Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Praperadilan Atas Kasus Dugaan Korupsi Bank Century (Studi Putusan No. 24/Pid.Pra/2018.Jkt.Sel) Prihatin, Dodik; Halif, Halif; Prayoga A, Alif Nando
JURNAL ANTI KORUPSI Vol 11 No 2: November 2021
Publisher : PUSAT KAJIAN ANTI KORUPSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JEMBER

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/jak.v3i2.32334

Abstract

Tak sedikit kasus korupsi yang penanganannya menggantung selama bertahun-tahun. Alasan penangguhan kasus korupsi tersebut didasarkan pada fakta bahwa KPK tidak diberi wewenang untuk menghentikan penyidikan dan penuntutan atau menerbitkan SP3. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum yang dapat merugikan tersangka karena kasusnya telah ditangguhkan selama bertahun-tahun. Seperti yang terjadi pada kasus korupsi bank century ini. Dimana kasus ini bermula pada tahun 2008. Kemudian pada tahun 2014. Budi Mulya sebagai salah satu pihak yang terlibat dalam kasus korupsi bank century ini divonis oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun, pihak lain yang diduga turut serta dalam kasus korupsi bank century ini digantung atau dibungkam hingga pada tahun 2018 MAKI mengajukan permohonan praperadilan untuk keenam kalinya yang sebelumnya selalu ditolak oleh hakim praperadilan dengan berbagai alasan. Dalam permohonannya, MAKI menduga KPK telah menghentikan penyidikan kasus korupsi bank century yang melibatkan Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk. Dalam putusannya hakim memutuskan mengabulkan permintaan MAKI dengan memerintahkan KPK untuk segera menetapkan tersangka kepada Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk, atau melimpahkan kasus korupsi bank Century kepada polisi atau kejaksaan sehingga SP3 dapat dikeluarkan jika memang tidak ditemukan bukti yang cukup. Permohonan MAKI dan Putusan Praperadilan dengan Nomor Perkara: 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt. Sel dianggap aneh dan tidak sesuai dengan KUHAP dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dan penulis menggunakan pendekatan penelitian undang-undang dan konseptual. Bahan hukum yang digunakan penulis adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Analisis bahan hukum yang digunakan penulis adalah analisis bahan hukum sekunder. Dalam kompetensi Pasal 77 KUHAP karena KPK tidak berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan atau menerbitkan SP3 sesuai dengan yang telah dijelaskan dalam Pasal 40 UU KPK sehingga KPK tidak tidak berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan. Kedua, terkait pertimbangan hakim yang dalam putusannya memerintahkan KPK untuk melimpahkan perkara korupsi bank century ke polisi atau kejaksaan, juga tidak tepat dan bertentangan dengan UU KPK, terutama terkait dengan nominal kerugian negara yang sebesar di atas 1 miliar rupiah yang harus ditangani KPK secara independen. Saran dari penelitian ini adalah dalam rangka memberikan perlindungan berupa hak tersangka dan demi terciptanya kepastian hukum, perlu adanya pedoman terkait jangka waktu penanganan perkara korupsi baik pada tahap penyidikan maupun penyidikan sebagai apa yang telah diterapkan pada penanganan perkara pidana umum yang mempunyai jangka waktu tertentu setiap kali, baik menangani kasus ringan, sedang, dan sulit.
Analisis Yuridis Tindak Pidana Penganiayaan yang Dilakukan oleh Anak: (PUTUSAN NOMOR 9/PID.SUS-ANAK/2021/PN.BAU) Damayanti, Melinda; Iriyanto, Echwan; Halif, Halif
WICARANA Vol 3 No 2 (2024): September
Publisher : Kantor Wilayah Kementerian Hukum Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57123/wicarana.v3i2.67

