Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Profil Mutasi H-RAS Ekson 2, 3, 4 pada Karsinoma Urotelial Buli dan Papillary Urothelial Neoplasm of Low Malignant Potential di RSHS Bandung Periode 2010-2015 Ris Kristiana; Bethy S Hernowo
Majalah Patologi Indonesia Vol 27 No 1 (2018): MPI
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (307.561 KB)

Abstract

Latar belakang Karsinoma urotelial adalah tumor ganas dari epitel transisional buli yang terbagi menjadi karsinoma urotelial infiltratif dan karsinoma urotelial papiler non invasif. Pada buli, karsinoma urotelial merupakan jenis keganasan terbanyak (90%) dan merupakan keganasan yang menjadi penyebab kematian ketiga dari tumor urogenital. H-RAS adalah bagian dari keluarga RAS yang berperan dalam proliferasi sel, diferensiasi dan maturasi. Mutasi H-RAS pertama kali ditemukan pada karsinoma urotelial dan dapat terjadi pada setiap derajat dan stadium. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil mutasi H-RAS ekson 2, 3 dan 4 pada karsinoma urotelial buli. Metode Penelitian ini menggunakan desain deskriptif retrospektif pada 40 sampel blok parafin yang memenuhi kriteria inklusi dan telah didiagnosis sebagai karsinoma urotelial pada tahun 2010-2015 di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung. Pada semua sampel dilakukan pemeriksaan PCR dengan menggunakan Gene Amp PCR System 9700 kemudian dilakukan pemeriksaan sekuensing DNA pada ekson 2, 3 dan 4 dengan menggunakan metoda Sanger. Variabel lain yang diteliti adalah tipe histopatologik karsinoma urotelial buli yang dibagi menjadi karsinoma urotelial infiltratif dan karsinoma urotelial papiler non invasif. Hasil Dari 40 sampel blok parafin yang diperiksa hanya 13 yang dapat dilakukan sekuensing. Sebanyak 4 (30,7%) dari 13 sampel yang dapat di sekuensing mengalami mutasi pada ekson 3 dan sisanya adalah wild type. Mutasinya berupa substitusi T>A dan A>C sehingga terjadi perubahan protein metionin menjadi lysin dan serin menjadi arginin. Mutasi H-RAS lebih banyak terjadi pada PUNLMP. Kesimpulan Tidak terdapat mutasi H-RAS pada ekson 2 dan 4 pada 13 sampel yang dilakukan sekuensing. Mutasi H-RAS terjadi pada ekson 3, satu mutasi terjadi pada IUC pT3 dan sisanya terjadi pada PUNLMP.
UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK ETANOL DAUN SALAM (Syzygium polyanthum) PADA MENCIT GALUR DDY (Mus musculus) Maman Djamaludin; Ris Kristiana; Bagus Yuda Permana
Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Vol 4 No 4 (2021): Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (364.716 KB)

Abstract

Daun salam (Syzygium polyanthum) adalah salah satu tanaman di Indonesia yang dipergunakan sebagai tanaman obat alternatif seperti obat antidiare, antiinflamasi, dan antidiabetes. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui toksisitas akut ekstrak etanol daun salam (EEDS) terhadap mencit galur DDY yang dilihat dari kematian mencit, perubahan perilaku, perubahan berat badan, dan nilai indeks organ. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental menggunakan 24 mencit putih jantan dan 24 mencit betina (Mus musculus) galur DDY yang dibagi menjadi 4 kelompok di setiap jenis dengan variasi dosis 1250 mg/kgBB, 2500 mg/kgBB, 5000 mg/kgBB, dan kelompok kontrol negatif. Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu kematian mencit, perubahan perilaku, perubahan berat badan, dan nilai indeks organ. Indeks organ yang dinilai adalah jantung, paru-paru, hati, limpa, ginjal, testis, vesica seminalis pada mencit jantan, serta ditambah organ ovarium, uterus pada mencit betina. Data dianalisis secara statistik menggunakan uji one way ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun salam tidak menyebabkan kematian mencit, perubahan perilaku, perubahan berat badan, dan perubahan indeks organ mencit. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa daun salam termasuk kategori praktis tidak toksik menurut klasifikasi dari BPOM tahun 2014. DOI : 10.35990/mk.v4n4.p355-368
EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN SALAM (Syzygium polyanthum) TERHADAP HEPAR MENCIT (Mus musculus) GALUR DDY PADA UJI TOKSISITAS AKUT Ris Kristiana; Astri Pradini; Milani Indah Kusumaningsih
Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Vol 4 No 5 (2021): Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (465.555 KB)

Abstract

Daun salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp) merupakan salah satu tanaman yangdigunakan sebagai obat herbal di Indonesia. Senyawa aktif pada daun salam salah satunyaberperan sebagai antioksidan. Obat merupakan zat yang dapat berpotensi menyebabkanhepatotoksik. Penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa ekstrak etanol daun salam (EEDS)termasuk kategori praktis tidak toksik, tetapi belum ada keterangan pengaruhnya terhadaphistopatologi hepar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan gambaranhistopatologi hepar mencit pada kelompok pemberian akut EEDS dosis bertingkat. Penelitianini merupakan studi observasional terhadap histopatologi hepar mencit (Mus musculus) putihjantan dan betina galur DDY. Sediaan berjumlah 55 buah, terdiri dari 4 kelompok, yaitukelompok kontrol negatif (K), kelompok yang diberikan EEDS dengan dosis 1250 mg/kgbb(P1), 2500 mg/kgbb (P2), dan 5000 mg/kgbb (P3). Organ hepar dibuat menjadi sediaanmikroskopis dengan pewarnaan H&E, lalu dilakukan penilaian histopatologi heparmenggunakan skoring Manja Roenigk. Hasil penelitian berdasarkan uji statistik menunjukkanterdapat perbedaan yang signifikan pada rerata skor perubahan hepatosit (p<0,05). Perbedaansignifikan pada mencit jantan K-P2 dan K-P3 (p=0,032), sedangkan pada mencit betina K-P1,K-P2, dan K-P3 (p=0,002). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi perubahanhistopatologi hepar pada mencit jantan dan betina berupa peradangan, degenerasiparenkimatosa, degenerasi hidropik, dan nekrosis pada mencit jantan dengan pemberianEEDS dosis 2500 dan 5000 mg/kgbb, sedangkan pada mencit betina sudah terjadi perubahanhistopatologi hepar pada pemberian EEDS dosis 1250 mg/kgbb. Pemberian akut EEDS dosisbertingkat memiliki efek toksik akibat aktivitas prooksidan dan peningkatan stres oksidatifpada pemberian antioksidan dosis tinggi. DOI : https://doi.org/10.35990/mk.v4n5.p493-506
EFEK EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SEBAGAI PENCEGAH KERUSAKAN MUKOSA LAMBUNG Linlin Haeni; Ris Kristiana; Inge Lucya
Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Vol 5 No 3 (2022): Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) mengandung xanthone dengan senyawa utama alfa mangostin dan gamma-mangostin yang berfungsi sebagai antioksidan dalam melindungi mukosa lambung. Tujuan dari penelitian ini ingin mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kulit manggis sebagai pelindung mukosa lambung tikus yang diinduksi asam asetilsalisilat (ASA). Penelitian ini menggunakan 24 ekor tikus yang dibagi menjadi empat kelompok perlakuan yang terdiri dari kontrol negatif (K-), kontrol positif (K+), perlakuan dosis ekstrak 750mg/KgBB (P1), dan dosis ekstrak 1000mg/KgBB (P2). Perlakuan diberikan setiap hari selama 7 hari. Pada hari ke-8 tikus di eutanasia, dibedah, diambil organ lambung untuk dibuat sediaan histopatologi dengan pewarnaan HE. Uji Post Hoc Tukey menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kulit manggis dengan dosis 750mg/Kgbb (P1) dan dosis 1000mg/KgBB (P2) memiliki perbedaan yang signifikan (p<0.05) terhadap kontrol positif (K+), tetapi (P1) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p>0.05) dibandingkan kelompok (P2). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian dosis ekstrak kulit manggis 750mg/KgBB efektif dalam mencegah kerusakan mukosa lambung tikus galur Wistar yang diinduksi asam asetilsalisilat dibandingkan dengan dosis ekstrak kulit manggis 1000mg/KgBB. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulit manggis memiliki kemampuan untuk mencegah kerusakan mukosa lambung tikus Wistar. DOI : 10.35990/mk.v5n3.p297-307
