Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Sanksi Hukum Terhadap Advokat Yang Melakukan Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen Klien Di Pengadilan Mulkan, Hasanal
Jurnal Kepastian Hukum dan Keadilan Vol 1, No 1 (2019): JURNAL KEPASTIAN HUKUM DAN KEADILAN
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32502/khdk.v1i1.2443

Abstract

ABSTRAKPerkembangan Advokat di Indonesia yang sangat pesat ini merupakan indikasi banyaknya pencari keadilan yang membutuhkan konsultasi dan bantuan hukum terutama bagi golongan yang tidak mampu dimana mereka mendatangi Lembaga Bantuan Hukum maupun Pos Bantuan Hukum untuk meminta bantuan hukum dan mencari keadilan bila tertimpah kasus hukum.Sebagaimana diketahui, telah banyak lembaga-lembaga yang mendirikan untuk melakukan bantuan hukum. Lembaga-lembaga tersebut ada yang berada di sektor swasta, dan ada juga yang berada di bawah naungan perguruan tinggi negeri ataupun swasta. Seorang Advokat dalam menjalankan profesinya ada kode etik yang mengatur tentang bagaimana tindakannya sebagai seorang Advokat yang akan beracara dimuka Pengadilan untuk membantu menyelesaikan suatu perkara. Advokat tersebut harus tunduk pada kode etik tersebut dan  bila dilanggar maka Advokat itu akan mendapatkan sanksinya. Advokat dalam menangani suatu perkara harus dengan sepenuh hati supaya perkara yang ditangani akan dapat terselesaikan dengan sebaik -baiknya.Dalam praktek sehari-sehari sering ditemukan adanya kecurangan yang dilakukan dikalangan Advokat. Adanya Advokat melakukan tindak pidana menyalah gunakan tugasnya dalam membelah kliennya terkadang melakukan perbuatan yang sangat tercelah dengan melakukan pemalsuan dokumen klien di Pengadilan supaya perkara yang ditanganinya menang di Pengadilan.Bagaimana sanksi hukum terhadap advokat yang melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen kilen di Pengadilan. Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normative. Dengan demikian data yang utamanya data sekunder, baik berupa bahan hukum primer dan hukum sekunder.Kata Kunci: Sanksi Advokad,Tindak pidana Pemalsuan Dokumen,klien
VIOLATION OF ETHICS BY PUBLIC OFFICIALS IN RELATION TO CORRUPTION CASES Mulkan, Hasanal; Okprianti, Reny; Aprita, Serlika; Pratama, Ferindi Ramadan
POLICY, LAW, NOTARY AND REGULATORY ISSUES Vol. 3 No. 1 (2024): JANUARY
Publisher : Transpublika Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55047/polri.v3i1.896

Abstract

The public ethics of state officials in the administration of clean government holds an important position and role as a guide for good behavior in carrying out their duties. The occurrence of political corruption is not solely attributed to the extent of authority possessed but is also rooted in the violation of the ethics of state officials. This study employs qualitative research methods and a literature approach to explore law violations stemming from breaches of state officials' ethics, focusing on the Hambalang Political Corruption case handled by the KPK. The investigation delves into how violations of state officials' ethics transpire, originating from both the executive and legislative branches.The breach of state officials' ethics in this case is linked to the struggle for interests in securing funds to support a candidate for the general chairmanship of a political party. Beyond implicating the executive and legislature, the corruption also involves the private sector. The manipulation of legal loopholes in preparing the APBN is exploited to inflate the value of the Hambalang project, resulting in substantial budgets, profits, and an escalation of corrupted funds. The case study reveals ethical violations by state officials, characterized by dishonest behavior, data manipulation, and a lack of transparency to secure approval for the Hambalang project. These ethical transgressions are coupled with legal violations, ultimately eroding public trust in endeavors to establish a corruption-free government, particularly concerning officials affiliated with political parties.
KAJIAN FILSAFAT HUKUM ATAS KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA DARI PERSPEKTIF HUKUM DAN HAM Aprita, Serlika Aprita; Mulkan, Hasanal
Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan Vol 13, No 1 (2024): Mei 2024
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/rpt.v13i1.3421

