Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Pola Asuh Orangtua dalam Mendidik Agama Anak pada Keluarga Tukang Bentor Khususnya di Kelurahan Indralaya Mulya Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan Ilir Zaimuddin
TAUJIH: Jurnal Pendidikan Islam Vol 1 No 2 (2019): TAUJIH: Jurnal Pendidikan Islam
Publisher : Program Studi Pendidikan Agama Islam IAIQI Al-Qur'an Al-Ittifaqiyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (470.633 KB) | DOI: 10.53649/taujih.v1i2.56

Abstract

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama di mana individu berada dan akan mempelajari banyak hal penting dan mendasar melalui pola asuh dan binaan orangtua atau anggota keluarga lainnya. Keluarga mempunyai peran penting bagi pertumbuhan jiwa anak agar seorang anak tersebut dapat sukses di dunia dan di akhirat. Namun disisi lain, keluarga juga bisa menjadi killing field (ladang pembunuh) bagi perkembangan jiwa anak jika orangtua salah mengasuhnya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa keluarga memegang tanggungjawab dan peran penting dalam perjalanan hidup seseorang di masa yang akan datang. Keluarga juga menjadi pusat pendidikan pertama dan utama yang mempunyai tugas fundamental dalam mempersiapkan anak bagi kehidupannya di masa depan. Hal itu dikarenakan dasar-dasar perilaku, sikap hidup, dan berbagai kebiasaan ditanamkan kepada anak dimulai sejak lingkungan keluarga. Oleh karena itu peneliti tertarik meneliti tentang pola asuh orang tua dalam mendidik agama anaknya khususnya pada keluarga tukang bentor yang menjadikan profesi sebagai tukang bentor sebagai pekerjaan tetapnya. Peneliti memilih lokasi penelitian di Kelurahan Indralaya Mulya karena masyarakat Kelurahan Indralaya Mulya memiliki kesibukan dalam bekerja relatif tinggi khususnya tukang bentor yang bekerja mulai dari pagi hari sampai sore hari, semua itu dilakukan hanya untuk menghidupi keluarganya. Selain itu Peneliti juga sudah berdomisili di Kelurahan Indralaya Mulya sejak lahir sehingga diharapkan dalam penelitian ini dapat lebih intensif.
Pola Asuh Orang Tua dalam Mendidik Agama Anak pada Keluarga Tukang Bentor di Kelurahan Indralaya Mulya Ogan Ilir Zaimuddin
TAUJIH: Jurnal Pendidikan Islam Vol 2 No 1 (2020): TAUJIH: Jurnal Pendidikan Islam
Publisher : Program Studi Pendidikan Agama Islam IAIQI Al-Qur'an Al-Ittifaqiyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53649/taujih.v2i1.79

Abstract

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama di mana individu berada dan akan mempelajari banyak hal penting dan mendasar melalui pola asuh dan binaan orangtua atau anggota keluarga lainnya. Keluarga mempunyai peran penting bagi pertumbuhan jiwa anak agar seorang anak tersebut dapat sukses di dunia dan di akhirat. Namun disisi lain, keluarga juga bisa menjadi killing field (ladang pembunuh) bagi perkembangan jiwa anak jika orangtua salah mengasuhnya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa keluarga memegang tanggungjawab dan peran penting dalam perjalanan hidup seseorang di masa yang akan datang. Keluarga juga menjadi pusat pendidikan pertama dan utama yang mempunyai tugas fundamental dalam mempersiapkan anak bagi kehidupannya di masa depan. Hal itu dikarenakan dasar-dasar perilaku, sikap hidup, dan berbagai kebiasaan ditanamkan kepada anak dimulai sejak lingkungan keluarga. Oleh karena itu peneliti tertarik meneliti tentang pola asuh orang tua dalam mendidik agama anaknya khususnya pada keluarga tukang bentor yang menjadikan profesi sebagai tukang bentor sebagai pekerjaan tetapnya. Peneliti memilih lokasi penelitian di Kelurahan Indralaya Mulya karena masyarakat Kelurahan Indralaya Mulya memiliki kesibukan dalam bekerja relatif tinggi khususnya tukang bentor yang bekerja mulai dari pagi hari sampai sore hari, semua itu dilakukan hanya untuk menghidupi keluarganya. Selain itu Peneliti juga sudah berdomisili di Kelurahan Indralaya Mulya sejak lahir sehingga diharapkan dalam penelitian ini dapat lebih intensif.
Pemikiran Pendidikan Karakter Al-Ghazali dan Thomas Lichona Zaimuddin
CONTEMPLATE: Jurnal Ilmiah Studi Keislaman Vol 3 No 01 (2022): Juni 2022
Publisher : LP2M Institut Agama Islam Al-Qur'an Al-Ittifaqiah Indralaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53649/contemplate.v3i01.110

