Claim Missing Document
Check
Articles

Found 25 Documents
Search

Prinsip Checks And Balances Dalam Struktur Lembaga Perwakilan Rakyat Di Indonesia (Studi Terhadap Usulan Perubahan Kelima UUD NRI Tahun 1945) Hadi, Syofyan
Mimbar Keadilan Jurnal Mimbar Keadilan Januari-Juni 2014
Publisher : Mimbar Keadilan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak: Dalam sistem pemerintah demokratis yang dilaksanakan dengan sistem perwakilan, maka keberadaan lembaga perwakilan  rakyat dipandang sebagai suatu keniscayaan dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan ini. Lembaga negara ini merupakan badan yang berwenang sebagai pelaksana kekuasaan negara dalam hal menentukan kebijakan umum yang mengikat seluruh rakyat. Sebagai perwujudan kedaulatan rakyat, maka lembaga perwakilan rakyat juga merupakan lembaga yang berfungsi sebagai checks and balances terhadap lembaga negara lainnya.Kata kunci : prinsip checks and balances, lembaga perwakilan rakyat
HAK PENDIDIKAN PENYANDANG DISABILITAS DI JAWA TIMUR Afifah, Wiwik; Hadi, Syofyan
DiH: Jurnal Ilmu Hukum Volume 14 Nomor 28 Agustus 2018
Publisher : Doctor of Law Study Program Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/dih.v0i0.1793

Abstract

Penyandang disabilitas di Indonesia, sebagian besar hidup dalam kondisi rentan dan pengurangan atau penghilangan hak penyandang disabilitas.Untuk mewujudkan kesamaan hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas menuju kehidupan yang sejahtera, mandiri, dan tanpa diskriminasi diperlukan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya.Hak untuk memperoleh pendidikan merupakan hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Namun dalam prakteknya, anak penyandang disabilitas sangat rentan untuk memperoleh perlakuan diskriminatif dalam memperoleh hak-haknya,khususnya hak atas pendidikan. Hal tersebut disebabkan oleh ketidak-samaan kondisi fisik atau psikis anak penyandang disabilitas. Anak penyandang disabilitas membutuhkan perlindungan dalam memperoleh pendidikan. Pendidikan yang diikuti oleh penyandang disabilitas berguna sebagai bekal dalam kehidupan yang semakin meng-global berbasis teknologi. Berdasarkan hal tersebut, penulis memaparkan konteks permasalahan hak pendidikan bagi penyandang disabilitas. Metode penelitian yang dipergunakan adalah penelitian yuridis normative. Kesimpulan dari artikel adalah hak pendidikan penyandang disabilitas telah diatur baik dalam konvensi internasional hak asasi manusia, International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights dan Convention on the Rights of Person with Disabilities dengan Resolusi 61/106, Pasal 28 C ayat (1) dan Pasal 28 E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Hak atas pendidikan juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia khususnya Pasal 12. Secara spesifik perlindungan hak penyandang disbilitas termasuk hak pendidikan terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas. Selanjutnya, pengaturan di tingkat provinsi yaitu Peraturan Daerah Nomer 3 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Dan Pelayanan Penyandang Disabilitas Di Jawa Timur. Begitu pula dengan Peraturan Gubernur Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi.Kata kunci: hak pendidikan, penyandang disabilitas
KEKUATAN MENGIKAT HUKUM DALAM PERSPEKTIF MAZHAB HUKUM ALAM DAN MAZHAB POSITIVISME HUKUM Hadi, Syofyan
DiH: Jurnal Ilmu Hukum Volume 14 Nomor 28 Agustus 2018
Publisher : Doctor of Law Study Program Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/dih.v0i0.1789

Abstract

Terdapat perbedaan pandangan antara mazhab hukum alam dan mazhab positivisme hukum mengenai kekuatan mengikat hukum alam. Menurut mazhab hukum alam, hukum merupakan keadilan, sehingga hukum yang tidak adil bukan hukum. Karenanya, hukum hukum memiliki kekuatan mengikat apabila hukum berisi keadilan, bermoral, berisi kebenaran, dan sesuai etika. Adapun mazhab hukum alam memandang hukum sebagai perintah dari penguasa. Sehingga, hukum memiliki kekuatan mengikat karena adanya perintah.Kata kunci: hukum alam, positivisme hukum, keadilan, perintah 
HUKUM POSITIF DAN THE LIVING LAW (Eksistensi dan Keberlakuannya dalam Masyarakat) Hadi, Syofyan
DiH: Jurnal Ilmu Hukum Vol 13, No 26 (2017)
Publisher : Doctor of Law Study Program Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/dih.v0i0.1588

