Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Prevalensi Gangguan Refraksi pada Mahasiswa Baru Universitas Mataram Angkatan 2014 Nintyastuti, Isna Kusuma; Geriputri, Ni Nyoman; Prihatina, Lale Maulin; Syari, Mayuarsih Kartika; Wilmayani, Ni Ketut
Jurnal Kedokteran Vol 5 No 4 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Gangguan refraksi merupakan salah satu penyebab kebutaan di dunia. World Health Organization (WHO) menyatakan 45 juta orang menjadi buta di seluruh dunia, dan 135 juta dengan low vision. Dari 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun) di Indonesia, sekitar 10% menderita kelainan refraksi. Sampai saat ini angka pemakaian kaca mata koreksi masih sangat rendah sekitar 12,5% dari prevalensi tersebut. Apabila kondisi ini tidak ditangani secara menyeluruh akan berdampak negatif pada perkembangan kecerdasan anak dan proses pembelajaran yang akan mempengaruhi produktivitas dan mutu angkatan kerja (15-55 tahun). Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi gangguan refraksi pada mahasiwa baru Universitas Mataram angkatan 2014, mengetahui distribusi karakteristik subjek yang diteliti, meliputi: jenis kelamin, usia, pendidikan orang tua, penghasilan rumah tangga, adanya gangguan refraksi pada keluarga inti, waktu yang dihabiskan untuk membaca dan bermain game komputer di rumah, riwayat pemeriksaan ketajaman pengelihatan dan pemakaian kacamata koreksi sebelumnya, dan gejala gangguan pengelihatan serta untuk mengetahui frekuensi kejadian pada berbagai tipe gangguan refraksi. Metode: Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan pengambilan sampel secara kluster sesuai dengan fakultas pada mahasiswa baru Universitas Mataram angkatan 2014. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuisioner, pemeriksaan tajam penglihatan, pemeriksaan autorefraktokeratometer dan koreksi subjektif pada penderita gangguan refraksi. Hasil: Penelitian dilakukan pada 183 responden, 67 laki–laki dan 115 perempuan, dengan rerata umur 18,76±1,66 tahun. Responden terbanyak berasal dari fakultas keguruan dan ilmu pendidikan (33%). Sebagian besar memiliki orang tua dengan tingkat pendidikan terakhir SMA/sederajat (33% dan 31%) dan penghasilan kurang dari 2 juta per bulan (79%). Riwayat pemeriksaan tajam pengelihatan sebelumnya hanya didapatkan pada 27% responden. Diagnosis terbanyak Myopia Simpleks (OD 8,74%, OS 12,02%) dan terjarang Astigmat Myopia Simpleks (0,55%). Dua puluh empat responden sudah menggunakan kacamata dengan rerata umur mulai berkacamata 16,58±3,55 tahun. Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada riwayat keluarga (p=0,4023). Lama penggunaan gadget memiliki signifikansi terhadap risiko terjadinya gangguan refraksi (p=0,0177). Kesimpulan: Myopia Simpleks merupakan diagnosis kelainan refraksi yang paling banyak ditemukan. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada faktor risiko riwayat keluarga dan didapatkan perbedaan bermakna pada risiko lama penggunaan gadget.
Glaukoma Sekunder pada Aniridia Nintyastuti, Isna Kusuma
Jurnal Kedokteran Vol 6 No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

A 12 year-old boy present with a history of slowly progressive blurred vision since 8 years ago. From the anamnesis revealed that his father and sister diagnosed as having secondary glaucoma due to aniridia. The visual acuity was 6/45 cc S-2,00D became 6/20 maximal for the right eye and 6/20, ccS-1,75D became 6/12 maximal. The anterior chamber was deep with pupil diameter 9 mm with a small iris stump. A subcapsular cataract was present. The cup-disc ratio was 0.5 with glaucomatous signs papil for the right eye and 0.4 for the left eye. The intraocular pressure was 36 mmHg for the right eye and 31 for the left eye. The gonioscopy examination result was closed angle for the both eye. The average thickness of the retinal nerve fiber layer was 103,82 µm and 90,42µm for the right and left eye respectively. The visual field examination for the right eye was very severe general depression with inferior acuate defect and for the left eye was severe general depression with nasal defect. The initial management was medical treatment with timolol 0.05% eyedrops followed by trabeculectomy with MMC application. A flat anterior chamber complication was found on the right eye and successfully treated with intracameral injection of sodium hyaluroniate 1.5% viscoelastic. The IOP was decrease immediately on the first day after surgery and well controlled until 6 months after surgery.
Penyuluhan Cara Cuci Tangan Bagi Pengunjung Rumah Sakit Universitas Mataram Isna Kusuma Nintyastuti; Titi Pambudi Karuniawaty; Mohammad Rizki; Yunita Hapsari
Jurnal Gema Ngabdi Vol. 3 No. 2 (2021): JURNAL GEMA NGABDI
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jgn.v3i2.145

Abstract

Washing hands with soap for 20 seconds is an effective prevention effort against various infectious diseases. In the COVID-19 pandemic, mastery of good and correct hand washing by the wider community plays a major role in efforts to prevent disease transmission. Mataram University Hospital which is a hospital that serves as a vehicle for education is the right place to apply knowledge and disseminate knowledge to the wider community, especially hospital visitors about how to wash hands in order to prevent the spread of COVID-19. Therefore, we do community service in the form of counseling on how to wash hands for visitors to the Mataram University Hospital. This service aims to increase the knowledge of visitors to the Mataram University Hospital on how to wash their hands. Counseling is carried out in the visitor's waiting room, both at registration, pharmacy and outpatient. Young doctors who are conducting education are also involved in this activity. Counseling is carried out by inviting the demonstrators to directly practice hand washing steps according to World Health Organization (WHO) standards. During the period from August to October, there were 7 counseling sessions and hand washing practices for visitors to the Mataram University Hospital. The media used in the counseling were banners with pictures of hand washing steps and hand sanitizers for direct practice by visitors. The involvement of young doctors and good coordination with the education and health promotion sectors of the hospital support this activity. 
Persepsi Petugas Kesehatan Terhadap Manekin Pemeriksaan Pap Smear Isna Kusuma Nintyastuti Suninto; Monalisa Nasrul; Yunita Hapsari
Unram Medical Journal Vol 10 No 2 (2021): Jurnal Kedokteran Juni 2021
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jku.v10i2.439

Abstract

Pemeriksaan deteksi dini kanker rahim saat ini menjadi program kesehatan nasional dalam rangka mengurangi angka kesakitan dan kematian. Tes Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) dan pap smear dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat primer seperti Puskesmas. Keterampilan pemeriksaan papsmear bagi petugas kesehatan merupakan keharusan sehingga program deteksi dini kanker leher rahim bisa terlaksana dengan luas, efektif dan efisien. Salah satu media penyegaran kembali mengenai keterampilan ini adalah dengan berlatih pada manekin sehingga dari aspek keselamatan pasien lebih aman. Untuk mengetahui efektivitas dan kualitas pelatihan pemeriksaan pap smear untuk petugas kesehatan, maka diperlukan penelitian untuk mengetahui persepsi petugas kesehatan terhadap manekin pemeriksaan pap smear yang digunakan dalam pelatihan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi petugas medis mengenai manekin yang digunakan pada pelatihan pemeriksaan pap smear. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menjabarkan persepsi petugas kesehatan terhadap kualitas alat peraga yang digunakan dalam pelatihan pemeriksaan pap smear. Penelitian dilakukan pada 39 responden. Dari hasil kuisioner mengenai kualitas manikin, responden paling banyak menyatakan setuju bahwa manikin memiliki kualitas yang baik. Dari kuisioner mengenai pengaruh kualitas manikin terhadap prosedur pemeriksaan, didapatkan jawaban dari responden paling banyak menyatakan setuju bahwa dengan latihan menggunakan manikin maka keterampilan prosedur pemeriksaan pap smear menjadi baik. Berdasarkan hasil di atas maka dapat disimpulkan bahwa petugas kesehatan memiliki persepsi yang baik terhadap manikin pemeriksaan pap smear baik dari segi kualitas maupun manfaat penggunaan manikin dalam pelatihan untuk meningkatkan keterampilan pemeriksaan pap smear.
KESIAPAN DOKTER UMUM UNTUK PELAYANAN KACAMATA DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DI KOTA MATARAM, NUSA TENGGARA BARAT Isna Kusuma Nintyastuti
Unram Medical Journal Vol 10 No 3 (2021): Jurnal Kedokteran volume 10 nomor 3 2021
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jku.v10i3.546

