Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

Penggunaan NSAID dan Potensi Interaksi Obatnya Pada Pasien Penyakit Muskuloskeletal Di Bandar Lampung Isnenia, Isnenia
Pharmaceutical Journal of Indonesia Vol 6, No 1 (2020)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penyakit musculoskeletal ditandai salah satunya dengan rasa nyeri yang bersifat kronis. Terapi utama dalam mengatasi nyeri adalah penggunaan non steroid antiinflamatory drugs (NSAIDs) baik sebagai monoterapi atau kombinasi dengan obat dari golongan yang sama atau penghilang nyeri dari golongan lainnya, seperti kortikosteroid, analgesiok opioid, dan adjuvant. Selain terapi obat yang bersifat simtomatis, diberikan juga obat yang bersifat kausatif. Pemakaian lebih dari satu obat berpotensi menimbulkan interaksi yang dapat mempengaruhi outcome pasien. Penelitian ini bertujuan untuk melihat karakteristik sosiodemografi dan klinis pasien, serta mencari hubungan potensi interaksi obat dengan variable tersebut.Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan design cross sectional. Data diambil dari 100 rekam medik pasien pada sebuah rumah sakit tipe C di Bandar Lampung yang terdiagnosa lima besar penyakit muskuloskeletal, yaitu gonarthrosis, radiculopathy, arthritis unspesifik, lower back pain (nyeri punggung bawah), dan myalgia. Data dianalisis secara deskriptif untuk jenis kelamin, usia, jumlah obat, jenis obat, dan potensi interaksi obat. Analisis korelasi bivariate dengan Chi-Square  antara variabel potensi interaksi obat dengan variabel jenis kelamin, usia, jenis diagnosa, jenis NSAID.Hasil penelitian  menunjukkan bahwa pasien musculoskeletal berjenis kelamin laki-laki sebesar 44%, perempuan 56%. Pasien musculoskeletal terbanyak pada usia 18-65 tahun (78%). Pasien yang memperoleh obat < 5 sejumlah 68% dan ≥ 5 sebesar 32%. 54% pasien menggunakan NSAID diklofenak, dan hanya 5% pasien menggunakan kombinasi dua obat NSAID (diklofenak-ibuprofen). 22% pasien berpotensi mengalami interaksi obat. Tidak ada hubungan bermakna (p > 0,05) antara potensi interaksi obat dengan usia, jenis kelamin, jenis NSAID, dan jenis diagnosa.
Penggunaan NSAID dan Potensi Interaksi Obatnya Pada Pasien Penyakit Muskuloskeletal Di Bandar Lampung Isnenia, Isnenia
Pharmaceutical Journal of Indonesia Vol 6, No 1 (2020)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.pji.2020.006.01.8

Abstract

Penyakit musculoskeletal ditandai salah satunya dengan rasa nyeri yang bersifat kronis. Terapi utama dalam mengatasi nyeri adalah penggunaan non steroid antiinflamatory drugs (NSAIDs) baik sebagai monoterapi atau kombinasi dengan obat dari golongan yang sama atau penghilang nyeri dari golongan lainnya, seperti kortikosteroid, analgesiok opioid, dan adjuvant. Selain terapi obat yang bersifat simtomatis, diberikan juga obat yang bersifat kausatif. Pemakaian lebih dari satu obat berpotensi menimbulkan interaksi yang dapat mempengaruhi outcome pasien. Penelitian ini bertujuan untuk melihat karakteristik sosiodemografi dan klinis pasien, serta mencari hubungan potensi interaksi obat dengan variable tersebut.Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan design cross sectional. Data diambil dari 100 rekam medik pasien pada sebuah rumah sakit tipe C di Bandar Lampung yang terdiagnosa lima besar penyakit muskuloskeletal, yaitu gonarthrosis, radiculopathy, arthritis unspesifik, lower back pain (nyeri punggung bawah), dan myalgia. Data dianalisis secara deskriptif untuk jenis kelamin, usia, jumlah obat, jenis obat, dan potensi interaksi obat. Analisis korelasi bivariate dengan Chi-Square  antara variabel potensi interaksi obat dengan variabel jenis kelamin, usia, jenis diagnosa, jenis NSAID.Hasil penelitian  menunjukkan bahwa pasien musculoskeletal berjenis kelamin laki-laki sebesar 44%, perempuan 56%. Pasien musculoskeletal terbanyak pada usia 18-65 tahun (78%). Pasien yang memperoleh obat < 5 sejumlah 68% dan ≥ 5 sebesar 32%. 54% pasien menggunakan NSAID diklofenak, dan hanya 5% pasien menggunakan kombinasi dua obat NSAID (diklofenak-ibuprofen). 22% pasien berpotensi mengalami interaksi obat. Tidak ada hubungan bermakna (p > 0,05) antara potensi interaksi obat dengan usia, jenis kelamin, jenis NSAID, dan jenis diagnosa.
Formulasi dan Evaluasi Sabun Padat Transparan Ekstrak Biji Pinang (Areca Catechu L.) Sebagai Anti Jerawat Suryati, Imelda Dewi; Yulyuswarni, Yulyuswarni; Ardini, Dias; Isnenia, Isnenia
Jurnal Analis Farmasi Vol 8, No 2 (2023)
Publisher : Program Studi Analisis Farmasi dan Makanan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jaf.v8i2.11621