EFEK KULIT KOPI ROBUSTA (Coffea canephora) TERHADAP PERBAIKAN HISTOPATOLOGI GASTER TIKUS DIINDUKSI ASAM ASETIL SALISILAT Dewi Ratih Handayani; Ris Kristiana; Muhamad Fadhil Andhika Herdiawan
Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Vol 6 No 3 (2023): Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Gastritis adalah suatu proses inflamasi pada mukosa dan submukosa gaster yang dapat disebabkan oleh penggunaan obat anti inflamasi non-steroid (OAINS). Salah satu obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) adalah asam asetil salisilat yang dapat menyebabkan pelepasan Reactive Oxygen Species (ROS). ROS dapat menyebabkan kerusakan pada mukosa gaster. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efektivitas kulit buah kopi robusta dalam mencegah kerusakan mukosa gaster. Penelitian menggunakan hewan coba 24 ekor tikus putih jantan galur Wistar (Rattus norvegicus). Penelitian ini menggunakan metode analitik eksperimental dengan desain posttest only control group dibagi menjadi enam kelompok, kelompok 1 berupa kontrol negatif (hanya diberi pakan pelet), kelompok 2 berupa kontrol positif yang diberikan asam asetil salisilat saja dosis 150 mg/KgBB, kelompok 3,4,5,6 diberi ekstrak etanol kulit buah kopi robusta masing-masing sebanyak 250, 500, 1000, 1500 mg/KgBB dilanjutkan pemberian asam asetil salisilat dosis 150mg/KgBB. Setelah perlakuan selama 14 hari, gaster tikus dikorbankan untuk dilihat secara mikroskopis gaster yang dinilai menggunakan skor Wattimena dan Siriviriyakul Prasong, et al yang telah dimodifikasi. Hasil menunjukkan setiap kelompok perlakuan dapat mencegah kerusakan mukosa gaster terutama dosis 1000 mg/KgBB dan 1500 mg/KgBB. Terdapat perbedaan bermakna jika dibandingkan dengan kelompok kontrol positif. Dapat disimpulkan bahwa dosis efektif ekstrak etanol kulit buah kopi robusta yang dapat mencegah kerusakan mukosa gaster adalah 1000 mg/KgBB dan 1500 mg/KgBB. Kulit buah kopi robusta mengandung senyawa flavonoid sebagai antioksidan yang dapat mengurangi akumulasi ROS, sehingga dapat mencegah kerusakan mukosa gaster. Kata kunci : Asam asetil salisilat, gastritis, kulit kopi robustaDOI : 10.35990/mk.v6n3.p283-294
A qualitative, phenomenological study of scabies patients at Cikatomas Health Center Desy Linasari; Sylvia Mustika Sari; Selly Andriani; Ris kristiana; Henny Juliastuti
ACTA Medical Health Sciences Vol. 3 No. 1 (2024): Acta Medical and Health Sciences
Publisher : ACTA Medical Health Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Infestation with the Sarcoptes scabies mite causes scabies, an infectious skin disease that is often found in densely populated areas. This disease is characterized by itching, especially at night, as well as the appearance of rashes and lesions on the skin. Scabies is an endemic public health problem that attacks groups of people with poor personal hygiene. This research aims to understand the experiences of scabies patients regarding their disease journey, including treatment and prevention efforts. The research method used is qualitative with a phenomenological approach. Participants were selected using purposive sampling, and a total of seven participants from Cikatomas Health Center, Tasikmalaya Regency, were included. We