Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

KORELASI ANTARA NILAI HBA1C DAN KADAR KOLESTEROL LDL PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD WALED KABUPATEN CIREBON Ahyaeni, Fenni Nurian; Luthfi, Muhammad; Brajadenta, Gara Samara; Noviani, Isti; Loebis, Irwan Meidi; Emman, Irene Max
Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan Vol 11 No 1 (2025): TUNAS MEDIKA JURNAL KEDOKTERAN & KESEHATAN
Publisher : Fakultas Kedokteran UGJ Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/tumed.v11i1.10298

Abstract

Latar Belakang: Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 merupakan penyakit gangguan metabolik yang ditandai dengan kenaikan gula darah. Diagnosis DM dapat dilakukan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah secara enzimatik dengan HbA1c. Low density lipoprotein (LDL) merupakan jenis kolesterol berbahaya dan paling banyak terdapat di dalam darah. Peningkatan kadar kolesterol LDL menjadi penyebab utama terjadinya gangguan yang menimbulkan penyakit jantuk koroner (PJK). Pasien DM dengan PJK dikarenakan adanya peningkatan kadar kolesterol LDL. Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara nilai HbA1C dan kadar kolesterol LDL pada penderita DM tipe 2. Metode: Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan sampel 53 responden. Peneliti menggunakan data sekunder dengan analisa univariat dan bivariat. Hasil: Peneliti mendapatkan nilai HbA1C rata-rata penderita DM tipe 2 adalah 20,93% dan hasil nilai LDL tertinggi adalah 255,90 mg/dl. Hasil perhitungan analisa didapatkan HbA1C >6,5 bermakna dengan nilai p = 0,000 <0,050 yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara HbA1C dan kadar kolesterol LDL dengan penderita DM tipe 2. Simpulan: Hasil analisis dalam penelitian tersebut membuktikan adanya korelasi positif antara nilai HbA1C dan kolesterol LDL pada penderita Diabetes Melitus tipe 2. Kata kunci: Low density lipoprotein (LDL), kolesterol, diabetes melitus ABSTRACT Background: Diabetes Mellitus (DM) Type 2 is a metabolic disorder disease characterized by an increase in blood sugar. The diagnosis of DM can be made by examining blood glucose levels enzymatically with HbA1c. Low density lipoprotein (LDL) is a dangerous type of cholesterol and is the most abundant in the blood. Increased levels of LDL cholesterol are the main cause of disorders that cause coronary heart disease (CHD). DM patients with CHD due to an increase in LDL cholesterol levels. Aim: This study was conducted to determine the correlation between HbA1C values ​​and LDL cholesterol levels in patients with type 2 diabetes. Methods: This study used a cross sectional method with a sample of 53 respondents. Researchers used secondary data with univariate and bivariate analysis. Results: Researchers found the average HbA1C value for patients with type 2 diabetes was 20.93% and the highest LDL value was 255.90 mg/dl. In the calculation results, it was found that HbA1C > 6.5 was significant with p value = 0.000<0.050, which means that there was a significant relationship between HbA1C and LDL cholesterol levels with type 2 DM patients. LDL cholesterol in patients with type 2 diabetes mellitus. Conclusion: From the results of the analysis in this study, it was proven that there was a positive relationship between HbA1C and LDL cholesterol levels with type 2 DM patients
HUBUNGAN LINGKAR LENGAN ATAS (LILA) IBU SAAT KEHAMILAN DENGAN KEJADIAN STUNTING DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEDONG TAHUN 2022 Munandar, Yoga Adam; Wahidin, M. Duddy Satrianugraha; Nurhendriyana, Herry; Yusuf, Ade; Noviani, Isti; Surjono, Deni Wirhana
Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan Vol 11 No 2 (2025): TUNAS MEDIKA JURNAL KEDOKTERAN & KESEHATAN
Publisher : Fakultas Kedokteran UGJ Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/tumed.v11i2.10980

