Claim Missing Document
Check
Articles

PROSEDUR JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN WARISAN YANG DILAKUKAN DIHADAPAN PPAT(PROCEDURE FOR SALE AND PURCHASE OF HERITAGE LAND AND BUILDINGS CARRIED OUT BEFORE THE PPAT) Lubis, Muhammad Ansori; Siregar, Gomgom TP; Lubis, Muhammad Ridwan; Hartin Nst, Venny Fraya; Ichsan, Reza Nurul
PKM Maju UDA Vol 4 No 3 (2023): OKTOBER
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung (UDA) Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/pkmmajuuda.v5i3.4012

Abstract

Pelaksanaan jual beli tanah dan bangunan warisan harus dilakukan dihadapan pejabat umum yang berwenang yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah akan tetapi dalam pembuatan akta jual beli tersebut terjadi masalah karena adanya bantahan dari ahli waris. Prosedur jual beli tanah dan bangunan warisan yang dilakukan dihadapan PPAT adalah pihak penjual membawa sertipikat asli hak atas tanah yang akan dijual, KTP (Kartu Tanda Penduduk), bukti pembayaran PBB (Pajak Bumi Bangunan), surat persetujuan suami/isteri, bagi yang sudah berkeluarga, KK (Kartu Keluarga) sedangkan pihak pihak pembeli membawa KTP (Kartu Tanda Penduduk), KK (Kartu Keluarga), uang pembayaran atau surat perintah mengeluarkan uang kepada bank yang telah disepakati antara penjual dengan pembeli. Akibat hukum akta jual beli tanah dan bangunan warisan yang dibuat oleh PPAT menjadi sebuah akta yang otentik. Kekuatan hukum dari akta perjanjian tersebut sangat kuat, karena akta pengikatan jual beli tersebut telah menjadi akta notaril sehinga merupakan akta otentik.
TEORI PEMBALASAN DALAM PENINDAKAN ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA Barus, Ramsi Meifati; Lubis, Muhammad Ansori
JURNAL DARMA AGUNG Vol 32 No 1 (2024): FEBUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Darma Agung (LPPM_UDA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/ojsuda.v32i1.4164

Abstract

Dalam dunia anak, tempat mereka bermain dan bereksplorasi, tindakan anak-anak kadang-kadang dapat melewati batas kewajaran dan melanggar norma-norma yang ada, yang disebut sebagai kenakalan. Kenakalan ini dapat berujung pada tindakan kriminal, meskipun dalam hukum, tindakan tersebut pasti memiliki saksi. Meskipun pelaku tindak pidana adalah anak-anak, hukum tetap menginginkan keadilan untuk semua pihak, meskipun mempertimbangkan aspek psikologi dan masa depan anak-anak tersebut. Sanksi tetap diberlakukan untuk perbuatan yang merugikan orang lain. Penetapan sanksi ini selalu terkait dengan tujuan pemidanaan, yang pada umumnya adalah melindungi kepentingan individu atau hak asasi manusia, serta melindungi kepentingan masyarakat dan negara dengan perimbangan yang serasi, mencakup tindakan pembalasan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan menunjukkan bahwa aturan hukum di Indonesia yang mengatur anak sebagai pelaku tindak pidana menerapkan restorative justice dan upaya diversi dalam penjatuhan pidana. Meskipun demikian, anak sebagai pelaku tindak pidana tetap dapat dimintai pertanggungjawaban dan dikenakan sanksi sebagai tindakan pembalasan atas perbuatan melawan hukum yang dilakukannya. Ini menunjukkan bahwa unsur pembalasan tetap ada dalam penjatuhan pidana, baik ditujukan kepada pelaku (sudut subjektif pembalasan) maupun untuk memenuhi kepuasan dari perasaan dendam di kalangan masyarakat (sudut objektif pembalasan). Meskipun sanksi berat dan jangka waktu berbeda dengan sanksi pidana yang diberlakukan pada orang dewasa.
Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Upaya Pencegahan Tindak Pidana Kekerasan Seksual pada Anak Lubis, Muhammad Ansori
Jurnal Hukum Kaidah: Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat Vol 23, No 1 (2023): Edisi September 2023
Publisher : Universitas Islam Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30743/jhk.v23i1.8460

