Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

PRO KONTRA PROSES PENGESAHAN UU NO. 16 TAHUN 2017, SERTA IMPLEMENTASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP ORGANISASI MASYARAKAT Fadli Afriandi; Fachriza Ariyadi
AS-SIYASAH: Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Vol 6, No 1 (2021): (Mei) AS SIYASAH - Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Publisher : UPT Publikasi Dan Pengelolaan Jurnal Universitas Islam Kalimantan MAB Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31602/as.v6i1.4311

Abstract

This paper looks at how a public policy process is issued, implemented, and its implications. The policy issued was the stipulation of Law no. 16 of 2017 (Law on community organizations) in lieu of Perppu No. 2 of 2017 (Perppu for community organizations). The main thesis proposed in this paper is that the policy of passing the law on community organizations is an attempt by the state to protect the Pancasila ideology, which is the sole ideology in Indonesia. This paper is prepared using qualitative methods by collecting data through Library Research. The findings of this study are that the issuance of the first law on community organizations cannot be separated from debates in parliament. The parties in parliament are inconsistent with their party ideology. Supporting or rejecting the law on community organizations is based on the pragmatic interests of the party. Secondly, the existence of the Community Organization Law makes it difficult for community organizations to stand and makes it easier for the government to dissolve community organizations that are not under Indonesian ideology. Third, the first community organization that was dissolved after the law on community organizations took effect was the Islamic Defenders Front (FPI).
EFEK DOMINO PASCA DIBANGKITKANNYA KESULTANAN KUTAI KARTANEGERA ING MARTADIPURA Fadli Afriandi; Fachriza Ariyadi
REFORMASI Vol 10, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Tribhuwana Tunggadewi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33366/rfr.v10i2.1919

Abstract

Tulisan ini adalah kajian politik identitas yang bertujuan untuk melihat efek domino yang terjadi ketika rezim pemerintahan di tingkat lokal membangkitkan kembali lembaga formal yang dulu pernah hadir di daerah tersebut. Tulisan ini mengajukan tesis utama bahwa identitas dibangkitkan sebagai alat bagi penguasa dalam merebut, mempertahankan, dan menunjukkan kekuasaan. Lembaga formal yang dihidupkan kembali adalah Kesultanan Kutai Kartanegara yang dibubarkan akibat diberlakukannya Undang-Undang Darurat No. 3 Tahun 1953 dan Undang-Undang No. 27 Tahun 1959 tentang pembentukan daerah tingkat II di Kalimantan. Tulisan ini menggunakan pendekatan kulturalisme dengan pandangan instrumentalisme menggunakan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa rezim membangkitkan kesultanan adalah untuk mendukung proses elektoral dalam pemilihan kepala daerah. Namun tujuan itu tidak tercapai karena Kesultanan Kutai Kartanegara mendukung kerabat kesultanan yang juga ikut dalam proses elektoral tersebut.  Dengan keadaan seperti itu terjadi pergesekan antara rezim pemerintah Kutai Kartanegara dengan Kesultanan Kutai Kartanegara. Akibatnya hajatan tahunan kesultanan (Festival Erau) selama tiga tahun (2004-2006) terhenti karena ketergantungan anggaran pihak kesultanan dengan pemerintah.This paper is a study of identity politics that aims to see the domino effect that occurs when government regimes at the local level revive formal institutions that were once present in the area. This paper proposes the main thesis that primordial identity is raised as a tool for rulers to seize, defend, and show power. The formal institution that was revived was the Kutai Kartanegara Sultanate, which once existed as a state institution and was dissolved due to the enactment of Emergency Law No. 3 of 1953 and Law No. 27 of 1959 concerning the formation of second-level regions in Kalimantan. This paper uses the approach of culturalism with an instrumentalist view that uses qualitative methods and data collection techniques through literature study. The results of this study indicate that the regime arousing the empire was to support the electoral process in regional elections. However, that goal was not achieved because the Sultanate of Kutai Kartanegara supported the Sultanate's relatives who also participated in the electoral process. Under such circumstances there was a friction between the government regime of Kutai Kartanegara and the Sultanate of Kutai Kartanegara. As a result, the annual celebration of the empire (Erau Festival) for three years (2004-2006) was stopped due to the dependence of the Sultanate's budget on the government.
ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBERDAYAAN PEMUDA MELALUI PROGRAM JAMBORE PEMUDA INDONESIA (JPI) DALAM PEMBANGUNAN KEPEMUDAAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Fachriza Ariyadi
Jurnal Administrative Reform Vol 7, No 1 (2019): JURNAL ADMINISTRATIVE REFORM
Publisher : Magister Administrasi Publik FISIP Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (563.671 KB) | DOI: 10.52239/jar.v7i1.3073