Abstract

Tindak pidana yang melibatkan anak di bawah umur, seperti kasus penganiayaan, anak sebagai pelaku kejahatan semakin nekat dan dari segi motif maupun sarana pra sarana yang dipakai untuk melakukan kejahatan semakin canggih. Anak pelaku tindak pidana dapat dijatuhi pidana berdasarkan ketentuan dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang SPPA, KUHP berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU tersebut. Karya tulis ini bertujuan menerapkan kesesuaian bentuk Surat Dakwaan Penuntut Umum dalam Putusan Nomor: 9/Pid-Sus.Anak/2021/PN.Bau dikaitkan dengan perbuatan Terdakwa, dan menerapkan kesesuaian penjatuhan pidana penjara oleh hakim kepada Terdakwa Anak dalam Putusan Nomor 9/Pid.Sus-Anak/2021/PN.Bau dikaitkan dengan tujuan pemidanaan terhadap anak. Metode Penelitian menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan masalah yakni pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual. Sumber bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Metode pengumpulan bahan hukum dengan melakukan studi kepustakaan dan analisis bahan hukum deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penjatuhan pidana penjara oleh hakim kepada Terdakwa Anak dalam Putusan Nomor 9/Pid.Sus-Anak/2021/PN.Bau tidak sesuai tujuan pemidanaan anak. Kesimpulan penelitian ini perlu dilakukan penegakkan hukum bagi pelaku tindak pidana penganiayaan sehingga memberikan efek jera, meminimalisir anak pelaku tindak penganiayaan dengan memberikan pidana sebanding dengan akibat yang ditimbulkan, tidak menjatuhkan sanksi pidana penjara yang minimum terhadap anak sebagai residivis.
Regulating Doxing and Personal Data Dissemination in Indonesia Halif, Halif; Azizah, Ainul; Ratrini, Prisma Diyah
Jurnal Kajian Pembaruan Hukum Vol. 3 No. 1 (2023): January-June 2023
Publisher : University of Jember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/jkph.v3i1.33938

Abstract

The development of information technology have an impact on cyber crimes such as identity theft, fraud, and misuse of personal data. One of the crimes, abuse of personal data is doxing. It was an illegal act to spreading action people's personal information or data without permission and creates dangerous situations, humiliation, harassment, or other adverse which can lead to spoilage of the victims. The act of doxing or disseminating personal data has recently increased, especially among journalists. Doxing is a transmission system of personal data conducted by journalists legally. The freedom of journalists who compose and develop news to encourage misuse of personal data. In this case, we are interested in studying the legal basis of doxing and personal data dissemination in Indonesia, with the objectives: first, does the regulation of distributing personal data (doxing) in the Electronic Information and Transaction Law encounter the doxing typology? second How is the reformulation of the criminal law policy on the act of spreading personal data (doxing) in fulfilling the doxing typology? This research adopted normative legal research and used a statutory approach, conceptual approach, and comparative approach. The results showed that the act of doxing in the ITE Law does not regulate it according to the doxing typology. Therefore, there is a need to reform criminal law policies in the ITE. It can also be through the Bill of Personal Data Protection. The government must compose a regulation on disseminating personal data or doxing in the Law concerning Electronic Information and transactions.
PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA DUMPING LIMBAH KE MEDIA LINGKUNGAN HIDUP TANPA IZIN (Studi Putusan Nomor: 247/Pid.B/LH/2021/PN.Sng) Wijaya, Pande Komang Novia Arsita; Nurhayati, Dwi Endah; Wildana, Dina Tsalist; Iriyanto, Echwan; Halif, Halif
UNES Law Review Vol. 5 No. 4 (2023)
Publisher : Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v5i4.569

Abstract

Penelitian ini mengkaji mengenai pemidanaan terhadap tindak pidana dumping limbah ke media lingkungan hidup tanpa izin yang dilakukan oleh korporasi di bidang industri kertas yang telah terbukti melakukan dumping limbah B3 berupa buburan kertas sehingga mencemari Sungai Cilamaya. Korporasi di bidang industri kertas tersebut dijatuhi pidana sesuai Pasal 104 jo. Pasal 60 jo. Pasal 116 ayat (1) huruf a jo. Pasal 118 UU PPLH jo. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3. Korporasi di bidang industri kertas tersebut dijatuhi pidana pokok berupa pidana denda sebesar Rp120.000.000 tanpa pidana tambahan. Penelitian ini mengkaji permasalahan yang terdapat dalam pemidanaan korporasi di bidang industri kertas dengan tujuan untuk mengetahui keterkaitan pemidanaan terhadap korporasi pada Putusan Nomor: 247/Pid.B/Lh/2021/PN.Sng dengan Asas Pencemar Membayar dalam UU PPLH dan mengetahui penjatuhan pelelangan aset sebagai pengganti pidana denda terhadap korporasi pada Putusan Nomor: 247/Pid.B/LH/2021/PN.Sng menurut ketentuan UU PPLH. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif. Setelah membedah dan mengkaji pemidanaan terhadap korporasi di bidang industri kertas tersebut, pidana denda sebesar Rp120.000.000 yang dijatuhkan tidak menjamin adanya pemulihan atas kerusakan yang disebabkan korporasi tersebut karena pidana denda tersebut masuk menjadi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Korporasi di bidang industri kertas juga tidak diberikan pidana tambahan untuk memperbaiki kerusakan dimana seharusnya dioptimalkan sebagai penerapan Asas Pencemar Membayar. Berkaitan dengan pidana denda sebagaimana tertera dalam UU PPLH, dibutuhkan adanya ketentuan detail terkait pelaksanaan pidana denda agar menjamin pertanggungjawaban korporasi.
Tindak Pidana Kesusilaan Ditinjau dalam Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951, KUHP dan KUHP 2023 Kusuma, Viena Nungky; Halif, Halif; Wildana, Dina Tsalist; Tanuwijaya, Fanny; Furqoni, Laili
UNES Law Review Vol. 6 No. 1 (2023)
Publisher : Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i1.647

