Tuahuns, Irsyad Zamhier
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

URGENSI KEDUDUKAN HUKUM PEMBUKTIAN ALAT BUKTI DALAM PRAKTEK PERADILAN PIDANA DI HUBUNGKAN DALAM SISTEM HUKUM         INDONESIA Tuahuns, Irsyad Zamhier
Bulletin of Law Research Vol. 2 No. 1: Bleach: Bulletin of Law Research (2025 June)
Publisher : Universitas Bhakti Asih Tangerang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bagaimana urgensi kedudukan hukum pembuktian alat bukti dalam praktik peradilan pidana di hubungkan dalam sistem hukum Indonesia. Sebagai penjelasan bahwa penelitian ini dalam lingkup disiplin ilmu hukum yang di fokuskan dalam hukum pidana. Kemudian pendekatannya menggunakan bahan pustaka atau metode pendekatan secara normatif. Berdasarkan  dengan analisis terkait hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembuktian dalam hukum pidana, ialah teramaturgen dasarnya pembuktian merupakan suatu proses untuk menentukan kesalahan seseorang dapat dijatuhkan sanksi pidana, dibebaskan dari tuntutan maupun dakwaan. Putusan pengadilan merupakan output dari rangkaian proses peradilan dalam sistem hukum Indonesia yang secara khususnya dapat mencerminkan keadilan dalam putusan tersebut. Hukum pembuktian menurut pengertian ialah serangkaian kaidah atau aturan yang terdiri dari  cara pelaksanaan pada persidangan pidana, perdata, maupun tata usaha negara pada pengadilan yang memiliki otoritas di Indonesia, kemudian terkait dengan pembuktian merupakan proses bagaimana alat bukti dipergunakan, diajukan atau dipertahankan di dalam hukum acara yang berlaku. Hukum pembuktian pada persidangan hukum acara pidana dipahami merupakan ketentuan yang membatasi dalam sidang pengadilan untuk mencari serta mempertahankan kebenaran, baik oleh hakim penuntut umum, terdakwa dan penasihat hukum. Secara aspek dalam pembuktian berdasarkan rangkaiannya dimulai melalui tahap penyelidikan dan selanjutnya penjatuhan hukuman oleh hakim di pengadilan. Rangkaian ini ialah sebagai upaya untuk menemukan kebenaran materiil. Alat bukti berdasarkan Pasal 184 KUHP terdiri Keterangan saksi, keterangan ahli, surat petunjuk dan keterangan terdakwa[1]. Berdasarkan uraian tersebut yang dijelaskan dalam hal ini melatarbelakangi permasalahan yang akan disajikan penulis adalah 1. Apakah urgensi kedudukan hukum pembuktian alat bukti dalam praktik peradilan pidana di hubungkan dalam sistem hukum Indonesia? 2. Bagaimanakah pengaturan mengenai barang bukti dan alat bukti dalam hukum acara pidana? Sebagai penjelasan bahwa penelitian ini dalam lingkup disiplin ilmu hukum yang di fokuskan dalam hukum pidana. Kemudian pendekatannya menggunakan bahan pustaka atau metode pendekatan secara normatif. Berdasarkan  dengan analisis terkait hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembuktian dalam hukum pidana ialah teramaturgen dasarnya pembuktian merupakan suatu proses untuk menentukan kesalahan seseorang dapat dijatuhkan sanksi pidana, dibebaskan dari tuntutan, dakwaan. Selanjutnya Putusan pengadilan merupakan output dari rangkaian proses peradilan dalam sistem hukum Indonesia. Dalam sistem tersebut terdapat proses yang terdiri, dakwaan, requisitor penuntut umum, dan segala fakta dan keadaan yang terbukti dalam proses sidang pengadilan, selain itu dalam pengambilan putusan dalam perkara perdata dan pidana dimulai melalui musyawarah hakim terlebih dahulu sebelum diputuskan.
Dampak Covid 19 Serta Kedudukan Surat Keterangan Dokter Sebagai Pengecualian Atas Ketidakhadiran Tersangka Dalam Persidangan Kasus Korupsi Tuahuns, Irsyad Zamhier
Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 10 No. 1 (2021): Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34304/jf.v10i1.31