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana akibat hukum terhadap penjatuhan pailit pada perseroan terbatas.  Perseroan terbatas yang dinyatakan pailit tidak serta merta berhenti dan bubar melainkan masih eksis sebagai badan hukum. Dalam keadaan tertentu masih eksis menjalankan usahanya seperti lazimnya perseroan terbatas tidak terjadi kepailitan dan tetap dapat melakukan kegiatan usahanya. Hal ini diakibatkan perseroan dinyatakan pailit mempunyai nilai ekonomis (economic value) yang jauh lebih tinggi dibanding nilai aset perusahaan tesebut. Oleh karena kepailitan sebenarnya diperuntukkan terhadap perusahaan yang mempunyai aset negatif. Namun demikian, keputusan untuk melanjutkan perseroan pailit mengakibatkan kekuasaan direksi dalam suatu perseroan terbatas.. Namun dengan adanya pernyataan pailit, debitor demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus harta kekayaannya yang dimasukkan ke dalam harta pailit terhitung sejak hari putusan pernyataan pailit tersebut Hak asasi manusia dalam perspektif moralitas filosofis adalah dipercaya untuk menemukan argumen yang benar atau setidaknya memperdalam untuk memahami kebenaran hak asasi manusia.  Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif atau penelitian doktrinal. Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 ,Untuk itu perlu solusi untuk mengatasinya, sehingga apa yang menjadi tujuan pembuatan undang-undang kepailitan itu sendiri dapat tercapai, yaitu keadilan bagi para pihak Tahun 2007 tentang Undang-Undang Perseroan Terbatas Indonesia.
TANGGUNGJAWAB PELAKU TINDAK PIDANA YANG DIPENGARUI ALKOHOL Mulkan, Hasanal; Maknun, Luil; Marlina, Heni
Disiplin : Majalah Civitas Akademika Sekolah Tinggi Ilmu Hukum sumpah Pemuda Vol. 28 No. 1 (2022): Maret
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/disiplin.v28i1.63