Abstract

This paper aims to find out how the reconstruction of al-Ghazali's educational thinking in contemporary Islamic education. The benefit is that the government and educators can use al-Ghazali's educational thinking as an inspiration in upholding quality Indonesian education. The result of this paper is that the building of al-Ghazali's educational thought is religious-ethical. Al-Ghazali's educational goals cover three aspects, namely cognitive aspects, affective aspects, and psychomotor aspects. In addition, it places two important things as educational orientations, namely achieving human perfection to qualitatively draw closer to Allah SWT; and achieve human perfection to achieve happiness in this world and the hereafter. An educator is a person who masters a discipline and is able to practice it as well as a human figure who totally concentrates on the field of education. Students are placed as objects as well as subjects and set ten ideal criteria that must be pursued by students in order to succeed in education. Al-Ghazali mentions four categories of classification of science, namely; classification of syar'iyah science (religion) and 'aqliyah (reason); theoretical and practical science; knowledge presented (hudhûri) and acquired (hushli); Science fardhu 'ain and fard kifâyah. Al-Ghazali's teaching method emphasizes that teachers who provide knowledge are required to use exemplary methods and dialogue in the learning process. Thomas Lickona states that the notion of character education is a deliberate effort to help a person so that he can understand, pay attention to, and practice core ethical values. And more broadly he said that character education is a deliberate (conscious) effort to realize virtue, namely objectively good human qualities, not only good for individuals, but also good for society as a whole.79 Thomas Lickona also defines character education as an effort deliberately from all dimensions of social life to help shape character optimally.
Makna Tabayun dalam Prespektif Tafsir Al-Misbah (Kajian Surah Al-Hujarat Ayat 6) Zaimuddin
At-Tahfidz: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Vol. 1 No. 02 (2020): Juni 2020
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53649/at-tahfidz.v1i02.436

Abstract

Sekarang, kata tabayyun semakin populer dan tidak asing lagi di telinga kita. Banyak orang, tidak hanya mereka yang terikat dengan tradisi Islam seperti santri, mulai orang biasa, politisi, aktivis dan bahkan seniman sering menggunakan dan mengucapkan kata ini. Tidak jarang kita mendengar politisi mengatakan tabayyun setiap kali menanggapi pernyataan atau kritik dari lawan politik, atau artis yang sedang dilanda gosip, serta aktivis. Ketika dikritik, mereka akan dengan mudah mengatakan, "etika itu bertabayyun sebelum berkencan atau mengkritik." Atau terkadang tabayyun juga diartikan sebagai perintah sowan atau datang ke pihak tertentu yang dibahas atau dilaporkan. Biasanya dibumbui dengan kalimat yang begitu akrab, "datang, bisakah kau bertanya dulu sambil minum bersama, jadi aku tidak salah?"Tafsir misbah dalam hal ini mengkaji ayat yang terkaiat dengan tabayun dan pentingnya mengkaji setiap kabar berita yang belum tentu benar kevaliditasannya. Dengan bahasa yang lugas dan tegas misbah mencoba menjelaskan ayat-ayat tersebut di kaiatkan dengan era saat ini.
Transforming Islamic Education in Schools: Challenges and Opportunities in the Era of Society 5.0 Zainuddin; Muhammad Wahyudi; Zaimuddin; Ferry Haryadi
Mutiara: Jurnal Ilmiah Multidisiplin Indonesia Vol. 2 No. 4 (2024): JIMI - OKTOBER
Publisher : PT. PENERBIT TIGA MUTIARA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61404/jimi.v2i4.321

