Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

ANALISIS KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA DI BAWAH KEKUASAAN EKSEKUTIF SEBAGAI PELAKSANA UNDANG-UNDANG Putra, Nandaswara Shandi; Samhudi, Gamalel Rifqi
Collegium Studiosum Journal Vol. 8 No. 1 (2025): Collegium Studiosum Journal
Publisher : LPPM STIH Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56301/csj.v8i1.1661

Abstract

In Indonesia, the discussion on independent state institutions has been growing rapidly since the reform era. One issue that continues to be discussed to this day is the extent to which the law guarantees the independence of an institution, in this case specifically the Corruption Eradication Commission (hereinafter KPK). However, after the amendment of the KPK Law, the existence of this institution has caused debate in the community. From one point of view, the KPK is explicitly stated as part of the executive power, but from another point of view it is also emphasized that in carrying out its duties and authorities, the KPK remains independent and is not under the influence of any power. The purpose of this study is to determine and analyze the independence of state institutions under executive power, and to determine and analyze the impact of the Corruption Eradication Commission being a state institution under executive power. This research is expected to contribute to the development of legal science, especially in constitutional law. Practically, the results of this research are also expected to be a reference and input for parties in the field of law, as well as a medium to expand knowledge. This research uses a normative juridical approach, which is a legal research method that relies on the analysis of available literature. The specification of this research is descriptive analytical, namely a comprehensive description of the positive legal conditions prevailing in society. The data collection technique used is literature study. The existence of a supervisory board in the Corruption Eradication Commission is based on a number of important reasons, namely the Super Body Principle, (because it has much broader authority compared to the Police and the Attorney General's Office), then Abuse of Power.
DIFERENSIASI PENGATURAN BADAN USAHA MILIK DAERAH YANG BERBENTUK PERUSAHAAN UMUM DAERAH DAN PERSEROAN DAERAH SEBAGAI SARANA PERWUJUDAN KESEJAHTERAAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA Sasi, Puja Lestari Nawang; Samhudi, Gamalel Rifqi
Hukum Responsif Vol 15 No 1 (2024)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v15i1.8900

Abstract

Dengan adanya kenaikan pendapatan asli daerah sangat berpengaruh dalam meningkatkan kesejahteraan Masyarakat dan harus menyesuaikan bentuk hukumnya. Salah satu strategi untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah adalah dengan meningkatkan peran dan kontribusi Badan Usaha Milik Daerah. Badan Usaha Milik Daerah memerlukan aturan-aturan tersendiri dalam pengelolaannya guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode normatis-empiris, yaitu menggunakan studi kasus hukum dengan cara mengaitkan Undang-Undang dan mencari sumber berupa fakta yang terjadi dalam permasalahan penelitian. Temuan penelitian menunjukkan bahwa karena saat ini terdapat kekosongan hukum mengenai Badan Usaha Milik Daerah, maka Kabupaten Banjarnegara saat ini belum memiliki peraturan khusus.
PENERAPAN ASAS LEX POSTERIOR DEROGAT LEGI PRIORI DALAM PENGATURAN PENGHINAAN KEPADA PRESIDEN DI INDONESIA (Pengaturan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dengan KUHP Baru) A’maludin, Risqi; Samhudi, Gamalel Rifqi
Hukum Responsif Vol 15 No 1 (2024)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v15i1.8919

Abstract

Norma sangat diperlukan bagi kehidupan manusia dalam proses interaksinya dalam bermasyarakat. Ketaatan pada norma-norma akan menciptakan ketertiban. Pemerintah masih berupaya mempertahankan beberapa pasal kontroversial dalam undang-undang ini, salah satunya pasal penghinaan Presiden/Wakil Presiden. Padahal Mahkamah Konstitusi dalam putusannya sudah menghapus pasal tersebut, karena dinilai inkonstitusional. Namun, pada KUHP UU Nomor 1 Tahun 2023 mengembalikan pasal penghinaan Presiden pada Pasal 218 dan 219. Jenis penelitian yang akan digunakan adalah Yuridis Normatif. Teknik ini merupakan, pengumpulan dengan cara mencari kepustakaan. Data yang telah di dapat akan dianalisis secara kualitatif. Hasil Penelitian menyimpulkan bahwa Mahkamah Konstitusi Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menguji pasal tentang Penghinaan Presiden, dan Mahkamah menghapusnya karena dianggap inkonstitusional. Pasal Penghinaan Presiden sangat rentan digunakan di Indonesia karena tidak sesuai dengan Undang-undang Dasar. Asas lex posterior derogat legi priori berarti undang undang yang baru akan membatalkan keberlakuan undang-undang lama. Dalam hal ini Putusan Mahkamah sebagai aturan baru dalam pengaturan penghinaan kepada Presiden Putusan Mahkamah Konstitusi diatur pada pasal 24 C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Semua elemen masyarakat tanpa terkecuali wajib melaksanakan kebijakan Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu, putusan Mahkamah Konstitusi mengikat secara hukum pada semua pihak yang terlibat ketentuan yang diputusakan, putusan tersebut bersifat wajib terhadap semua. Dengan di undangkannya suatu undang-undang akan mengakibatkan hukum yang sama, yang berakibat keputusan tersebut mengikat semua elemen masyarakat tanpa terkecuali.