Abstract

Abstrak Selaras dengan tujuan yang bermaksud untuk menelusuri prinsip-prinsip hukum, terutama yang bersangkut paut dengan tanggungjawab pelaku tindak pidana yang dipengaruhi alkohol, maka jenis penelitiannya adalah penelitian hukum sekunder dititik beratkan pada penelitian kepustakaan (library research) dengan cara mengkaji, Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat seperti Undang-undang, yakni Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Peraturan Pemerintah, dan semua ketentuan peraturan yang berlaku dan Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum seperti teori, hipotesa, pendapat para ahli maupun peneliti terdahulu yang sejalan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Seseorang yang betul-betul mabuk, tidak bisa berbuat apa-apa (dead drunk/stomdronken) terhadap orang mabuk yang melakukan tindak pidana dianggap bertanggungjawab atas perbuatannya, karena sebelum mabuk seseorang sudah bisa berpikir akibat-akibat apa yang bisa terjadi pada seseorang yang sedang mabuk. Apabila seseorang meminum minuman beralkohol dalam jumlah yang berlebihan, maka orang yang me-minum minuman beralkohol tersebut akan menjadi mabuk. Hal ini dapat mengakibatkan penyimpangan kepribadian dan perbuatannya tidak terkontrol, sehingga kemungkinan ia akan melakukan tindak pidana, misalnya si mabuk melakukan pemerasan, pengancaman, penganiayaan bahkan pembunuhan dan lain sebagainya. Pertanggungjawaban pelaku tindak pidana yang dipengaruhi alkohol adalah pada tingkat ringan masih dapat dimintakan pertanggungjawabannya, karena ia masih dapat menginsyafi keadaannya dimana orang tersebut melakukan perbuatannya dengan unsur kesengajaan, apabila pada waktu melakukan perbuatan pidana dilihat dalam masyarakat ia dapat dicela oleh karenanya sebab ia dianggap mampu berbuat lain meskipun tidak ingin berbuat demikian. Sedangkan pada tingkat berat tidak dapat lagi dimintakan pertanggungjawabannya, dikarenakan ia tidak dapat lagi menginsafi keadaannya yang dimana orang tersebut melakukan perbuatannya tidak mempunyai unsur kesengajaan dan Pengaruh Alkohol terhadap pelaku tindak pidana adalah dikarenakan orang yang meminum minuman mengandung alkohol dalam jumlah besar dapat menimbulkan keracunan pada tubuh seseorang dan berpengaruh terhadap daya pikit seseorang serta melemahkan syaraf otak, hal tersebut dapat menimbulkan mental emosional, mudah tersinggung dan mudah terpengaruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum dikarenakan tidak terkontrol. Kata Kunci: Tanggungjawab Pelaku, Alkohol, dan Tindak Pidana Abstract In line with the aim of exploring legal principles, especially those related to the responsibility of criminals who are influenced by alcohol, the type of research is secondary legal research with an emphasis on library research by examining primary legal materials’ namely binding legal materials such as laws, namely the Criminal Code (KUHP) Government Regulations, and all applicable regulatory provisions and secondary legal materials, namely legal materials such as theories, hypotheses, opinions of experts and previous researchers that are in line with the problems in this research. Someone who is really drunk, can't do anything (dead drunk/stomdronken) against a drunk person who commits a crime is considered responsible for his actions, because before getting drunk someone can already think about the consequences of what could happen to someone who is drunk . If a person drinks alcoholic beverages in excessive amounts, then the person who drinks alcoholic beverages will become intoxicated. This can result in personality deviations and uncontrolled actions, so it is likely that he will commit a crime, for example the drunk is extorting, threatening, molesting and even murdering and so on. The responsibility of the perpetrator of a criminal act who is influenced by alcohol is at a mild level, he can still be held accountable, because he can still be aware of the situation where the person committed his act with an intentional element, if at the time of committing a criminal act he is seen in society he can be reproached because he is considered capable of committing a crime. others even though they don't want to do so. Meanwhile, at a severe level, it can no longer be held accountable, because he can no longer realize the situation where the person committing the act does not have an element of intent and the influence of alcohol on the perpetrator of a crime is because people who drink beverages containing alcohol in large quantities can cause poisoning in the body. someone and affects a person's thinking power and weakens the nerves of the brain, it can cause emotional mentality, irritability and easily influenced to do actions that are contrary to the law because it is not controlled.
STUDY OF LEGAL PHENOMENCES IN SOCIETY FROM THE PERSPECTIVE OF LEGAL RELATIONS AND POWERS Mulkan, Hasanal
Nurani Vol 21 No 1 (2021): Nurani: jurnal kajian syari'ah dan masyarakat
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/nurani.v21i1.8454

Abstract

The type of research used is normative research, legal research which is carried out by examining library materials that use the object of writing studies such as existing libraries, books, magazines, and regulations that have a correlation in problem discussion, so this writing is also writing library (library research).Various legal facts show the existence of power possessed by the state which does not aim to provide justice for society, whereas as it is known that the state is given power by the society on the basis of an agreement (social contract) in order to provide legal protection in the form of justice, one of them is reflected in the case of farmer mistreatment in Mesuji, Lampung due to seizure of land. Because the society feels that they do not get maximum justice as the goal of law in legal philosophy, so then the society can reclaim the power they have given to the authority. As for the basis used by the community in reclaiming the power they have given to the authority, because in the concept of “pactum subjectionis”, society has formed an agreement as to who deserves to hold power. After the agreement is made, the powers given to the state are legitimated by using social facts and laws.
LEGALITY OF E-COURT IN THE LEGAL REFORM TOWARDS A JUDICIAL SYSTEM WITH LEGAL CERTAINTY Mulkan, Hasanal; Addink, Henk; Saraya, Sitta; Santoso, Andrianto Budi
Jurnal Pembaharuan Hukum Vol 11, No 3 (2024): Jurnal Pembaharuan Hukum
Publisher : UNISSULA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26532/jph.v11i3.37111