collected data through in-depth interviews. From the research results, five themes emerged regarding the experiences of scabies patients in their disease journey: symptoms, risk factors, chain of transmission, treatment efforts, and prevention efforts. In conclusion, during the onset of symptoms, patients reported experiencing intense itching, particularly, in several areas of the body. The most prominent risk factors found in patients were poor personal hygiene and inadequate housing density. The chain of transmission occurred due to contact with other scabies patients, including a history of sharing beds in dormitories and using shared items. Patients sought treatment at health facilities, but did not receive treatment together with friends or other affected family members, thereby allowing the chain of transmission to continue. Prevention efforts have been made by improving personal hygiene. DOI : 10.35990/amhs.v3n1.p12-23 REFERENCES Sungkar S. Skabies: Etiologi, Patogenesis, Pemberantasan dan Pencegahan. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016. Djuanda A, Suriadiredja ASD, Sudharmono A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016. Marga P. Pengaruh personal hygiene terhadap kejadian penyakit skabies. J Ilm Kesehatan Sandi Husada. 2020;9(2):773–8. Leung A, Lam J, Leong K. Scabies: A neglected global disease. Curr Pediatr Rev. 2020;16(1):33–42. World Health Organization. Scabies. Geneva: WHO; 2020 [cited 2023 Nov 8]. Available from: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/scabies El-Moamly AA. Scabies as part of the WHO roadmap for neglected tropical diseases 2021–2030: What we know and what we need to do for global control. Trop Med Health. 2021;49(1):1–11. Wibianto A, Santoso I. Prevalensi penderita skabies di Puskesmas Ciwidey, Jawa Barat (2015–2020): Studi retrospektif. 2020;1:281–90. Kumarayanti NKD, Hapsari Y, Kusuma DR. Penatalaksanaan skabies dengan pendekatan kedokteran keluarga pada pasien dewasa. J Kedokt. 2020;9(2):220–8. Dinas Kesehatan Jawa Barat. Profil Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya 2019. Bandung: Dinkes Jabar; 2019. Available from: https://dinkes.jabarprov.go.id/ Kurniawan M, Sie M, Ling S. Diagnosis dan terapi skabies. Cermin Dunia Kedokteran. 2020;47(2):104–7. Tanto C, Liwang F, Hanifati S. Selekta Kedokteran. Edisi IV Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius; 2016. p. 311–2. Rofifah TN, Budi U. Hubungan sanitasi asrama dan personal hygiene santri dengan kejadian scabies di Pondok Pesantren Al Ikhsan, Banyumas. 2019;38(1):1–23. Suciaty S, Ismail S. Profil penyakit skabies di wilayah kerja Puskesmas Kamonji tahun 2018. Medika Alkhairaat. 2021;3(2):45–50. Naftass Z, Putri TR. Hubungan jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pengetahuan terhadap kejadian skabies pada santri Pondok Pesantren Qotrun Nada, Depok. 2018;10(2):115–9. Muslih R. Hubungan personal hygiene dengan kejadian skabies pada santri Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya. Tasikmalaya: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi; 2012. Mutiara H, Syailindra F. Skabies. Med J Lampung Univ (MAJORITY). 2016;5(2):37–42. Handari, Yamin M. Analisis faktor kejadian skabies di Pondok Pesantren An-Nur, Ciseeng, Bogor. J Kedokt dan Kesehatan. 2018;14(2):74–82. Purwanto H, Hastuti RP. Faktor risiko penyakit skabies di masyarakat. J Kesehatan. 2020;11(1):145–50. Mading M, Bule Sopi I. Kajian aspek epidemiologi skabies pada manusia. J Penyakit Bersumber Binatang. 2019;2(2):9–17. Rosumeck S, Nast A, Dressler C. Ivermectin and permethrin for treating scabies (review). Cochrane Library. 2018:60–4. Gunning K, Kiraly B, Pippitt K. Lice and scabies: Treatment update. Am Fam Physician. 2019;99(10):635–42.
