Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang politik dinasti Jokowi dalam lensa patologi birokrasi melalui sudut pandang grand corruption. Latar belakang dari pembahasan terkait dengan politik dinasti Jokowi dalam penelitian ini adalah karena adanya kontestasi politik pada keluarga Jokowi. Hadirnya istilah politik dinasti Jokowi dimulai ketika anak dan menantunya mencalonkan diri sebagai Wali Kota, kemudian disusul oleh Gibran Rakabuming Raka yang mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden membersamai Prabowo, dan Kaesang yang menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Politik dinasti yang terjadi pada era kepemimpinan Presiden Jokowi adalah berupa perubahan keputusan Mahkamah Konstitusi untuk memberi akses kemudahan bagi putranya, Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi calon wakil presiden. Hal ini sudah termasuk ke dalam grand corruption di mana penyelewengan dalam menggunakan wewenang kekuasaan untuk mengubah keputusan yang telah ada. Dalam demokrasi yang sehat, menurut Eep Saefullah Fatah selaku Pengamat dan Konsultan Politik mengatakan bahwa proses politik yang sehat terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu seleksi, election, dan delivery. Ketika ketiga proses tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka dapat dikatakan adanya praktik membangun politik dinasti. Adanya politik dinasti yang tidak sesuai dengan konsep negara demokrasi, dapat mengancam sistem demokrasi negara Indonesia dan akan menimbulkan praktik KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme).