Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

The Mediating Role of Cultural Intelligence in the Relationship between the Openness to Experience Personality Trait and Job Satisfaction among Expatriates Lie, Daniel; Suyasa, P. Tommy Y. S.; Wijaya, Erik
Makara Human Behavior Studies in Asia Vol. 20, No. 1
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This study has explored the role of cultural intelligence as a mediator in the relationship between the openness to experience personality trait and job satisfaction among expatriates. Expatriates were required to fill up online questionnaires to measure all the three variables. This study used a regression and bootstrapping analysis to test the hypothesis in a sample of 265 expatriates. The result indicates that the variance in job satisfaction accountable to the openness to experience personality trait is fully mediated through cultural intelligence. This finding provides evidence that possessing cultural intelligence acts as a mechanism in which an open expatriate could feel satisfied with his or her job. Moreover, this study discusses the practical implications especially for multinational companies and suggests some future research directions.
HUBUNGAN ANTARA GAYA HUMOR DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA PENGGEMAR K-POP Tanadi, Anastasia Chrisella; Wijaya, Erik
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol. 6 No. 3 (2022): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v6i3.19151.2022

Abstract

Tujuan dari penelitian ini untuk menguji hubungan antara gaya humor dengan perilaku agresi pada penggemar K-Pop di Indonesia. Setiap individu memiliki gaya humor dan persepsi terhadap humor yang berbeda. Gaya humor adalah salah satu kepribadian yang menetap pada individu dan tiap individu memiliki selera humor yang berbeda. Dalam dunia K-Pop, penggemar menggunakan humor sebagai salah satu sarana berkomunikasi dengan antar penggemar. Akibatnya, hubungan antar penggemar dapat semakin meningkat. Namun, agresi (seperti fan war) dapat muncul jika antar penggemar memiliki persepsi yang berbeda dan tidak paham dengan humor tersebut. Agresi adalah perilaku menyakiti seseorang secara fisik dan/atau psikologis. Jika perilaku agresi terjadi akan memberikan dampak buruk bagi korban maupun pelaku. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian kuantitatif cross-sectional dan pengambilan data menggunakan convenience sampling dan snowball sampling. Pengumpulan data dilakukan pada 13-25 Februari 2022 dan menghasilkan 416 responden, yang terdiri dari 404 perempuan dan 12 laki-laki. Alat ukur yang digunakan adalah Humor Style Questionnaire (HSQ) oleh Martin et al. (2003) dan Buss and Perry Aggression Questionnaire oleh Buss dan Perry (1992). Analisis data partisipan menggunakan SPSS dengan teknik korelasi Spearman antara affiliative humor, self-enhancing humor, aggressive humor, self-defeating humor, dengan perilaku agresi. Hasilnya, penggunaan gaya humor affiliative dapat menurunkan perilaku agresi (p = 0.000 <0.05), sedangkan penggunaan self-enhancing humor (p = 0.000 < 0.05), aggressive humor (p = 0.000 < 0.05), dan self-defeating humor (p = 0.000 < 0.05) dapat meningkatkan perilaku agresi. 
EMOTIONAL EATING SEBAGAI STRATEGI KOPING STRES PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR DI JAKARTA Anandita Dewi, Ni Made Gita; Satiadarma, Monty P.; Wijaya, Erik
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol. 7 No. 1 (2023): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v7i1.22053.2023