Abstract

Refractive errors are cases of eye disease with competency level 4 based on the 2012 Indonesian Doctor Competency Standards (SKDI). If the facilities and competencies are ready, refractive errors would no longer need to be referred to ophthalmologists. The application of the competency in the practice of general practitioners (GPs) has never been recorded. Therefore, a study was needed regarding the readiness of GPs to give that service in First Level Health Facilities (FKTP). Readiness needs to be assessed in terms of competence and supporting infrastructures. This study aims to determine the level of readiness of GPs in Mataram. The method used was descriptive cross-sectional. There were 28 general practitioners participated. Judging from the readiness of facilities and infrastructure, there were 7 (25%) doctors did not have a practice room with a length of 6 or 3 meters. The most widely owned equipment was Snellen optotype (85.71%), while those not owned were trial lenses (14.29%) and trial frame (10.71%). Most GPs feel competent to correct refractive errors (57.1%) but were still hesitant to provide eyeglass correction services at FKTP (53.6%). All GPs stated that they referred alls patients with refractive errors. However, most doctors (71.4%) agreed that eyeglass examination services should be available at the FKTP. In conclusion, there was still a lack of facilities and infrastructures for eyeglass correction services in most GPs' practice rooms in Mataram. General practitioners in the Mataram area felt that they are competent enough to carry out examinations and correct refractive errors.
PENYEDIAAN FASILITAS SANITASI DAN AIR BERSIH BAGI PENGUNGSI KORBAN BENCANA GEMPA DI DUSUN LENDANG RE, KABUPATEN LOMBOK BARAT Dian Puspita Sari; Dewi Suryani; Titi Pambudi Karuniawati; Wahyu Sulistya Affarah; Isna Kusuma Nintyastuti; Deasy Irawati
Jurnal Abdi Insani Vol 7 No 1 (2020): Jurnal Abdi Insani Universitas Mataram
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/abdiinsani.v7i1.291

Abstract

Gempa besar yang melanda pulau Lombok pada akhir Juli sampai Agustus 2018 telah menyebabkan korban jiwa, korban luka dan kerusakan berbagai sarana dan prasarana serta tempat tinggal. Setelah terjadinya bencana alam apapun jenisnya, kejadian penyakit infeksi umumnya akan meningkat. Hal ini terjadi akibat kerentanan sistem kesehatan di suatu wilayah dan gangguan pemenuhan kebutuhan dasar seperti air bersih, sanitasi, tempat perlindungan dan pelayanan kesehatan. Meningkatnya jumlah penduduk terdampak yang mengungsi ke pusat-pusat evakuasi juga akan meningkatkan kejadian penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kepadatan, air bersih, sanitasi dan higiene. Lebih dari itu, masalah ketersediaan air bersih dan sanitasi dapat berdampak pada meningkatnya kejadian stunting yang memiliki dampak kesehatan jangka panjang. Dusun Lendang Re merupakan salah satu wilayah yang terdampak bencana. Lebih dari 90% rumah hancur dan rusak berat dan sekitar 750 orang warga terpaksa mengungsi. Jumlah toilet darurat yang tersedia belum memenuhi kebutuhan pengungsi dan standar minimal. Hal ini rentan menyebabkan pencemaran lingkungan dan penyebaran penyakit terutama penyakit infeksi. Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan akses warga pengungsi di Dusun Lendang Re terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi. Setelah melakukan survey pendahuluan, mengurus perijinan dan membangun komitmen dengan warga, tim pelaksana kegiatan pengabdian kepada masyarakat membangun dua set fasilitas sanitasi dan penampungan air bersih. Setiap set terdiri dari tiga bilik toilet/kamar mandi dengan jamban jongkok serta satu pelataran cuci dengan keran air. Sumber air bersih berasal dari sumur terdekat yang disalurkan melalui sistem pipa dengan pompa air listrik dan ditampung dalam tandon penampung air di atas menara baja. Komunikasi dan koordinasi yang baik dengan warga dan tokoh masyarakat, pemilihan lokasi dan perijinan penggunaan lahan serta serta kelayakan spesifikasi dan kelengkapan fasilitas yang dibangun mendukung keberlangsungan penggunaan fasilitas ini di lokasi bencana.
Intravenous Catheter Use for Inferior Lacrimal Canalicular Laceration Reconstruction: A Life Hack in Low Resource Setting: Poster Presentation - Case Series - Ophthalmologist ISNA KUSUMA NINTYASTUTI; Ni Nyoman Geriputri
Majalah Oftalmologi Indonesia Vol 49 No S2 (2023): Supplement Edition
Publisher : The Indonesian Ophthalmologists Association (IOA, Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami))