Abstract

Pandemi Covid-19 di Indonesia telah membatasi ruang gerak masyarakat, termasuk jajaran/unsur sistem peradilan pidana, khususnya dalam pemberantasan korupsi, karena semua orang sangat takut terpapar Covid-19. Penyelewengan dan penyimpangan Surat Keterangan Dokter akan mudah terjadi. Terdapat kecenderungan kuat di kalangan penegak hukum, bahwa surat keterangan dokter merupakan alat bukti yang kuat, dan tidak dapat diganggu gugat. penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia, penegak hukum belum membudayakan pemeriksaan dan memastikan surat keterangan dokter asli atau palsu serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan profesional. Di samping itu, juga belum pernah meminta second opinion dari dokter yang lain, untuk memeriksa kesehatan seseorang yang dinyatakan sakit dan berhalangan untuk hadir dalam proses peradilan, dari dokter sebelumnya.
ANALISIS YURIDIS CONVICTION RASIONEE  HAKIM DIHUBUNGKAN CRICUMTANSIAL EVIDENCE MELALUI KUHP DIKAJI MELALUI PUTUSAN NOMOR: 777/PID.B/2016/PN.JKT.PST TUAHUNS, IRSYAD ZAMHIER
Bulletin of Law Research Vol. 1 No. 1 (2024): BLEACH (Bulletin of Law Research)
Publisher : Universitas Bhakti Asih Tangerang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bukti tidak langsung digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam putusan perkara Mahkamah Agung nomor 777/PID. B/2016/pn.jkt.pst, dalam hal ini tidak ada saksi mata yang melihat pembunuhan tersebut, sebagaimana diketahui berdasarkan prinsip hukum bahwa pembuktian tidak langsung tidak diakui dalam kitab Undang-undang, KUHP. Kemudian dalam putusan tersebut dapat menimbulkan konflik norma, serta ambiguitas hukum dan ketidakpastian hukum terhadap asas-asas dasar hukum di Indonesia. Apakah bukti tidak langsung dapat diterapkan dalam hukum positif di Indonesia? Lalu, bagaimana Conviction Rasionee, Circumstantial Evidence, hakim menjatuhkan hukuman? Khusus untuk penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan hukum secara normatif dan pendekatan perundang-undangan, serta norma hukum, pendekatan kasus dan didukung dengan analisis yuridis Penelitian  dengan judul Analisis yuridis Conviction Rasionee  Hakim Dihubungkan Circumnstial Evidence Melalui KUHP Dikaji Melalui Putusan Nomor: 777/PID.B/2016/PN.JKT.PST merupakan salah satu studi yang cukup jarang dilakukan, diteliliti menginggat penelitian yang dikaji penulis sangat berbeda. Penulis mengkaji dari segi rasional hakim dalam menjatuhkan pidana kemudian dikaitkan dengan KUHP serta putusan. Penulis juga mengakaji secara teoritis dengan menggunakan 3 teori yaitu pembuktian hukum, penegakan hukum dan teori keadilan hukum.
ANALISIS EFFECT OVER CAPACITY RUMAH TAHANAN NEGARA LAPAS KEBUN WARU BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN PERWUJUDAN HAM DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA TUAHUNS, IRSYAD ZAMHIER
Bulletin of Law Research Vol. 1 No. 2 (2024): Bleach: Bulletin of Law Research
Publisher : Universitas Bhakti Asih Tangerang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Masalah over kapasitas Rumah Tahanan Negara merupakan tempat penahanan sementara untuk para tersangka atau belum terbukti atau belum mendapatkan vonis dalam persidangan. Permasalahan mendasar di dalam Negara Indonesia ialah terbatasnya kapasitas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang sering kali dijumpai tidak dapat menampung narapidana, sehingga rutan menjadi alternatif yang tepat untuk menggantikan fungsi lapas. Kemudian terkait permasalahan over kapasitas rumah tahanan ini selanjutnya dikembangkan menjadi Penelitian yang difokuskan pada analisis impact over kapasitas Rumah Tahanan negara Lapas Kebun Waru Bandung dihubungkan dengan perwujudan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam hukum positif Indonesia.  Selanjutnya peneliti mencoba mengembangkan pokok permasalahan menjadi acuan dalam memecahkan suatu permasalahan yang akan diteliti dengan menggunakan berbagai pendekatan yaitu kemanfaatan hukum serta aspek keadilan. Bagaimanakah Upaya dalam penanganan over kapasitas terhadap warga binaan pemasyarakatan di rumah tahanan negara kebun waru Bandung? Kemudian metode penelitian yang digunakan menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan melalui pendekatan bahan hukum primer, sekunder kemudian tersier. Jika diamati dalam persoalan ini peneliti menilai sebab terjadinya over kapasitas disebabkan dengan beberapa hal yang mendasar yaitu Peradilan lebih menjunjung sanksi pidana, tidak membagi tahanan berdasarkan kasus, kemudian secara fundamental ialah kurangnya Tingkat kesadaran Masyarakat dan kepatuhan hukum Masyarakat dalam suatu negara.