Abstract

Children are often victims of sexual violence. Children who become victims of this crime continue to increase, as if the perpetrators never feel the concern that the law will ensnare with severe sanctions. In providing protection for child victims of sexual violence and providing legal assistance for child victims of sexual violence, there are still many obstacles encountered. these obstacles are both obstacles from internal factors and obstacles from external factors. The implementation of legal protection for child victims of sexual violence in reality still cannot be implemented optimally in accordance with the policies of existing laws and regulations in Indonesia. In enforcing the law in the crime of sexual violence against children, it can fulfill a sense of justice for the victim, the victim's family and the community. Based on Law Number 35 of 2014 concerning the legal protection of children in article 64 (special protection of children in conflict with the law as referred to in article 59 paragraph (2) letter b) is carried out through: humane treatment by paying attention to needs in general, separation from adults, effective provision of legal aid and other assistance, or other cruel, inhuman and degrading treatment, avoidance of the imposition of the death penalty and/or life imprisonment, avoidance of arrest, detention or imprisonment, except as a last resort and within the shortest time. provision of justice before the court. Keywords: Legal Protection, Prevention, sexual
TINJAUAN PIDANA MENGUASAI, MEMILIKI NARKOTIKA GOLONGAN I ( SATU ) MENURUT UNDANG-UNDANG TENTANG NARKOTIKA NO. 35 TAHUN 2009 (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 277/Pid.Sus/2022/PN. Mdn) Thio, Wenny Prata Surya; Fauzi, Mhd. Iqbal; Lubis, Mhd. Ansori; Nasution, Yasid
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 6 No 1 (2024): EDISI BULAN JANUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/jurnalrectum.v6i1.4091

Abstract

Penelitian ini berupaya menjelaskan alasan di balik penerapan hukum pidana materil pada tindak pidana penyalahgunaan narkotika dan mempelajari faktor-faktor apa saja yang menjadi pertimbangan pengadilan dalam memutuskan nomor perkara. 277/Pid.Sus/2022/PN.Mdn. Melalui hasil penelitian serta pembahasan menyatakan jika 1.) JPU menggunakan dakwaan kedua yaitu Pasal 127 ayat (1) huruf a UU RI nomor. 35 Tahun 2009 didalam dakwaan sudah dikatakan terbukti dari jaksa penuntut umum, pada nomor putusan. 277/Pid. Sus/2022/PN. Mdn. Yakni, Dari penulis, penerapan hukum pidana didalam situasi ini sesuai hukum pidana Indonesia karena perbuatan dan unsur materi pasalnya saling bersesuaian. 2.) Menurut penulis, pengadilan keliru dalam menerapkan Pasal 127 ayat (1) huruf a pada putusan perkara nomor. 277/Pid.Sus/2022/PN. Mdn karena persyaratan artikel dipenuhi dalam hal ini, Majelis hakim keliru karena tidak mempertimbangkan keterkaitan Pasal 54, 55, dan 127 ayat (2) serta (3) ketika memutuskan tindakan selanjutnya setelah terdakwa dijatuhi hukuman penjara, seperti memerintahkan terdakwa menjalani perawatan serta rehabilitasi di fasilitas rehabilitasi di Medan.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG RI N0.11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN ANAK Lase, Yones Irawan; Ndruru, Onekhesi; Marbun, Jaminuddin; Lubis, Mhd. Ansori
JURNAL RETENTUM Vol 6 No 1 (2024): MARET
Publisher : Pascasarjana UDA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/retentum.v6i1.4247