Abstract

Mahasiswa merupakan salah satu kelompok masyarakat yang tidak terhindar dari stres. Hal ini juga dirasakan oleh mahasiswa tingkat akhir yang memiliki tanggung jawab untuk belajar, menuntaskan beban sks, dan menyelesaikan skripsi atau tugas akhir sebagai salah satu syarat kelulusan. Dalam menjalani tanggung jawab tersebut tentunya tidak terhindar dari kesulitan maupun tantangan yang dapat menimbulkan stres. Cara individu dalam menghadapi dan merespons stres pun berbeda-beda, salah satunya yaitu dengan mengonsumsi makanan secara kurang terkendali sebagai respons terhadap emosi negatif seperti depresi, cemas, marah atau frustasi, stres, dan bosan yang disebut sebagai emotional eating. Perilaku ini dalam jangka panjang dapat menimbulkan berbagai dampak negatif. Dengan mempertimbangkan dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh emotional eating, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedua hubungan tersebut. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan teknik nonprobability sampling, yaitu convenience sampling dan pengambilan sampel dilakukan secara daring. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 231 mahasiswa dan mahasiswi di perguruan tinggi negeri dan swasta di Jakarta dengan rentang usia 20 - 24 tahun. Adapun alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Perceived Stress Scale (PSS) yang dikembangkan Cohen et al. (1983) dan Dutch Eating Behavior Questionnaire (DEBQ) yang dikembangkan Van Strien et al. (1986). Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif dan signifikan antara stres dan emotional eating dengan nilai r = .409, p = .000 < .01. Hal ini berarti semakin tinggi stres, maka semakin tinggi pula emotional eating.  
PSIKOEDUKASI GURU PAUD BERKUALITAS (SERI 3) “MANAJEMEN PAUD” ., Monika; Kurniawati, Meike; Wijaya, Erik
Journal Community Service Consortium Vol 2 No 2 (2021): Journal Community Service Consortium
Publisher : Universitas Ciputra Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37715/consortium.v2i2.3278

Abstract

Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan dan perkembangan, yaitu: perkembangan moral dan agama, perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan kognitif (daya pikir, daya cipta), sosio emosional (sikap dan emosi), bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan sesuai kelompok usia yang dilalui oleh anak usia dini. Dalam pelaksanaannya lembaga PAUD harus memikirkan segala bentuk pengelolaan terkait seluruh komponen yang ada di PAUD tersebut. Berdasarkan empat komponen manajemen PAUD yaitu komponen manusia, sarana dan prasarana, program kerja, dan lingkungan, maka menurut Wiyani (2015) ruang lingkup manajemen PAUD terdiri atas: 1) manajemen sumber daya manusia (dalam hal ini terkait peningkatan kualitas pendidik PAUD dan staf PAUD), 2) manajemen kurikulum PAUD (yang berhubungan dengan kegiatan pengelolaan kegiatan akademik), 3) manajemen peserta didik PAUD (dimulai dari perencanaan penerimaan peserta didik baru sampai dengan pengaturan peserta didik yang telah lulus), 4) manajemen sarana dan prasarana PAUD (proses pendayagunaan sarana dan prasarana secara efektif dan efisien), 5) manajemen keuangan PAUD (pengurusan dan pertanggungjawaban dalam penyelenggaraan layanan PAUD), 6) manajemen hubungan masyarakat PAUD (hubungan lembaga PAUD dengan masyarakat untuk mendukung keberhasilan layanan PAUD).
PSIKOEDUKASI GURU PAUD BERKUALITAS (SERI 3) “MANAJEMEN PAUD” ., Monika; Kurniawati, Meike; Wijaya, Erik
Journal Community Service Consortium Vol 1 No 2 (2020): Journal Community Service Consortium
Publisher : Universitas Ciputra Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37715/consortium.v1i2.3281

