Putra, Masyhuri
Unknown Affiliation

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Sex Dolls in Islamic Thought: A Qur’anic and Maqasidic Analysis of Sexuality and Tamatsil Wicaksono, Muhammad Pradipa; Hakim, Lukmanul; Saifullah, Saifullah; Nixson, Nixson; Putra, Masyhuri
TAFSE: Journal of Qur'anic Studies Vol 9, No 2 (2024)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/tafse.v9i2.28716

Abstract

The increasing use of sex dolls raises ethical, social, and religious concerns, particularly in Islamic discourse. While Islamic scholarship has extensively discussed sexuality and statues (tamatsil), there remains a research gap in analyzing their intersection within modern technology. This study examines the permissibility of sex dolls within Islamic ethics and law by integrating Qur’anic interpretation and Maqasid al-Shariah. A qualitative hermeneutical and thematic (tafsir maudhu’i) approach is employed to analyze Surah Al-Ma'arij (70:29-31), Surah Saba’ (34:13), and Surah Al-Anbiya' (21:52). Classical and contemporary exegeses, along with fatwas from Dar al-Ifta' Egypt, Saudi Arabia, and Indonesia, provide legal insights. Findings indicate that sex dolls contradict Islamic ethical principles, particularly hifz al-‘ird (preserving dignity), hifz an-nasl (preserving lineage), and hifz al-aql (preserving intellect). Fatwas classify sex dolls as haram due to their potential to normalize unethical behavior and disrupt marital relationships. 
NILAI-NILAI SPIRITUALITAS ANAK DALAM KISAH KELUARGA IMRAN: TELAAH TEMATIK PERSPEKTIF TAFSIR BIL MA’TSUR Rani, Rani Rahmadani. M; Putra, Masyhuri; Yeli, Salmaini
EL-MAQRA' Vol 5 No 1 (2025): Mei
Publisher : IAIN KENDARI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31332/elmaqra.v5i1.11650

Abstract

Penulisan ini bertujuan untuk menemukan nilai-nilai pengembangan spiritualitas anak dalam kisah keluarga Imran melalui pendekatan tafsir bil ma’tsur, serta sekaligus menggali pandangan mufassir mengenai hal tersebut. Penulisan dilakukan dengan metode studi pustaka (library research) dan menggunakan pendekatan tematik (maudhu’i), dengan merujuk pada sumber-sumber primer seperti kitab tafsir ath-Thabari, al-Azhar, Ibnu Katsir, al-Munir, Fi Zhilalil Qur’an, dan al-Misbah. Selain itu, analisis ini juga diperkuat oleh data sekunder yang diperoleh dari berbagai buku, jurnal, dan karya ilmiah lainnya. Temuan dari studi ini menunjukkan bahwa keluarga Imran merupakan keluarga istimewa yang mendapatkan kehormatan dari Allah SWT karena kesalehan serta komitmen spiritual yang tinggi. Imran digambarkan sebagai pribadi saleh dan pengabdi di Baitul Maqdis, sedangkan istrinya yaitu Hannah, dikenal dengan wanita yang taat dan shalehah, sementara putri mereka yakni Maryam, dan anaknya Nabi Isa AS mendapatkan perlindungan langsung dari Allah. Adapun, nilai-nilai pengembangan spiritualitas anak dalam kisah ini antara lain: memilih pasangan yang saleh, senantiasa berdoa dan berharap kepada Allah, 3) memberikan nama yang baik dan perhatian utuh kepada anak, serta 4) memberikan asupan makanan yang halal dan Baik. Demikian, Penulisan ini menekankan pentingnya pendidikan spiritual yang terencana sejak dini, dan menjadikan keluarga sebagai pondasi utama pembentukan karakter anak dan pertumbuhan spiritual anak.
Sex Dolls in Islamic Thought: A Qur’anic and Maqasidic Analysis of Sexuality and Tamatsil Wicaksono, Muhammad Pradipa; Hakim, Lukmanul; Saifullah, Saifullah; Nixson, Nixson; Putra, Masyhuri
TAFSE: Journal of Qur'anic Studies Vol. 9 No. 2 (2024)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/tafse.v9i2.28716

Abstract

The increasing use of sex dolls raises ethical, social, and religious concerns, particularly in Islamic discourse. While Islamic scholarship has extensively discussed sexuality and statues (tamatsil), there remains a research gap in analyzing their intersection within modern technology. This study examines the permissibility of sex dolls within Islamic ethics and law by integrating Qur’anic interpretation and Maqasid al-Shariah. A qualitative hermeneutical and thematic (tafsir maudhu’i) approach is employed to analyze Surah Al-Ma'arij (70:29-31), Surah Saba’ (34:13), and Surah Al-Anbiya' (21:52). Classical and contemporary exegeses, along with fatwas from Dar al-Ifta' Egypt, Saudi Arabia, and Indonesia, provide legal insights. Findings indicate that sex dolls contradict Islamic ethical principles, particularly hifz al-‘ird (preserving dignity), hifz an-nasl (preserving lineage), and hifz al-aql (preserving intellect). Fatwas classify sex dolls as haram due to their potential to normalize unethical behavior and disrupt marital relationships. 
Integrasi Hadis Dengan Sains: Membaca Tunjuk Ajar Rasulullah Dalam Menguap Dan Antisipasi Dislokasi Rahang Yasti, Suci Amalia; Hasbi, M. Ridwan; Putra, Masyhuri; Ismail, Hidayatullah
Al-Qudwah Vol 1, No 2 (2023): December
Publisher : UIN Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/alqudwah.v1i2.24759