Abstract

Perlindungan hukum bagi generasi muda yang melakukan aksi demonstrasi kriminal merupakan salah satu bentuk keadilan dalam masyarakat, karena hal tersebut telah menjadi aturan penting yang paling penting di Republik Indonesia yang menjamin keberlangsungan sistem berbasis suara dan kebebasan bersama sesuai budaya masyarakat. demikianlah kedudukan Pancasila dalam Negara kita sebagai gaya hidup (reasoning of life) dan lebih jauh lagi sebagai landasan hukum untuk mengatasi berbagai persoalan. Oleh karena itu, generasi muda yang bergelut dengan hukum diupayakan untuk diberikan perlindungan dalam segala bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Design of Election Criminal Enforcement Through A Restorative Justice Approach in Nort Sumatra Lubis, Muhammad Ansori; Syaputra, Muhammad Yusrizal Adi
JURNAL MERCATORIA Vol. 17 No. 1 (2024): JURNAL MERCATORIA JUNI
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31289/mercatoria.v17i1.11989

Abstract

The large number of cases of suspected election crimes at every stage of the elections in Indonesia are not balanced with a fair law enforcement design and legal certainty. The establishment of the Integrated General Election Law Enforcement Center (Sentra Gakkumdu Pemilu) apparently did not have a significant impact in effectively prosecuting perpetrators of election crimes. This research aims to examine the design of law enforcement for election crimes and analyze the application of the concept of restorative justice as an approach to law enforcement for election crimes. The results of the research, firstly, are that the complexity of the law enforcement mechanism for election crimes causes the number of reports of election crimes submitted by the public to election supervisors to be meaningless. Second, that the current law enforcement design for election crimes still prioritizes punishment, even though law enforcement prioritizes the principle of ultimum remedium in its implementation. The absence of legal loopholes in prioritizing the concept of restorative justice in enforcing election criminal law is an obstacle for the Gakkumdu Center in enforcing election criminal law. The large number of cases of suspected election crimes that occur while the resolution time is relatively short makes it difficult for law enforcement to promote election crimes to promote justice and legal certainty. So there is a need to design technical regulations in implementing restorative justice in handling election crimes in the future.
Peran Institusi Penerima Wajib Lapor Dalam Dalam Menerima Laporan Pecandu Narkotika Lubis, Muhammad Ansori; Rahmadani, Gema
JUNCTO: Jurnal Ilmiah Hukum Vol 6, No 2 (2024): JUNCTO : Jurnal Ilmiah Hukum DESEMBER
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31289/juncto.v6i2.5377

Abstract

The purpose of this study is to analyze the Factors Causing Parents or Guardians of Narcotics Addicts Not to Report to the Institution of Compulsory Reporting (IPWL), and to evaluate the efforts made by institutions such as the National Narcotics Agency (BNN) in Increasing Community Participation to Report to IPWL. This study uses normative juridical and descriptive-analytical methods, with legal data and in-depth interviews. The data were analyzed qualitatively to evaluate the implementation of the mandatory reporting policy and its impact on the rehabilitation of addicts. The results provide recommendations for policy improvement. The results of the study show that the barriers to parents reporting to IPWL involve psychological, social, and lack of information. Holistic solutions, such as awareness raising, stigma reduction, and rehabilitation services, are expected to encourage more families to report back. BNN's efforts through socialization, family empowerment, counseling, and community-based service development reflect a strong commitment to dealing with narcotics problems. Cooperation between various parties is still needed to create a drug-free future.
PERAN REKONSTRUKSI DALAM MENGUNGKAP KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (STUDI KASUS DI SATLANTAS POLRES LABUHAN BATU) Lubis, Muhammad Ansori; Anhar, Chairil; Rogers, Maurice
JURNAL DARMA AGUNG Vol 31 No 4 (2023): AGUSTUS
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Darma Agung (LPPM_UDA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/ojsuda.v31i4.3655