Abstract

Jerawat (acne vulgaris) adalah kondisi abnormal kulit akibat produksi kelenjar minyak berlebih yang menyebabkan penyumbatan pori-pori kulit. Jerawat berkembang menjadi inflamasi (inflammatory acne) apabila terinfeksi bakteri, terutama bakteri Propionibacterium acnes. Ekstrak biji pinang (Areca catechu L). mengandung senyawa flavonoid Proantosianidin yang diketahui memiliki daya hambat terhadap bakteri Propionibacterium acne. Salah satu pengobatan jerawat adalah dengan sabun antijerawat (acne soap). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula sediaan sabun padat transparan dengan bahan aktif ekstrak biji pinang (Areca catechu L. ), teknik formulasi dan evaluasinya. Sehingga diharapkan biji pinang dapat dikembangkan menjadi produk kosmetika obat (cosmeceutical) yang bernilai ekonomis. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu sabun padat transparan F0 berbentuk transparan, berwarna bening, berbau khas sabun dari aroma VCO dan memiliki tekstur padat. Sedangakan F1, F2, dan F3 berbentuk tidak transparan, F1 berwarna coklat sedangkan F2 dan F3 berwarna coklat tua, berbau khas ekstrak biji pinang, dan memiliki tekstur padat. Semua formula sabun padat transparan memenuhi persyaratan kadar air, kadar alkali bebas dan pH, dengan rentang nilai kadar air antara 12,22% - 15,27%, rentang nilai alkali bebas antara 0,08% -0,1 % dan nilai pH 9,36
Self Management Description Of Patient With Type 2 Diabetes Mellitus at the Rajabasa Indah Bandar Lampung Public Health Center GAMBARAN SELF MANAGEMENT PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG Fadilla, Auly Adhea; Julaiha, Siti; Hartati, Ani; Isnenia, Isnenia
Jurnal Analis Farmasi Vol 8, No 2 (2023)
Publisher : Program Studi Analisis Farmasi dan Makanan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jaf.v8i2.11111

Abstract

Self Management Description Of Patient With Type 2 DiabetesMellitus at the Rajabasa Indah Bandar Lampung Public HealthCenterGAMBARAN SELF MANAGEMENT PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG Auly Adhea Fadilla1, Siti Julaiha2, Ani Hartati3, Isnenia4Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan TanjungkarangE-mail: sitijulaiha@poltekkes-tjk.ac.idAbstractDiabetes mellitus or usually abbreviated as DM is a chronic metabolic disease. The most common type of diabetes is type 2 diabetes mellitus with a percentage of 90% of cases. Type 2 diabetes mellitus can cause complications in the long term (chronic) and acute. Therefore, people with type 2 diabetes mellitus need comprehensive treatment not only medically but also with good self-management. This research was conducted using a quantitative descriptive method and sampling using a purposive sampling technique with a sample size of 100 respondents. The measuring instrument used in this study was the SDSCA questionnaire sheet. The results of the study found that in general the highest patient self-management was in the sufficient category with a percentage of 52% or 49 patients. Self-management consists of 6 aspects, the highest percentage is bad category on diet aspect 54%, enough category on foot care aspect 37%, good category on medication aspect 91%. Based on gender, the highest self-management category was found in women compared to men with a percentage of 52.3, based on age at the age of <45 years with a percentage of 81.8%, on the level of education in academic/higher education education with a percentage of 62.9 %, based on complications, the highest percentage of patients without complications with a percentage of 74.1%, based on the length of suffering in patients with <5 years with  a percentage 54.5%.Keyword : Self Management, Type 2 Diabetes Mellitus, Rajabasa Indah Public Health Center AbstrakDiabetes mellitus atau yang biasanya di singkat DM merupakan salah satu penyakit metabolik yang bersifat kronik. Jenis diabetes yang paling sering ditemukan adalah diabetes mellitus tipe 2 dengan persentase sebesar 90% kasus. Diabetes melitus tipe 2 dapat menyebabkan komplikasi dalam jangka waktu lama (kronis) dan akut. Oleh karena itu penderita diabetes melitus tipe 2 membutuhkan penanganan menyeluruh tidak hanya penanganan secara medis tetapi juga dengan self management yang baik. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif dan pengambilan sampel menggunakan teknik Purposive Sampling dengan jumlah sampel 100 responden. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner SDSCA. Hasil penelitian didapatkan bahwa secara umum self management pasien paling tinggi pada kategori cukup dengan persentase 52% atau 49 pasien. Self management terdiri dari 6 aspek, persentase tertinggi kategori buruk pada aspek diet 54%, kategori cukup pada aspek perawatan kaki 37%, kategori baik pada aspek medikasi 91%. Berdasarkan jenis kelamin self management paling tinggi kategori cukup terdapat pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan persentase 52,3, berdasarkan usia pada usia <45 tahun dengan persentase 81,8%, pada tinkat Pendidikan pada Pendidikan akademik/perguruan tinggi dengan persentase 62,9%, berdasarkan komplikasi persentase paling tinggi pasien tanpa komplikasi dengan persentase 74,1%, berdasarkan lama menderita pada pasien dengan lama menderita <5 tahun yaitu 54,5%.Kata Kunci : Self Management, Diabetes Mellitus Tipe 2, Puskesmas Rajabasa Indah
Formulasi dan Evaluasi Sabun Padat Transparan Ekstrak Biji Pinang (Areca Catechu L.) Sebagai Anti Jerawat Suryati, Imelda Dewi; Yulyuswarni, Yulyuswarni; Ardini, Dias; Isnenia, Isnenia
Jurnal Analis Farmasi Vol 8, No 2 (2023)
Publisher : Program Studi Analisis Farmasi dan Makanan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jaf.v8i2.11621

Abstract

Jerawat (acne vulgaris) adalah kondisi abnormal kulit akibat produksi kelenjar minyak berlebih yang menyebabkan penyumbatan pori-pori kulit. Jerawat berkembang menjadi inflamasi (inflammatory acne) apabila terinfeksi bakteri, terutama bakteri Propionibacterium acnes. Ekstrak biji pinang (Areca catechu L). mengandung senyawa flavonoid Proantosianidin yang diketahui memiliki daya hambat terhadap bakteri Propionibacterium acne. Salah satu pengobatan jerawat adalah dengan sabun antijerawat (acne soap). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula sediaan sabun padat transparan dengan bahan aktif ekstrak biji pinang (Areca catechu L. ), teknik formulasi dan evaluasinya. Sehingga diharapkan biji pinang dapat dikembangkan menjadi produk kosmetika obat (cosmeceutical) yang bernilai ekonomis. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu sabun padat transparan F0 berbentuk transparan, berwarna bening, berbau khas sabun dari aroma VCO dan memiliki tekstur padat. Sedangakan F1, F2, dan F3 berbentuk tidak transparan, F1 berwarna coklat sedangkan F2 dan F3 berwarna coklat tua, berbau khas ekstrak biji pinang, dan memiliki tekstur padat. Semua formula sabun padat transparan memenuhi persyaratan kadar air, kadar alkali bebas dan pH, dengan rentang nilai kadar air antara 12,22% - 15,27%, rentang nilai alkali bebas antara 0,08% -0,1 % dan nilai pH 9,36
Self Management Description Of Patient With Type 2 Diabetes Mellitus at the Rajabasa Indah Bandar Lampung Public Health Center GAMBARAN SELF MANAGEMENT PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG Fadilla, Auly Adhea; Julaiha, Siti; Hartati, Ani; Isnenia, Isnenia
Jurnal Analis Farmasi Vol 8, No 2 (2023)
Publisher : Program Studi Analisis Farmasi dan Makanan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jaf.v8i2.11111

Abstract

Self Management Description Of Patient With Type 2 DiabetesMellitus at the Rajabasa Indah Bandar Lampung Public HealthCenterGAMBARAN SELF MANAGEMENT PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG Auly Adhea Fadilla1, Siti Julaiha2, Ani Hartati3, Isnenia4Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan TanjungkarangE-mail: sitijulaiha@poltekkes-tjk.ac.idAbstractDiabetes mellitus or usually abbreviated as DM is a chronic metabolic disease. The most common type of diabetes is type 2 diabetes mellitus with a percentage of 90% of cases. Type 2 diabetes mellitus can cause complications in the long term (chronic) and acute. Therefore, people with type 2 diabetes mellitus need comprehensive treatment not only medically but also with good self-management. This research was conducted using a quantitative descriptive method and sampling using a purposive sampling technique with a sample size of 100 respondents. The measuring instrument used in this study was the SDSCA questionnaire sheet. The results of the study found that in general the highest patient self-management was in the sufficient category with a percentage of 52% or 49 patients. Self-management consists of 6 aspects, the highest percentage is bad category on diet aspect 54%, enough category on foot care aspect 37%, good category on medication aspect 91%. Based on gender, the highest self-management category was found in women compared to men with a percentage of 52.3, based on age at the age of <45 years with a percentage of 81.8%, on the level of education in academic/higher education education with a percentage of 62.9 %, based on complications, the highest percentage of patients without complications with a percentage of 74.1%, based on the length of suffering in patients with <5 years with  a percentage 54.5%.Keyword : Self Management, Type 2 Diabetes Mellitus, Rajabasa Indah Public Health Center AbstrakDiabetes mellitus atau yang biasanya di singkat DM merupakan salah satu penyakit metabolik yang bersifat kronik. Jenis diabetes yang paling sering ditemukan adalah diabetes mellitus tipe 2 dengan persentase sebesar 90% kasus. Diabetes melitus tipe 2 dapat menyebabkan komplikasi dalam jangka waktu lama (kronis) dan akut. Oleh karena itu penderita diabetes melitus tipe 2 membutuhkan penanganan menyeluruh tidak hanya penanganan secara medis tetapi juga dengan self management yang baik. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif dan pengambilan sampel menggunakan teknik Purposive Sampling dengan jumlah sampel 100 responden. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner SDSCA. Hasil penelitian didapatkan bahwa secara umum self management pasien paling tinggi pada kategori cukup dengan persentase 52% atau 49 pasien. Self management terdiri dari 6 aspek, persentase tertinggi kategori buruk pada aspek diet 54%, kategori cukup pada aspek perawatan kaki 37%, kategori baik pada aspek medikasi 91%. Berdasarkan jenis kelamin self management paling tinggi kategori cukup terdapat pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan persentase 52,3, berdasarkan usia pada usia <45 tahun dengan persentase 81,8%, pada tinkat Pendidikan pada Pendidikan akademik/perguruan tinggi dengan persentase 62,9%, berdasarkan komplikasi persentase paling tinggi pasien tanpa komplikasi dengan persentase 74,1%, berdasarkan lama menderita pada pasien dengan lama menderita <5 tahun yaitu 54,5%.Kata Kunci : Self Management, Diabetes Mellitus Tipe 2, Puskesmas Rajabasa Indah
Comparative Study of Treatment and Potential Drug Interactions with Mental Disorders Phase at Lampung Psychiatric Hospital Isnenia, Isnenia; Sembiring, Elma Viorentina
JURNAL MANAJEMEN DAN PELAYANAN FARMASI (Journal of Management and Pharmacy Practice) Vol 15, No 1
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jmpf.93548

Abstract

Background: There are some phases in mental disorders, acute, stabilization, and maintenance phase. Each phase has a different treatment goal using several types of drugs. Hospitalized patients with mental disorders are typically prescribed 5-9 drugs. Using more than one drug increase the potential for drug interactions.Objectives: This study aims to compare treatments and potential drug interactions with the mental disorders phase at Psychiatric Hospital Lampung Province.Methods: This study was a retrospective with a cohort design. Data were secondary in medical records and inpatient prescription sheets from January to December 2019. Purposive sampling techniques were used. The inclusion criteria in this study were all male patients hospitalized at Psychiatric Hospital Lampung Province who received and completed treatment from January to December 2019.Results: The results showed most of 134 patients were in aged 26-35 years (27.3%), had completed high school (34.3%), were married (61.2%), and were diagnosed with paranoid schizophrenia (93.3%). Average number of medicines was 4.12 in acute phase and 3.89 in stabilization-maintenance phase. Average length of stays were 3.89 days in acute phase and 18.36 days in stabilization-maintenance phase. The second-generation antipsychotics are the most common class of drugs. There was a statistical difference (p = 0.000) for drug classes in both phases. The potential drug interactions in both phases were not significantly different (p = 0.093). The greatest severity was moderate at 88.44% in the acute phase and 94.60%  in the stabilization-maintenance phase.Conclusion: There is a statistical difference in drug classes whereas the potential drug interactions were not.
Informasi Obat Non Etiket pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Kota Bandar Lampung Isnenia, Isnenia; Fauziyah, Ageng Hasna
Journal of Islamic Pharmacy Vol 10, No 1 (2025): J. Islamic Pharm.
Publisher : Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/jip.v10i1.32432

Abstract

Etiket sebagai media informasi obat memiliki keterbatasan dalam menampung informasi. Beban kerja yang tinggi menjadi alasan pemberian informasi obat secara lisan tidak adekuat. Hipertensi sebagai penyakit kronis, membutuhkan pengobatan jangka panjang. Ketidakpatuhannya dapat berdampak buruk bagi kualitas hidup pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui media selain etiket yang diperoleh pasien, jenis informasi lisan selain yang ada di etiket, tingkat kepentingan untuk dicantumkannya, dan sumber informasi obat selain dari puskemas. Penelitian dilakukan secara cross-sectional pada 134 pasien hipertensi. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi saat pasien memperoleh obat dan wawancara. Hasil yang diperoleh yaitu sebanyak 69,4% responden adalah perempuan, 73% berada pada rentang umur 61-80 tahun, lama menderita hipertensi 1-5 tahun. Media selain etiket berupa kartu kendali kronis dan potongan kertas diperoleh 33,5% responden. Jenis informasi tertulis pada media tersebut adalah nama obat, jumlah obat, tanggal berobat ulang pada kartu kendali kronis, dan waktu minum obat pada potongan kertas. Informasi lisan yang tidak tercantum pada etiket adalah penggunaan rutin di malam hari, pagi hari, dan tanggal berobat ulang. Responden menyatakan tidak perlu menuliskan informasi lisan tersebut. Responden memperoleh informasi obat selain dari puskesmas sebesar 17,2% (kerabat, kader posyandu, dan tenaga kesehatan). Dapat disimpulkan bahwa terdapat media non etiket (kartu kendali dan potongan kertas) sebagai informasi tambahan tertulis dan informasi lisan tidak tertulis pada etiket yang diberikan pada responden. Sebagian kecil responden memperoleh informasi selain dari puskesmas.Labels, as a tool for drug information, have limitations in accommodating comprehensive information. A high workload often leads to the inadequate provision of verbal drug information. Hypertension, being a chronic disease, necessitates long-term treatment. Non-compliance can significantly impact a patient's quality of life. This study aimed to identify media used by patients other than labels, types of verbal information provided beyond what is written on labels, the perceived importance of documenting this information, and sources of drug information other than the health center. This cross-sectional study was conducted on 134 hypertensive patients. Data were collected through observation when patients received drugs and through interviews.The results show that 69.4% of respondents were female, 73% were in the 61-80 age range, and they had suffered from hypertension for 1-5 years. Media other than labels, such as 'kartu kendali kronis' and pieces of paper, were obtained by 33.5% of respondents. The types of information written on these media included the name of the drug, the quantity of the drug, and the date of repeat treatment on the 'kartu kendali kronis', as well as the time to take the drug on the pieces of paper. Verbal information not listed on the labels included routine use at night, in the morning and the date of repeat treatment. Respondents indicated that they did not need to have this verbal information written down. A small percentage of respondents (17.2%) obtained drug information from sources other than the health center, including relatives, integrated health post cadres, and other health workers. In conclusion, non-label media (specifically 'kartu kendali kronis' and pieces of paper) serve as sources of additional written information, and verbal information not written on labels is also provided to respondents. A minority of respondents obtained information from sources other than the health center.
Kajian Peresepan Racikan Pasien Anak pada Dua Apotek di Kota Bandar Lampung Sungkar, Avissa Nabila; Isnenia, Isnenia
Journal of Pharmaceutical Sciences and Technology Vol. 1 No. 1 (2024): Pharmatech Journal : Journal of Pharmaceutical Sciences and Technology
Publisher : Pharmacy Department, Poltekkes Kemenkes Tanjung Karang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasien anak merupakan populasi dengan risiko tinggi dalam pengobatan. Pemberian dosis obat yang tepat untuk bayi dan anak merupakan hal yang sulit karena perubahan fisiologis yang berkaitan dengan masa kanak-kanak. Pasien pediatrik lebih sering mendapatkan resep racikan hal ini disebabkan jenis dan bentuk sediaan yang tersedia di tempat pelayanan kesehatan terkadang tidak memenuhi, sedangkan hal tersebut dapat meningkatkan peluang terjadinya kesalahan pengobatan. Peracikan obat menjadi perhatian sebab dalam peracikan obat banyak memunculkan kejadian yang tidak dikehendaki seperti interaksi obat. Interaksi obat merupakan salah satu dari delapan kategori masalah terkait obat yang telah diidentifikasi sebagai kejadian terapi obat yang dapat mengganggu outcome klinis yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelengkapan aspek administratif, aspek farmasetika, serta keseuaian aspek klinis menurut Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Tahun 2019 pada dua apotek di Kota Bandar Lampung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan pengambilan data sekunder dari resep racikan pasien anak usia 2-12 tahun pada dua apotek di Kota Bandar Lampung. Hasil penelitian menunjukkan dari karakteristik 50 pasien pada dua apotek di Kota Bandar Lampung didominasi pada anak usia 2-8 tahun, kelengkapan aspek administatif berupa nama pasien, umur pasien, nama dokter, nomor SIP dokter, paraf dokter dan tanggal resep pada kedua apotek yaitu 100%, dari 6 kelengkapan aspek farmasetika pada kedua apotek terpenuhi 100%, adanya interaksi obat terjadi sebesar 58% pada Apotek X dan pada Apotek Y sebesar 64%, duplikasi obat terjadi sebesar 0%, ketepatan dosis pada Apotek X sebesar 82% dan pada Apotek Y sebesar 70%.
Efektifitas Penggunaan Media Kalender STOP TB terhadap Pengetahuan Pasien TBC Putri, Alifia Irmaya; Isnenia, Isnenia
Journal of Pharmaceutical Sciences and Technology Vol. 1 No. 2 (2024): Pharmatech Journal : Journal of Pharmaceutical Sciences and Technology
Publisher : Pharmacy Department, Poltekkes Kemenkes Tanjung Karang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengetahuan berperan penting terhadap kepatuhan pasien tuberkulosis (TB) paru karena TB paru merupakan penyakit menular dan telah terjadi multiple drug resisten. Bebragai penelitian menunjukkan hasil bahwa penggunaan media edukasi dapat meningkatkan kepatuhan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat keefektifan media kalender terhadap pengetahuan pasien TB paru. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan sampel yaitu seluruh populasi pasien TB paru yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi Perbedaan pengetahuan diukur dengan kuesioner melalui pre-post test. Penelitian ini melibatkan 21 responden. Pasien paling banyak berusia 56-65 tahun, berjenis kelamin laki-laki, tingkat pendidikan SMA, tidak bekerja, dengan pendapatan < 2.990.000. Pasien paling banyak pada pengobatan kategori 1, fase lanjutan dengan dosis 3 tablet 2KDT RH (150/75), tidak mendapat obat non TB, tidak merasakan efek samping dan tidak ada penyakit penyerta dan seluruh pasien menggunakan status pembiayaan JKN. Hasil pengukuran menunjukkan keefektifan media dalam meningkatkan pengetahuan yaitu dari 52,4% menjadi 95,2% dan terdapat perbedaan signifikan p-value 0,000 (< 0,05) antara pengetahuan pre dan post pemberian media.