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35749/38dvfc62

Abstract

Introduction : Silicone tube was the standard for stenting canaliculi in lacrimal canalicular laceration. But it was not always in stock at a hospital in remote area with low resource. Use of intravenous catheter to exchange the unavailable slicone tube was a possible option. Case Illustration : We reported two cases of inferior canalicular laceration at NTB provincial hospital. Both cases were adult, one female and one male. First case caused by nail and second because of traffic accident. There were no globe involvement in both case. Reconstruction surgeries with monocanalicular approach were performed. Intravenous catheter was used for stenting the canaliculus. First case was using a 24G, the other was 22G. The catheters were well inserted and planned to be removed at3 month. At the day 7 follow-up, the 24G catheter was extruded spontaneously while the patient with 22G was not. Both patients did not complain of profuse tearing. Discussion : The diameter and length of 24G iv catheter were 0.7mm and 19mm, while 22G were 0.9mm and 25mm. The diameters were similar with the silicone tube (0.6mm) and the lengths were long enough to pass the lower and common canaliculus which has a total 15mm long. The catheter in the first case was extruded possibly because in 24G there was only 4mm inside th lacrimal sac. A high pressure air from the nose would push the catheter backward and extruded. The 22G would have 10mm inside the sac. Conclusion : Intravenous catheter was an alternative option for inferior canalicular laceration stenting in low resource setting.
PENINGKATAN KAPASITAS TENAGA KESEHATAN DI PUSKESMAS: PELATIHAN DOKTER DAN PERAWAT PUSKESMAS OLEH AKADEMISI FKIK UNRAM DAN PERDAMI NTB DALAM IMPLEMENTASI INTEGRATED PEOPLE-CENTERED EYE CARE (IPCEC) Nasrul, Monalisa; Nintyastuti, Isna Kusuma; Andari, Marie Yuni; Suparta, I Gede; Santyowibowo, Siti Farida; Rahmaniah, Harir; Artastra, I Ketut; Affarah, Wahyu Sulistya
Jurnal Pepadu Vol 5 No 4 (2024): Jurnal PEPADU
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/pepadu.v5i4.5912

Abstract

Tingginya angka kebutaan di Provinsi NTB (4%), membutuhkan program penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan melalui kerjasama dari berbagai pihak seperti pemerintah, swasta, akademisi, organisasi profesi, non-government organization (NGO) dan lain-lain. Salah satu strategi untuk menurunkan angka kebutaan adalah melalui program integrated people- centered eye care (IPCEC). Untuk itu, Dinas Kesehatan Provinsi NTB bersama dengan The Fred Hollows Foundation sebagai donatur utama program, mengadakan pelatihan penanggulangan gangguan penglihatan (PGP) bagi dokter dan perawat di Puskesmas dengan merangkul partisipasi dari akademisi Fakultas Kedokteran Universitas Mataram serta organisasi profesi yaitu Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia (PERDAMI) Wilayah NTB. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan nakes (tenaga kesehatan) dalam mendeteksi gangguan penglihatan baik di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) maupun di komunitas melalui kader. Pelatihan Penanggulangan Kebutaan dilakukan secara luring selama 7 hari dengan menggabungkan materi tentang gangguan penglihatan, teknik penyuluhan dan pelatihan untuk kader, praktek keterampilan pemeriksaan mata serta kunjungan lapangan ke Vision Center di beberapa wilayah di NTB. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah pelatihan, dilakukan pre dan posttest. Selama tahun 2023 dan 2024 telah berhasil dilakukan pelatihan pada 135 dokter dan 135 perawat dari seluruh kabupaten dan kotamadya di Provinsi NTB. Pelatihan terlaksana dalam 8 angkatan terpisah. Terdapat peningkatan pengetahuan pada seluruh peserta. Saat kunjungan lapangan ke vision center, peserta mendapat kesempatan untuk melakukan pemeriksaan mata pada pasien secara langsung dan mendiagnosis kasus mata dengan pendampingan oleh dokter spesialis mata dan nakes setempat. Pelatihan Penanggulangan Gangguan Penglihatan (PGP) di Provinsi NTB terbukti dapat meningkatkan pengetahuan terkait deteksi dini gangguan penglihatan oleh dokter dan perawat Puskesmas. Perlu dilakukan penilaian lebih lanjut untuk keterampilan pemeriksaan mata.
UPAYA PENINGKATAN CAKUPAN DETEKSI DINI GANGGUAN PENGLIHATAN PADA ANAK SEKOLAH MELALUI PELATIHAN TENAGA KESEHATAN FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Nintyastuti, Isna Kusuma; Nasrul, Monalisa; Andari, Marie Yuni; ITSW, Siti Farida; Suparta, I Gede; Artastra, I Ketut; Siswanto, Lalu M. Harmain; Rahmaniah, Harir
Jurnal Pepadu Vol 6 No 2 (2025): Jurnal Pepadu
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/pepadu.v6i2.5921