Abstract

This article will examine the Criminal Law loophole which can still be found in the qualification of the crime of, “having intercourse with a woman out of wedlock”. In Verdict Number 30/Pid.B/2017/PN.bdw the perpetrator of crime and the victim who are both adults and without marital ties have intercourse without coercion, threats of violence and/or violence in different private areas. The Bondowoso District Court judge sentenced the perpetrator to three years in prison with a subsidiary indictment of the Public Prosecutor, namely Article 5 paragraph (3) letter b of the Emergency Law Number 1 of 1951 jo. Article 289 of the Criminal Code in Verdict Number 30/Pid.B/2017/PN.Bdw. This article will examine the accuracy of Article in Verdict Number 30/Pid.B/2017/PN.Bdw which uses Article 5 paragraph (3) letter b of the Emergency Law Number 1 of 1951 jo. Article 289 of the Criminal Code regarding the criminal act of obscenity and to examine the application of Article 412 in the new Criminal Code no. 1 of 2023 for perpetrators of criminal acts in Verdict Number 30/Pid.B/PN.Bdw.The research uses normative juridical research with statute approach and a conceptual approach.The temporary conclusion of this article is that the act of two single adults who have intercourse with the promise of marriage is still not punishable by crime. Indonesia's positive law and criminal law reforms still have legal loopholes, so they require government regulations to regulate actions that are considered morally bad. Law enforces need to take a legal sources outside of the appropriate law to convict perpetrator of criminal acts are that unequaled in the Criminal Code to fill the legal vacuum so that it does not become arbitrary space for law enforcers.
Penyidikan oleh Kejaksaan Terhadap Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan Aparat Penegak Hukum Ilmi, Ainus Sofa; Nurhayati, Dwi Endah; Halif, Halif; Iriyanto, Echwan; AN, Dodik Prihatin
UNES Law Review Vol. 6 No. 1 (2023)
Publisher : Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i1.887

Abstract

Based on Article 11 paragraph 1 of the Corruption Eradication Commission Law, the investigation process for criminal acts of corruption falls under the authority of the KPK. However, most of these investigations are carried out by the police or prosecutors. So whether prosecutor investigators have the authority to investigate corruption crimes against law enforcement officials is reviewed based on the Prosecutor's Law in conjunction with the Corruption Eradication Commission Law. As well as what are the legal consequences of investigations conducted by prosecutor investigators against law enforcement officials who commit acts of corruption in terms of the Corruption Eradication Commission Law. The results of this study can be concluded first, that the prosecutor's office has the authority to investigate criminal acts of corruption committed by law enforcement officials. However, based on the principle of lex specialis derogat legi generalis, it is the KPK that is in charge. Second, based on the provisions of the KPK Law, the KPK can take over the investigation process. This takeover attempt was not carried out by the KPK so that the KPK violated the code of ethics because it did not carry out its duties and authorities properly.
Penggunaan Sidik Jari Pada Proses Penyidikan Tindak Pidana (Studi di Kepolisian Resort Jember) Putri Aprilia, Lintang Tiara; Halif, Halif; Wildana, Dina Tsalist
Jurnal Litbang Polri Vol 27 No 3 (2024): JURNAL LITBANG POLRI
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Polri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46976/litbangpolri.v27i3.243

Abstract

Fingerprints serve as scientific evidence or material evidence due to their uniqueness, which cannot be discerned with the naked eye. They play a critical role in providing information about evidence. The Indonesian National Police's specialized team, known as INAFIS, supports the investigative process, particularly in fingerprint identification. This research aims to explore the function of fingerprint evidence in obtaining other forms of evidence for suspect determination. Additionally, it seeks to uncover investigative efforts despite limitations in evidence collection during the investigation process. This research method uses a case approach, namely an approach carried out by analyzing and examining cases related to the legal issues being faced. The findings indicate that fingerprints not only aid in developing and discovering other evidence but also serve as initial clues in criminal cases. Furthermore, fingerprints can be used to identify unidentified victims. Ultimately, this contributes to the continuity of justice, extending all the way to the courtroom.
UNSUR RENCANA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA Iriyanto, Echwan; Halif, Halif
Jurnal Yudisial Vol. 14 No. 1 (2021): OPINIO JURIS SIVE NECESSITATIS
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v14i1.402