Abstract

Sebagai produk budaya, hukum selalu eksis dalam setiap masyarakat. Karenanya, hukum yang tidak diciptakan, namun hukum ditemukan dalam masyarakat (the living law). Namun seiring lahirnya negara modern, the living law cenderung dihilangkan dan diganti dengan hukum positif (state law). Bahkan the living law tidak dianggap sebagai hukum. Namun demikian, dalam sistem hukum Indonesia the living law masih diakui dengan batas-batas tertentu, seperti pengakuan terhadap masyarakat adat dan hak-haknya tradisionalnya, pengakuan hak ulayat dan sebagainya.Kata kunci: hukum positif, the living law,  sistem hukum
KEDUDUKAN DAERAH K¬HUSUS PROVINSI PAPUA DAN PAPUA BARAT DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA Hadi, Syofyan; Bernada, Yaffed Septian Bernada
Mimbar Keadilan Juli - November 2015
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/mk.v0i0.2119

Abstract

Indonesia adalah negara kesatuan yang menggunakan konsep desentralisasi. Desentralisasi diwujudkan dalam bentuk otonom daerah. Otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan. Praktek otonomi daerah dalam negara kesatuan tidak selalu sama, karena dipraktekkan juga otonomi daerah yang asymmetric. Salah satu bentuk otonomi daerah yang  asymmetric adalah otonomi khusus. Salah satu daerah yang berstatus otonomi khusus adalah Provinsi Papua dan Papua Barat. Karenanya dalam melaksanakan otonomi daerah, Provinsi Papua dan Papua Barat mempunyai kekhususan dalam melaksanakan kewenangan yang dimiliki. Namun demikian, pelaksanaan kekhususan yang dimiliki oleh Provinsi Papua dan Papua Barat tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
KEDUDUKAN PENGADILAN PAJAK DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA Bravestha, Rio; Hadi, Syofyan
Mimbar Keadilan Februari 2017
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/mk.v0i0.2197

Abstract

Kedudukan Pengadilan Pajak menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak adalah pengadilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman. Kemandirian Hakim dalam Pengadilan Pajak masih menggunakan “dual roof system” dimana di berbagai peradilan telah menganut “one roof system”. Sehingga dalam penelitian ini terdapat dua rumusan masalah yakni: 1) Bagaimana kedudukan pengadilan pajak menurut UU Pengadilan Pajak? 2) Bagaimana kemandirian hakim dalam menyelesaikan sengketa pajak? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan dua metode pendekatan yakni pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Dan hasil penelitian diperoleh bahwa 1) Kedudukan Pengadilan Pajak menurut Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 27 ayat (1) jo Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara bahwa Pengadilan Pajak sebagai pengadilan khusus yang berada di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. 2) Kemandirian hakim dalam Pengadilan Pajak masih menganut “dual roof system” yakni disatu sisi berada dalam Kementerian Keuangan sedangkan disisi lain berada dalam Mahkamah Agung, hal demikian dapat menyebabkan tidak ada kemandirian hakim dalam memutus sengketa dibidang pajak.
MENGKAJI SISTEM HUKUM INDONESIA (Kajian Perbandingan Dengan Sistem Hukum Lainnya) Hadi, Syofyan
DiH: Jurnal Ilmu Hukum Vol 12, No 24 (2016)
Publisher : Doctor of Law Study Program Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/dih.v12i24.2244

Abstract

Cara berhukum setiap masyarakat memiliki ciri dan karakter khas masing-masing. Cara berhukum tersebut melahirkan tradisi atau sistem hukum yang berbeda, seperti sistem eropa kontinental, anglo saxon sistem hukum Pancasila. Sistem eropa kontinental menjadikan aturan tertulis yang terkodifikasi secara sistematik sebagai sumber primer, sedangkan sistem anglo saxon menempatkan putusan hakim sebagai sumber primernya. Sistem hukum Pancasila bersifat prismatik yakni sistem yang memadukan semua hal yang baik-baik dari semua sistem yang ada. Sistem hukum Pancasila merupakan peleburan yang baik-baik dari beberapa sistem, baik eropa kontinental, anglo saxon, dan sistem lainnya.
PENGUATAN SISTEM PRESIDENSIAL DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA Hadi, Syofyan
DiH: Jurnal Ilmu Hukum Vol 11, No 22 (2015)
Publisher : Doctor of Law Study Program Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/dih.v11i22.2231