Abstract

This research is an analysis of the implementation of public policies that specifically focuses and leads to a portrait of the implementation of youth empowerment policies through the Indonesian Youth Jamboree (JPI) Program in youth development in East Kalimantan Province. This study uses a descriptive qualitative methodology. The results showed that the implementation of youth empowerment policies through the JPI program in youth development in East Kalimantan province has generally been going well. Key Word: Policy, Implementation, Indonesian Youth Jamboree (JPI)
KAUM PELANGI: KONSTRUKSI IDENTITAS LGBT MELALUI WARNA PELANGI Fadli Afriandi; Rizky Octa Putri Charin; Fachriza Ariyadi
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 6, No 2 (2022): Oktober 2022, Jurnal Trias Politika
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33373/jtp.v6i2.4514

Abstract

Penelitian ini adalah kajian politik identitas yang bertujuan untuk melihat bagaimana warna mampu membentuk identitas suatu komunitas. Tesis utama dalam penelitian ini adalah bahwa warna pelangi yang merupakan simbol kaum LGBT (Lesbian, Gay, Bisexsual dan Transgender) mampu mengkontruksi identitas baru mereka yang kemudian dikenal dengan Kaum Pelangi. Tulisan ini menggunakan pendekatan kulturalisme dengan model konstruktivisme. Teknik pengumpulan data adalah melalui wawancara dan studi kepustakaan. Temuan dari penelitian ini adalah self-narrations dan other narrations membentuk identitas baru kelompok LGBT sebagai Kaum Pelangi. Pembentukan identitas dari narasi internal dengan menggunakan warna pelangi untuk bendera dan adanya perayaan yang dikenal dengan Pride Day (month). Untuk narasi eksternal adalah kampanye dukungan yang dilakukan oleh perusahaan populer dunia dalam produk baru yang dikeluarkan dan adanya ciri khas warna pelangi di media sosial seperti facebook, Instagram, dan Whatsapp serta adanya barang-barang populer menggunakan warna pelangi khas LGBT.
Interaksi Aktor Institusi Formal dan Informal (Studi Kasus: Tim 11 dalam Pemerintahan Kutai Kartanegara) Fadli Afriandi; Rizky Octa Putri Charin; Fachriza Ariyadi
Madika: Jurnal Politik dan Governance Vol. 1 No. 1 (2021): Madika: Jurnal Politik dan Governance
Publisher : Program Studi Pemikiran Politik Islam, Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah IAIN Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24239/madika.v1i1.688

Abstract

Tulisan ini menganalisis asal mula hadir dan bekerjanya kelompok informal (Tim 11) dalam lembaga pemerintahan formal di Kabupaten Kutai Kartanegara. Awal hadirnya Tim 11 ini berperan sebagai tim ahli dari Syaukani Hasan Rais. Namun setelah pemilihan kepala daerah yang dimenangkan oleh Rita Widyasari, Tim 11 justru berubah menjadi patron di tubuh pemerintahan Kutai Kartanegara. Tesis utama tulisan ini adalah hadirnya Tim 11 telah mencederai peran dan fungsi pemerintah Kutai Kartanegara selaku institusi formal. Tulisan ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan Teknik pengumpulan data dengan wawancara dan dokumen. Teori yang digunakan adalah analisis sistem politik yang dikemukakan oleh David A. Easton dan diperkuat dengan teori patron-klien. Temuan dari tulisan ini adalah Tim 11 hadir karena bentukan dari bupati sebelumnya yaitu Syaukani HR karena adanya relasi patron dan klien di antara keduanya. Relasi yang ini justru berubah setelah Rita Widyasari menjadi bupati Kutai Kartanegara pada tahun 2010. Tim 11 yang pada awalnya berperan sebagai klien, setelah lengsernya Syaukani HR, bergeser sebagai patron yang memiliki kekuasaan lebih besar dibandingkan Rita Widyasari selaku bupati terpilih Kutai Kartanegara.
PERANAN MASYARAKAT SIPIL DALAM DEMOKRASI : Studi Kasus: LSM Kelompok Kerja 30 dan Jaringan Advokasi Tambang dalam Permasalahan Korupsi di Kota Samarinda – Kalimantan Timur Tahun 2014 Fadli Afriandi; Fachriza Ariyadi
Madika: Jurnal Politik dan Governance Vol. 3 No. 1 (2023): MADIKA: Jurnal Politik dan Governance
Publisher : Program Studi Pemikiran Politik Islam, Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah IAIN Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24239/madika.v3i1.1902