Abstract

This research analyzes the challenges and opportunities of Islamic education in schools in the Society 5.0 era, which is characterized by the use of industrial revolution 4.0 innovations to overcome social problems. Using a qualitative approach with literature study methods and content analysis, this research examines literature related to the problems of Islamic religious education in schools. The research results identified six main challenges: limited infrastructure, inadequate conditions in rural schools, lack of technology-based learning media, lagging behind in the development of science and technology, use of traditional learning methods, and weak quality of human resources in mastering learning technology. In conclusion, the transformation of Islamic education in the Society 5.0 era requires improving the quality of human resources in learning technology, the use of digital books and technology-based learning media. Systematic efforts are needed to overcome the technology gap and increase the competitiveness of Islamic education in this era.
Moderasi Islam dalam kurikulum pembelajaran Pendidikan Agama Islam di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) Zaimuddin; Arifai, Ahmad; Mahadhir, Saiyid
EDUCATE : Journal of Education and Culture Vol. 1 No. 02: Mei 2023
Publisher : Rumah Riset Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61493/educate.v1i02.56

Abstract

Siswa di SMA merupakan kelompok yang rentan terpengaruh oleh arus radikalisme agama. Mereka berada pada usia yang masih muda dan cenderung mudah terpengaruh oleh semangat yang membara dan keinginan untuk mempraktikkan agama secara menyeluruh. Oleh karena itu, siswa yang beragama Islam di SMA menjadi kelompok yang sangat rentan disusupi dan menjadi target oleh kelompok radikal yang menganjurkan pemahaman dan sikap keagamaan yang keras dan dangkal. Di sisi lain, liberalisme agama juga mulai mempengaruhi sebagian kalangan muda, termasuk siswa Muslim di SMA. Oleh karena itu, diperlukan strategi untuk menanamkan nilai-nilai moderasi Islam kepada para siswa melalui kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas. Hal ini karena kelompok-kelompok yang terlibat dalam kekerasan dan tindakan anarkis dalam konflik sosial yang berlatar belakang agama umumnya memiliki afiliasi dengan Islam. Oleh karena itu, Pendidikan Agama Islam memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk mencari solusi atas hal ini.
Sosialisasi Urgensi Pendidikan Karakter Terhadap Remaja Millenial Generasi Z di Era Society 5.0 Dwi Noviani; Mustafyanti; Zaimuddin; Aidah; Hilmin
ADM : Jurnal Abdi Dosen dan Mahasiswa Vol. 1 No. 2 (2023): ADM : Jurnal Abdi Dosen dan Mahasiswa
Publisher : Penerbit dan Percetakan CV.Picmotiv

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61930/jurnaladm.v1i2.208

Abstract

Kegiatan pengabdian masyarakat ini membahas tentang urgensi pendidikan karakter, kebutuhan terus menerus untuk membangkitkan dan memperkuat kesadaran di kalangan masyarakat Indonesia bahwa masa depan yang lebih baik harus diupayakan dengan membangun dan memperkuat karakter masyarakat Indonesia, khususnya Generasi Z, orang yang lahir antara tahun 1995 sampai tahun 2010. Generasi ini sering disebut sebagai generasi internet. Mereka selalu terhubung dengan dunia maya dan dapat melakukan segala sesuatu dengan teknologi canggih yang ada. Karena kecanggihan teknologi ini, Gen Z dapat dengan mudah mencari sumber berita atau budaya dari luar tanpa tersaring. Gen Z mudah terjerumus ke dalam hal-hal negatif jika tidak pernah diajarkan pendidikan karakter yang baik dan benar.
DIMENSI PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI MENURUT IBNU QAYYIM AL-JAUZIYYAH Zaimuddin
Jurnal I TIBAR Vol. 5 No. 2 (2021): Desember 2021
Publisher : Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53649/itibar.v5i2.34