Abstract

Furifikasi sistem presidensial dalam perubahan UUD NRI Tahun 1945 telah memberikan penguatan terhadap kedudukan Presiden. Namun demikian, furifikasi tersebut belum sepenuhnya memberikan penguatan, karena kewenangan presiden yang terlalu besar dalam bidang legislasi, lemahnya kewenangan legislasi DPD dan dianutnya sistem multipartai. Oleh karena itu, dalam rangka penguatan sistem presidensial perlu dilakukan perubahan, yakni penghapusan kewenangan legislasi Presiden, penguatan legislasi DPD, penyederhanaan partai politik dan pemilihan umum serentak
IMPEACHMENT PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN (Studi Perbandingan Antara Indonesia, Amerika Serikat, Dan Filipina) Hadi, Syofyan
DiH: Jurnal Ilmu Hukum Vol 12 No 23 (2016)
Publisher : Doctor of Law Study Program Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/dih.v12i23.883

Abstract

Impeachment di Indonesia hanya dapat dilakukan terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden. Sedangan di Amerika Serikat dan Filipina, impeachment dapat dilakukan tidak hanya pada Presiden dan Wakil Presiden, tetapi juga pada pejabat publik lainnya. Impeachment di Indonesia, Amerika Serikat dan Filipina dilakukan dengan alasan-alasan tertentu, diantaranya melanggar hukum seperti pengkhianatan dan korupsi. Proses impeachment di Indonesia diawali dari hak menyatakan pendapat, kemudian dinilai oleh Mahkamah Konstitusi. Apabila terbukti, maka impeachment diputus oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Sedangkan di Amerika Serikat dan Filipina, proses impeachment diawali dengan penyampaian Article of Impeachment oleh House of Representative kepada Senate. Senate berwenang mengadili dan memutus. Khusus untuk impeachment yang diajukan kepada Presiden, maka Senate dipimpin oleh Chief of Justice of Supreme Court.Kata Kunci: Impeachment, dan Presiden dan/atauWakil Presiden.
PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI Syahroni, Muh. Arief; Alpian, M.; Hadi, Syofyan
DiH: Jurnal Ilmu Hukum Volume 15 Nomor 2 Agustus 2019
Publisher : Doctor of Law Study Program Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/dih.v15i2.2478

Abstract

Penerapan sistem pembalikan beban pembuktian (omkering van de bewijslast) secara terbatas di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dianggap sebagai instrumen luar biasa disebabkan karena cara ini menyimpang dari prinsip umum hukum pidana yang dirumuskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP). Dengan meletakkan beban pembuktian kepada terdakwa, maka asas yang diberlakukan dalam tindak pidana korupsi ini pun beralih dari praduga tidak bersalah (presumption of innocence) menjadi praduga korupsi (presumption of corruption) atau praduga bersalah (presumption of guilt). Penerapan pembalikan beban pembuktian terbalik ini adalah salah satu sarana dan merupakan suatu terobosan hukum dalam konteks pembaharuan hukum pidana yang dapat ditempuh oleh pemerintah untuk memberantas korupsi yang sudah mengakar di Indonesia. Pengimplementasian sistem ini diharapkan mampu mengeliminasi tingkat kesulitan pembuktian yang dihadapi selama ini dalam pemberantasan tindak pidana korupsi yang cenderung dilakukan dengan sangat rapi dan menyeluruh. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dasar hukum pembalikan beban pembuktian dalam tindak pidana korupsi. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan mengunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Sedangkan pengumpulan bahan dilakukan dengan studi dokumen kemudian bahan hukum tersebut penyusun uraikan dan hubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penjelasan yang sistematis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem pembalikan beban pembuktian dalam tindak pidana korupsi hanya terbatas dilakukan terhadap delik pemberian (gratification) yang berkaitan dengan suap (bribery), dan bukan terhadap delik-delik lainnya dalam tindak pidana korupsi. Delik-delik lainnya dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang tertuang dalam pasal 2 sampai dengan pasal 16 beban pembuktiannya tetap berada pada Jaksa Penuntut Umum.