Abstract

Tulisan ini menjelaskan peran masyarakat sipil dalam pembangunan demokrasi di Indonesia. Masyarakat sipil ini tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berkontribusi dalam pengawasan terhadap kinerja pemerintahan, terutama korupsi. LSM yang dimaksud dalam tulisan ini adalah Kelompok Kerja 30 (Pokja 30) dan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) yang berfokus kepada masalah pencegahan, penanganan dan pengendalian kasus korupsi. Diambilnya lokus penelitian di Samarinda ini karena merupakan ibukota provinsi Kalimantan Timur dimana merupakan daerah yang berbasis kepada industri, minyak bumi dan pertambangan. Dengan demikian dapat diindikasikan bahwa Kota Samarinda memiliki pendapatan asli daerah yang besar. Tulisan ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan Library Research. Temuan dari tulisan ini adalah peran masyarakat sipil dalam kehidupan demokrasi sangatlah diperlukan sebagai kontrol sosial dalam sebuah negara yang dapat mendorong proses demokrasi menjadi semakin baik. Hadirnya LSM Pokja 30 dan JATAM di wilayah Samarinda telah berhasil membentuk kontribusi nyata yang berperan sebagai perantara dalam menjalankan fungsi kontrol di rezim demokrasi saat ini. LSM ini membantu dan menjaga demokrasi untuk melakukan pencegahan, penanganan dan pengendalian korupsi dengan mengupayakan adanya aksi yang bersifat memediasi hubungan antara masyarakat dengan pemerintah atau negara, antara masyarakat dengan LSM dan antar LSM sendiri dengan masyarakat.
Analisis Illegal Fishing Di Perairan Aceh Afriandi, Fadli; Ariyadi, Fachriza; Abdillah, Ligar; Lestari, Yeni Sri
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 18, No 2 (2023): Desember 2023
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jsekp.v18i2.13006

Abstract

Tulisan ini merupakan kajian politik keamanan nontradisional yang berfokus kepada illegal fishing. Illegal fishing merupakan bentuk ancaman yang dapat merusak hubungan antar negara, lingkungan hidup, dan berdampak terhadap keamanan manusia. Tulisan ini berupaya menganalisis mengapa kasus illegal fishing oleh kapal ikan asing dan kapal ikan Indonesia di Provinsi Aceh sering kali terjadi. Kasus illegal fishing yang terjadi di Aceh dianalisis menggunakan pendekatan keamanan nontradisional dengan menggunakan Teori Sea Power Mahan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan studi pustaka. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus hingga September 2022. Hasil dari penelitian ini adalah kasus illegal fishing terjadi disebabkan oleh faktor wilayah, masyarakat, dan pemerintah. Faktor wilayah seperti jauhnya Aceh dari pusat pemerintahan dan berada di wilayah perbatasan. Faktor dari masyarakat misalnya sedikitnya jumlah nelayan, adanya tradisi larangan melaut, dan masih menggunakan alat tangkap yang dilarang. Terakhir faktor pemerintah adalah rendahnya pengawasan, dan kebijakan yang tidak ramah illegal fishing. Title: Analysis Illegal Fishing in The Aceh WatersThis paper studies non-traditional security politics that focus on illegal fishing. Illegal fishing is a form of threat that can damage relations between countries and the environment and have an impact on human security. This paper analyses why illegal fishing by foreign and Indonesian fishing boats often occurs in Aceh Province. Cases of illegal fishing that occurred in Aceh were analyzed using a nontraditional security approach using Mahan’s Sea Power Theory. The research method used is qualitative, with data collection techniques through in-depth interviews and literature study. The research was conducted from August to September 2022. The results of this study are cases of illegal fishing that occur due to regional, community, and government factors. Regional factors include Aceh’s distance from the central government, and being in a border area. Aspects from the community, for example, the small number of fishermen, the tradition of prohibiting going to sea, and still using prohibited fishing gear. Finally, the government factor is the low level of supervision and policies that could be more friendly to illegal fishing.
The Role of Government and Community Collaboration in the Implementation of Waste Management Policies in Palu City Ariyadi, Fachriza; Afriandi, Fadli
Journal of Management and Administration Provision Vol. 4 No. 2 (2024): Journal of Management and Administration Provision
Publisher : Pusat Studi Pembangunan dan Pemberdayaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55885/jmap.v4i2.382