Abstract

ABSTRAKTindak pidana pembunuhan berencana merupakan tindak pidana pembunuhan yang didahului oleh rencana pembunuhan terlebih dahulu. Namun, pengertian dan syarat unsur berencana dalam tindak pidana pembunuhan berencana tidak dirumuskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Keadaan demikian menjadikan pengertian dan syarat unsur berencana mengalami dinamika. Pada konteks ini, dibutuhkan kepekaan hakim dalam menganalisis, mempertimbangkan, dan memutus perkara tindak pidana pembunuhan berencana, sebagaimana dalam Putusan Nomor 201/Pid.B/2011/PN.Mrs. Apakah pertimbangan hakim yang menyatakan terdakwa melakukan tindak pidana pembunuhan berencana karena telah mempersiapkan diri dan pisau untuk membunuh “korban” telah tepat, meskipun yang dibunuh adalah orang lain. Metode yang digunakan untuk menganalisis putusan tersebut adalah yuridis normatif dengan dua pendekatan, yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hakim menggunakan istilah persiapan dalam mempertimbangkan unsur rencana kurang tepat. Demikian juga pertimbangan unsur berencana yang hanya berfokus pada syarat adanya pemutusan kehendak dengan tenang, dan adanya jarak waktu tertentu adalah kurang lengkap. Seharusnya dilengkapi dengan pelaksanaan rencana dengan tenang.Kata kunci: pembunuhan berencana; unsur berencana; perbuatan persiapan. ABSTRACTPremeditated murder is a homicide committed with intent and a malice aforethought. Yet, the terms and circumstances for the intent elements qualifying it premeditated murder is not formulated in the Criminal Code (KUHP). This creates dynamics in the de nition and quali cations of the element of premeditated. In this context, the sensitivity of the judges is important to analyze, consider and decide upon a criminal case of premeditated murder, as in Decision Number 201/ Pid.B/2011/PN.Mrs. This raises the question whether the judge’s consideration is appropriate to declare the defendant committed premeditated murder because he had prepared himself to use a knife to kill the “victim”, even though the one whom was killed is another person. The method used to analyze the decision is juridical normative using two approaches, the statute approach, and the conceptual approach. The term preparation in the judge’s consideration refers to the element of the plan is deemed inappropriate. Similarly, the consideration of the premeditation element, focusing only on the conditions for a calm termination of the will, and at a certain time interval, is less complete. It should be complemented by quiet execution of the premeditation.Keywords: premeditated murder; premeditation element; crime preparation.
Kepastian Hukum Perlindungan Pemilik Hak Cipta Atas Penggunaan Karya Oleh Artificial Intelligence (AI) Gayatri, Annisa Zerlina Cindy; Sari, Nuzulia Kumala; Halif, Halif
Al-Zayn: Jurnal Ilmu Sosial, Hukum & Politik Vol 3 No 5 (2025): 2025
Publisher : Yayasan pendidikan dzurriyatul Quran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61104/alz.v3i5.2361

Abstract

Penelitian ini mengkaji tentang status Artificial Intelligence (AI) dalam UU No. 28 Tahun 2014. Peneltian ini bertujuan untuk menentukan status hukum dan tanggungjawab AI. Ketika AI mengambil karya berlisensi kemudian memodifikasi karya tersebut dan menghasilkan karya baru tanpa adanya campur tangan manusia, maka menimbulkan pertanyaan tentang perlindungan hukum bagi pemilik hak cipta yang karyanya diambil oleh AI. Ketika pemilik hak cipta akan mengajukan gugatan maka kepada siapa dia harus menggugat karena AI disini bertindak dengan sendirinya. Selain itu, karya yang dihasilkan murni oleh AI status hukumnya belum jelas sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, kasus, dan komparatif. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa AI hanyalah alat dan bukan subjek hukum. Regulasi di Indonesia masih lemah terhadap AI praktik data scraping dan penggunaan karya berhak cipta sebagai training data, UU Hak Cipta bahkan regulasi Indonesia belum sama sekali mengatur tentang AI. Selain itu, aturan tentang status karya AI masih belum diatur dalam regulasi apakah karya tersebut menjadi domain publik atau diberi lisensi khsuus. Atas kekosongan hukum di atas, tentu menimbulkan celah hukum dan keresahan di masyarakat sehingga tujuan hukum berupa kepastian, keadilan, dan kemanfaatan masih belum tercapai