Abstract

LATAR BELAKANG : Stunting merupakan suatu gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak akibat defisiensi nutrisi yang kronik. World Health Organization (WHO) menempatkan Indonesia sebagai negara urutan ketiga yang memiliki stunting tertinggi di Asia.Ibu hamil dengan masalah gizi kronik memiliki risiko melahirkan bayi stunting. Seorang ibu hamil yang mengalami kekurangan energi kronik (KEK) dapat di ukur pada lingkar lengan atas (LILA). LILA menjadi perangkat sederhana yang sangat akurat, berfungsi untuk mendeteksi malnutrisi seseorang. TUJUAN : Mengetahui hubungan LILA ibu saat kehamilan dengan kejadian stunting pada balita di Puskesmas Sedong Tahun 2022. METODE : Metode observasional analitik dengan desain cross sectional. Teknik sampel adalah total sampling dan didapatkan sampel sebanyak 250 responden. Pengambilan data menggunakan rekam medis dan buku KIA tahun 2022 kemudian dianalisis secara statistik menggunakan uji korelasi spearman. HASIL : Hasil uji univariat LILA Ibu saat kehamilan ≥23,5/normal terdapat 30(12,0%), LILA <23,5/KEK terdapat 220(88,0%). Kejadian Stunting terdapat 215(86,0%), kejadian tidak Stunting terdapat 35(14,0%). Hasil analisis bivariat menunjukan hubungan antara LILA Ibu saat kehamilan dengan kejadian stunting (nilai p value sebesar 0,001). KESIMPULAN : Terdapat hubungan antara LILA Ibu saat kehamilan dengan kejadian stunting di wilayah kerja puskesmas Sedong Tahun 2022 KATA KUNCI : Lingkar Lengan Atas (LILA), stunting ABSTRACT BACKGROUND :Stunting is a disorder of growth and development experienced by children due to chronic nutritional deficiencies. World Health Organization (WHO) ranks Indonesia as the third country with the highest stunting in Asia. Based on Riskesdas data in 2019, the stunting rate in Indonesia reached 30.8%. Pregnant women with chronic nutritional problems have a risk of giving birth to stunted babies. A pregnant woman who experiences chronic energy deficiency can be measured on the circumference of the upper arm (MUAC). MUAC becomes a simple device that is very accurate, serves to detect a person's malnutrition. AIM :To find out if there is relationship between maternal MUAC during pregnancy and the incidence of stunting in toddlers at the Sedong Puskesmasin 2022. METHODS :Observational analytic method with cross-sectional design. The sampling technique is total sampling and obtained a sample of 250 respondents. Collecting data using medical records and KIA books in 2022 and then statistically analyzing using the spearman correlation test. RESULT: The results of the univariate maternal LILA during pregnancy ≥23.5 / normal there are 30 (12.0%), LILA <23.5 / SEZ there are 220 (88.0%). The incidence of stunting was 215 (86.0%), the incidence of non-stunting was 35 (14.0%). Bivariate analysis showed a relationship between maternal LILA during pregnancy and the incidence of stunting (p value of 0.001).bivariate analysis showed a relationship between maternal LILA during pregnancy and the incidence of stunting (p value of 0.001). CONCLUSIONS:There is a relationship between maternal LILA during pregnancy and the incidence of stunting at the Sedong Puskesmas in 2022
KORELASI ANTARA KADAR SERUM BESI DENGAN INDEKS MENTZER PADA PASIEN ANEMIA DEFISIENSI BESI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WALED Nafisah, Jauharotun; Noviani, Isti; Lutfi, Mohammad; Romdhoni, M; Warsodoedi, Dini Sapardini
Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan Vol 10 No 4 (2024): TUNAS MEDIKA JURNAL KEDOKTERAN & KESEHATAN
Publisher : Fakultas Kedokteran UGJ Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/tumed.v10i4.9650

Abstract

LATAR BELAKANG : Anemia defisiensi besi merupakan kondisi dimana terjadi defisiensi besi yangmenyebabkan kadar hemoglobin dan eritrosit dalam darah berkurang. Indeks Mentzer dapat digunakan untukmendeteksi ADB, namun masih harus dikonfirmasi oleh pemeriksaan penunjang lain. Serum besi merupakan salahsatu pemeriksaan untuk mengetahui kadar serum besi pada pasien ADB. TUJUAN : penelitian ini adalah untukmenyelidiki hubungan antara kadar serum besi dan indeks Mentzer pada pasien yang menderita anemia defisiensibesi di RSUD Waled. METODE : Penelitian ini dilakukan menggunakan desain potong lintang ini pada bulanJuli 2023 dengan Jumlah pasien anemia defisiensi besi sebanyak 36 yang didapatkan di Poliklinik dan RuangRawat Inap Penyakit RSUD Waled menggunakan teknik sampel konsekutif . Analisis bivariat dilakukan denganmenggunakan uji korelasi Spearman.HASIL : Pasien ADB terbanyak pada rentang usia 17-25 tahun yang berjumlah 11 (30,6%) dan berjenis kelaminperempuan dengan jumlah 26 (72,2). Stadium defisiensi besi terbanyak adalah stadium 3 dengan jumlah 31(86,1%). Keseluruhan pasien ADB memiliki Indeks Mentzer >13. Korelasi kadar serum besi dengan indeksMentzer menunjukkan terdapat hubungan (r = -0,450) yang signifikan (p-value = 0,006) dengan pola negatif.Korelasi tersebut menunjukkan semakin rendah kadar serum besi, maka semakin tinggi nilai indeks Mentzer.KESIMPULAN : Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kadar serum besidengan indeks Mentzer pada pasien ADB di RSUD Waled.Kata Kunci : Serum besi, Indeks Mentzer, Anemia defisiensi besi.ABSTRACTBACKGROUND : Iron deficiency anemia is a condition where iron deficiency occurs which causes hemoglobinand erythrocyte levels in the blood to decrease. The Mentzer index can be used to detect ADB, but it must still beconfirmed by other supporting tests. Iron serum is one of the tests to determine serum iron levels in ADB patients.OBJECTIVE : This study was conducted to analyze the correlation between serum iron levels and the Mentzerindex in iron deficiency anemia patients at Waled Hospital. METHODS : A cross-sectional study was conductedduring July 2023 in at the Polyclinic and Internal Medicine Inpatient Room of Waled Hospital. There were 36 ofiron deficiency anemia patients using consecutive sampling methods. Bivariate analysis used Spearmanhypothesis test. RESULTS : Most ADB patients in the age range of 17-25 years amounted to 11 (30.6%) andfemale with 26 (72.2). The most iron deficiency stage is stage 3 with a total of 31 (86.1%). All ADB patients hada Mentzer Index of >13. The correlation of serum iron levels with the Mentzer index showed a significant (r = -0.450) (p-value = 0.006) relationship with a negative pattern. The correlation shows that the lower the serum ironlevel, the higher the Mentzer index value. CONCLUSION : The results of this study showed a significantrelationship between serum iron levels and the Mentzer index in ADB patients at Waled Hospital.
Rasio Neutrofil Limfosit Sebagai Prediktor Disfungsi Organ Pada Pasien Sepsis Berdasarkan Diagnosis Qsofa di Ruangan Intensive Care Unit Rsud Waled Santika, Faradilla Fitri; Noviani, Isti; Oktavrisa, Friska
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-literate.v7i9.14857