Abstract

Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan dan perkembangan, yaitu: perkembangan moral dan agama, perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan kognitif (daya pikir, daya cipta), sosio emosional (sikap dan emosi), bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan sesuai kelompok usia yang dilalui oleh anak usia dini. Dalam pelaksanaannya lembaga PAUD harus memikirkan segala bentuk pengelolaan terkait seluruh komponen yang ada di PAUD tersebut. Berdasarkan empat komponen manajemen PAUD yaitu komponen manusia, sarana dan prasarana, program kerja, dan lingkungan, maka menurut Wiyani (2015) ruang lingkup manajemen PAUD terdiri atas: 1) manajemen sumber daya manusia (dalam hal ini terkait peningkatan kualitas pendidik PAUD dan staf PAUD), 2) manajemen kurikulum PAUD (yang berhubungan dengan kegiatan pengelolaan kegiatan akademik), 3) manajemen peserta didik PAUD (dimulai dari perencanaan penerimaan peserta didik baru sampai dengan pengaturan peserta didik yang telah lulus), 4) manajemen sarana dan prasarana PAUD (proses pendayagunaan sarana dan prasarana secara efektif dan efisien), 5) manajemen keuangan PAUD (pengurusan dan pertanggungjawaban dalam penyelenggaraan layanan PAUD), 6) manajemen hubungan masyarakat PAUD (hubungan lembaga PAUD dengan masyarakat untuk mendukung keberhasilan layanan PAUD).
Hubungan Altruism dan Happiness pada Relawan Juliany; Wijaya, Erik
Jurnal Ilmu Multidisiplin Vol. 4 No. 2 (2025): Jurnal Ilmu Multidisplin (Juni–Juli 2025)
Publisher : Green Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jim.v4i2.1044

Abstract

Perilaku altruistik sering muncul pada situasi krisis sebagai bentuk ketahanan manusia, namun hubungan antara altruisme dan kebahagiaan pada relawan belum banyak dieksplorasi dalam konteks Indonesia yang dikenal tinggi dalam indeks kedermawanan global. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi hubungan antara altruisme dan kebahagiaan pada relawan yang terlibat dalam kegiatan sukarela dan donasi. Metode kuantitatif non-eksperimental digunakan dengan melibatkan 259 partisipan yang direkrut melalui convenience dan snowball sampling. Pengumpulan data menggunakan Altruistic Personality Scale dan Oxford Happiness Questionnaire yang telah diadaptasi. Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan hubungan positif yang signifikan antara altruisme dan kebahagiaan (r = 0,532; p < 0,01), dengan skor rata-rata kedua variabel tergolong tinggi dan tidak ditemukan perbedaan signifikan berdasarkan jenis kelamin pada kedua variabel. Temuan ini mendukung konsep Virtuous Cycle dan menunjukkan bahwa perilaku altruistik dapat meningkatkan kebahagiaan melalui aktivasi area otak yang menghasilkan pengalaman positif. Pengembangan program relawan berbasis altruisme direkomendasikan sebagai intervensi untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis.
Hubungan Antara Gaya Humor Dengan Stres Akademik Pada Mahasiswa Yang Melaksanakan Metode Pembelajaran Jarak Jauh Briananda, Robertus Aldo; Wijaya, Erik
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol. 7 No. 2 (2023): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v7i2.19140.2023

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gaya humor dengan stres akademik pada mahasiswa yang melaksanakan metode pembelajaran jarak jauh. Hal ini mengingat kondisi yang masih pandemi Covid 19, mengharuskan perguruan tinggi untuk memberikan pengajaran secara daring guna menghindari penyebaran virus yang lebih besar lagi. Pengajaran daring yang selama ini diterapkan perguruan tinggi ini mulai menimbulkan masalah baru, seperti munculnya stres akademik pada mahasiswa dikarenakan komunikasi yang lebih sulit terjadi akibat dari tidak adanya tatap muka sehingga berdampak pada keterbatasan pemahaman materi yang diajarkan yang biasanya diajarkan secara tatap muka langsung, fokus belajar menjadi berkurang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jumlah sampel sebanyak 368 mahasiswa. Pada variabel gaya humor diukur dengan empat dimensi yang meliputi Affiliative, Aggressive, Self-enhancing, Self-defeating. Kemudian, pada variabel stres akademik diukur dengan dua dimensi yakni dimensi stressor dan dimensi reaksi terhadap stres. Analisis data penelitian secara kuantitatif dan pengujian hipotesis menggunakan rumus pearson correlation. Hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa dari uji korelasi antardimensi gaya humor dengan stres akademik diketahui bahwa gaya humor affiliative berkorelasi negatif dan signifikan dengan stres akademik mahasiswa yang mengikuti pembelajaran jarak jauh, sedangkan dimensi lainnya dari gaya humor seperti Aggressive, Self-enhancing, Self-defeating tidak menunjukkan korelasi yang negatif terhadap stres akademik. Artinya bahwa gaya humor affiliative dinilai mampu menurunkan tingkat stres akademik pada mahasiswa dikarenakan mahasiswa yang mengucapkan kata-kata olokan lembut ini sepenuhnya tidak terlalu serius dan hanya bersifat candaan semata sehingga tidak melukai perasaan yang diejeknya dan justru membuatnya tertawa senang.
HUBUNGAN KETIDAKPUASAN CITRA TUBUH DENGAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF PADA WANITA DEWASA AWAL Wijaya, Vioren Chandra; Satiadarma, Monty P.; Wijaya, Erik
Afeksi: Jurnal Psikologi Vol. 3 No. 4 (2024): Afeksi: Jurnal Psikologi
Publisher : Afeksi: Jurnal Psikologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.572349/afeksi.v3i4.2388