Abstract

Every command and prohibition conveyed by Prophet Muhammad (S.A.W.) fundamentally contains implicit meanings for the well-being of his community. Even seemingly trivial matters, such as yawning, have significance. In hadiths, it is mentioned that when someone yawns, they should observe certain etiquettes to prevent jaw dislocation. This article aims to understand the form of integration between Hadith and Science in relevant contexts, etiquettes of yawning as described in hadiths, and ways to prevent or address jaw dislocation. The research method used is content analysis, connecting the content of hadiths with health sciences. A modernist approach is employed, incorporating scientific studies, particularly in health sciences, to provide a broader and deeper understanding of the hadiths. The results of this research indicate that Prophet Muhammad (S.A.W.) provided examples of etiquette during yawning in the hadiths. Among these etiquettes are restraining the mouth as much as possible, covering the mouth, and avoiding making noise while yawning. The correlation between the hadiths and jaw dislocation is that these etiquettes serve to anticipate jaw-related illnesses. Failure to observe these etiquettes during yawning may lead to opening the mouth too wide, potentially causing jaw dislocation. Opening the mouth excessively can cause the jaw joints to shift from their original positions, hindering the proper functioning of the jaw joints. If not promptly addressed, jaw dislocation may require surgery or the replacement of the jaw with a new one or a prosthetic jaw. Abstrak: Setiap perintah dan larangan yang disampaikan oleh Rasulullah Saw pada hakikatnya mengandung makna yang tersirat yaitu untuk kebaikan bagi umatnya. Walaupun hal tersebut terkesan sesuatu yang sepele seperti menguap. Di dalam hadis disebutkan bahwa ketika seseorang menguap hendaknya menggunakan adab-adabnya agar terhindar dari penyakit dislokasi rahang yang diakibatkan oleh menguap. Tujuan artikel ini untuk mengetahui bentuk integrasi hadis dan sains yang berkaitan adab-adab ketika menguap yang dijelaskan dalam hadis dan cara mencegah atau mengatasi penyakit dislokasi rahang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode konten analisis yang menghubungkan kandungan hadis dengan ilmu kesehatan. Pendekatan modernis menggunakan kajian ilmiah seperti ilmu kesehatan agar dapat memahami hadis lebih luas dan memberikan pemahaman yang dalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di dalam hadis Rasulullah Saw telah memberikan contoh adab ketika menguap. Di antara adabnya yaitu menahan mulut semampunya, menutup mulut dan jangan mengeluarkan suara. Korelasi antara hadis dengan penyakit dislokasi rahang ini adalah bahwa adab-adab menguap berguna untuk mengantisipasi penyakit rahang, karena jika tidak melakukan adab-adab menguap akan menyebabkan mulut terlalu lebar. Sehingga ketika membuka mulut terlalu lebar maka akan mengakibatkan penyakit yang bernama penyakit dislokasi rahang. Ketika membuka mulut terlalu lebar menyebabkan sendi-sendi yang terdapat di dalam tersebut bergeser dari tempat semulanya. Sehingga sendi rahang tidak dapat berfungsi dengan baik. Dimana penyakit dislokasi rahang ini jika tidak ditangani dengan cepat akan mengakibatkan operasi atau pertukaran rahang yang baru atau rahang tiruan.
Harmonisasi Ekologis dalam Perspektif Al-Qur'an: Agroforestri sebagai Solusi Deforestasi dan Pelestarian Flora Hakim, Lukmanul; Putra, Masyhuri; Maharini, Rini; Fatimah, Siti Mutiara; Rizki, Sinta Nur
KACA (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin Vol. 15 No. 2 (2025): Agustus
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Institut Al Fithrah Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36781/kaca.v15i2.958