Abstract

Anak-anak dengan gangguan penglihatan akan mengalami dampak yang berat dalam perkembangannya dan berpengaruh pada kehidupan di masa depannya. Deteksi dini adanya gangguan penglihatan pada anak merupakan salah satu cara penemuan kasus yang efektif agar penatalaksanaannya segera bisa dilakukan. Oleh karena itu diperlukan kegiatan yang dapat meningkatkan cakupan deteksi dini pada anak oleh guru dengan pendampingan tenaga kesehatan (nakes) di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) sebagai ujung tombak kegiatan promosi dan prevensi kesehatan di tingkat komunitas. Untuk meningkatkan kualitas skrining maka dilakukan kegiatan peningkatan kapasitas nakes berupa pelatihan pencegahan dan penatalaksanaan gangguan penglihatan dan kebutaan untuk nakes FKTP di wilayan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).  Pelatihan dilakukan kepada perawat dan dokter di FKTP perwakilan dari 10 kabupaten/kota di Provinsi NTB. Materi yang diberikan berupa materi dasar cara deteksi dini gangguan penglihatan, kemampuan melakukan edukasi kepada guru dan tata laksana penyakit mata prioritas. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara klasikan dan praktik lapangan dalam 46 jam pelajaran. Salah satu luaran dari pelatihan tersebut adalah dilakukannya pelatihan untuk guru dan skrining gangguan penglihatan dan kebutaan. Pelatihan diikuti oleh 270 orang dan para peserta telah melakukan pelatihan pada 504 guru. Guru yang telah terlatih telah melakukan skrining pada 60.806 anak yang tersebar di 10 kabupaten kota. Cakupan deteksi dini pada anak sekolah menjadi luas karena nakes telah berhasil melatih guru setelah dibekali dengan materi dan metode pelatihan yang dilakukan. Pelatihan nakes FKTP dari seluruh wilayah provinsi NTB dapat memperluas cakupan dan meningkatkan jumlah deteksi dini gangguan penglihatan pada anak sekolah.
Effective Refractive Error Coverage (eREC) among Elementary School Students in Dasan Agung Community Health Center, Mataram (2024) Aliyyu, Aisah; Nintyastuti, Isna Kusuma; Nasrul, Monalisa
Jurnal Biologi Tropis Vol. 25 No. 4 (2025): Oktober-Desember
Publisher : Biology Education Study Program, Faculty of Teacher Training and Education, University of Mataram, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jbt.v25i4.10181

Abstract

Refractive errors such as myopia and astigmatism, if uncorrected, can hinder academic achievement. The Effective Refractive Error Coverage (eREC) indicator was developed to measure the effectiveness of eye health services in addressing refractive errors. However, eREC data in Indonesia is still scarce. actively participated in measuring the value of the Effective Refractive Error Coverage (eREC) indicator in her home area, Mataram City, West Nusa Tenggara. This cross-sectional observational study used cluster random sampling and involved 105 fifth- and sixth-grade students aged 11–13 from three elementary schools within the Dasan Agung Community Health Center (Puskesmas) area of Mataram City. Visual acuity was measured using a logMAR chart, followed by pinhole testing and subjective refraction by an ophthalmologist. The eREC categories included Met Need, Unmet Need, and Undermet Need. The prevalence of refractive errors was 11.67%, consisting of 6.67% myopia and 1.9% astigmatism. No cases of hyperopia were found. The eREC score was 0%, with no students meeting the criteria for Met Need, 5.71% categorized as Unmet Need, and 0.95% as Undermet Need. Most students (77.1%) had never had an eye examination, and 3.85% reported feeling embarrassed about wearing glasses due to social stigma. The eREC score of 0% highlights significant gaps in eye health services in the study area. Key risk factors include lack of prior eye screening, excessive screen time, and close work habits. Interventions such as eye health education, regular screening in schools, and access to affordable corrective lenses are crucial to increasing eye care coverage and helping achieve the global eREC target by 2030.