Abstract

Character education is one of the roles of educational institutions to foster the nation's young generation so that they behave properly and correctly in accordance with the norms prevailing in society. To produce young people with the characteristics as they aspire together, the role of education for early childhood is very important as a foundation for self-formation. Most educators both teachers and parents are less aware of the fundamental reasons for early character education which is also referred to as the golden age. Ibn Qayyim provides a solution to the dimensions of early character education so that in the future children will be good in their behavior and manners and so forth.
REPRESENTASI PELECEHAN TERHADAP KIAI DALAM MEDIA TELEVISI NASIONAL: ANALISIS ADAB ISLAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN TEORI REPRESENTASI STUART HALL Luthviyah Romziana; Zaimuddin; Moh. Najiburrahman; Babun Suharto
IMTIYAZ: Jurnal Ilmu Keislaman Vol. 9 No. 4 (2025): Desember
Publisher : LPPM STAI Muhammadiyah Probolinggo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46773/imtiyaz.v9i4.2882

Abstract

The phenomenon of harassment of kiai in a Trans7 broadcast on October 13, 2025, indicates a serious problem in religious ethics and public communication. As a figure of ulama and guardian of community morals, kiai holds a central position in the Nusantara Islamic tradition, so that respect for him is part of Islamic etiquette based on the values ​​of the Qur'an. This study aims to analyze media representations of kiai figures and examine how the principles of Islamic etiquette can become a framework for criticism of communication practices that demean the dignity of ulama. The method used is descriptive qualitative through content analysis and maudhu'i interpretation of Quranic verses on the ethics of speaking, respect for ulama, and social ethics, combined with Stuart Hall's representation theory. The results show that the media encoding process reflects the logic of entertainment capitalism that normalizes jokes about kiai. Meanwhile, audience decoding is divided into three positions: dominant, negotiating, and opposition. The Qur'anic perspective assesses that this practice is contrary to the principles of etiquette in QS. Al-Baqarah: 83, QS. Al-Ahzab: 70, and QS. Al-Hujurat: 2, 6, 11. This study emphasizes the importance of Qur'anic ethics as a critical paradigm in building a civilized media culture and maintaining the dignity of scholars.
Educators’ Perceptions of AI and ChatGPT on Ethical Comfort and Teaching Readiness Khoirawati; Zaimuddin; Aidah; Sukainah; Muhammad Fairuz Fakhri; Suriati; Redi Pirmansyah
Tekno - Pedagogi : Jurnal Teknologi Pendidikan Vol. 15 No. 2 (2025): Tekno-Pedagogi| In Progress|
Publisher : Program Magister Teknologi Pendidikan Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This study analyzes educators' attitudes and reflections towards the use of AI, particularly ChatGPT, together with interactive visual design in teacher education. The urgency of this research stems from the growing demand for digital transformation in professional teacher development and the need to actualize ASN (BerAKHLAK) values in the era of technological disruption. A mixed-method approach with an explanatory sequential design was employed. Quantitative data were collected from 2,072 respondents, including teachers, principals, and education staff in South Sumatra Province, through an online questionnaire assessing the need and perceived effectiveness of interactive digital learning assets. A limited trial was then conducted with 120 respondents using the GPT prototype “South Sumatra BGTK Learner.” Quantitative data were analyzed through descriptive statistics to identify general patterns, while qualitative data from observations, reflective notes, and documentation were thematically analyzed for deeper interpretation. The findings indicate that most respondents showed positive acceptance of AI-driven innovations, citing benefits in motivation, efficiency, and material relevance. Teachers’ reflections highlighted ChatGPT’s role in designing questions, generating ideas, and providing adaptive feedback, while Canva as an interactive visual tool enhanced engagement and supported microlearning practices. Challenges included unequal digital literacy, unstable internet connectivity, and ethical concerns regarding technology dependence. This study confirms the novelty of integrating AI-based virtual tutors and interactive visual media in Indonesian teacher training and suggests implications for strengthening digital literacy, developing ethical guidelines, and establishing inclusive policies to ensure sustainable adoption of educational technologies.