ini, menggabungkan budaya tradisional dengan isu-isu kontemporer. Artikel ini juga membahas dampak kreatif dan budaya dari penggabungan wayang dengan sinematografi modern serta kontribusi seni pertunjukan dalam mendukung aktivisme sosial. Studi kasus ini menggambarkan bagaimana seni tradisional seperti wayang dapat menjadi alat yang efektif dalam menyampaikan pesan-pesan sosial dan ekologis dalam konteks budaya kontemporer.
Signifikansi Narasi-Vokal Dan Gerak Yoga Dalam Membangun Karakter Tokoh Pada Suasana Mistik Adegan Setra Pertunjukan Teater Pakeliran Puyung Bolong Telah Ilang Karya I Gusti Putu Sudarta I Dewa Ketut Wicaksandita
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol. 3 No. 2 (2023): Oktober
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam konteks pertunjukan Teater Pakeliran Puyung Bolong Telah Ilang karya I Gusti Putu Sudarta, penggunaan narasi vokal dan gerakan yoga berpengaruh signifikan dalam pembangunan karakter tokoh serta penciptaan latar mistik adegan Setra pada pertunjukannya. Dengan memanfaatkan teori peran teater dan praktik yoga, penelitian ini mendokumentasikan peran kunci teknik narasi vokal dan gerakan yoga dalam menghadirkan dimensi karakteristik yang dalam dan autentik bagi para pemain, serta dalam membentuk atmosfer mistik yang mempengaruhi persepsi penonton. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui observasi mendalam terhadap pementasan "Puyung Bolong Telah Ilang." Teori kawi dalang dan teori drama digunakan untuk menganalisis pengaruh teknik narasi vokal dan gerakan yoga terhadap pembentukan karakter tokoh, sementara pendekatan yoga digunakan untuk memahami bagaimana praktik yoga memperkaya interpretasi para pemain terhadap latar mistik adegan Setra. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan teknik vokal dan gerakan yoga secara efektif menghasilkan karakter tokoh yang lebih mendalam dan kompleks, memungkinkan pemain untuk menjelajahi dimensi psikologis karakter dengan lebih baik. Selain itu, penggunaan gerakan yoga juga membantu menciptakan atmosfer mistik yang memperkaya pengalaman penonton, mengaitkan mereka secara lebih mendalam dengan naratif dan pesan pertunjukan. Hal ini mengindikasikan bahwa integrasi narasi vokal dan gerakan yoga memiliki signifikansi yang substansial dalam mengembangkan pertunjukan Teater Pakeliran modern yang inovatif, serta memberikan kontribusi positif terhadap pemahaman dan apresiasi seni pertunjukan tradisional Bali dalam konteks kontemporer.
METAFORA SAMUDRA DALAM CERITA DEWA RUCI, MAKNA SUGESTI BIMA MEMBENTUK JATI DIRI Wicaksana, I Dewa Ketut; Wicaksandita, I Dewa Ketut
Prosiding Bali Dwipantara Waskita: Seminar Nasional Republik Seni Nusantara Vol. 3 (2023): Prosiding Bali Dwipantara Waskita: Seminar Nasional Republik Seni Nusantara
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bima adalah salah satu tokoh Pandawa, yang berkat sugesti samudra ia mampu mengafirmasi diri memperoleh kemanunggalanya. Lakon Dewa Ruci menggambarkan upaya Bima (manusia) mencapai kebenaran (sadhu), melalui medium lautan/samudra (sindhu) sebagai perenungan/ penyucian diri sampai ia bertemu Dewa Ruci, energi spritual (taksu) dalam dirinya. Tergambarlah ‘hukum ketertarikan’ (law of attraction) sebagai efek interaksi Bima yang merupakan subjek tersugesti dan samudra sebagai objek penyugesti. Penelitian ini bertujuan menelaah secara estetik-filosofis metafora lautan dan samudra dalam kisah Dewa Ruci; menganalisis signifikansi makna dan sugesti atas afirmasi diri Bima sebagai refleksi generasi muda menempa jati diri. Riset kualitatif berpendekatan studi kasus dipergunakan sebagai metode penelitian ini, dengan analisis teori estetika (significant form), teori sastra (semiotika-strukturalisme) dan teori pisikologi (low of attraction & kognitif). Temuan kunci penelitian ini: Relevansi metafor tematik, sebagai alternatif proses kognitif ‘berfikir ke dalam’ (think inside) bagi generasi muda mengenali dan meningkatkan kualitas etika dan moralnya, di tengah ketumpangtindihan informasi. Pertama, lautan/samudra merupakan metafora kompleksitas alam fikir dan raga manusia seluas batas kemampuan mengekplorasi filosofi makna spiritual atas pengalamanya; Naga melambangkan tantangan, dan konflik pengalaman internal-eksternal yang memengaruhi perkembangan jiwa dan raga; Dewa Ruci, merupakan batas jangkauan jati diri yang bersifat dinamis. Kedua, Signifikansinya, bahwa proses kognitif Bima memahami kemanunggalan memiliki pola yang sama seperti generasi muda mempelajari jati dirinya. Bima haruslah tersesat untuk memasuki ruang yang tidak ia pernah pahami. Disinilah samudra berperan menuntun Bima melampaui objek itu sendiri, sehingga Bima berkeputusan menceburkan diri ke laut yang bermakna menyelam ke dalam alam fikirnya agar mampu mengenali versi sempurna dirinya yaitu Dewa Ruci.
Struktur Dramatik Pertunjukan Wayang Parwa Lakon Erawan Rabi Oleh Dalang I Dewa Made Rai Mesi Ardiyasa, I Putu; Wicaksandita, I Dewa Ketut; Santika, Sang Nyoman Gede Adhi
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol. 2 No. 2 (2022): Oktober
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v2i2.1867

Abstract

Penelitian ini adalah sebuah kajian Lakon Irawan Rabi dalam Wayang Kulit Parwa, yang disajikan oleh dalang Rai Mesi. Permasalahan penelitian yang dibahas yaitu mengenai struktur dramatik lakon Irawan Rabi dalam Wayang Kulit Parwa, oleh dalang Rai Mesi. Untuk membedah masalah, peneliti memakai Metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan kualitatif. Berkenaan dengan objek penelitian berupa rekaman kaset tape recorder, maka data-data diperoleh melalui observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa Lakon Irawanmemilikistruktur dramatik yang menarik, terdiridari (1) babak I: eksposisi, konflik; (2) babak II: komplikasi; eksposisi (3) babak III: komplikasi, klimaks; (4) babak IV: resolusi dan konklusi. Tensi dramatik ini tersusun dalam alur yang terbuka, maju, dan tunggal, karena lakon Irawan Rabi terdapat satu alur cerita tanpa ada selipan cerita lain.
Wayang Bali dan Aktivisme Sosial: Studi Kasus Retorika Dan Wayang Sampah Daur Ulang Dalam Teaser Sinematografi Pahayu Gumine Senopati, I Gusti Agung Bayu; Wicaksandita, I Dewa Ketut
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol. 3 No. 2 (2023): Oktober
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v3i2.2851

Abstract

Artikel ini menyajikan studi kasus tentang penggunaan wayang Bali dalam konteks aktivisme sosial melalui produksi sinematografi berjudul "Pahayu Gumine." Penelitian ini memeriksa bagaimana retorika dan simbolisme wayang Bali digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan sosial dan ekologis dalam film tersebut. "Pahayu Gumine" menggabungkan unsur-unsur wayang tradisional dengan konsep "wayang sampah daur ulang," di mana jenis wayang, latar belakang sinematik, dan segenap unsur estetik wayang Bali (tetikesan, ukuran wayang, bahan, ekspresi dalang), serta retorika (alternasi gaya bahasa, makna kalimat, intonasi, dan penekanan) mampu berkolaborasi dengan gerakan penari dan iringan musik kontemporer mampu membahasakan properti alami berupa gunungan sampah di tempat pembuangan akhir, serta membangun kesan ketidak pedulian dan keacuhan manusia akibat penggunaan plastik berlebih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi ini berhasil menciptakan pengalaman audiovisual yang kuat dan menyampaikan pesan-pesan yang relevan tentang pelestarian lingkungan dan keberlanjutan. Wayang Bali memainkan peran penting dalam memperkuat narasi film ini, menggabungkan budaya tradisional dengan isu-isu kontemporer. Artikel ini juga membahas dampak kreatif dan budaya dari penggabungan wayang dengan sinematografi modern serta kontribusi seni pertunjukan dalam mendukung aktivisme sosial. Studi kasus ini menggambarkan bagaimana seni tradisional seperti wayang dapat menjadi alat yang efektif dalam menyampaikan pesan-pesan sosial dan ekologis dalam konteks budaya kontemporer.
Signifikansi Narasi-Vokal Dan Gerak Yoga Dalam Membangun Karakter Tokoh Pada Suasana Mistik Adegan Setra Pertunjukan Teater Pakeliran Puyung Bolong Telah Ilang Karya I Gusti Putu Sudarta Wicaksandita, I Dewa Ketut
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol. 3 No. 2 (2023): Oktober
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v3i2.2853

Abstract

Dalam konteks pertunjukan Teater Pakeliran Puyung Bolong Telah Ilang karya I Gusti Putu Sudarta, penggunaan narasi vokal dan gerakan yoga berpengaruh signifikan dalam pembangunan karakter tokoh serta penciptaan latar mistik adegan Setra pada pertunjukannya. Dengan memanfaatkan teori peran teater dan praktik yoga, penelitian ini mendokumentasikan peran kunci teknik narasi vokal dan gerakan yoga dalam menghadirkan dimensi karakteristik yang dalam dan autentik bagi para pemain, serta dalam membentuk atmosfer mistik yang mempengaruhi persepsi penonton. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui observasi mendalam terhadap pementasan "Puyung Bolong Telah Ilang." Teori kawi dalang dan teori drama digunakan untuk menganalisis pengaruh teknik narasi vokal dan gerakan yoga terhadap pembentukan karakter tokoh, sementara pendekatan yoga digunakan untuk memahami bagaimana praktik yoga memperkaya interpretasi para pemain terhadap latar mistik adegan Setra. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan teknik vokal dan gerakan yoga secara efektif menghasilkan karakter tokoh yang lebih mendalam dan kompleks, memungkinkan pemain untuk menjelajahi dimensi psikologis karakter dengan lebih baik. Selain itu, penggunaan gerakan yoga juga membantu menciptakan atmosfer mistik yang memperkaya pengalaman penonton, mengaitkan mereka secara lebih mendalam dengan naratif dan pesan pertunjukan. Hal ini mengindikasikan bahwa integrasi narasi vokal dan gerakan yoga memiliki signifikansi yang substansial dalam mengembangkan pertunjukan Teater Pakeliran modern yang inovatif, serta memberikan kontribusi positif terhadap pemahaman dan apresiasi seni pertunjukan tradisional Bali dalam konteks kontemporer.