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi korelasi antara pembelian impulsif dewasa awal dan ketidakpuasan citra tubuh. Penelitian ini menggunakan metode pengambilan sampel non-probabilitas dan bersifat kuantitatif. Pengambilan Snow Ball Smpling digunakan untuk mengumpulkan data untuk penyelidikan ini. Ada 169 orang yang memenuhi kriteria berikut dan berpartisipasi dalam penelitian ini: Wanita yang tinggal di Jakarta, berusia antara 19 hingga 40 tahun. MBSRQ-AS, adaptasi dari instrumen pengukuran kecenderungan pembelian impulsif yang dikembangkan oleh Verplanken (2001) dan dikelola oleh Amalia (2018), adalah instrumen yang digunakan untuk pengukuran. Variabel kecenderungan pembelian impulsif dan dimensi orientasi penampilan terbukti memiliki hubungan positif (r = .174, p = .024 <.05.) serta hubungan negatif (r = -.176, p = .022 <.05.) dalam penelitian ini. Dari data yang diambil bahwa wanita dewasa muda lebih cenderung membeli secara impulsif jika mereka mendapat skor lebih tinggi pada variabel orientasi penampilan dan kepuasan daerah tubuh.
The Role of Humor Style and Emotional Intelligence on Academic Stress in Adolescents Rahmi Handayani, Ade; Mairanda, Jesika; Khansa Giartriweni, Nabilah; Kasih Nirvananda, Wulan; Wijaya, Erik
Edunity Kajian Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol. 3 No. 1 (2024): Edunity : Social and Educational Studies
Publisher : PT Publikasiku Academic Solution

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57096/edunity.v3i1.217

Abstract

The Role of Loneliness on Subjective Well-Being in Adolescents Angelina, Angelina; Shausan, Andiny; Wijaya, Erik
Edunity Kajian Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol. 3 No. 12 (2024): Edunity: Social and Educational Studies
Publisher : PT Publikasiku Academic Solution

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57096/edunity.v3i12.352

Abstract

Loneliness is an experience that can have far-reaching effects on individuals, especially adolescents, who are in an important developmental phase. Subjective well-being, which includes positive emotions, life satisfaction, and emotional experiences, is an important indicator in assessing adolescents' mental health. This study aims to explore the role of loneliness in influencing subjective well-being in adolescents. This study used a quantitative approach with a survey design, involving 300 adolescent respondents aged 13-18 years. Data were collected through an online questionnaire consisting of the UCLA Loneliness Scale and Diener's Subjective Well-Being Scale. The results of the analysis show that loneliness has a significant negative influence on subjective well-being, with a coefficient of determination (R²) value of 0.314. This shows that 31.4% of the variation in subjective well-being can be explained by the level of loneliness. This study indicates that increased levels of loneliness are associated with decreased subjective well-being in adolescents. The findings provide important insights for the development of interventions aimed at improving adolescents' psychological well-being and reducing feelings of loneliness.