Abstract

Waste management is a crucial issue for the growing city of Palu. Collaboration between the government and the community is the key to effective and sustainable waste management policy implementation. This study aims to describe the collaborative role between the government and the community in the implementation of waste management policies in Palu City. The method used is descriptive, with data collection through observation, in-depth interviews with relevant parties, and analysis of waste management policy documents. The data obtained was analysed qualitatively to provide an overview of the dynamics of collaboration that occurred. The results showed that the Palu City government has played a role in formulating policies, providing waste management facilities and infrastructure, and building a supportive regulatory framework. The government also initiated waste management programmes such as waste banks and temporary disposal sites (TPS)). On the other hand, the role of the community is seen through active participation in these programmes, as well as involvement in waste reduction and recycling activities in their respective neighbourhoods. Nonetheless, challenges are still faced, including the low level of public awareness, the lack of supporting facilities, and inadequate law enforcement. This study concludes that good collaboration between the government and the community is essential in achieving more effective waste management in Palu City. Strengthening collaboration through education, improving facilities, and consistent law enforcement are needed so that waste management policies can be implemented optimally.
Implementasi Kebijakan Tata Kelola Parkir di Gerai Minimarket Alfamidi dan Indomaret Kota Palu Ariyadi, Fachriza; Afriandi, Fadli
Jurnal Ilmiah Muqoddimah: Jurnal Ilmu Sosial, Politik dan Hummaniora Vol 8, No 4 (2024): November 2024
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31604/jim.v8i4.2024.1752-1760

Abstract

Tulisan ini merupakan kajian tentang implementasi kebijakan tata kelola parkir di Kota Palu khususnya pada polemik retribusi parkir dan persoalan juru parkir liar yang terjadi di gerai minimarket Alfamidi dan Indomaret di Kota Palu. Tulisan ini berupaya menganalisis mengapa masih terdapat petugas parkir berseragam resmi dari pemerintah dan juru parkir liar yang meminta retribusi parkir di lokasi bebas parkir atau parkir gratis. Tulisan ini menggunakan teori George C. Edwards III dalam melihat bagaimana kebijakan tata kelola parkir tersebut diimplementasikan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Analis data dilakukan dengan tahapan kondesasi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan tata kelola parkir di Kota Palu secara umum sudah cukup baik dilihat dari faktor Komunikasi (Communication) sudah dilakukan sosialisasi dan pendampingan khusus juru parkir. Sumber Daya (Resources) terkait sumber daya manusia dan alokasi anggaran masih kurang dan belum cukup memenuhi kebutuhan dalam implementasi kebijakan. Disposisi atau Sikap (Disposition) pelaksana kebijakan sudah memahami dan menerima dengan baik serta dapat melaksanakan kebijakan dengan baik pula. Struktur Birokrasi (Bureaucratic structure) masih belum adanya regulasi teknis (SOP) yang ditemukan secara detail merujuk pada mekanisme dalam pengelolaan perparkiran serta masih lemahnya pengawasan.  
Politik Keamanan: Pengakuan Identitas Primordial Dalam Resolusi Konflik Kasus Aceh dan Papua Afriandi, Fadli; Ariyadi, Fachriza; Abdillah, Ligar; Latif, Ikhwan Rahmatika; Rahmawati, Rahmawati
Jurnal Ilmiah Muqoddimah: Jurnal Ilmu Sosial, Politik dan Hummaniora Vol 8, No 4 (2024): November 2024
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31604/jim.v8i4.2024.%p

Abstract

Tulisan ini mempunyai misi untuk melihat usaha yang dilakukan oleh pemerintah pusat untuk menciptakan keamanan di Aceh dan Papua khususnya melihat kepada resolusi konflik. Tulisan ini merupakan kajian politik kemanan yang melihat penggunaan identitas primordialisme sebagai alat dalam resolusi konflik yang terjadi di Aceh dan Papua. Argumen utama dalam penelitian ini adalah dalam memperoleh keamanan di Aceh dan Papua menggunakan resolusi konflik yang berorientasi kepada pengakuan identitas primordial. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan instusionalisme. Dalam mengumpulkan data digunakan beberapa teknik seperti studi dokumen, dan webinar. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konflik Aceh dan Papua dapat meredam dipengaruhi dengan adanya kesepakatan pengakuan identitas, Aceh memperoleh pengakuan dalam identitas agama sedangkan Papua berdasarkan  kesukuan (Orang Asli Papua/OAP). Pengakuan dan pelaksanaan identitas agama di Aceh dan Papua dapat dilihat dengan implementasi UU Pemerintah Aceh dan UU Otonomi Khusus bagi Papua yang mengakomodir pelaksanaan syariat Islam dan OAP pada bidang keberadaan majelis, pendidikan, peradilan, politik dan pemerintahan.Kata kunci: resolusi konflik; identitas; Aceh; Papua; keamanan