Abstract

Pentingnya rekonstruksi dalam mengungkap kasus kecelakaan lalu lintas di Satlantas Polres Labuhan Batu yakni pertama, untuk memperjelas adanya tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka dan kedua untuk mendapat gambaran yang jelas tentang terjadinya suatu tindak pidana tersebut. Pelaksanaan rekonstruksi dalam pengungkapan kasus kecelakaan lalu lintas di Satlantas Polres Labuhan Batu dapat dilihat melalui 3 tahap, yaitu pertama tahap persiapan rekonstruksi, kedua tahap pelaksanaan rekonstruksi, ketiga yaitu tahap pembuatan berita acara rekonstruksi. Faktor penghambat penyidik dalam melaksanakan rekonstruksi pengungkapan kasus kecelakaan lalu lintas di Satlantas Polres Labuhan Batu meliputi faktor internal dan faktor eksternal, sebagaimana faktor internal terhambat karena faktor dari personil Petugas dan faktor minimnya sarana dan prasarana. Sedangkan faktor eksternal diantaranya faktor tempat kejadian perkara (TKP) yang cukup luas, faktor waktu, faktor cuaca dan faktor masyarakat.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BERUPA PEMBAYARAN RESTITUSI OLEH PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (TPPO) Simarmata, Lewister d.; Gultom, Maidin; Lubis, Mhd. Ansori
JURNAL RETENTUM Vol 1 No 01 (2019): SEPTEMBER
Publisher : Pascasarjana UDA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/retentum.v1i01.911

Abstract

Mengenai penyebab terbentuknya tindak pidana..perdagangan orang khususnya anak dan perempuan. Penelitian bertujuan mengetahui dan memahamipenyebab terbentunya tindak pidana perdagangan khususnya anak dan perempuan;pertanggungjawaban.. pidana pelaku langkah Pidana Perdagangan orang denganPembayaran Sejumlah Restitusi dikaitkan. Metode yang akan dipakai dalampenelitian..yuridis normatif yang bersifat..deskriptif analitis, yaitu penelitian yang bertujuan memberikan gambaran khususnya anak dan perempuan.Pembayaran Sejumlah Restitusi dikaitkan dengan Undang-Undang..Nomor 21 Tahun 2007 tentang..Pemberantasan Tindak..Pidana Perdagangan Orang, upaya yang dilakukandalam penanggulangi tindak pidana perdangan orang. Analisis data dilakukan secara kualitatif deskriptif, normatif, logis, sistematis, dengan menggunakan metode deduktif dan induktif.Pertanggungjawaban pidana berupa pembayaran restitusi oleh pemeran tindak pidana perbisnisan orangmeliputi: 1) faktor-faktor yang rentan terjadinya perdangangan anak ialah kemiskinan, mental pelaku, dan lingkungan baik lingkungan pelaku maupun lingkungan anak; dan penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan perempuan adalah lebihdikarenakan oleh factor kemiskinan, pengetahuan dan kurangnya kesadaran kaum perempuan dalam menyingkapi beragam persoalan kehidupan yang berlangsung, ditambah lagi dengan keadaan ekonomi dan menggunakan kelemahan-kelemahan kaum perempuan yang berada didesa-desa terkucil dimana semua berita tentang segala hal tidak bisa diperoleh secara maksimal. Berdasarkan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan/atau immateriil yang diderita korban atau ahli warisnya; dan 3) Upaya-upaya penanggulangan kejahatan perdagangan manusia adalah upaya-upaya penanggulangan kejahatan dapat bersifat preventif dan represif.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK NAKAL BERDASARKAN UU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Lubis, Muhammad Ansori
JURNAL RETENTUM Vol 1 No 01 (2019): SEPTEMBER
Publisher : Pascasarjana UDA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/retentum.v1i01.280

Abstract

Law Number 11 of 2012 concerning the Criminal Justice System for Children related to Law Number 3 of 1997 concerning Juvenile Courts brings a new paradigm in the handling of children facing the law, especially in this case children who commit crimes.The research method used in this study is a normative juridical research method; the study of legal principles, legal norms in the laws and regulations and court decisions.The research finding shows that legal protection of children in conflict with the law in the juvenile justice system is a special treatment in order to ensure the physical and mental growth of children as the next generation that must be considered in the future.So the goal of juvenile justice is not only to declare whether a concrete event is proven and then to make a verdict, but to settle a child's case, if it reaches the court level, the case must be resolved, not until the verdict cannot be implemented or even cause new cases or problems.