Abstract

Penelitian ini mengkaji konsep harmonisasi ekologis dalam perspektif Al-Qur'an dan relevansinya dengan implementasi sistem agroforestri sebagai upaya mitigasi deforestasi serta pelestarian keanekaragaman flora. Melalui pendekatan kualitatif-deskriptif dalam studi kepustakaan, penelitian ini bertujuan untuk menafsirkan dan memahami ayat-ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengan ekologi, khususnya Al-Baqarah 30, Fathir 27, dan Ar-Rum 41, penelitian ini mengidentifikasi prinsip-prinsip fundamental dalam pemeliharaan keseimbangan ekosistem berdasarkan pandangan Al-Qur'an. Analisis menunjukkan bahwa Al-Qur'an menetapkan manusia sebagai khalifah yang bertanggung jawab atas keberlanjutan lingkungan, mengakui keanekaragaman flora sebagai tanda kekuasaan Allah yang perlu dilestarikan, dan memperingatkan terhadap konsekuensi kerusakan ekologis akibat eksploitasi berlebihan. Studi ini mendemonstrasikan bagaimana sistem agroforestry yang mengintegrasikan penanaman pohon dengan tanaman pertanian dalam satu lahan menawarkan pendekatan yang sejalan dengan nilai-nilai Qur'ani dalam mengatasi deforestasi sekaligus mempertahankan keanekaragaman hayati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi agroforestri tidak hanya mewujudkan amanah kekhalifahan secara praktis tetapi juga memberikan manfaat ekologis dan ekonomis yang berkelanjutan. Penelitian ini berkontribusi pada pengembangan kerangka etika lingkungan Islam yang aplikatif dalam menangani krisis deforestasi kontemporer dan mendorong model pertanian yang harmonis dengan prinsip pelestarian keanekaragaman flora.
From Normative to Rational: The Reorientation of Rashid Rida’s Interpretive Paradigm Regarding the Prohibition of Khamr Rahman, Syahrul; Putra, Aldomi; Putra, Masyhuri; Amin, Saidul
An-Nida' Vol 49, No 2 (2025): December
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyrakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/an-nida.v49i2.38266

Abstract

This study aims to re-examine the rationalistic dimension of Tafsīr al-Manār by focusing on Rashid Rida’s exegesis of Qur’anic verses pertaining to the prohibition of khamr, specifically Q. al-Baqarah 2:219, Q. al-Nisā’ 4:43, and Q. al-Mā’idah 5:90–91. Employing a qualitative methodology with a content-analytic approach, the research primarily utilizes Tafsīr al-Manār as its principal source, supplemented by pertinent secondary literature. The findings demonstrate that Rida’s interpretation transcends a purely normative-theological framework by integrating rational and empirical arguments that possess universal validity. Rida contends that the Qur’anic prohibition of khamr is not solely a divine injunction to be obeyed but is underpinned by logical, moral, and practical considerations. His exegesis elucidates four dimensions of rationality: First, khamr inflicts physiological harm detrimental to human health; Second, khamr impairs cognitive clarity and diminishes self-control; Third, khamr undermines economic stability through wastefulness, reduced productivity, and dependency; and Fourth, khamr fosters social disintegration manifested in conflict, criminality, and moral decline. These results suggest that Rida endeavors to reconcile revelation with reason, affirming that Qur’anic ethics are founded upon a rational basis consonant with universal human understanding. Accordingly, Tafsīr al-Manār can be situated as a rational and contextual interpretive model pertinent to the advancement of contemporary intellectual discourse, ethics, and social responsibility.Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengkaji kembali dimensi rasionalitas dalam Tafsir al-Manār dengan menyoroti penafsiran Rashid Rida terhadap ayat-ayat Al-Qur’an tentang larangan khamr, yaitu Q.S. al-Baqarah: 219, Q.S. al-Nisā’: 43, dan Q.S. al-Mā’idah: 90–91. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan konten-analitis yang menjadikan Tafsir al-Manār sebagai sumber utama dan didukung literatur sekunder yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penafsiran Rida tidak berhenti pada kerangka normatif-teologis, tetapi memperluasnya dengan mempertimbangkan argumentasi rasional dan empiris yang dapat diterima secara universal. Rida menegaskan bahwa larangan Al-Qur’an terhadap khamr bukan semata-mata ketetapan ilahi yang harus ditaati, melainkan memiliki dasar logis, moral, dan praktis. Dari penafsirannya, teridentifikasi empat dimensi rasionalitas: Pertama, khamr menimbulkan kerusakan fisiologis yang membahayakan kesehatan; Kedua, khamr melemahkan kejernihan berpikir dan mengurangi kemampuan kendali diri; Ketiga, khamr mengganggu stabilitas ekonomi melalui pemborosan, penurunan produktivitas, dan ketergantungan; serta Keempat, khamr berkontribusi terhadap disintegrasi sosial melalui konflik, kriminalitas, dan kerusakan moral. Temuan ini mengindikasikan bahwa Rida berupaya mengharmonikan wahyu dengan akal, menegaskan bahwa etika Al-Qur’an memiliki basis rasional yang sejalan dengan pemahaman manusia universal. Implikasinya, Tafsir al-Manār dapat diposisikan sebagai model penafsiran yang rasional dan kontekstual, yang relevan bagi pengembangan wacana intelektual, etika, dan tanggung jawab sosial dalam konteks kontemporer.