Characterisctics, Clinical Features, And Management Of Fibroadenoma Mammae Patients At Dustira Hospital Cimahi Ris Kristiana; Salsha Regina Syakyra; Endah Hamidah; Endry Septiadi; Fitriardi Sejati; Tatang Bisri
Jurnal EduHealth Vol. 16 No. 01 (2025): Jurnal EduHealt, Edition January - March, 2025
Publisher : Sean Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fibroadenoma mammae (FAM) is the most common benign breast tumor that occurs at the age of 14-35 years. About 10% of the female population has FAM. FAM manifests as solitary masses that are easily movable, well-defined, with a smooth surface. The aim of this study was to determine the characteristics, clinical features, and management of FAM patients at Dustira Hospital using secondary data from medical records. A total of 68 FAM patients were selected as samples during the period 2018-2023. The research variables consisted of the number of cases, age, body mass index(BMI), location, topography, size, quantity, and management of FAM. Univariate analysis was used in this study and the results were presented in narrative and tabular forms. The results of the study showed that the highest number of FAM cases occurred in 2018, reaching 28 (41.1%). Characteristics of FAM patients included 49 individuals (72%) in the 16-30 age group, 32 individuals (47%) with normal body mass index. Clinical features of FAM were found in 31 individuals (45.6%) on the right breast, 24 individuals (35.3%) in the upper medial quadrant, with a size of 3-5 cm in 24 individuals (35.3%), and 49 individuals ( 72.1%) limited solitary masses. Management included surgery in all 68 individuals (100%), with 67 individuals (98.5%) underwent excision, while 1 individual (1.5%) underwent incision. Age and BMI are suspected to play a role in FAM formation related to estrogen hypersensitivity and mutations in the mediator complex subunit 12 (MED12). Lesion size is influenced by estrogen exposure. Management of fibroadenoma depends on the patient's preferences and clinical conditions. Women at risk or suspecting breast masses are advised to perform self-breast examination (BSE) and efficiently consult with healthcare professionals.
Cytopathology Lymphadenopathy Feature in HIV Positve Patient: Diagnosis Tools Comorbidities Hasrayati Agustina; Yenni Wisudarma; Ris Kristiana; Bethy S. Hernowo
Journal of Medicine and Health Vol 1 No 3 (2016)
Publisher : Universitas Kristen Maranatha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28932/jmh.v1i3.517

Abstract

Lymphadenopathy is enlarged lymph nodes caused by infection, inflammation or malignancy. On HIV positive patients, lymphadenopathy is one of the most common clinical manifestations and it is usually persistent. Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) is an effective cytology technique in determining the diagnosis of lymphadenopathy. This study aimed to describe the cytopathology of lymphadenopathy in HIV positive patients. This is a descriptive study of 21 cases of lymphadenopathy in patients with HIV positive who underwent FNAB examination in Anatomical Pathology Department of Dr.Hasan Sadikin Hospital between 2013-2014. Medical data was taken from the patient medical records including age, sex, location, size and cytopathological diagnosis. Cytopathology overview of FNAB specimens were reassessed by 2 pathologists. In this study, lymphadenopathy in HIV positive patients were mainly found in men (n = 15.71%) with an average age between 20-30 years. The most frequent location was the neck (n = 20.95.2%). The lymph nodes size were found between 0.5-3 cm. Most diagnosis was tuberculous lymphadenitis (n = 15.71%) with the most common cytology feature was granulomatous lymphadenitis (n = 5.33.3%) and suppurative lymphadenitis (n = 5.33.3%). FNAB examination in lymphadenopathy is very helpful to identify the cause of infection in HIV positive patients. Keywords: FNAB, HIV, lymphadenopathy, cytopathology