Abstract

The development of existing technology has an impact on the public service system in terms of online criminal case registration, online payments, online summons, and online trials. This study aims to determine the implementation of the Electronic-Based Government System application in services at the District Court. The research method used in this study was normative legal research. The results of the study show that the existence of e-court has had a major impact on the progress of the justice system in Indonesia while realizing justice based on simplicity, speed and low cost. The impact of the e-court system itself on the judicial process with the increasing development of digital technology, the transformation of courts into modern courts that utilize digital information technology to the maximum is a necessity. The results of the study are expected to provide strategic recommendations for the District Court in optimizing the implementation of SPBE in order to achieve the goals of good governance and improve the quality of public services.
PERTANGUNGJAWABAN PIDANA KURATOR YANG MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM KAITANNYA DENGAN PRINSIP INDEPENDENSI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 Mulkan, Hasanal; Aprita, Serlika
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 1 (2023): Unes Journal of Swara Justisia (April 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kurator mempunyai prinsip independensi dan tidak memihak yang merupakan salah satu prinsip utama yang dikenal dalam berbagai ketentuan hukum internasional yang juga dikehendaki oleh Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Selain itu, kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan terhadap harta pailit. Rumitnya penyelesaian pemberesan harta pailit semakin bertambah dengan pencantuman pasal sanksi pidana dalam UU Kepailitan yang menyatakan apabila terbukti kurator tidak independen dapat dikenakan sanksi hukum baik pidana maupun perdata sesuai perundang-undangan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif preskriptif. Adanya ancaman untuk menjatuhkan sanksi pidana terhadap kurator dihubungkan dengan sikap tidak independennya kurator pada akhirnya menjadi persoalan baru, khususnya terkait dengan pertanggungjawaban pidana yaitu dalam hal menentukan tolok ukur kurator dikatakan tidak independen sehingga dapat dijatuhi sanksi pidana akibat melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana diamanatkan oleh UU Kepailitan. Pertanggungjawaban pidana kurator yang tidak independen mengacu kepada terpenuhinya 3 (tiga) pilar dalam hukum pidana yaitu ada perbuatan pidana, adanya kesalahan yang berakibat pertanggung jawaban pidana dan berkaitan pidana atau pemidanaan dengan berdasarkan pada prinsip independensi, yaitu kurator dalam situasi yang sulit dapat mengambil tindakan tegas demi kepentingan harta pailit. Adapun ratio decindendi hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap kurator tidak langsung mengacu kepada independensi kurator dalam Pasal 234 ayat (2) UU Kepailitan melainkan mengacu kepada KUHPidana.
PENYELESAIAN HUKUM KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA SECARA NONLITIGASI DI KELURAHAN TANJUNG RAJA KABUPATEN OGAN ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN Aprita, Serlika; Mulkan, Hasanal; Fakhriah, Syahriati; Hasyim, Yonani; Raspita, Desni; Afaf, Afaf; Roni, Abdul; Anggita, Jeni; Aldhini, Chindy
Devote: Jurnal Pengabdian Masyarakat Global Vol. 3 No. 1 (2024): Devote : Jurnal Pengabdian Masyarakat Global, Maret 2024
Publisher : LPPM Institut Pendidikan Nusantara Global