Abstract

Sepsis adalah respon sistemik inang terhadap infeksi. Pada tahun 2018, tingkat kejadian sepsis di Indonesia masih tinggi, mencapai 30,29% dengan tingkat kematian berkisar antara 11,56% hingga 49%. Usia rata-rata pasien adalah 49,4 tahun dan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki. Kriteria klinis untuk mendiagnosis sepsis dapat menggunakan quick sequential organ failure assessment (qSOFA). Berbagai penanda awal sepsis telah dikembangkan untuk diagnosis sepsis, salah satunya yaitu rasio neutrofil limfosit sebagai metode yang cepat dan mudah untuk menilai adanya inflamasi dan memprediksi angka kematian di intensive care unit (ICU). Rasio neutrofil terhadap limfosit (RNL) memiliki potensi untuk memprediksi bakteremia pada pasien dengan infeksi yang didapat dari komunitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasio neutrofil limfosit sebagai prediktor disfungsi organ pada pasien sepsis berdasarkan diagnosis qSOFA di ruangan intensive care unit RSUD waled. Metode ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional. Pengambilan data dengan cara total sampling. Data tersebut dianalisis menggunakan chi square untuk mengetahui rasio neutrofil limfosit sebagai prediktor pada pasien sepsis berdasarkan diagnosis qSOFA. Terdapat hubungan bermakna rasio neutrofil limfosit sebagai prediktor disfungsi organ pada pasien sepsis berdasarkan diagnosis qSOFA (p = 0,01). Rasio neutrofil limfosit bisa menjadi prediktor disfungsi organ pada pasien sepsis berdasarkan diagnosis qSOFA.
Profil Nilai Laju Endap Darah (Led) Pada Pasien Tuberkulosis Dewasa Di Rsud Waled Periode 2022-2023 APRILIANINGTYAS, NUR ADILLA; NOVIANI, ISTI; SEDAYU
Hang Tuah Medical Journal Vol 23 No 1 (2025): Hang Tuah Medical Journal
Publisher : Universitas Hang Tuah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30649/htmj.v23i1.864

Abstract

Background: Tuberculosis (TB) is an infectious illness directly caused by Mycobacterium tuberculosis. Primarily, they impact the lungs (pulmonary tuberculosis), but they can also include other bodily organs (extrapulmonary tuberculosis). The erythrocyte sedimentation rate (ESR) test is a standard blood examination. The erythrocyte sedimentation rate measures the sedimentation velocity of erythrocytes in unclotted blood, expressed in mm/hour. During acute inflammation and infections, both acute and chronic, the erythrocyte sedimentation rate (ESR) may rise over its usual range. Objective: To acquire a comprehensive understanding of the erythrocyte sedimentation rate (ESR) in adult tuberculosis patients throughout Cirebon Regency. Methods: This study is a descriptive observational analysis carried out at Waled Hospital in Cirebon Regency. A research sample of 148 patients was acquired by complete sampling methodology utilizing secondary data from medical records. The data underwent univariate analysis. Results: Univariate analysis revealed that among 145 tuberculosis patients aged ≥18 years, 85 (58.6%) were male, whereas 60 (41.4%) were female. Out of 145 TB patients, 137 (94.5%) had pulmonary TB, while 8 (5.5%) had extrapulmonary TB. Additionally, 133 patients (91.7%) exhibited an elevation in erythrocyte sedimentation rate (ESR), with a minimum value of 4 mm/hour and a maximum of 140 mm/hour. Conclusion: Tuberculosis cases in individuals aged 18 years and older are predominantly male, with the highest incidence being pulmonary tuberculosis and an elevation in erythrocyte sedimentation rate (ESR).