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55681/devote.v3i1.2549

Abstract

Violence that occurs in the household is more often experienced by women who here act as wives or children who are victims, while the perpetrators are dominated by men who act as husbands or children. Domestic violence can be caused by various factors, both internal and external within the household. Internal factors that can trigger domestic violence include the character of the perpetrator of violence who tends to be emotional, economic dependence, third parties in the household, economic conditions, and poor communication. Changes in mindsets in society, especially women, have now changed, this is proven by the increasing number of divorce lawsuits in court. This change in thinking seems to form a view that marriage is not a sacred thing so there is no need to fight for its integrity if differences are discovered. However, the problem of domestic violence can be resolved outside of court (non-litigation). This legal counseling activity on the legal resolution of domestic violence committed by husbands against wives outside the court in Tanjung Raja Village, Ogan Ilir Regency, South Sumatra Province is expected to provide understanding to the public about actions that constitute domestic violence and their negative effects. Apart from that, it is hoped that with this outreach, the public will understand that Domestic Violence (KDRT) can be resolved first through non-litigation or outside of court.
MASA DEPAN KEPAILITAN DAN PKPU DI INDONESIA DALAM KAITANNYA DENGAN URGENSI REVISI UU KEPAILITAN DAN PKPU DITINJAU DARI PRESPEKTIF HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Aprita, Serlika; Mulkan, Hasanal
UNES Law Review Vol. 5 No. 4 (2023)
Publisher : Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v5i4.467

Abstract

Dalam menjalankan usahanya para pelaku usaha sering mengadakan perjanjian utang piutang.Perjanjian utang piutang merupakan suatu hal yang umum dilakukan antara kreditor dan debitor.Namun tidak jarang menimbulkan sengketa antara debitor yang lalai dan tidak sanggup membayar atas utang-utangnya kepada kreditor.Salah satu upaya untuk mengatasi utang yang tidak terbayarkan adalah melalui Kepailitan dan Penundaan Kewajiban PembayaranUtang (PKPU) yang dimohonkan oleh debitor atau kreditor. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yangpengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas.Sedangkan PKPU adalah penyelesaian utang piutang dengan tujuan untuk mengadakan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor. Kapailitan dan PKPU dalam penerapannya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Herziene Indonesisch Reglement (HIR), Reglement of de Rechtsvordering (Rv), Rechtsreglement Buitengewesten(RBg), dan diatur lebih lanjut dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Perdata. Didalam pengaturan hukum acara kepailitan dan PKPU yang terdapat dalam berbagai peraturan dan Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Perdata, masih terdapat kekurangan yang perlu dianalisis untuk memberikan dasar hukum terhadap pengaturan hukum acara kepailitan dan PKPU. Mengingat akan diundangkannya Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Perdata maka dalam penelitian ini akan menganalisis beberapa poin penting yang dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Perdata.
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dan Pemulihan Kerugian Ekonomi Lingkungan Dalam Kasus Tataniaga Timah Ilegal Di Bangka Belitung Mulkan, Hasanal; Rimasari, Ferdita
JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 10, No 2 (2025): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24967/jcs.v10i2.4675

Abstract

Kegiatan pertambangan timah ilegal di Bangka Belitung telah menimbulkan kerugian ekonomi dan ekologis yang signifikan. Salah satu isu utama yang muncul adalah bagaimana bentuk pertanggungjawaban pidana korporasi yang terlibat dalam praktik tataniaga timah ilegal serta mekanisme pemulihan kerugian ekonomi lingkungan akibat aktivitas tersebut. Artikel ini bertujuan menganalisis penerapan pertanggungjawaban pidana korporasi berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), serta menelaah kebijakan pemulihan ekonomi lingkungan melalui pendekatan hukum pidana lingkungan dan ekonomi hijau. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertanggungjawaban pidana korporasi belum diterapkan secara optimal karena lemahnya pembuktian keterlibatan manajemen dalam kejahatan lingkungan, sementara pemulihan ekonomi lingkungan masih bersifat parsial dan belum memperhitungkan nilai ekonomi ekosistem secara komprehensif.